Subjek 1 AS Profil Subjek

- Menanyakan data pribadi HR - Menanyakan tentang hal – hal yang berkaitan dengan culture shock dan lewat, akan tetapi tidak mengganggu proses wawancara. Rabu 15 Mei 2013 11.00 – 12.45 Drost USD - Melengkapi data tentang culture shock - Meminta subjek membaca hasil verbatim yang telah dibuat oleh peneliti - Meminta subjek membaca dan menandatangani surat keabsahan hasil wawancara Tempat cukup sepi, ada beberapa mahasiswa yang duduk dan lewat. Akan tetapi hal tersebut tidak mengganggu.

B. Profil Subjek

Berikut ini adalah profil subjek dalam penelitian ini:

1. Subjek 1 AS

a. Deskripsi Subjek Subjek pertama dalam penelitian ini adalah seorang perempuan berusia 20 tahun dengan inisial AS. AS yang lahir pada tanggal 20 Januari 1993 di Jayapura. Subjek memiliki perawakan yang cukup kurus dan berkulit hitam. AS adalah pribadi yang ramah dan senang membantu. Pada awal perkenalan pun subjek menunjukkan keramahan dan sikap yang supel. Saat ini subjek sedang menempuh pendidikan di bangku kuliah. Subjek merupakan mahasiswa fakultas Farmasi dari salah satu universitas swasta di Yogyakarta. Saat ini subjek berada di tingkat dua atau semester empat.Subjek merupakan mahasiswa yang berasal di Papua. Subjek bukanlah asli Papua, akan tetapi subjek telah tinggal di Papua sejak bayi sampai dengan SMA. Subjek mulai tinggal di Yogyakarta pada bulan agustus tahun 2011. Di Yogyakarta subjek tinggal di kos daerah Paingan. b. Gambaran Umum Culture Shock yang Dialami Oleh Subjek 1 AS AS mendapatkan motivasi untuk melanjutkan studi di Yogyakarta dari orang tuanya. Ketika pertama kali AS tiba di Yogyakarta subjek merasakan sangat senang karena AS akan hidup mandiri. AS merasa sangat antusias untuk menjalani kehidupannya di Yogyakarta. AS juga banyak mendengar cerita – cerita positif tentang Yogyakarta dari temannya, diantaranya adalah di Yogyakarta banyak terdapat turis. AS juga mengatakan bahwa salah satu hal yang membuatnya ingin segera tinggal di Yogyakarta adalah karena di Yogyakarta banyak turis, AS sangat antusias karena ingin melihat turis di Yogyakarta. Ketika tiba di Yogyakarta AS memiliki pemikiran bahwa Yogyakarta merupakan kota yang ramai dan mengasikkan baginya. Ketika awal tiba di Yogyakarta AS banyak menghabiskan waktunya untuk mengunjungi tempat – tempat wisata di Yogyakarta. Ini merupakan tahap honeymoonyang dialami oleh AS. AS berada pada tahap honeymoon selama 2 bulan pertama tinggal di Yogyakarta. Setelah 2 bulan AS tinggal di Yogyakarta AS merasakan bahwa ia sendiri di Yogyakarta. AS mulai merasakan rindu dengan mamanya, AS rindu dengan kampung halamannya dan juga teman – temannya di Papua. AS mulai memasuki tahap berikutnya, yakni tahap crisis atau culture shock. Pada tahap ini AS sudah mulai merasakan adanya perbedaan situasi antara Papua dan Yogyakarta.AS mulai merasakan tidak nyaman, AS merasa kehilangan teman – temannya dan AS merasa teman – teman di Yogyakarta memilih – milih dalam berteman. Selain itu, AS merasakan tidak nyaman karena adanya perbedaan bahasa. AS merasa tidak mengerti dengan bahasa yang digunakan oleh mayoritas temannya dan AS juga khawatir apabila temannya tidak bisa mengerti ketika AS berbicara. Ketika AS tidak mengerti dengan bahasa Jawa AS biasanya bertanya langsung kepada temannya. AS merasa bahwa komunikasinya menjadi terhambat karena ada perbedaan bahasa tersebut. Selain bahasa, AS juga merasakan perbedaan terkait dengan kebiasaan cara makan. AS mengatakan ketika kebiasaan makan AS di Papua di terapkan di Yogyakarta beberapa temannya memandang bahwa AS boros. Selain itu, AS pun merasa bahwa cara bertingkah laku di Yogyakarta lebih sopan, dan sangat