Hidup Berkomunitas 1. Pengertian Hidup Komunitas

38 para anggotanya tetapi tanda atau kesaksian hidup yang mereka berikan kepada dunia, menghadirkan dan menyebarkan cinta yang dilandasi dengan kasih persaudaraan.

1. Bentuk-bentuk Komunitas Religius

Komunitas religius semakin ditantang untuk menjadi tanda dalam berbagai bentuk penghayatan hidup persaudaraan kristiani. Berbagai bentuk penghayatan hidup persaudaraan dalam komunitas sesungguhnya merupakan kekayaan hidup dalam Roh yaitu dalam ikatan kasih yang menyatukan berbagai bentuk ikatan Kol 3:14. Berbagai bentuk hidup komunitas religius berkaitan erat dengan kemampuan persekutuan kristiani untuk menyediakan semua karunia roh. Kaum religius ditantang untuk saling berbagi. Menurut Panitia Spiritualitas KOPTARI 2012a: 13 ada beberapa bentuk komunitas. a. Komunitas terbuka Panitia Spiritulitas KOPTARI 2012a: 15 mengatakan bahwa: komunitas terbuka artinya komunitas yang mau terbuka terhadap lingkungan sekitar dan juga terbuka untuk umum. Dengan kata lain komunitas yang terbuka untuk siapa saja. Komunitas terbuka perlu memiliki semangat persaudaraan yang harus dipupuk dan dikembangkan secara terus menerus. Dalam komunitas terbuka ini, ada sikap jujur, kasih persaudaraan, ada pengampunan, kerja sama, pengorbanan, saling pengertian serta keterlibatan satu sama lain. Komunitas yang demikian akan membuahkan rahmat bagi banyak orang maupun juga untuk anggota komunitas Orang yang hadir di dalam komunitas terbuka akan merasakan kesegaran dan 39 kekuatan baru, mengalami kebersamaan dalam semangat persaudaraan. Untuk mencapai semua itu, dibutuhkan suatu komunikasi yang baik dan efektif antar pribadi. Komunitas menjadi sumber kekuatan bagi satu sama lain, mampu memberi kesaksian hidup bagi sesama di dalam komunitas maupun sesama di luar komunitas. b. Komunitas Religius Monastik Yang dimaksudkan dengan komunitas religius monastik ialah komunitas para rahib atau rubiah yang dalam kerendahan hati membaktikan diri sepenuhnya kepada Allah dalam suasana menyendiri. Yang menjadi kekhususan dari komunitas religius monastik adalah bahwa para anggotanya mengikrarkan kaul dan bergabung tetap dengan komunitasnya. Dengan demikian diantara para anggota ada ikatan dengan komunitasnya sepanjang hidup. Mereka mencari Allah dengan membentuk persaudaraan dan diwujudnyatakan dalam hidup persaudaraan itu sendiri. Dalam menjalani hidup monastik, para rahib atau rubiah berusaha untuk tidak mengutamakan sesuatu pun melebihi kasih Kristus. Penghayatan hidup bersama melalui persembahan diri dan hidup seutuhnya dihadapan Allah. Buah dari penghayatan ini nampak dalam sikap dan perbuatan baik, sehingga setiap anggota merasa merasa kerasan. Para anggota komunitas mengenal kehendak Allah melalui tugas pelayanan, melalui segala hal dan melalui peristiwa sehari-hari, Panitia Spiritulitas KOPTARI 2012a: 33-35.

