Jenis Uji Toksisitas Toksisitas

karsinogenik jika senyawa tersebut dapat menginduksi karsinoma pembentukan tumor. Uji ini memerlukan biaya yang banyak dan waktu yang lama.

1.3 Evaluasi Uji Toksisitas

Penelitian jangka pendek yang menyeluruh akan memberikan informasi toksisitas senyawa uji dalam kaitannya dengan organ sasaran, efek pada organ tersebut dan hubungan dosis – efek dan dosis – respons. Evaluasi hasil uji toksisitas dilakukan pengamatan umum, pengamatan parameter klinik, dan pemeriksaan setelah kematian.

1.3.1 Pengamatan Umum

Secara umum dilakukan pengamatan pada penampilan, perilaku dan aktivitas motorik, serta semua abnormalitas hewan uji sebelum dan sesudah proses uji toksisitas. Berat badan dan konsumsi makanan selama proses uji toksisitas perlu diperhatikan. Berkurangnya pertambahan berat badan merupakan indeks efek toksik yang sederhana namun cukup sensitif. Konsumsi makanan yang nyata berkurang dapat memperberat manifestasi toksik senyawa uji.

1.3.2 Pengamatan Parameter Klinik

Hasil pengujian di laboratorium klinik diperlukan untuk membantu membuat diagnosis dan memantau toksisitas yang terjadi. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan hematologi meliputi parameter kadar hemoglobin, jumlah sel eritrosit, leukosit, dan trombosit, serta hematokrit. Dilakukan pula uji biokimia darah dan analisis urin. a. Hematologi Pemeriksaan hematologi dapat memberikan informasi efek yang disebabkan senyawa uji terhadap darah dan jaringan pembentuk darah. Darah terdiri atas sel-sel dan cairan yang terdapat dalam sistem sirkulasi tertutup, mengalir secara teratur dalam satu arah, didorong terutama oleh kontraksi jantung yang berirama. Darah terdiri dari sel darah merah eritrosit, sel darah putih leukosit, dan trombosit, serta plasma yang merupakan cairan tempat sel-sel darah itu terendam. Jika darah dikeluarkan dari sistem sirkulasi, darah akan membeku dan cairan kuning bening yang disebut serum memisah dari koagulum. Darah yang ditampung dan dicegah pembekuan dengan menambahkan antikoagulan akan memisah bila disentrifuga membentuk lapisan- lapisan. Hematokrit adalah perkiraan volume eritrosit padat per satuan volume darah. Volume hematokrit normal tikus 36-50,6. Sedangkan volume darah normal tikus 60 mLkg. Zutphen, 1993; Mitruka, 1981. Eritrosit tidak mempunyai inti, mengandung hemoglobin yang merupakan protein pembawa oksigen. Anemia adalah kondisi patologis yang ditandai oleh konsentrasi hemoglobin darah di bawah normal, berhubungan dengan pengurangan jumlah sel darah merah. Atau dapat pula jumlah sel normal namun jumlah kandungan hemoglobinnya kurang anemia hipokrom. Anemia dapat disebabkan pendarahan atau produksi sel darah merah oleh sum-sum tulang tidak cukup. Penetapan kadar hemoglobin dapat dilakukan dengan metoda Sahli. Metoda ini menggunakan cara kolorimetrik visual. Hemoglobin dalam hemometer diubah menjadi hematin asam dengan penambahan HCl 0,1N, kemudian warna yang terjadi dibandingkan secara visual dengan standard pada alat tersebut. Kadar hemoglobin normal tikus adalah 11-20 g100 mL Zutphen, 1993; Mitruka, 1981. Jumlah sel darah merah dihitung menggunakan hemositometer dan mikroskop. Darah diencerkan dengan natrium sitrat 0,1M, kemudian dimasukkan ke dalam kamar hitung. Jumlah eritrosit dihitung dalam volume tertentu, dengan menggunakan faktor konversi jumlah eritrosit dapat diperhitungkan. Jumlah sel darah merah normal tikus 6,76-9,20 x10 6 mm 3 Mitruka, 1981. Sel darah putih leukosit bukan merupakan komponen dengan jumlah yang selalu tetap dalam darah. Sel darah putih bermigrasi ke jaringan tempat melakukan berbagai fungsinya. Leukosit berperan dalam pertahanan selular dan humoral dari organisme terhadap materi asing. Jumlah leukosit dihitung menggunakan hemositometer dan mikroskop. Darah diencerkan menggunakan larutan Turk yang mengandung asam asetat dan gentian violet membentuk warna ungu muda. Gentian violet berguna untuk memberikan warna pada inti dan granula leukosit. Jumlah leukosit normal tikus 6,60-12,60 x10 6 mm 3 Mitruka, 1981. Jumlah trombosit dihitung menggunakan hemositometer dan mikroskop. Darah diencerkan dengan larutan ammonium oksalat 1, yang ditujukan untuk melisiskan eritrosit. Jumlah trombosit normal tikus 1,5-4,6 x10 6 mm 3 Mitruka, 1981. b. Uji Biokimia Darah Laju distribusi ke setiap organ tubuh berhubungan dengan aliran darah. Volume aliran darah di hati dan ginjal paling tinggi, sehingga organ tersebut paling banyak terpapar senyawa toksikan. Selain itu, fungsi metabolisme dan eksresi pada organ tersebut besar, sehingga keduanya lebih peka terhadap toksikan. Dengan mengetahui biokimia darah maka dapat diketahui keadaan organ tubuh terutama fungsi hati dan ginjal. Pada penelitian ini uji biokimia darah yang dilakukan adalah penentuan kadar glukosa, kreatinin, BUN, SGOT, SGPT, LDL, trigliserida, HDL, protein total, albumin, dan kolesterol. c. Urinalisis Urin merupakan jalur utama eksresi sebagian besar senyawa toksikan, sehingga ginjal mempunyai volume aliran darah yang tinggi, mengkonsentrasi toksikan pada filtrat dan membawa toksikan melalui sel tubulus. Karena itu ginjal merupakan organ sasaran utama dari efek toksik. Pemeriksaan urin selain dapat memberikan data mengenai ginjal dan saluran urin, juga mengenai fungsi berbagai organ dalam tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, korteks adrenal dan lain- lain. Perlu diperhatikan waktu pengumpulan sampel urin. Urin kumpulan sepanjang 24 jam mempunyai susunan yang tidak banyak berbeda dari susunan urin 24 jam berikutnya. Tetapi sampel urin yang diambil pada saat tertentu di waktu siang atau malam, dapat memberikan susunan urin yang berbeda. Analisis urin meliputi warna, berat jenis, pH, dan suhu.