berbeda dengan di Papua. Oleh karena itu, AS merasa harus menyesuaikan diri dengan bahasa dan budaya yang ada di Yogyakarta. Ketika awal di Yogyakarta AS merasa kesulitan untuk berteman dan hal ini yang membuat AS berubah menjadi pribadi yang lebih pendiam. AS merasakan adanya perubahan dalam dirinya, AS merasa menjadi lebih pemalu dan pendiam. Hal ini membuat AS menjadi tidak dapat mengeksplor kemampuan yang dimilikinya. AS pun mengaku bahwa konsentrasinya pada saat itu sempat menurun.Oleh karena keterbatasan dalam kemampuan berbahasa AS merasa minder dan tidak dapat mengeksplor kemampuan yang ada di dalam dirinya. Selain itu, AS merasa takut untuk melakukan kontak fisik dengan teman – temannya di Yogyakarta karena AS menyadari adanya perbedaan budaya. Di sisi lain, AS merasa rindu dengan keluarganya di Papua, meskipun tidak berlarut – larut tetapi rasa rindu itu membuat AS menjadi menangis. Ketika awal – awal di Yogyakata AS mengaku sering sakit dan sampai di opname di rumah sakit, tetapi lama – kelamaan kesehatan AS sudah lebih baik karena AS sudah bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. AS mengaku bahwa di Papua pun dirinya tidak terbiasa untuk makan atau jajan di pinggir jalan, sehingga ketika pertama kali AS makan di angkringan AS merasakan sakit perut. Perasaan – perasaan tidak nyaman tersebut dirasakan AS selama kurang lebih sebulan, kemudian perasaan itu dapat teratasi karena kedatangan orang tua AS ke Yogyakarta. AS merasa sudah mulai bisa mengatasi perasaan tidak nyamannya itu setelah 2 bulan tinggal di Yogyakarta. Setelah 2 bulan AS tinggal di Yogyakarta perasaan AS sudah bisa lebih baik. AS sudah mulai bisa mengatasi perasaan – perasaan tidak nyamannya. Dalam tahapan culture shock ini berarti AS sudah dapat mengatasi masa crisisnya dan beralih ke tahap selanjutnya yaitu tahap recovery. AS merasa sudah menemukan cara – cara untuk mengatasi perasaan – perasaan tidak nyaman terkait dengan perbedaan yang dialaminya. Ketika AS merasakan rindu dengan orang tuanya, AS dapat meredam rasa rindunya dengan cara menelpon dan berbincang dengan orang tuanya. Di sisi lain, AS merasa bahwa kemampuannya untuk mengerti bahasa Jawa sudah meningkat, hal ini berdampak untuk kepercayaan dirinya. Pada semester tiga dan empat AS mengaku sudah bisa menjadi lebih percaya diri. Hal lain yang membuat AS menjadi percaya diri kembali adalah usaha AS untuk mengubah pola pikirnya. AS berpikir bahwa ternyata kemampuan yang dimilikinya tidak jauh berbeda dengan kemampuan yang dimiliki oleh teman – temannya yang berasal dari Jawa. Oleh karena perubahan pola pikir tersebut AS merasa sudah tidak ada yang membebani pikiran dan dirinya lagi, sehingga AS sudah mampu menikmati kehidupannya di Yogyakarta. AS sudah merasa nyaman tinggal di Yogyakarta.Keadaan ini menunjukkan bahwa AS sudah beralih ke satu tahap berikutnya yaitu tahap adjustment. AS mengaku sudah merasakan amat senang tinggal di Yogyakarta. AS juga sudah dapat mengikuti alur kehidupannya di Yogyakarta. Hal ini yang kemudian mempengaruhi pandangan AS terhadap Yogyakarta. AS mengatakan bahwa Yogyakarta merupakan kota yang istimewa bagi dirinya. Kemudian AS juga mengaku sudah dapat mengerti bahasa Jawa, meskipun ia belum mahir untuk mengucapkannya. Selain itu, AS juga mengaku sudah dapat menjalani rutinitasnya dengan baik dan sudah bisa menjadi dirinya sendiri. Hal ini membuat AS memiliki lebih banyak teman dan sudah bisa berbaur dengan teman – teman yang berasal dari Jawa, meskipun tidak semuanya. Di tahun kedua AS menjalani kehidupannya di Yogyakarta AS sudah merasakan kenyamanannya dan mengatasi masalah – masalah yang dihadapi sebelumnya.

2. Subjek 2 HR