3 Kandungan buah mengkudu antara lain skopoletin, morindin, morindon, asam
oktanoat, kalium, terpenoid, alkaloid, antrakuinon, -sitosterol, karoten, glikosida flavon, asam linoleat, alizarin, asam amino, akubin, L-asperulosid, asam kaproat, asam
kaprilat, asam ursolat glukosa, dan eugenol. Penggunaan buah mengkudu antara lain sebagai anthelmintik, pelembut kulit,
ekspektoran, antipiretik, antiseptik, antituberkulosis, dan antihipertensi. Ditjen POM, 1997; Heyne, 1987; Bangun, 2002
1.1.2 Tanaman Jahe Gajah Zingiber officinale Rosc.
Tanaman jahe dikenal dalam tiga varietas yaitu jahe gajah Zingiber officinale Rosc., jahe merah Zingiber officinale Rosc. Var sunti val, dan jahe emprit Zingiber
officinale var. Amarum. Ketiganya dapat dibedakan berdasarkan karakteristik
morfologinya Ditjen POM, 1997; Heyne 1987; Farry, 2005. Jahe gajah berupa terna berbatang semu, tinggi 0,3 – 1 m, rimpang bila
dipotong berwarna kuning. Daun semprit, panjang 15-23 mm, lebar 8-15 mm, berbentuk lidah dan memanjang. Rimpang jahe gajah lebih besar dan mengembung
dari pada varietas lainnya, aromanya kurang tajam dan rasanya kurang pedas. Gambar dapat dilihat pada Lampiran A, Gambar 1.3.
Kandungan utama dari jahe adalah gingerol, zingiberol, zingiberen, zingeron, terpen, felandren, dekstrokamfen, seskuiterpen zingiberen, resin, dan amilum. Jahe
banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia karena khasiatnya yang banyak antara lain sebagai obat sakit kepala, rematik, masuk angin, antiemetik, keseleo, bengkak,
demam, antituberkulosis, nyeri dada, batuk, dan diare Heyne, 1987; Farry, 2005.
1.2 Toksisitas
Salah satu tujuan terpenting toksikologi ialah memberikan keterangan sehingga kerugian kesehatan manusia dan lingkungan akibat senyawa beracun dapat dicegah
atau dibatasi Koeman, 1987.
1.2.1 Latar Belakang Sejarah
Seiring perkembangan zaman, manusia semakin sadar tentang pentingnya kesehatan diri, maka keamanan bahan-bahan yang dikonsumsi perlu diperhatikan.
Toksikologi merupakan kajian tentang hakikat dan mekanisme efek toksik berbagai
bahan terhadap makluk hidup dan sistem biologi lainnya. Tosikologi lebih ditujukan untuk mendeteksi resiko keracunan pada manusia baik resiko yang telah diketahui
maupun yang masih menjadi dugaan. Uji toksisitas sangat penting untuk mencegah resiko akibat pemaparan senyawa tertentu pada manusia.
Faktor penting yang mempengaruhi keamanan suatu senyawa adalah jumlah dosisnya, maka dilakukan suatu penelitian hubungan antara dosis kadar tertentu dan
respon biologi yang dihasilkannya.
1.2.2 Jenis Uji Toksisitas
Pada umumnya metode uji toksisitas dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu, uji toksisitas yang dirancang untuk mengevaluasi seluruh efek umum suatu senyawa,
dan uji yang dirancang untuk mengevaluasi secara rinci tipe toksisitas spesifik Hayes 2001; Loomis, 1987; Lu, 1995.
Uji toksisitas umum meliputi : a. Uji toksisitas akut.
Uji Toksisitas akut dilakukan dengan memberi senyawa yang sedang diuji sebanyak satu kali atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam, kemudian diamati
selama 14 hari. Penelitian ini dirancang untuk menentukan dosis letal median LD
50
, selain juga dapat menunjukkan organ sasaran yang mungkin dirusak dan efek toksik
spesifiknya, serta memberikan petunjuk tentang dosis yang sebaiknya digunakan dalam pengujian yang lebih lama.
Senyawa yang mempunyai toksisitas akut yang rendah, tidak diperlukan penentuan LD
50
secara tepat, cukup informasi bahwa dosis yang cukup besar menyebabkan hanya sedikit kematian, atau bahkan tidak menyebabkan kematian
EPA,1988. Pandangan ini diterima oleh Joint FAOWHO Expert Committee on Food Additives WHO, 1966.
b. Uji Toksisitas Subkronis Uji toksisitas subkronis dilakukan untuk mengevaluasi efek senyawa, apabila
diberikan kepada hewan uji secara berulang-ulang. Biasanya diberikan senyawa uji setiap hari selama kurang lebih 10 dari masa hidup hewan, yaitu 3 bulan untuk tikus
dan 1-2 tahun untuk anjing.
Uji toksisitas sub kronis menyangkut evaluasi seluruh hewan untuk mengetahui efek patologi kasar dan efek histologi. Uji ini dapat menghasilkan
informasi toksisitas zat uji yang berkaitan dengan organ sasaran, efek pada organ itu, dan hubungan dosis efek dan dosis respons. Informasi tersebut dapat memberi
petunjuk jenis penelitian khusus lainnya yang perlu dilakukan.
c. Uji Toksisitas Kronis Uji toksisitas kronis dilakukan dengan memberikan senyawa uji berulang-
ulang selama masa hidup hewan uji atau sebagian besar masa hidupnya, misalnya 18 bulan untuk mencit, 24 bulan untuk tikus, dan 7-10 tahun untuk anjing dan monyet.
Pada uji toksisitas kronis ini dilakukan evaluasi patologi lengkap.
Uji toksisitas selektif antara lain : a. Uji Teratogenitas
Uji teratogenitas adalah suatu pengujian untuk memperoleh informasi adanya abnormalitas fetus yang terjadi karena pemberian suatu zat dalam masa perkembangan
embrio. Informasi tersebut termasuk abnormalitas bagian luar, jaringan lunak dan kerangka fetus. Pada pengujian ini senyawa uji dalam beberapa tingkat dosis diberikan
kepada beberapa kelompok hewan percobaan selama paling sedikit masa organogenesis dari kehamilan, satu dosis untuk satu kelompok. Sesaat sebelum waktu
melahirkan, uterus diambil dan dilakukan evaluasi terhadap fetus.
b. Uji Mutagenitas Uji mutagenitas adalah uji yang dilakukan untuk memperoleh informasi
mengenai kemungkinan terjadinya efek mutagenik suatu senyawa. Efek mutagenik merupakan efek yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sifat genetika sel tubuh
makhluk hidup.
c. Uji Karsinogenitas Uji karsinogenitas dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai efek
korsinogenik suatu senyawa pada hewan percobaan. Suatu senyawa bersifat