Latar Belakang Masalah Hubungan antara dukungan sosial suami terhadap tingkat kecemasan istri dalam menghadapi masa menopause.

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang Masalah

Pada setiap tahap perkembangan tentunya mengandung perubahan-perubahan baik secara fisik maupun psikologis, tidak terkecuali pada tahap perkembangan usia lanjut Daradjat, dalam Nurliawati, 2006. Salah satunya adalah perubahan fisiologis yang dialami oleh wanita, yaitu menopause. Menopause merupakan suatu gejala dalam kehidupan wanita yang ditandai dengan berhentinya siklus menstruasi. Menopause adalah fase alami dalam kehidupan setiap wanita yang menandai berakhirnya masa subur. Menopause seperti halnya menarche dan kehamilan dianggap sebagai peristiwa yang sangat berarti bagi kehidupan wanita. Menarche pada remaja wanita, menunjukkan mulai diproduksinya hormon estrogen, sedang menopause terjadi karena ovarium tidak menghasilkan atau tidak memproduksi hormon estrogen Noor, 2001. Menopause merupakan suatu tahap dimana wanita tidak lagi mendapatkan siklus menstruasi yang menunjukkan berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi. Secara normal wanita akan mengalami menopause antara usia 40 tahun sampai 50 tahun. Pada saat menopause, wanita akan mengalami perubahan-perubahan di dalam organ tubuhnya yang disebabkan oleh bertambahnya usia Kuntjoro, 2002. Sejalan dengan pendapat tersebut Noor 2001 mengemukakan bahwa sejalan dengan proses ketuaan yang pasti dialami setiap orang, terjadi pula kemunduran fungsi organ-organ tubuh PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2 termasuk salah satu organ reproduksi wanita, yaitu ovarium. Terganggunya fungsi ovarium menyebabkan berkurangnya produksi hormon estrogen, dan ini akan menimbulkan beberapa penurunan atau gangguan pada aspek fisik, biologis, dan seksual. Pada sebagian wanita, munculnya gejala atau gangguan fisik sebagai akibat dari berhentinya produksi hormon estrogen, juga akan berpengaruh pada kondisi psikologis, dan sosialnya. Beberapa gejala fisik yang biasanya dialami oleh wanita menjelang menopause antara lain adalah ketidakteraturan siklus haid, gejolak rasa panas pada sekitar dada, leher dan wajah, adanya ketidak-elastisan dan kekeringan pada sekitar vagina. Hal ini ditandai dengan adanya rasa pusing, gangguan tidur insomnia, cepat lelah, berat badan meningkat, kulit kering, rambut rontok gangguan proses sensori dan osteoporosis pegeroposan tulang Zuccolo, 2006. Kuntjoro 2002 menggambarkan gejala-gejala fisik yang dialami wanita menjelang menopause seperti ketidaknyamanan seperti rasa kaku dan linu yang dapat terjadi secara tiba-tiba di sekujur tubuh, misalnya pada kepala, leher dan dada bagian atas. Kadang-kadang rasa kaku ini dapat diikuti dengan rasa panas atau dingin, pening, kelelahan, jengkel, resah, cepat marah, dan berdebar-debar Hurlock, 1992. Sejalan dengan perubahan-perubahan fisiologis terutama pada fungsi-fungsi reproduksi, masa premenopause juga ditandai dengan adanya gejala psikologis seperti frustrasi yang berlebihan Zuccolo, 2006. Hal ini dikuatkan oleh beberapa hasil penelitian seperti penelitian O’Neill 1996 yang menyatakan bahwa tiga tahun sebelum menstruasi benar-benar berhenti, wanita pada umumnya mengeluhkan gangguan emosi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3 seperti menurunnya gairah, sulit berkonsentrasi, mudah tersinggung, agresif, mudah lelah dan gugup, tegang, depresi atau menarik diri, merasa kesepian yang tidak beralasan dan kecemasan yang berlebihan. Penelitian lain oleh Rostiana 2007 secara kualitatif mendeskripsikan bahwa wanita yang memasuki masa menopause mengalami kekhawatiran terhadap suatu situasi yang tidak jelas. Kekhawatiran yang berlebihan ini menjadi kecemasan yang muncul dalam rasa tegang, ketakutan, emosi yang sulit dikendalikan, sulit tidur dan sebagainya. Fenomena kecemasan dalam menghadapi menopause juga nampak dalam wawancara awal peneliti terhadap dua orang ibu yang berusia antara 40 – 55 tahun, yang berdomisili di Perumnas Condongcatur, Ibu A 45 tahun mengaku sudah mengalami gejala menopause sejak sekitar satu tahun ini. Subjek mengaku bahwa haidnya mulai tidak teratur, terkadang terlambat antara dua sampai tiga minggu dan frekuensinya sedikit, tapi terkadang frekuensinya sangat banyak. Subjek juga mengatakan bahwa ia tidak lagi menikmati dalam hubungan intim karena seringkali merasa sakit. Subjek merasa mudah lelah dan mudah uring-uringan, kadang ia merasakan kesemutan, dan pegal-pegal. Subjek juga mengaku mengalami kecemasan dalam menghadapi menopause. Kecemasan yang dialami lebih pada ketakutan akan kehilangan cinta dari suami. Subjek merasa takut jika suami akan menyeleweng karena ia merasa tak lagi mampu melayani kebutuhan biologis suami. Apalagi menurut subjek, suami dalam masa ”puber kedua” dan sedang berada dalam gejolak seksual yang tinggi, sehingga kecemasan yang dialami menjadi semakin besar. 