bahwa Yogyakarta sudah menjadi bagian dari hidupnya. VL mengatakan bahwa saat ini VL sudah merasa nyaman sekali tinggal di Yogyakarta.
Rutinitas VL sudah dapat berjalan dengan baik dan relasi VL dengan orang – orang di lingkungannya sudah menjadi lebih dekat. Saat ini VL
sudah memiliki sahabat dan bisa bergabung dengan teman – teman yang berasal dari Jawa. Keadaan ini menggambarkan bahwa pada saat ini VL
telah memasuki tahap adjustment. VL memasuki tahap ini setelah dua tahun tinggal di Yogyakarta.
4. Subjek 4 IF
a. Deskripsi Subjek Subjek ke empat dalam penelitian ini adalah seorang laki – laki
berusia 20 tahun. Subjek adalah seorang mahasiswa asal Papua yang melanjutkan studi di Yogyakarta. Saat ini subjek sedang menempuh
pendidikan di salah satu universitas swasta di Yogyakarta. Subjek lahir pada tanggal 3 September 1993 di Abepura. Subjek tinggal di Yogyakarta
sejak tahun 2011 dan bertempat tinggal di kos daerah Paingan. b. Gambaran Umum Culture Shock yang Dialami Oleh Subjek 4 IF
Ketika tiba di Yogyakarta IF merasa merasa senang karena IF ingin mencari pengalaman baru. IF merasa sangat senang ketika ia
mendapatkan kesempatan untuk pergi ke Jawa. Selain itu, IF juga merasa senang karena di Yogyakarta orangnya ramah – ramah dan IF bisa
mendapatkan teman baru di Yogyakarta. Keadaan ini menunjukkan
bahwa IF berada pada tahap honeymoon. IF mengalami tahap pertama selama 6 bulan pertama tinggal di Yogyakarta.
Kemudian IF merasa sendirian di Yogyakarta dan ini membuat IF merasa sedih. IF merasakan bahwa dirinya kehilangan temannya. Selain
itu, IF juga mulai menyadari bahwa tinggal terpisah dengan orang tuanya merupakan hal yang tidak menyenangkan. Selain itu, IF juga merasakan
adanya perbedaan bahasa antara Papua dengan Yogyakarta, ini yang membuat IF merasa harus menyesuaikan diri dengan keadaan di
Yogyakarta. IF mengatakan bahwa cara berbicara di Papua cenderung lebih kasar, sedangkan orang – orang di Yogyakarta cenderung lebih
halus dan ini membuat IF merasa benar – benar harus menyesuaikan diri, terutama cara bicaranya. Ketika awal tinggal di Yogyakarta IF merasa
tidak mengerti bahasa Jawa yang digunakan temannya dan temannya pun tidak dapat mengerti dengan bahasa yang IF gunakan. Hal ini
menimbulkan ketidak nyamanan bagi IF. Ketika IF tidak dapat mengerti bahasa Jawa yang digunakan oleh temannya biasanya IF hanya terdiam.
Selain itu, IF pun mengatakan bahwa ada beberapa dosen yang menggunakan bahasa Jawa. Hal ini membuat IF merasa bingung untuk
dapat mengerti maksud dari dosen tersebut. IF menceritakan bahwa ia memiliki keinginan yang besar untuk bisa bergabung dengan teman –
teman yang berasal dari Jawa. IF berusaha untuk mengerti bahasa Jawa dan belajar menggunakan bahasa Jawa, namun seringkali ketika
pengucapannya tidak pas IF ditertawakan oleh teman – temannya. Hal ini
yang kemudian membuat IF merasa minder dan malu untuk bergabung dengan teman – temannya. IF juga mengatakan bahwa ketika temannya
berkumpul banyak diantara mereka yang menggunakan bahasa Jawa. IF ingin bergabung dengan mereka, tetapi IF takut kalau menggunakan
bahasa Jawa agak aneh. Oleh karena itu, IF merasa interaksinya menjadi terhambat oleh perbedaan bahasa tersebut. Rasa nyaman dalam diri IF
seringkali muncul, IF berusaha untuk meredam akan tetapi kemudian rasa nyaman itu muncul kembali.
Di sisi lain, IF merasa sendirian di kos lamanya, ini membuat IF merasa sedih dan terasingkan. Selain itu, IF pernah merasa segan untuk
melakukan kontak fisik dengan orang – orang di Yogyakarta, sehingga IF sangat berhati – hati dalam berkata karena takut menyinggun apabila
berkata refleks. IF juga pernah merasa tidak aman tinggal di Yogyakarta karena IF pernah mengalami kehilangan dan mendengar berita konflik
orang Papua di Yogyakarta. Pada awalnya IF merasa tidak percaya diri, IF takut menjadi orang yang berkulit hitam sendiri di Yogyakarta. Selain
itu, IF juga memiliki kekhawatiran tidak didengarkan ketika berbicara karena berasal dari Papua. IF takut orang – orang di Yogyakarta
menganggap IF sebagai orang Papua yang tidak tahu apa – apa. Hal lain yang IF rasakan adalah rasa rindu dengan keluarganya yang membuat ia
menjadi malas untuk beraktifitas. Di sisi lain, IF pun pernah mengalami masalah dengan
kesehatannya ketika awal ia tinggal di Yogyakarta. Keadaan ini
menunjukkan bahwa IF berada pada tahap crisis atau culture shock. Tahap ini dialami IF selama kurang lebih enam bulan.
Kemudian IF berusaha untuk menghilangkan perasaan tidak nyamannya. IF berusaha untuk dapat mengerti bahasa Jawa dan mencoba
untuk merubah pola interaksinya. IF selalu berusaha sampai If bisa disenangi dan diteriman oleh teman – temannya. Selain itu, IF juga mulai
merubah pola pikirnya. Pada akhirnya IF mampu mengatasi perasaan – perasaan tidak nyamannya. IF merasa senang karena ia sudah dapat
menyesuaikan diri. Masalah yang dialami dan hal – hal yang ditakutkan sudah mulai dapat IF atasi. IF pun mengubah cara bicara ataupun bahasa
agar teman – temannya dapat mengerti. Keadaan ini menunjukkan bahwa IF sudah berada pada tahap recovery. Tahap ini IF alami selama 6 bulan
berikutnya. Saat ini IF merasa bahwa perasaannya sudah jauh lebih baik. IF
sudah dapat mengerti lingkungan Yogyakarta dan kemampuan beradaptasinya pun sudah baik. IF menyadari adanya perbedaan antara
Papua dan Yogyakarta kemudian IF menyesuaikan diri dan pada saat ini IF merasa nyaman tinggal di Yogyakarta. Kemampuan bahasa yang
dimiliki IF saat ini sudah meningkat. Rutinitas IF sudah dapat berjalan dengan baik. Selain itu, IF juga sudah bisa mengerti karakter teman –
temannya dan ia mampu untuk menyesuaikan diri. Dengan demikian, saat ini IF sudah memiliki banyak teman dari berbagai fakultas. Keadaan ini
menunjukkan bahwa IF sudah berada pada tahap adjustment. IF mulai merasakan kenyamanan saat IF memasuki semester tiga.
C. Rangkuman Tema Temuan Penelitian Tabel 5