Review Penelitian Terdahulu Mengenai Culture Shock

bekerja sama dengan mahasiswa yang lainnya Chen, Irvine York, Shade New, Thomas dalam Ward, Bochner Furnham, 2001.

C. Review Penelitian Terdahulu Mengenai Culture Shock

Terdapat beberapa penelitian terkait dengan culture shock yang telah dilakukan terlebih dahulu. Beberapa penelitian terfokus pada pengalaman culture shock yang dialami oleh mereka yang berpindah ke lingkungan yang baru.salah satu pengalaman culture shock adalah pengalaman culture shock pendatang yang berada di Rwanda yang dilakukan oleh Peter Odera 2003. Subjek penelitian ini merupakan orang yang berasal dari Afrika Timur yang sedang berdomisili di Rwanda. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan beberapa pengalaman culture shock yang mereka alami, antara lain. Pola – pola perilaku yang berbeda antara Afrika Timur terutama dari Kenya, Urganda dan Tanzania dengan Rwanda.Di Afrika Timur mereka terbiasa menyapa dengan megatakan hey atau sekedar jabat tangan. Hal ini bertentangan dengan cara menyapa yang berlaku di Rwanda, mereka biasanya menyapa orang lain dengan memeluk secara berlebihan. Kurangnya budaya antri yang terjadi di Rwanda menjadi kekagetan tersendiri bagi pendatang yang berasal dari Kenya, Uganda dan Tanzania.Mereka yang berasal dari Negara – Negara tersebut terbiasa menggunakan prinsip yang pertama datang maka yang dilayani dalam mengantri. Namun perilaku penduduk asal tidak seperti itu, dalam antrian mereka cenderung bersikap bebas, mereka yang datang terlambat memiliki hak untuk melompat antrian dan untuk mendorong jalan agar maju kedepan. Ketepatan waktu tampaknya bukan menjadi prinsip nomor satu bagi penduduk asli Rwanda. Kebiasaan seperti ini kemudian yang menyebabkan keterlambatan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Disisi lain, waktu adalah sesuatu yang dihargai di Negara-negara Afrika Timur. Orang menjaga waktu mereka untuk janji, karena setiap penundaan itu artinya ia akan kesulitan untuk kembali membuat janji baru. Afrika timur terkenal ramah kepada orang asing ketika mereka berada di daerahnya sendiri. Biasanya mereka mengundang tamu ke rumahnya atau sekedar mengajak tamunya jalan-jalan dan menunjukkan beberapa tempat menarik di daerahnya. Hal ini bertentangan dengan apa yang terjadi di Rwanda. Orang – orang di Rwanda umumnya cenderung menyendiri dan malu untuk mengundang mitra asing mereka atau untuk menunjukkan kepada mereka tempat – tempat menarik di Negaranya. Hal ini membuat interaksi antara penduduk asal dengan pendatang menjadi sangat dangkal. Selain itu, penelitian terkait dengan culture shock yang pernah dilakukan di Indonesia adalah koping terhadap stres pada mahasiswa luar jawa yang mengalami culture shock di Univeristas Muhammadiyah Surakarta Niam, 2009. Hasil dari penelitian ini ada 13 bentuk koping yang dilakukan mahasiswa luar Jawa untuk mengatasi culture shock, antara lain: a mencari dukungan sosial, b penerimaan terhadap perbedaan, c keaktifan diri, d kontrol diri, e mencari hiburan, f tindakan instrumental, g religiusitas, h negosiasi, i pengurangan beban masalah, j harapan, k penghindaran terhadap masalah, l putus asa, m koping individual tidak efektif. Penelitian lainnya terkait dengan culture shock yaitu berjudul culture shock communication mahasiswa perantauan di Madura, yang dilakukan oleh Suryandari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis fenomena culture shock yang dialami oleh mahasiswa perantauan UTM. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, peneliti menggunakan metode observasi dan depth interview dalam teknik pengambilan data. Subjek dari penelitian ini adalah mahasiswa perantauan di UTM angkatan 2010 yang diambil secara acak.Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu sebagian besar mahasiswa perantauan Mahasiswa UTM mengalami fase optimistik dimana mereka merasa senang dan tertantang ketika awal berpindah ke Madura.Sebagian besar mahasiswa mengalami culture shock. Mereka mengalami beberapa masalah kultural baik secara fisik maupun emosional.Dari perasaan tidak nyaman ringan hingga depresi. Dari pola makan yang tidak teratur hingga mengalami sakit. Mahasiswa yang tidak mengalami masalah kultural culture shock adalah mereka yang berasal dari 4 daerah di wilayah Madura. Semakin mirip dan dekat budaya asal dengan budaya baru maka kemungkinan terjadinya culture shock pun semakin kecil. Dari analisis data dapat disimpulkan bahwa ada dua jenis manajemen konflik yang dilakukan mahasiswa yaitu beradaptasi dengan menerima dan memahami budaya di Madura sedangkan yang satunya lagi menghindar. Dengan beradaptasi dan meyesuaikan diri dengan budaya di Madura mahasiswa merasalebih nyaman tinggal di Madura dan tidak mengalami kesulitan dalam denganproses belajar mereka. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui beberapa pengalaman culture shock yang dialami oleh beberapa subjek dengan kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Hal tersebut memberikan gambaran kepada peneliti mengenai berbagai perbedaan dalam berkomunikasi dan berinteraksi yang di pengaruhi oleh latar belakang budaya. Dengan demikian peneliti tertarik untuk melihat bagaimana gambaran culture shock yang dialami oleh mahasiswa Papua ketika melanjutkan pendidikannya di Yogyakarta.

D. Gambaran