Hidup Persaudaraan dalam Komunitas

49 anggota komunitas dalam ikatan yang satu dan sama. Komunitas menjadi religius apabila di dalam komunitas ada kasih persaudaraan dan persahabatan yang mengikat anggota-anggota yang diresapi oleh kehadiran Kristus. Dengan saling membangun cinta dan kasih persaudaraan sejati setiap anggota komunitas dapat menyatakan kehadiran Kristus. Salah satu bentuk nyata kehadiran Kristus dalam komunitas yaitu melalui perayaan ekaristi. Ekaristi mempersatukan setiap anggota komunitas, yang dinyatakan di dalam Kristus dalam persekutuan dengan Allah dan dengan sesama saudara. Ekaristi berperan membangun ketulusan dalam hidup bersama. Ketulusan membantu setiap anggota komunitas untuk saling menaruh hormat dan saling mengasihi satu sama lain. Ekaristi menjadi pusat hidup kaum religius karena dalam ekaristi para religius mengalami perjumpaan dengan Kristus dalam sabda dan sakramen juga mengambil bagian dalam cinta kasih Kristus. Berkumpul bersama di sekeliling meja yang satu dan sama kita dikuatkan dengan mendengar Sabda Allah dan menyantap tubuh Kristus. Dengan demikian kita bertumbuh dalam persatuan dengan Tuhan dengan sesama dan dengan mereka yang kita layani Konst SSpS, art. 302.

2. Kekuatan Anggota-anggota

Setiap anggota komunitas saling memberi kekuatan-kekuatan dan daya hidup kepada komunitas dan anggota-anggotanya dalam komunitas. Hidup bersama dalam komunitas akan menjadi kuat apa bila masing-masing anggota komunitas menyumbangkan segala sesuatu yang dimiliki juga pemberian diri yang tulus untuk melayani Tuhan dalam diri sesama. Anggota komunitas saling membuka diri dalam persaudaraan yang penuh cinta kasih. Hidup bersama dalam komunitas 50 juga menjadi pengalaman hidup dalam persatuan dan kasih, yang didasarkan atas kebebasan, kepercayaan, keterbukaan satu sama lain dan komunikasi. Dengan demikian menjadi kesempatan untuk mengungkapkan dan menunjukkan kebaikan, cinta, saling menghormati, saling melayani, saling mempercayai, saling memberi nasehat, saling membangun dan saling memberi semangat. Ikatan persaudaraan akan semakin dirasakan dalam komunitas dan hidup bersama tidak lagi dilihat sebagai hidup laku tapa dan membosankan tetapi merupakan ungkapan hidup persatuan dengan Allah sendiri yang memberikan kegembiraan dan kebahagiaan Darminta, 1984: 12-13.

3. Hubungan antara Pemimpin dan Anggota

Hidup bersama dalam komunitas merupakan ungkapan komitmen antar satu sama lain. Dalam usaha untuk menghayati hidup religius, komunitas merupakan tempat di mana setiap anggota saling mendukung dan menantang, tempat untuk menimba kekuatan, inspirasi, kegembiraan dalam pelayanan dan juga merupakan tempat saling mencitai dan dicintai dalam ikatan persaudaraan, dengan Kristus sebagai dasar utama yang menyatukan, juga sebagai tempat untuk berbagi iman kasih dan pengharapan. Komunitas juga merupakan tempat setiap anggota bertumbuh dan berkembang membentuk diri menjadi manusia yang utuh dan bahagia sebagaimana dikehendaki oleh Allah. Dengan demikian relasi antar pemimpin dan sesama anggota hendaknya ditandai dengan sikap saling menerima menghormati dan menghargai satu sama lain. Pemimpin komunitas hendaknya bersikap bijaksana dalam merangkul para anggota komunitas, dengan tidak membedakan satu sama lain sehingga setiap anggota komunitas merasa diterima 51 dan dihargai keberadaanya Panitia Spiritualitas KOPTARI 2012b: 22. Para suster SSpS dipanggil Allah untuk hidup dalam satu komunitas, dalam kasih persaudaraan. Kebersamaan dan persaudaraan yang terdiri dari berbagai macam latar belakang yang berbeda, bertumbuh dalam berbagai pengalaman hidup yang berbeda, diharapkan masing-masing anggota komunitas bertumbuh dan berkembang dalam kebersamaan dalam ikatan kasih persaudaraan. Dalam hidup bersama di komunitas, para suster SSpS belajar mencintai dan menerima perbedaan sebagai suatu kekayaan, belajar menghargai dan saling mendengarkan sehingga menjadi sarana untuk membangun kasih persaudaraan.