2.3.3 Pemeriksaan Setelah Kematian

Pada akhir pengujian semua hewan uji dikorbankan dan diperiksa patologinya secara makroskopis, jika keadaan jaringan memungkinkan, dilakukan pula pemeriksaan histologi. Selain itu, berat beberapa organ, baik dalam nilai absolut maupun relatif terhadap berat badan harus diukur, karena ini merupakan indikator yang berguna bagi toksisitas. Pemeriksaan ini akan menghasilkan informasi toksisitas senyawa uji dalam kaitannya dengan efek pada organ sasaran. Informasi tersebut dapat memberikan petunjuk tentang jenis penelitian khusus lainnya yang perlu dilakukan.

Dokumen yang terkait

Efek Antiinflamasi Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian In Vivo)

4 99 95

Efek Analgesik Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) Terhadap Inflamasi Pulpa pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian in vivo)

7 103 91

Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale var. amarum) dengan GC-MS dan Uji Antioksidan Menggunakan Metode DPPH

32 249 106

Uji Antimutagenik Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K. Schum) Pada Mencit Jantan Yang Diinduksi Dengan Monosodium Glutamat (MSG)

12 118 94

Efek Penyembuhan Luka bakar dari Ekstrak Buah Mengkudu (morinda citrifolia l.) Dalam Sediaan Gel pada Kelinci

12 88 89

Pengaruh Pemberian Ekstrak Metanol Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Plasma dan Otot Gastroknemius Mencit Sebelum Latihan Fisik Maksimal

1 39 73

Pengaruh Ekstrak Buah Morinda Citrifolia Linn Terhadap Kualitas, Kuantitas Sperma Dan Kadar Malondialdehyde Testis Tikus Wistar Diabetes Mellitus

4 79 95

Identifikasi Komponen Kimia Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit (Zingiber officunale Rosc.) Dan Uji Aktivitas Antibakteri

15 125 67

Uji Efek Antiinflamasi Dari Kombinasi Ekstrak Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.)Dan Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) Dalam Sediaan Topikal Pada Mencit Jantan

17 119 74

Efek Antimikroba Ekstrak Etanol Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.) terhadap Enterococcus faecalis.

0 1 17