3. Ciri-ciri Komunitas

Komunitas yang baik adalah komunitas dimana kita bisa menjadi diri kita 40 sendiri dan terbuka terhadap segala masukan dan kritik. Komunitas yang menunjukkan simpatinya kepada sesama anggota komunitas dan bukan pada saat senang saja tetapi juga pada saat duka. Komunitas yang baik, komunitas yang mempunyai belas kasihan terhadap sesama, yang selalu mengajak kita perduli terhadap beban sesama kita. Komunitas harus sungguh-sungguh merupakan komunitas iman dengan ikatan hidup komunitas yang paling utama yaitu cinta kasih Kristus. Persatuan dalam komunitas berpangkal pada kehendak Bapa yang mengumpulkan kita menjadi satu. Komunitas diwujudkan dalam perjuangan bersama dan tidak terlepas pula dari perjuangan secara pribadi untuk mewujudkan kehendak Bapa dalam bimbingan Roh Kudus. Komunitas religius bukanlah sekedar kelompok orang yang hanya mau melayani saja tetapi komunitas religius adalah orang-orang yang dipanggil oleh Allah agar mereka dapat menikmati anugerah rahmat khusus dalam hidup Gereja LG, art 43 oleh karena itu hidup religius bercirikan mengikuti Kristus. Untuk mengikuti Kristus yang hidup dalam suatu tarekat yang diakui oleh Gereja tentu memiliki aturan. Aturan tersebut untuk membantu setiap anggota untuk dapat sungguh-sungguh membaktikan diri kepada Allah lewat karya pelayanan yang ada dalam tarekat tersebut. Berdasarkan Konst SSpS Hal: 45 ada tiga hal atau ciri-ciri yang harus dihidupi oleh seorang anggota komunitas untuk mencapai tujuan hidup dalam mengikuti Kristus yaitu: hidup berkaul, hidup doa dan hidup komunitas. a. Hidup Berkaul Sebagai seorang religius dipanggil secara khusus untuk membaktikan diri 41 seutuhnya dengan ikatan ketiga kaul yaitu: keperawanan, kemiskinan dan ketaatan. Pertama, kaul keperawanan adalah suatu jalan mencinta dan dipelihara dengan cinta. Penyerahan diri yang total kepada Tuhan dan pengabdian tanpa pamrih kepada sesama, memperdalam persatuan kita dengan Kristus dan menjadi sumber kesuburan rohani. Cinta membebaskan hati untuk kepentingan Tuhan dan memberi kita kekuatan untuk tetap bersedia melanjutkan karya keselamatan Kristus di dunia. Dengan kaul keperawanan kita menyerahkan diri kepada Tuhan dengan cinta yang tak terbagi, melepaskan cinta perkawinan dan hidup berkeluarga Konst SSpS, art. 206. Kedua, kaul kemiskinan adalah bahwa kita menerima pembatasan hak untuk memiliki, memperoleh, serta hak untuk menggunakan barang-barang. Dengan kaul kemiskinan kita juga melepaskan kebebasan menentukan benda-benda material serta kebebasan menggunakan harta milik Konst SSpS, art. 211. Ketiga, kaul ketaatan, Kristus memanggil kita untuk melanjutkan ketaatan-Nya dalam hidup kita, oleh karena itu melalui jawaban yang bebas dan melalui kaul ketaatan kita mengikuti Dia dalam penyerahan-Nya yang total kepada kehendak Bapa. Sebagai anggota dalam tarekat berjanji untuk bersedia menerima dan melaksanakan apa yang diminta dan diperintahkan oleh pemimpin. Melalui ketaatan kita setiap hari Roh Kudus membawa kita semakin dalam ke dalam misteri Kristus serta menguatkan bila kita harus belajar taat melalui penderitaan seperti Kristus Konst SSpS, art 218, 219. Hidup religius berarti hidup sebagai manusia kristiani yang menerima permandian dan memilih hidup berkaul sebagai jalan khusus yang dapat membantu kedekatanya dengan Kristus. Sebagai seorang religius, kaul merupakan sarana utama untuk mencapai persatuan dengan Allah. Kaul merupakan sarana dan hakekat hidup membiara 42 