Rumusan Permasalahan Tujuan Penelitian Hubungan Antara Dukungan Sosial Suami dengan Kecemasan dalam Menghadapi Menopause pada Wanita

7 Hal inilah yang menarik minat peneliti, menurut asumsi peneliti kecemasan terhadap menopause timbul karena banyak wanita yang kurang memahami masalah menopause dan mempunyai tanggapan yang keliru mengenai masalah menopause selain itu kurangnya dukungan suami dapat mempengaruhi keadaan psikis mereka, sehingga selalu diliputi perasaan cemas dan takut menjelang masa menopause. Belum adanya penelitian yang meneliti tentang hubungan dukungan suami dan kecemasan istri dalam menghdapi masa menopause membuat peneliti memutuskan untuk mengambil topik tersebut.

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti mengajukan rumusan permasalahan sebagai berikut: ”apakah ada hubungan antara dukungan suami terhadap tingkat kecemasan istri dalam menghadapi masa menopause.”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan yang diajukan maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris hubungan antara dukungan suami terhadap tingkat kecemasan istri dalam menghadapi masa menopause. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu psikologi, khususnya di bidang Psikologi Klinis dan Perkembangan untuk melihat hubungan antara dukungan suami dengan tingkat kecemasan istri dalam menghadapi menopause.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para isteri yang sedang menghadapi masa menopause maupun para suami agar dapat memperoleh gambaran yang lengkap mengenai pengaruh dukungan suami pada istri yang sedang menghadapi masa menopause dan dapat memberikan dukungan sosial yang dibutuhkan sehingga para isteri tidak mengalami kecemasan yang berlebihan dan dapat menghadapi masa menopause dengan baik. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecemasan Dalam Menghadapi Menopause 1. Pengertian Kecemasan dalam Menghadapi Menopause

a. Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah suatu perasaan negatif yang pasti pernah dialami oleh semua orang. Kecemasan sampai pada batas tertentu merupakan hal yang normal bagi setiap orang. Akan tetapi makin lama kecemasan berlangsung dan makin tinggi intensitasnya maka makin abnormal kondisi orang tersebut dalam menghadapi keadaan yang akan muncul. Kecemasan dalam taraf normal dapat berfungsi sebagai sistem alarm yang memberikan tanda-tanda bahaya bagi seseorang yang mengalaminya untuk dapat lebih siap menghadapinya. Kecemasan merupakan semacam kegelisahan, kekhawatiran dan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas, difusbaur dan mempunyai ciri yang mengazab pada seseorang Kartini, 2002. Walgito 2002 mendefinisikan kecemasan secara umum sebagai suatu keadaan psikologis pada diri individu yang terus-menerus berada dalam perasaan khawatir yang ditimbulkan oleh adanya konflik di dalam diri individu itu sendiri. Kekhawatiran ini dialami sebagai suatu ketidaktentraman yang kaburperasaan lain seperti takut, gelisah, mudah tersinggung, dan tertekan. Sedangkan menurut Darajad 1994, kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang 10 bercampur baur, yang terjadi ketika seseorang mengalami tekanan perasaan dan bertentangan dengan batin. Pendapat lain dikemukakan oleh Hurlock 1992, kecemasan digambarkan sebagai suatu kekhawatiran umum mengenai suatu peristiwa yang tidak jelas dan tidak pasti terhadap peristiwa yang akan datang. Kecemasan muncul ketika menghadapi atau berfikir terhadap suatu peristiwa yang akan datang, dimana masih merupakan suatu bayangan yang belum pasti. Hal senada juga diungkapkan oleh Kaplan dan Sadock 1997 bahwa kecemasan merupakan suatu rasa khawatirketakutan yang berasal dari pikiran atau harapan yang direpres. Individu yang terlalu banyak merepres kekhawatiran dan ketakutan yang berasal dari pikiran sendiri kemungkinan besar akan mengalami kecemasan. Pendapat lain dari Hawari 1997, mengemukakan bahwa kecemasan merupakan reaksi psikis terhadap kondisi mental individu yang tertekan. Apabila orang menyadari bahwa hal-hal yang tidak bisa berjalan dengan baik pada situasi tertentu akan berakhir tidak enak maka mereka akan cemas. Kondisi-kondisi atau situasi yang menekan akan memunculkan kecemasan. Davidoff 1991 mengemukakan bahwa kecemasan adalah suatu emosi yang ditandai oleh perasaan akan adanya bahaya yang diantisipasikan, termasuk juga ketegangan dan stress yang menghadang dan oleh bangkitnya syaraf simpatetik. Definisi lain dari Calhoun dan Acocella 1995 menjelaskan kecemasan sebagai perasaan ketakutan baik realistis maupun tidak yang disertai dengan peningkatan reaksi kejiwaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Hall dan Lindzey 11 2001 yang mengemukakan kecemasan sebagai ketegangan yang dihasilkan dari ancaman-ancaman terhadap keamanan baik secara nyata maupun imajiner. Chaplin 2000 secara lebih jelas mendefinisikan kecemasan sebagai suatu perasaan ketakutan dan keprihatinan terhadap sesuatu yang tidak jelas dan terkadang tidak dapat dimengerti, atau perasaan ketakutan dalam menghadapi suatu keadaan atau masa yang akan datang. Menurut teori psikoanalisa, kecemasan timbul apabila ego menghadapi suatu impuls yang dianggap sebagai ancaman dan tidak dapat dikendalikan Atkinson, 1996 Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kecemasan merupakan suatu kondisi psikologis atau perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan yang mengancam diri individu sedangkan objek penyebab kecemasan itu tidak jelas sehingga menyebabkan individu tersebut merasa takut, khawatir, was-was, dan tidak tahu apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Kecemasan juga dapat berupa keadaan emosionil yang dialami seseorang, dengan disertai rasa tegang tanpa sebab yang nyata dan dapat memberikan pengaruh yang tidak menyenangkan serta mengakibatkan perubahan-perubahan pada tubuh, baik somatik maupun psikologis.