4 Hasil wawancara dan uraian di atas menunjukkan bahwa semua wanita pasti mengalami menopause, tetapi beberapa wanita tidak mampu menerima kenyataan tersebut dengan baik sehingga mengalami kecemasan yang berlebihan dalam menghadapi masa menopause. Kecemasan merupakan suatu kondisi yang pernah dialami oleh hampir semua orang, hanya tingkatannya yang berbeda. Caplin 2000 berpendapat bahwa kecemasan adalah perasaan campuran antara ketakutan dan keprihatinan mengenai masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut. Kecemasan merupakan manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, tetapi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin atau konflik. Menurut Nadesul 2003, kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang tidak menyenangkan, yang memiliki sumber yang kurang jelas. Perasaan yang tidak menyenangkan ini umumnya menimbulkan gejala-gejala fisiologis seperti gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat, dan lain-lain dan gejala-gejala psikologis seperti panik, tegang, bingung, tak dapat berkonsentrasi, dan sebagainya. Wanita yang tidak siap menghadapi masa menopause akan mengalami gejala kecemasan berlebihan yang dapat mengakibatkan gangguan psikologis dan berdampak pada keharmonisan rumah tangga. Pada wanita memasuki masa menopause, kecemasan terutama berhubungan dengan ketakutan tidak dapat lagi menjalankan fungsi kewanitaannya, seperti melahirkan atau melayani suami dalam berhubungan intim. Merujuk pada teori Buffering Hipothesis yang berpandangan bahwa dukungan sosial mempengaruhi kesehatan dengan cara melindungi individu dari efek negatif stress. Hal senada dikemukakan oleh Maspaitella 2006 bahwa apabila sesesorang tidak siap mental menghadapi fase menopausenya dan lingkungan psikososialnya tidak memberikan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5 dukungan moril yang positif, seringkali ia menjadi kurang percaya diri, merasa tidak diperhatikan, tidak dihargai, merasa stres dan rasa prihatin yang berlebihan tentang perubahan fisiknya yang tidak seindah dan sesehat ketika ia berusia muda, sehingga dapat menimbulkan gejala psikologik seperti perasaan gelisah, cemas, perasaan takut, mudah tersinggung, mudah marah, merasa tertekan, mudah merasa sedih, rasa hampa, rasa bersalah, merasa kesepian saat berada ditengah orang ramai dan lain-lain. Pendapat di atas menunjukkan bahwa pada wanita yang mengalami kecemasan dalam menghadapi masa menopause membutuhkan adanya dukungan yang positif dari keluarga. Dukungan keluarga terutama dukungan yang didapatkan dari suami akan menimbulkan ketenangan batin dan perasaan senang dalam diri isteri Dugan, 2006. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gallo, dkk. 2003, bahwa relasi suami isteri adalah sumber dukungan sosial yang paling berpengaruh pada usia dewasa. Lebih lanjut dikemukakan bahwa dukungan sosial dari pasangan dapat memiliki pengaruh positif terhadap kesehatan, yaitu berupa penurunan tingkat kecemasan dan dorongan untuk hidup lebih sehat. Pada kenyataannya tidak semua suami dapat memahami dan memberikan dukungan sosial yang dibutuhkan oleh isteri dalam menghadapi masa menopausenya Daradjat, 1994. Banyak suami yang bingung menghadapi perubahan-perubahan pada isteri menjelang menopause, seperti mudah marah, mudah tersinggung dan menjadi murung. Hal ini membuat suami juga tidak dapat memberikan dukungan sosial yang dibutuhkan. Terutama ketika isteri juga tidak terbuka mengenai kebutuhan psikologisnya. 6 Sarafino 1994 berpendapat bahwa dukungan sosial dapat diartikan sebagai perasaan nyaman, perhatian dan penghargaan, ataupun bantuan yang diterima oleh individu dari orang lain. Individu yang memiliki dukungan sosial yang tinggi akan memiliki pandangan optimis terhadap kehidupannya. Sebaliknya individu yang tidak memiliki dukungan sosial akan merasa tidak puas dengan kehidupannya, tidak memiliki keyakinan dan kemampuan untuk mengendalikan situasi dalam menghadapi permasalahan Sarason, dkk., 1983. Lebih lanjut, Sue, Sue Sue 1986 mengatakan bahwa dukungan sosial yang didapat individu mampu meningkatkan kepercayaan diri. Wortman dan Conway 1985 menyebutkan beberapa sumber dukungan sosial antara lain dari keluarga dan pasangan. Sedangkan Johnson dan Johnson 1991 mengatakan bahwa dukungan sosial bersumber dari orang-orang yang dekat dengan individu significant others. Cohen dan Syme 1985 mengatakan bahwa efektivitas dari dukungan sosial dipengaruhi oleh faktor pemberi dukungan, faktor jenis dukungan, faktor penerima dukungan dan faktor permasalahan yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan penelitian Taylor 1995 yang menyatakan bahwa dukungan sosial dari orang yang memiliki arti bagi individu seperti keluarga terdekat dapat mengurangi tekanan psikologis, sehingga individu lebih mampu menghadapi permasalahannya dengan tenang. Wanita yang memasuki masa menopause merasa tidak percaya diri dan mengalami ketidakstabilan emosi karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Takut kehilangan suami karena merasa tidak bisa melayani suami membuat wanita mengalami kecemasan. Wanita yang mengalami kecemasan membutuhkan dukungan dari keluarga, orang terdekat dalam keluarga adalah suami. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7 Hal inilah yang menarik minat peneliti, menurut asumsi peneliti kecemasan terhadap menopause timbul karena banyak wanita yang kurang memahami masalah menopause dan mempunyai tanggapan yang keliru mengenai masalah menopause selain itu kurangnya dukungan suami dapat mempengaruhi keadaan psikis mereka, sehingga selalu diliputi perasaan cemas dan takut menjelang masa menopause. Belum adanya penelitian yang meneliti tentang hubungan dukungan suami dan kecemasan istri dalam menghdapi masa menopause membuat peneliti memutuskan untuk mengambil topik tersebut.