D. Gambaran Umum Kongregasi SSpS 1. Sejarah Singkat Berdirinya Kongregasi SSpS

Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus SSpS didirikan oleh St. Arnoldus Janssen pada tanggal 8 Desember 1989 di Steyl-Belanda. Langkah-langkah awal pendirian kongregasi sebagai berikut: Arnold Janssen menerima gadis-gadis muda untuk bekerja sebagai pembantu di dapur Rumah Misi Santo Mikael. Mereka adalah Theresia Sicke yang kemudian disebut Suster Anna. Helena Stollenwerk yang dikenal dengan sebutan Ibu Maria, Hendrina Stenmanns dikenal dengan sebutan Ibu Yosepha dan Gertrud Hegemann yang kemudian menjadi salah satu SSpS pertama yang diutus ke Argentina. Para gadis muda tersebut bekerja sebagai pembantu namun Arnold Janssen menyebut mereka Postulan dan dari permulaan Arnoldus Janssen sudah sangat keras dalam seleksi dan memberikan mereka acara harian seperti sebuah komunitas religius. Dalam perjalanan waktu karena semakin bertambahnya jumlah bruder di 52 Rumah Misi Santo Mikhael, maka Arnold Janssen menugaskan para bruder untuk bekerja di dapur menggantikan para suster Penyelenggara Ilahi, sementara para pembantu diserahi tugas mengurus kamar cuci seminari, mereka menambal dan melipat pakaian. Bulan Juni 1887, Arnold Janssen merasa bahwa sudah waktunya mengambil keputusan mengenai para pembantu. Tetapi ia takut mengambil langkah untuk mendirikan sebuah kongregasi. Ia tahu bahwa ini berarti banyak masalah dan kekuatiran dan ia hampir tidak dapat mengatasi masalah-masalah yang sedang dihadapinya. Tanggal 12 Juli 1888, ketiga suster Penyelenggara Ilahi terakhir meninggalkan Rumah Misi dan dua hari kemudian keempat pembantu dipindahkan ke sebuah biara kecil dengan nama “Drei Linden”. Pemindahan tersebut membawa kegembiraan tersendiri bagi para pembantu dan bertumbuh harapan bahwa keinginan hati mereka yang terdalam akhirnya akan segera terwujud. Mereka tetap berharap dengan semangat dan dedikasi baru, menanti dan menanti. Pertengahan tahun 1889, anggota pertama SVD diutus ke Argentina, maka tersedialah lapangan misi untuk para suster di negeri itu. Tanggal 19 November 1889, Arnold Janssen mengumumkan kepada para imam di Rumah Misi bahwa dia telah menandatangani persewaan biara dengan propinsial para kapusin dan Kongregasi untuk para suster akan segera dimulai Tanggal 7 Desember 1889 malam para pembantu dipindahkan ke Biara Kapusin Tanggal 8 Desember 1889, diakui sebagai hari berdirinya Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus SSpS, Stegmaier, 1900: 20-24 Sampai saat ini Kongregasi SSpS sudah berkarya di lima benua atau hampir di seluruh Negara dan merupakan kongregasi internasional yang terdiri dari berbagai 53 suku, bahasa, bangsa, kebudayaan dan adat istiadat, namun disatukan oleh Roh Kudus dan bersumber pada relasi cinta Allah Tritunggal. Kongregasi SSpS berpusat di Roma, Italia dan berkarya di berbagai benua seperti: Benua Afrika meliputi negara Angola, Botswana, Bolivia, Etiopia, Ghana, Mozambique, Togo dan Zambia. Benua Amerika Serikat: Antiqua, Barbua, Illinois, Maryland, Pennsylvania, dan Missisipi. Benua Asia: India, Indonesia, Jepang, Korea, Philipina, Taiwan dan Timor Lorosae. Pacific: Australia dan Papua New Guinea. Benua Eropa: Austria, Belanda, Czechos Slowakia, Italia, Inggris, Irlandia, Jerman, Polandia, Romania, Rusia, Spanyol, Switzerland dan Ukraina. Di Indonesia kongregasi SSpS terdiri dari lima provinsi yaitu: Provinsi Jawa, Provinsi Timor, Provinsi Flores Timur, Provinsi Flores Barat dan Provinsi Kalimantan.

2. Spiritualitas Kongregasi SSpS

Spiritualitas berasal dari kata Latin spiritus yang berarti roh, jiwa, semangat. Dalam arti sebenarnya Spiritualitas berarti hidup yang berdasarkan pada roh atau menurut roh Hardjana, 2005: 64. Dengan menghayati spiritualitas, orang beragama menjadi orang spiritual, yaitu orang yang menghayati Roh Allah dalam hidup nyata sehari-hari sesuai dengan panggilan dan peran hidupnya Hardjana, 2005: 65. Spiritualitas pertama-tama merupakan way of life, suatu cara hidup kekristenan untuk menanggapi panggilan Allah dalam terang Sabda Allah di bawah bimbingan Roh Kudus. Spiritualitas sebagai buah dari perjumpaan Tuhan Kristus Sang Sabda, Gereja dan realitas yang membawa suatu tanggapan bagi setiap