b. Pengertian Menopause

Mappiare 1983, mengemukakan menopause sebagai akibat adanya perubahan fisik dan psikis yang ditandai dengan berhentinya produksi sel telur dan hilangnya kemampuan untuk melahirkan anak yang juga ditandai berhentinya menstruasi. Menopause merupakan suatu gejala dalam kehidupan wanita yang 12 ditandai dengan berhentinya siklus menstruasi. Menopause adalah fase alami dalam kehidupan setiap wanita yang menandai berakhirnya masa subur. Menopause seperti halnya menarche dan kehamilan dianggap sebagai peristiwa yang sangat berarti bagi kehidupan wanita. Menarche pada remaja wanita, menunjukkan mulai diproduksinya hormon estrogen, sedang menopause terjadi karena ovarium tidak menghasilkan atau tidak memproduksi hormon estrogen Noor, 2001. Menopause merupakan suatu tahap dimana wanita tidak lagi mendapatkan siklus menstruasi yang menunjukkan berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi. Secara normal wanita mulai mengalami masa menopause antara usia 40 tahun sampai 50 tahun. Pada saat menopause, wanita akan mengalami perubahan-perubahan di dalam organ tubuhnya yang disebabkan oleh bertambahnya usia Kuntjoro, 2002. Secara singkat dapat dikatakan bahwa menopause merupakan suatu proses peralihan dari masa produktif menuju perubahan secara perlahan-lahan ke masa non produktif yang disebabkan oleh berkurangnya hormon estrogen dan progesteron seiring dengan bertambahnya usia. Sehubungan dengan terjadinya menopause pada wanita usia lanjut maka biasanya hal itu diikuti dengan berbagai gejolak atau perubahan yang meliputi aspek fisik maupun psikologis yang dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan individu tersebut. Istilah menopause merujuk pada masa transisi bagi seorang wanita dari penghentian fungsi reproduksinya, hingga saat terakhir menstruasi. Hal ini 13 ditandai dengan berhentinya fungsi ovarium menghasilkan sel telur dan mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron Becker, dkk., 2001. Menopause sering dianggap sebagai krisis dalam hidup, karena dalam periode ini banyak terjadi perubahan pada tubuh wanita disebabkan oleh aktivitas hormonal. Perubahan ini disebut perubahan fisiologis. Perubahan fisiologis ini misalnya penurunan produksi hormon perangsang folikel Folicle Stimulating Hormones dan hormon Luteum Luteinizing Hormones, sehingga terjadi ketidakteraturan menstruasi sampai kemudian siklus haid mati atau berhenti secara total Spencer, 1991. Facteu 2002 mengemukakan beberapa gejala yang biasa dialami oleh wanita selama masa menopause antara lain, menstruasi yang mulai tidak teratur dan dalam jumlah yang sangat banyak hingga berkurang sedikit demi sedikit, kulit menjadi kering, hot flash serangan rasa panas di sekitar wajah dan leher, vagina menjadi kering, mudah pusing, pengeroposan tulang, penurunan memori hingga penurunan gairah seksual yang dapat menyebabkan terjadinya gejolak emosi, depresi, mudah tersinggung, dan sulit tidur. Jin 1998 juga mengungkapkan bahwa beberapa gejala yang umumnya dirasakan wanita seiring dengan penurunan produksi estrogen antara lain gejala vasomotor, payudara dan rahim mengecil, rasa sakit dan nyeri ketika berhubungan intim akibat kekeringan pada vagina, sehingga gejala-gejala ini menimbulkan berbagai gejolak emosi seperti kecewa, kecemasan, depresi, sulit tidur dan menurunnya gairah seksual. 14 Sindrom menopause pada wanita ditandai dengan berhentinya menstruasi secara mendadak atau arus menstruasi secara berangsur berkurang, siklus menjadi lebih pendek dengan arus pendarahan yang lancar dan deras. Seiring dengan pertambahan usia dimana sistem reproduksi menurun dan berhenti, penampilan kewanitaanpun menurun, karena hormon–hormon estrogen diovariumnya berkurang sehingga lekuk tubuh menjadi rata, tubuh menjadi gemuk, payudara tidak kencang, bulu pubis menjadi lebih tipis, bibir dan kulit menjadi kering, kurang halus dan kelenturannya berkurang, rambut beruban menipis dan mudah rontok, selaput bening mata menjadi lebih kering Maspaitella, 2006. Berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian menopause sebagai suatu masa dimana wanita secara bertahap tidak lagi mendapatkan siklus menstruasi yang menunjukkan berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi. Hal ini ditandai dengan menurunnya fungsi ovarium dalam menghasilkan sel telur dan penurunan produksi hormon estrogen dan progresteron pada seorang wanita. Pada umumnya masa menopause dialami oleh wanita paruh baya berusia sekitar 40 – 50 tahun dan dalam rentang waktu antara 3 – 9 tahun hingga menstruasi benar-benar berhenti. Menopause merupakan suatu peristiwa yang wajar dan akan dialami oleh setiap wanita, namun gejala-gejala menopause yang dialami seperti kekeringan dan nyeri pada vagina, kulit menjadi kering dan keriput, hot flash, keringat berlebihan dan pengeroposan tulang dapat menimbulkan kecemasan dalam diri wanita yang mengalami menopause yang dapat mengancam egonya sebagai wanita. 15