sekaligus ciri khas religius yang membedakan dari orang kristiani pada umumnya Hidup berkaul merupakan cara hidup yang ditempuh melalui nasehat-nasehat Injili. Nasehat Injili itu adalah hidup murni, miskin dan taat. Dalam Kitab Hukum Kanonik, pengertian kaul adalah: ”Kaul, yakni janji yang telah dipertimbangkan dan bebas mengenai sesuatu yang lebih baik dan terjangkau yang dinyatakan kepada Allah, harus dipenuhi demi keutamaan religi ” KHK, kan. 1191. Dengan mengikrarkan kaul para religius mempersembahkan diri kepada Allah dengan perantaraan Gereja dan digabungkan dalam ordo atau tarekat religius. Kaul yang diikrarkan oleh seorang anggota lembaga religius dan menyangkut hidup dalam kemurnian, kemiskinan dan ketaatan untuk seumur hidup. Kaul-kaul yang diucapkan para religius merupakan tantangan yang terus menerus, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Melalui kaul-kaul, hidup kaum religius diarahkan kepada pewartaan kabar baik. Para religius mewujudkan hidup hariannya melalui ketiga kaul, dengan berkomitmen dan pemberian diri yang total kepada Allah Dengan demikian dalam menghayati ketiga kaul ini, para religius lebih bebas melaksanakan karya cinta kasih kepada sesama. a. Hidup Doa Setiap komunitas religius akan selalu diwarnai dengan hidup doa. Seorang religius secara terus menerus hidup tanpa doa akan mengalami kekeringan dalam hidup, tidak bersemangat dan tidak membawa kebahagiaan dalam hidupnya Setiap komunitas religius perlu mengatur jadwal doa sedemikian rupa seperti doa-doa ibadat harian, rekoleksi, retret, penyembahan Sakramen Maha Kudus, devosi- devosi tertentu, doa rosario maupun doa-doa lain yang dapat dilakukan baik 43 secara pribadi maupun secara bersama. Dengan demikian semua anggota komunitas dapat hidup dengan baik dan mengalami persatuan yang akrab dengan Allah dan mampu menjalin relasi yang akrab dengan sesama anggota komunitas maupun sesama di luar komunitas. b. Hidup Berkomunitas Hidup religius adalah hidup dalam komunitas karena hidup religius hanya dapat diwujudkan lewat dan dalam komunitas. Sebagai religius hidup bersama dalam komunitas merupakan suatu hal atau unsur yang sangat penting. Dengan hidup bersama dalam komunitas setiap anggota komunitas diharapkan untuk saling melengkapi satu sama lain yang dilandasi dengan semangat persaudaraan. Seorang religius harus mampu untuk hidup dalam komunitas dan memiliki semangat persaudaraan. Komunitas harus sungguh-sungguh merupakan komunitas iman dengan ikatan hidup komunitas yaitu cinta kasih Kristus. Persatuan dalam komunitas berpusat pada kehendak Bapa yang mengumpulkan kita menjadi satu. Hidup komunitas diwujudkan dalam perjuangan bersama juga tidak terlepas dari perjuangan secara pribadi untuk mewujudkan kehendak Bapa dalam bimbingan Roh Kudus. Anggota komunitas terdiri dari pribadi-pribadi yang berbeda dipanggil Kristus untuk hidup bersama dengan-Nya dan melaksanakan karya-Nya. Dengan demikian setiap anggota komunitas hendaknya memberikan kesaksian kepada sesama tentang kehadiaran Allah yang penuh cinta kasih. Ketiga ciri khas hidup religius yaitu hidup kaul, hidup doa dan hidup berkomunitas menjadi suatu kesatuan untuk dapat hidup dalam komunitas religius yang sejati dalam 44 mewartakan cinta kasih Allah kepada semua orang. Dengan demikian ketiga ciri khas hidup religius yaitu hidup berkaul, hidup doa dan hidup berkomunitas menjadi tanggung jawab setiap anggota komunitas untuk dapat mengikuti Kristus secara bebas dan total.