B. Rumusan Permasalahan

Dokumen yang terkait

Pengaruh Dukungan Sosial Suami terhadap Kecemasan Istri Menghadapi Masa Menopause di Kecamatan Medan Sunggal

0 46 81

Hubungan Antara Dukungan Sosial Suami Dengan Kecemasan Pada Wanita Menopause

7 62 143

Hubungan antara pemberian dukungan sosial dari suami dengan tingkat kecemasan menghadapi kelahiran bayi

0 4 181

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI SBMPTN Hubungan antara dukungan sosial dengan kecemasan dalam menghadapi SBMPTN.

0 2 16

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KECEMASAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Dukungan Sosial Keluarga Dengan Kecemasan Menghadapi Masa Menopause.

0 3 16

PENDAHULUAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Dukungan Sosial Keluarga Dengan Kecemasan Menghadapi Masa Menopause.

0 3 8

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MASA Hubungan Antara Persepsi Terhadap Dukungan Sosial Keluarga Dengan Kecemasan Menghadapi Masa Menopause.

0 2 13

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SUAMI DENGAN TINGKAT KECEMASAN IBU DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE DI RW 03 KELURAHAN SUCEN KABUPATEN PURWOREJO.

0 0 12

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN TINGKAT KECEMASAN IBU DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE DI PADUKUHAN MOROBANGUN JOGOTIRTO BERBAH KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN TINGKAT KECEMASAN IBU DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE DI PADU

0 0 12

Hubungan antara dukungan sosial suami terhadap tingkat kecemasan istri dalam menghadapi masa menopause - USD Repository

0 0 120