c. Pengertian Kecemasan dalam Menghadapi Menopause

Masa menopause biasanya dimulai saat memasuki usia 48 tahun dan berakhir pada usia sekitar 52 tahun biasanya sekitar 3-9 tahun dan bervariasi pada setiap wanita Becker, dkk., 2001. Masa ini banyak disebut sebagai masa kritis, karena perubahan hormonal tersebut menimbulkan pengaruh psikologis pada wanita yang mengalaminya Ibrahim, 2002. Gejala – gejala menopause yang dialami selama masa menopause dapat berdampak pada kualitas hidup dan psikologis seseorang. Gejala menopause yang dialami wanita seringkali menimbulkan depresi dan sikap negatif terhadap menopause Chouzi, dkk., 1995. Kondisi atau gejala-gejala yang dialami tersebut membuat munculnya konflik dalam diri wanita dalam mempertahankan fungsi kewanitaannya, hingga terjadinya stagnasi pada organ reproduksinya. Wanita dalam masa menopause mengalami semacam pertentangan antara ketakutan akan hilangnya fungsi kewanitaannya hingga berusaha melakukan berbagai cara untuk menunda periode menopause, usaha-usaha ini terkadang mengancam egonya sebagai wanita sehingga menimbulkan kecemasan yang berlebihan Ibrahim, 2002 . Sebagaimana telah diuraikan di atas bahawa kecemasan merupakan suatu kondisi psikologis atau perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan yang mengancam individu. Objek penyebab kecemasan tidak jelas dan dapat menyebabkan gangguan pada tubuh baik somatik maupun psikologis. Dalam penelitian ini, wanita paruh baya menganggap menopause sebagai ancaman terhadap fungsi kewanitaannya sehingga menimbulkan kecemasan yang berlebihan. 16 Berdasarkan pengertian tentang kecemasan dan pengertian tentang menopause, disimpulkan bahwa kecemasan dalam menghadapi menopause dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi psikologis atau perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan yang mengancam diri wanita yang sedang mengalami masa menopause, yakni suatu masa dimana wanita secara bertahap tidak lagi mendapatkan siklus menstruasi yang menunjukkan berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi.