B. Dasar Hidup Komunitas Religius 1. Dasar Hidup Komunitas dalam Kitab Suci

Manusia, adalah makhluk sosial, yang sebenarnya tidak dapat hidup sendiri Kita membutuhkan sesama untuk saling melengkapi satu sama lain, saling mengenal, saling mendukung serta saling menghargai sebagai saudara dan sebagai satu keluarga Allah. Mengalami komunio atau persatuan dengan Tuhan dan sesama menjadi tanda-tanda yang mengawali perkembangan kekristenan perdana, seperti tertulis dalam kitab suci. Dalam Kis 2:44-47 dikatakan bahwa: Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. Kehidupan jemaat perdana diwarnai dengan semangat kasih persaudaraan, hal ini sesuai dengan amanat Yesus dalam Injil Yoh 15:12 bahwa, “Inilah perintah- Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu”. Untuk melihat satu sama lain sebagai saudara dan saudari adalah tradisi religius lama yang kita bagikan. Sejak awal, para rasul sudah membentuk hidup bersama 45 atau hidup berkomunitas. Dengan hidup bersama, mereka saling menerima dan mencoba untuk berbagi apa saja yang telah mereka terima dan miliki. Sikap menghargai satu sama lain melalui tutur kata dan perilaku melambangkan adanya persaudaraan di dalam komunitas. Tanpa adanya sikap saling menghargai satu sama lain, mustahil akan terwujud persaudaraan yang jujur dan tulus persaudaraan tanpa kepura-puraan dan kecurigaan. Kebersamaan atau persaudaraan yang bertumbuh dan berkembang dalam cinta merupakan tujuan terdalam dari setiap anggota dalam komunitas, yaitu cinta kepada Tuhan, cinta kepada sesama dan cinta akan diri sendiri. Dengan itu kehidupan bersama menjadi tempat kita berbagi melalui berbagai macam anugerah yang kita terima. Kita saling berbagi anugerah, diantarnya: kebahagian, waktu, talenta, milik, pengalaman iman, kerasulan, humor, tugas dan tanggung jawab, juga saling menanggung dan mengatasi kelemahan, kegagalan dan keterbatasan. Kita juga perlu belajar untuk menerima dan mencintai perbedaan sebagai suatu kekayaan, saling belajar satu sama lain dan menjadi sarana untuk membangun kekuatan. Sebagaimana satu tubuh terdiri atas berbagai macam anggota yang saling melengkapi dan tak terpisahkan satu sama lain, demikian pula dalam hidup bersama, satu sama lain saling melengkapi dari keanekaragaman yang ada 1 Kor 12:12-31. Komunitas kaum religius terbentuk dari berbagai macam pribadi, namun disatukan oleh kasih llahi. Hal ini menuntut dari setiap pribadi kesetiaan dan kreatifitas untuk tetap berada dalam kebersamaan, persaudaraan dan kesatuan serta rasa tanggung jawab. Setiap orang menyumbang sikap hati yang tulus dalam berbagi hidup, pengertian dan saling membantu.“Semua orang yang telah menjadi 46 percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama” Kis 2:44. Setiap anggota hendaknya penuh perhatian terhadap sesama dan pada saat mendapat kesulitan, kurang mendapat motivasi dari orang lain dan sebagainya. Setiap anggota berusaha menawarkan dukungan bagi anggota lain menciptakan suasana kasih dan damai bagi saudara yang sedang mengalami kesusahan karena kesulitan dan cobaan-cobaan yang dialami. Hal ini juga seperti ditegaskan oleh rasul Petrus ketika memberikan pesan kepada jemaat-jemaatnya “Hendaklah kamu seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati ” 1 Ptr 3:8.

2. Dasar Hidup Komunitas Religius

Hidup bakti religius biasanya dihayati dengan dan dalam kesatuan dengan Gereja. Hidup religius merupakan persembahan diri yang bebas dan total kepada Allah, melalui Gereja dalam persekutuan komunitas Apostolik. Pembaktian diri secara gerejawi diterima dan disyahkan oleh Gereja, sebab Gereja sendiri sadar bahwa hidup religius merupakan anugerah hidup Allah sendiri bagi Gereja. Dengan demikian hidup religius harus merupakan pelayanan kepada Gereja dengan tugas-tugasnya yaitu menegakkan kerajaan Allah, masing-masing menurut kharisma dan panggilannya LG, art. 45. Hidup religius di dalam Gereja merupakan anugerah Roh Kudus kepada Gereja, demi pelayanan kepada Gereja dan masyarakat. Sebagai anugerah yang nyata kepada Gereja, hidup religius mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Hal pokok yang menjadi dasar hidup religius ialah mengikuti Kristus dengan jalan hidup Yesus sendiri yang ditandai dengan kemurnian, kemiskinan dan ketaatan. Hidup religius nyata dalam