monoflora merupakan madu yang diperoleh dari satu tumbuhan utama yang biasanya dinamakan berdasarkan sumber nektarnya, seperti madu kelengkeng,
madu rambutan, dan madu randu. Madu monoflora umumnya mempunyai wangi, warna, dan rasa yang spesifik sesuai dengan sumbernya. Madu poliflora
merupakan madu yang berasal dari nektar beberapa jenis tumbuhan bunga dan biasanya berasal dari hutan yang diproduksi oleh lebah-lebah liar yang
bernama Apis dorsata Suranto, 2007.
2. Komposisi madu
Madu mengandung: air 20, karbohidrat sekitar 80, protein, sejumlah vitamin B kompleks, vitamin C, sodium, potasium, kalsium,
magnesium, mangan, zat besi, tembaga, fosfor, dan juga belerang. Kadar zat gula dalam madu mencapai 75 hingga 80. Selain kandungan gula yang
tinggi, madu juga mengandung berbagai vitamin di dalamnya seperti: B1,B2,B3,B5,B6 dan vitamin C. Selain itu madu juga mengandung tembaga,
yodium, zat besi, sedikit timah, juga mengandung berbagai hormon Sulaiman, 2010.
Di dalam madu terdapat beberapa enzim yang penting seperti enzim diastase, inverstase, glukosa oksidase, peroksidase, dan lipase. Enzim diastase
adalah enzim yang mengubah karbohidart kompleks polisakarida menjadi karbohidrat yang sederhana monsakarida. Enzim invertase adalah enzim yang
memecah molekul sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Sedangkan enzim oksidase adalah enzim yang membantu oksidasi glukosa menjadi asam
peroksida. Semua zat tersebut berguna untuk proses metabolisme dalam tubuh Suranto, 2004.
Selain berbagai jenis kandungan tersebut, di dalam madu juga terkandung asam utama yaitu asam glutamat. Asam organik yang terdapat
dalam madu adalah asam asetat, asam butirat, format, suksinat, glikolat, malat, proglutamat, sitrat, dan piruvat Suranto,2004.
Madu juga memiliki kandungan antioksidan yang baik untuk kesehatan tubuh. Menurut Parwata 2010, kandungan antioksidan di dalam
madu berupa asam organik, enzim, asam fenolat, flavonoid dan beta karoten. Selain itu di dalam madu juga terkandung vitamin antioksidan esensial yang
utama berupa vitamin A dan vitamin E.
3. Manfaat madu
Madu telah lama dikenal dan digunakan sebagai salah satu obat tradisional yang memiliki khasiat yang besar untuk kesehatan seperti
menyembuhkan berbagai jenis penyakit Haviva, 2011. Kandungan mineral pada madu dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga agar tubuh tetap segar,
vitaminnya berperan dalam metabolisme protein. Kandungan nutrisi seperti vitamin C, asam organik, enzim, asam fenolik, flavonoid dan beta karoten
bermanfaat sebagai antioksidan yang tinggi Parwata, 2010. Menurut Suranto 2004, madu juga bermanfaat untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit
seperti penyakit lambung, radang usus, jantung dan hipertensi. Adanya asetil kolin dapat memperlancar peredaran darah dan menurunkan tekanan.
Berdasarkan penelitian para ahli madu juga dapat digunakan untuk mengobati luka yang terkontaminasi karena membantu membersihkan dan
mempercepat penutupan luka-luka yang tekontaminasi Sulaiaman, 2010. Antioksidan madu diyakini mampu mencegah terjadinya kanker, penyakit
jantung, dan penyakit lainnya. Selain itu madu juga dapat membunuh dan mencegah kuman untuk berkembang sehingga madu dipercaya dapat
menyembuhkan berbagai macam luka seperti luka bakar, luka infeksi, luka setelah operasi dan lain-lain Hariyati, 2010.
Selain kandungan-kandungan tersebut, madu juga mengandung flavonoid dan menurut Krell cit., Jaya, dkk, 2008 kandungan flavonoid dapat
meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Aktivitas flavonoid sebagai imunostimulator berkaitan dengan aktivitas sebagai antimikroba, antiviral,
antioksidan, antiploriferatif, sitotoksik dan antiinflamasi. Mekanisme imunostimulator flavonoid sangat beragam. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Middleton, Kandaswami, dan Theoharides 2010 melaporkan bahwa flavonoid dapat berefek pada sel T, B, makrofag, NK, basofil, mast, neutrofil,
eosinofil, dan platelet.
B. Sistem Imun
Tubuh manusia dilengkapi dengan sederetan mekanisme pertahanan yang bekerja sebagai payung protektif untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen
infeksi Wahab dan Julia, 2002.
Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi. Gabungan sel, molekul, jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap mikroba
serta bahan lainnya disebut respon imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan dari
berbagai bahan dalam lingkungan hidup Baratawidjaja dan Rengganis, 2010.
1 Sistem imun nonspesifik
Innate Immunity
Sistem imun nonspesifik atau imunitas alamiah merupakan garis awal terhadap pertahanan terhadap molekul asing yang masuk ke dalam tubuh.
Sistemimun non spesifik merupakan jenis pertahanan tubuh yang ditujukan tidak hanya untuk satu jenis antigen saja tetapi juga untuk jenis antigen
lainnya. Sistem imun non spesifik diperoleh sejak bayi dan terdiri dari kulit dengan kelenjarnya, lapisan mukosa dengan enzimnya, kelenjar air mata serta
sel-sel fagosit yang meliputi sel makrofag, monosit dan polimorfonuklear Akib, Munasir, dan Kurniati, 2008.
Mekanisme pertahanan tubuh yang dilakukan oleh sistem imun non spesifik adalah dengan melakukan fagositosis atau penghancuran terhadap
molekul asing antigen yang masuk ke dalam tubuh tanpa membedakan molekul-molekul asing tersebut. Proses yang pertama terjadi adalah antigen
harus melekat pada sel fagositosit supaya terjadi proses fagosistosis. Terdapat mediator tertentu yang disebut faktor leukotaktis atau kemotaktis yang berasal
dari antigen maupun dilepaskan oleh neutrofil atau makrofag yang sebelumnya berada pada lokasi tersebut. Pelepasan mediator tersebut yang menyebabkan
sel fagosit dapat bergerak ke sel sasaran untuk melakukan pengahncuran