2. Tahap - Tahap Masa Menopause

Santrock 2007 menjelaskan bahwa ada tiga tahap yang dilalui wanita pada masa menopause sebelum menstruasi benar-benar berhenti. Ketiga tahap tersebut adalah: a. Tahap perimenopause atau biasa disebut juga tahap klimakterium, yaitu merupakan masa peralihaan anatara masa reproduksi dan masa senium. Biasanya periode ini berlangsung sekitar 10 tahun dan ditandai dengan haid yang mulai tidak teratur baik waktu dan jumlahnya. b. Tahap menopause, adalah saat haid terakhir, dimana wanita tidak mendapatkan haid sama sekali selama satu tahun penuh. c. Tahap pasca menopause atau tahap senium, adalah periode sesudah menopause, yaitu ketika individu telah mampu menyesuaikan dengan kondisinya, sehingga tidak mengalami gangguan fisik dan psikologis Noor 2001 menjelaskan bahwa pada masa klimakterium fungsi reproduksi mulai menurun dan produksi estrogen juga berkurang. Pada wanita 17 yang menghadapi periode menopause, munculnya simtom-simtom psikologis sangat dipengaruhi oleh adanya perubahan pada aspek fisiologis sebagai akibat dari berkurang dan berhentinya produksi hormon estrogen. Pada perempuan yang mengalami menopause keluhan yang sering dirasakan antara lain: merasa cemas, takut, lekas marah, mudah tersinggung, suli konsentrasi, gugup, merasa tidak berguna - tidak berharga, stres dan bahkan ada yang mengalami depresi. Pada umumnya, gejala psikologis ini muncul pada tahap perimenopause, jika wanita tersebut mampu mengatasi tahap perimenopausenya dengan baik, maka sedikit demi sedikit akan mampu menerima kenyataan kondisi fisiknya dengan baik sehingga gejala psikologis seperti kecemasan, stres dan depresi akan hilang dengan sendirinya ketika sudah memasuki tahap pasaca menopause. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa masa menopause terdiri dari tiga tahapan yaitu perimenopause atau klimakterium, menopause dan pasca menopause atau senium. Gejala kecemasan pada wanita yang menghadapi menopause biasanya muncul pada tahap perimenopause dan akan hilang ketika sudah memasuki tahap pasca menopause dimana wanita tersebut telah dapat menyesuaikan diri sehingga tidak lagi mengalami gangguan fisik dan psikologis. Berdasarkan uraian tersebut, maka pada penelitian ini lebih difokuskan pada subjek yang sedang berada pada tahap perimenopause. 18

3. Aspek-aspek Kecemasan dalam menghadapi Menopause

Zuccolo 2006, mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan kecemasan pada wanita dalam menghadapi masa menopause. Faktor-faktor tersebut umumnya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: a. Kecemasan berkaitan dengan perubahan fisik yang dialami. Seiring dengan menurunnya hormon estrogen, pada sebagian wanita akan mengalami kegemukan, bentuk tubuh yang berubah seperti payudara yang mengendur, bokong menurun dan perut gemuk. Hal ini menimbulkan kecemasan yang berlebihan bagi wanita yang mengutamakan penampilan. Perubahan bentuk tubuh dirasakan sebagai ancaman yang membuat dirinya kehilangan daya tarik. Bagi wanita seperti ini, cermin menjadi musuh terbesarnya Mishra Kuh, dalam Zuccolo, 2006. b. Kecemasan yang berkaitan dengan gejala-gejala menopause. Sebagian wanita merasa cemas dan bingung ketika mengalami suasana hati yang berubah, mudah tersinggung dan depresi sejalan dengan perubahan hormonal yang terjadi. Gejala-gejala menopause seperti hot flashes, insomnia dan menstruasi yang tidak teratur juga menimbulkan kecemasan tersendiri bagi sebagian wanita. Terutama gejala menurunnya gairah sexual, sebaigan besar wanita mengalami kecemasan bahwa dirinya tidak lagi bisa membahagiakan dan melayani suami dengan baik Mc Carthy, dalam Zuccolo, 2006 c. Kecemasan yang berkaitan dengan penyakit usia lanjut. Berkurangnya produksi hormon estrogen dapat menimbulkan gangguan penyakit, yang paling umum adalah penyakit cardiovascular dan osteoporosis. Hal ini 19 menimbulkan kecemasan bagi para wanita usia paruh baya yang sedang mengalami masa menopause Zuccolo, 2006. Kaplan dan Sadock 1997 menyatakan bahwa kecemasan mempunyai dua komponen, yaitu: a. Kesadaran akan adanya sensasi fisiologis. Apabila seseorang mengalami kecemasan maka akan muncul sensasi-sensasi fisiologis; seperti jantung berdebar-debar dan berkeringat. b. Kesadaran sedang gugupsedang mengalami ketakutan. Kecemasan akan lebih berat apabila individu merasa malu saat ada orang yang tahu bahwa ia mengalami ketakutan. Adapun gejala-gejala psikologis adanya kecemasan bila ditinjau dari beberapa aspek, menurut Blackburn dan Davidson dalam Kuntjoro, 2002 adalah sebagai berikut : d. Suasana hati yaitu keadaan yang menunjukkan ketidaktenangan psikis, seperti: mudah marah, perasaan sangat tegang. e. Pikiran yaitu keadaan pikiran yang tidak menentu, seperti: khawatir, sukar konsentrasi, pikiran kosong, membesar-besarkan ancaman, memandang diri sebagai sangat sensitif, merasa tidak berdaya. f. Motivasi yaitu dorongan untuk mencapai sesuatu, sepert : menghindari situasi, ketergantungan yang tinggi, ingin melarikan diri, lari dari kenyataan. g. Perilaku gelisah yaitu keadaan diri yang tidak terkendali seperti : gugup, kewaspadaan yang berlebihan, sangat sensitif dan agitasi. h. Reaksi-reaksi biologis yang tidak terkendali, seperti: berkeringat, gemetar, 20 pusing, berdebar-debar, mual, mulut kering. Gangguan kecemasan dianggap berasal dari suatu mekanisme pertahanan diri yang dipilih secara alamiah oleh makhluk hidup bila menghadapi sesuatu yang mengancam dan berbahaya. Kecemasan yang dialami dalam situasi semacam itu memberi isyarat kepada makhluk hidup agar melakukan tindakan mempertahankan diri untuk menghindari atau mengurangi bahaya atau ancaman. Martaniah 1984 dalam penelitiannya mengatakan bahwa kecemasan mempunyai empat elemen yang digunakan sebagai aspek dari kecemasan, yaitu : a. Respon Kognitif. Respon kognitif yaitu respon terhadap kecemasan dalam pikiran manusia, ketidakmampuan berkonsentrasi atau membuat keputusan, susah tidur dan putus asa. b. Respon Somatik Respon somatik yaitu reaksi tubuh terhadap bahaya, misalnya tangan dan kaki dingin, diare, keringat berlebihan, dan sebagainya. c. Respon Emosi Respon emosi yaitu perasaan manusia dimana individu secara terus menerus khawatir, merasa takut terhadap bahaya yang mengancam. d. Respon Perilaku Respon perilaku yaitu reaksi dalam bentuk perilaku manusia terhadap ancaman, misalnya gelisah, gugup dan bingung. Berdasarkan uraian di atas, kecemasan dalam menghadapi menopause ditimbulkan dari tiga faktor yaitu perubahan bentuk fisik yang dialami, gejala 21 menopause yang dirasakan dan penyakit yang mungkin timbul. Kecemasan sendiri dapat dilihat dari aspek psikologis dan fisiologis. Aspek psikologis merupakan gejala-gejala atau reaksi-reaksi kecemasan secara psikologis seperti sulit konsentrasi, gugup, takut dan sebagainya. Aspek fisiologis merupakan rekasi-rekasi fisik ketika mengalami kecemasan seperti gemetar, keringat dingin dan sebagainya. Kecemasan dalam menghadapi menopause adalah kecemasan yang bersumber dari datangnya masa menopause yang dianggap sebagai ancaman oleh sebagian wanita, sehingga pada dasarnya memiliki aspek yang sama dengan kecemasan pada umumnya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan aspek- aspek menurut Martaniah 1984 untuk mengetahui atau mengukur tingkat kecemasan seseorang khususnya wanita dalam menghadapi masa menopause.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan dalam Menghadapi Menopause

Menurut Horney 1997 kecemasan secara umum dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : a. Faktor Internal Kecemasan yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Kecemasan ini dapat timbul karena individu mengalami hambatan untuk mendapatkan kebutuhan-kebutuhan, sehingga individu merasa bahwa dirinya tidak mampu, tidak percaya diri, merasa bersalah dan rendah diri. Dalam hal ini faktor internal yang mempengaruhi kecemasan seorang wanita dalam menghadapi menopause antara lain yaitu adanya rasa tidak percaya diri dalam menghadapi 22 penurunan fungsi reproduksinya, rasa takut akan perubahan fisik yang dialami selama masa menopause dapat mengganggu keberadaannya sebagai wanita dan sebagainya. b. Faktor Eksternal Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari lingkungan sosialnya. Kecemasan timbul karena lingkungan sosial tidak memberikan kebutuhan yang diharapkan individu seperti kehangatan, penghargaan serta berakibat timbulnya penolakan sosial, kritikan orang lainhal-hal lain yang mengancam. Faktor eksternal yang berhubungan dengan kecemasan wanita dalam menghadapi menopause, biasanya datang dari mitos-mitos yang berkembang seperti bahwa wanita yang mengalami menopause sudah tua, tidak lagi menraik dan sebagainya yang dapat mempengaruhi kesiapan individu dalam menghadapi masa menopause, selain itu faktor eksternal seperti ada atau tidaknya dukungan sosial dari sekitarnya juga berpengaruh terhadap tingkat kecemasan individu. Maspaitella 2006 mengatakan bahwa mudah tidaknya seseorang mengalami gangguan emosional sehubungan dengan terjadinya perubahan fisik yang dialaminya antara lain tergantung dari kepribadiannya, gaya hidupnya, kondisi kesehatan mental dan fisiknya secara menyeluruh, masalah-masalah pribadi yang dialaminya, dan kondisi lingkungan psikososialnya yang menimbulkan stress. Pada perempuan, penyesuaian diri terhadap perubahan fisik dan mental yang disertai menopause sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalunya. Faktor budaya pada sebagian masyarakat yang menilai perempuan 23 menurut penampilan lahiriahnya lebih dari apapun juga. Penekanannya diletakkan pada kecantikan, mode, bentuk tubuh, dan kemudaan yang dapat dimanfaatkan untuk menarik perhatian kaum pria untuk meningkatkan rasa penghargaan terhadap diri sendiri. Hal tersebut menyulitkan bagi beberapa perempuan untuk menilai diri sendiri setelah mereka mencapai usia Madya 40–50 tahunan, karena bagi mereka akan merupakan bencana kalau suami atau kekasihnya meninggalkannya untuk mendapatkan teman hidup yang lebih muda, yang kadang-kadang terjadi dalam usia Madyaseparuh baya. Apabila sesesorang tidak siap mental menghadapi periode klimakteriknya ataupun fase Menopausenya dan lingkungan psikososialnya tidak memberikan dukungan moril yang positif, seringkali ia menjadi kurang percaya diri, merasa tidak diperhatikan, tidak dihargai, merasa stres dan rasa prihatin yang berlebihan tentang perubahan fisiknya yang tidak seindah dan sesehat ketika ia berusia muda, sehingga dapat menimbulkan gejala psikologik seperti perasaan gelisah, cemas, perasaan takut, mudah tersinggung, mudah marah, merasa tertekan, mudah merasa sedih, rasa hampa, rasa bersalah, merasa kesepian saat berada ditengah orang ramai dan sebagainya Maspaitella, 2006. Berdasarkan penjelasan di atas, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan wanita dalam menghadapi menopause dapat dijabarkan dari menjadi faktor internal, yaitu faktor dalam diri wanita itu sendiri seperti kesiapan mental, tipe kebripadian, status pekerjaan, kesehatan dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar seperti mitos seputar menopause, budaya dan dukungan dari lingkungan sosialnya. Dalam penelitian ini secara lebih 24 fokus melihat faktor dukungan sosial dari suami sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kecemasan dalam menghadapi menopause pada wanita

B. Dukungan Sosial Suami 1. Pengertian Dukungan Sosial

Lin, Woefel dan Light 1985 mengatakan bahwa dukungan sosial merupakan kebutuhan seperti persetujuan, penghargaan dan pertolongan yang diperoleh dari orang-orang yang mempunyai arti bagi individu. Dukungan sosial menurut House dalam Cohen Syme, 1985 diartikan sebagai bentuk hubungan yang bersifat menolong. Sarason, Levine Basham 1983 mendefinisikan dukungan sosial sebagai adanya pemberian informasi dan bantuan melalui hubungan sosial yang akrab yang membuat seseorang merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai. Sedangkan Sarafino 1994 berpendapat bahwa dukungan sosial dapat diartikan sebagai perasaan nyaman, perhatian, penghargaan ataupun bantuan yang diterima individu dari orang lain. Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan bantuan yang diberikan dalam suatu hubungan sosial yang akrab bagi seseorang dari orang lain yang mempunyai arti dalam hidupnya sehingga merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai. 25

2. Sumber-sumber Dukungan Sosial

Cohen dan Syme 1985 menyatakan bahwa suatu sumber dukungan sosial mungkin berarti bagi seseorang tetapi tidak bagi orang lain. Peran yang dipegang oleh pemberi dan penerima, norma yang dianut, persamaan antara pemberi dan penerima dukungan akan sangat menentukan keberhasilan dukungan sosial yang diberikan. Misalnya, seseorang yang mengalami masalah di tempat kerja, maka dukungan sosial dari atasan dan rekan kerja akan lebih efektif dibandingkan dukungan sosial dari keluarga atau teman dekat. Wortman dan Conway 1985 menyebutkan beberapa sumber dukungan sosial antara lain pasangan, keluarga, teman, rekan kerja dan atasan. Johnson dan Johnson 1991 mengatakan bahwa dukungan sosial bersumber dari orang-orang yang dekat dengan individu significant others yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Seseorang yang bersedia bekerja bersama dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi individu yang membutuhkan bantuan. b. Seseorang yang mampu menyediakan kebutuhan-kebutuhan individu untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi uang, alat, keahlian, informasi, nasehat, cinta, perhatian dan sebagainya. c. Seseorang yang dapat membantu individu untuk mengerahkan kemampuan atau sumber-sumber psikologis yang dimilikinya agar dapat digunakan dalam menghadapi masalah. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial dapat diterima individu dari orang terdekat significant others yang memiliki arti dalam 26 hidup individu seperti pasangan, keluarga, teman, rekan kerja maupun atasan. Menurut Cohen dan Syme 1985 efektivitas dari dukungan sosial dipengaruhi oleh faktor pemberi dukungan, faktor jenis dukungan, faktor penerima dukungan dan faktor permasalahan yang dihadapi. Dalam penelitian ini, berdasarkan permasalahan kecemasan dalam menghadapi menopause pada wanita, diasumsikan bahwa yang lebih dibutuhkan adalah dukungan sosial dari pasangan, yaitu suami. Maka pada penelitian ini lebih difokuskan pada dukungan sosial suami.

3. Aspek-aspek Dukungan Sosial

House dalam Cohen dan Syme, 1985 membagi dukungan sosial atas empat aspek, yaitu: a. Dukungan emosional, merupakan dukungan yang berupa empati, kepedulian dan perhatian. Penelitian Mc Loyd dan Smith 2002 mengemukakan bahwa semakin tinggi dukungan emosional yang diterima, semakin rendah perilaku negatif yang muncul. b. Dukungan penghargaan, berupa ungkapan hormat secara positif, dorongan untuk maju atau persetujuan terhadap sikap dan perasaan individu. Rini 2001 dalam penelitiannya mengemukakan bahwa individu yang mendapat dukungan penghargaan yang cukup lebih mampu menghadapi masa pensiunnya dengan baik. c. Dukungan informatif, berupa pemberian nasehat, saran, petunjuk dan umpan balik. Semakin banyak informasi, nasehat, saran yang didapat individu dari 27 orang-orang terdekatnya cenderung membuat individu semakin dapat mengambil keputusan lebih baik dalam mengatasi masalahnya. d. Dukungan instrumental, merupakan bentuk dukungan secara langsung seperti bantuan alat, pekerjaan ataupun keuangan yang memudahkan individu dalam menyelesaikan permasalahannya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya, aspek-aspek yang terdapat dalam dukungan sosial terdiri dari aspek emosional, aspek penghargaan, aspek informatif dan aspek instrumental. Dalam penelitian ini keempat aspek dari House Cohen Syme, 1985 tersebut digunakan untuk mengungkapkan dukungan sosial suami.

C. Hubungan Antara Dukungan Sosial Suami dengan Kecemasan dalam Menghadapi Menopause pada Wanita

Menopause merupakan suatu tahap dimana wanita tidak lagi mendapatkan siklus menstruasi yang menunjukkan berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi. Secara normal wanita mulai mengalami masa menopause antara usia 40 tahun sampai 50 tahun. Pada saat menopause, wanita akan mengalami perubahan-perubahan di dalam organ tubuhnya yang disebabkan oleh bertambahnya usia Kuntjoro, 2002. Sindrom menopause pada wanita ditandai dengan berhentinya menstruasi secara mendadak atau arus menstruasi secara berangsur berkurang, siklus menjadi lebih pendek dengan arus pendarahan yang lancar dan deras. Seiring dengan pertambahan usia dimana sistem reproduksi menurun dan berhenti, penampilan 28 kewanitaanpun menurun, karena hormon–hormon estrogen diovariumnya berkurang sehingga lekuk tubuh menjadi rata, tubuh menjadi gemuk, payudara tidak kencang, bulu pubis menjadi lebih tipis, bibir dan kulit menjadi kering, kurang halus dan kelenturannya berkurang, rambut beruban menipis dan mudah rontok, selaput bening mata menjadi lebih kering Maspaitella, 2006. Sejalan dengan perubahan-perubahan fisiologis terutama pada fungsi- fungsi reproduksi, masa premenopause juga ditandai dengan adanya gejala psikologis seperti yang dikemukakan oleh Zuccolo 2006 bahwa gejala menopause dapat menimbulkan frustrasi yang berlebihan pada wanita akibat perubahan yang dialami. Hal ini dikuatkan oleh beberapa hasil penelitian seperti penelitian O’Neill 1996 yang menyatakan bahwa tiga tahun sebelum menstruasi benar-benar berhenti, wanita pada umumnya mengeluhkan gangguan emosi seperti menurunnya gairah, sulit berkonsentrasi, mudah tersinggung, agresif, mudah lelah dan gugup, tegang, depresi atau menarik diri, merasa kesepian yang tidak beralasan dan kecemasan yang berlebihan. Ibrahim 2002 mengatakan bahwa wanita dalam masa menopause mengalami semacam pertentangan antara ketakutan akan hilangnya fungsi kewanitaannya hingga berusaha melakukan berbagai cara untuk menunda periode menopause, usaha-usaha ini terkadang mengancam egonya sebagai wanita sehingga menimbulkan kecemasan yang berlebihan. Lebih jauh dikatakan Maspaitella 2001, apabila sesesorang tidak siap mental menghadapi periode klimakteriknya ataupun fase Menopausenya dan lingkungan psikososialnya tidak memberikan dukungan moril yang positif, seringkali ia menjadi kurang percaya 29 diri, merasa tidak diperhatikan, tidak dihargai, merasa stres dan rasa prihatin yang berlebihan tentang perubahan fisiknya yang tidak seindah dan sesehat ketika ia berusia muda, sehingga dapat menimbulkan gejala psikologik seperti perasaan gelisah, cemas, perasaan takut, mudah tersinggung, mudah marah, merasa tertekan, mudah merasa sedih, rasa hampa, rasa bersalah, merasa kesepian saat berada ditengah orang ramai dan sebagainya. Sejalan dengan pendapat tersebut, Soares, dkk. dalam Zuccolo, 2006 mengemukakan bahwa wanita yang mengalami masa menopause membutuhkan pengharapan, penerimaan dan toleransi dari lingkungan sosial terdekatnya, dalam hal ini adalah keluarga. Wanita yang mendapatkan penerimaan dan dukungan sosial diharapkan dapat menghadapi masa menopausenya dengan lebih baik. Kualitas perkawinan berpengaruh terhadap kesehatan wanita telah dibuktikan dalam berbagai penelitian. Meskipun menopause adalah suatu tahap perkembangan dan bukanlah suatu penyakit, namun sangat berhubungan dengan kesehatan terutama fungsi reproduksi wanita, terbukti dalam penelitian bahwa wanita yang perkawinannya tidak bahagia menderita lebih banyak gejala-gejala menopause seperti sulit tidur, kecemasan dan depresi dibandingkan dengan wanita yang perkawinannya bahagia Kurpius dkk., 2001. Aspek lain adalah yang berkaitan dengan kepuasan seksual, Mansfield, Koch, dan Voda 1998 membuktikan bahwa kesulitan seksual selama masa menopause dapat lebih sering dialami oleh wanita yang perkawinannya tidak bahagia, 60 wanita yang perkawinannya bahagia terbukti tidak mengalami masalah seksual selama masa menopause. 30 Berbagai penjelasan bahwa wanita yang menghadapi masa menopause seringkali mengalami kecemasan akibat adanya berbagai perubahan baik fisik maupun psikologis akibat menurunnya fungsi reproduksinya dan berhentinya menstruasi. Pada wanita yang mengalami kecemasan dalam menghadapi menopause membutuhkan adanya dukungan sosial, khususnya dari suami sebagai pasangan hidupnya. Dukungan sosial dari suami, seperti halnya perhatian emosi, informasi, instrumental, penyediaan sarana dan penilaian positif diharapkan dapat membantu mengatasi problem-problem yang dihadapi wanita pada masa menopause. Suami mempunyai peranan penting untuk mengarahkan dalam pemahaman tentang menopause terhadap istrinya, misalnya memberi perhatian emosi saat istri sedang cemas menghadapi kehidupan tua, memberi informasi pada saat merasa kehilangan daya tarik seksual. Memberi instrumen dan penilaian positif pada saat merasa mulai kehilangan peranan sebagai isri bagi suami dan ibu bagi anak-anaknya dan bukan saja karena keterdekatan fisik, tetapi juga untuk melakukan aktivitas bersama memecahkan problem, mencapai cita-cita, menikmati kegembiraan dan kemesraan di usia senja dan saling menerima diri yang utuh. Hubungan dan penerimaan yang baik oleh suami diharapkan memberikan rasa percaya diri pada istri bahwa dirinya sesuai dan berarti bagi suami dan keluarganya meskipun tidak lagi produktif sebagai wanita. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial yang diberikan suami, baik itu yang berupa penerimaan, pemberian motivasi, perhatian diharapkan berpengaruh positif terhadap berkurangnya kecemasan yang dialami dalam menghadapi menopause. Melalui berbagai bentuk dukungan yang diberikan 31 suami sebagai lingkungan sosial terdekat, diharapkan istri sebagai wanita dapat melakukan penyesuaian diri yang lebih baik pada waktu mengalami menopause. Dengan demikian adanya dukungan dari suami diharapkan dapat mengurangi kecemasannya dalam menghadapi masa menopause. Dengan kata lain, wanita dengan dukungan sosial yang tinggi dari suami akan memiliki tingkat kecemasan yang rendah dalam menghadapi masa menopause dan sebaliknya, wanita yang tidak mendapatkan dukungan sosial dari suami akan mengalami tingkat kecemasan yang tinggi dalam menghadapi menopause.

D. Hipotesa

Dokumen yang terkait

Pengaruh Dukungan Sosial Suami terhadap Kecemasan Istri Menghadapi Masa Menopause di Kecamatan Medan Sunggal

0 46 81

Hubungan Antara Dukungan Sosial Suami Dengan Kecemasan Pada Wanita Menopause

7 62 143

Hubungan antara pemberian dukungan sosial dari suami dengan tingkat kecemasan menghadapi kelahiran bayi

0 4 181

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI SBMPTN Hubungan antara dukungan sosial dengan kecemasan dalam menghadapi SBMPTN.

0 2 16

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KECEMASAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Dukungan Sosial Keluarga Dengan Kecemasan Menghadapi Masa Menopause.

0 3 16

PENDAHULUAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Dukungan Sosial Keluarga Dengan Kecemasan Menghadapi Masa Menopause.

0 3 8

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MASA Hubungan Antara Persepsi Terhadap Dukungan Sosial Keluarga Dengan Kecemasan Menghadapi Masa Menopause.

0 2 13

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SUAMI DENGAN TINGKAT KECEMASAN IBU DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE DI RW 03 KELURAHAN SUCEN KABUPATEN PURWOREJO.

0 0 12

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN TINGKAT KECEMASAN IBU DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE DI PADUKUHAN MOROBANGUN JOGOTIRTO BERBAH KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN TINGKAT KECEMASAN IBU DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE DI PADU

0 0 12

Hubungan antara dukungan sosial suami terhadap tingkat kecemasan istri dalam menghadapi masa menopause - USD Repository

0 0 120