Waktu dan Lokasi Penelitian Karakteristik Sapi Perah Fries Hollands FH

I - 9 ransum akan dapat meningkatkan kualitas ransum sapi perah, yang akan berdampak pada peningkatan kuantitas dan kualitas hasil, serta mampu menekan jumlah penggunaan konsentrat, serta dapat disimpan sebagai cadangan pakan dimusim kemarau. Perbaikan tingkat produksi susu disertai dengan peningkatan kualitas akan membawa pengaruh pada total penerimaan dari hasil penjualan susu meningkat, sedangkan pengurangan penggunaan konsentrat akan menghemat biaya pakan. Dengan demikian substitusi Kaliandra pada ransum sapi perah akan mampu memberikan pengaruh pada peningkatan pendapatan peternak. Secara ringkas kerangka pemikiran ini dapat dilihat pada Ilustrasi 1- 1.

1.4. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Kampung Sekepaku, Desa Haur Gombong, Kecamatan Pamulihan. Merupakan kelompok peternak sapi perah ”Harapan Jaya” anggota KSU Tandangsari, Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. I - 10 Ilustrasi 1. Peningkatan Pendapatan Usahaternak Sapi Perah Rakyat Melalui Pemanfaatan Daun Kaliandra Rumput Konsentrat Kaliandra Ransum Sapi Perah K u a lit a s S u su K u a n ti ta s S u su P en g h em a ta n B ia y a K o n se n tr a t Peningkatan Nilai Penjualan Susu Peningkatan Pendapatan II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Sapi Perah Fries Hollands FH

Sapi Fries Hollands merupakan salah satu bangsa sapi perah yang paling banyak dipelihara di Indonesia baik di perusahaan peternakan maupun peternakan kecil. Sapi perah ini berasal dari daerah propinsi Friesland Barat dan Holland Utara. Menurut sejarahnya, nenek moyang bangsa sapi Fries Hollands berasal dari Bos taurus yang mendiami daerah beriklim sedang di dataran Eropa. Nama lain dalam bahasa Inggris untuk sapi perah Fries Hollands adalah Holstein Friesian atau Holstein Blakely dan Bade, 1985; Pane, 1986. Ciri-ciri sapi perah FH yaitu rambut ujung ekor dan lutut ke bawah berwarna putih dengan tubuh hitam bercak putih. Di dahi kadang-kadang terdapat tanda segi tiga putih. Tanda lainnya ialah dada dan perut bawah berwarna putih dengan tanduk kecil menjurus ke depan. Selain hitam putih ada pula sapi FH yang berwarna merah bercak putih yang disebut Brown Holstein. Sapi perah FH bertubuh besar. Standar bobot badan sapi perah betina dewasa berkisar antara 570-730 kg sedangkan sapi jantan dewasa berkisar antara 800-1000 kg Siregar, 1992. Sapi betina memiliki sifat tenang, dan sifat reproduktifnya bagus. Dara dikawinkan pertama kali umur 18-21 bulan dan beranak umur 28-30 bulan. Pertumbuhan tubuh maksimum dicapai pada umur 7 tahun dengan kisaran 6-8 tahun. Berat pedet baru dilahirkan antara 25-45 kg atau sebesar 10 dari berat induk Bath dkk., 1978; Ensminger, 1980. Pertumbuhan pedet dapat mencapai 0,9 kg per hari sehingga baik untuk penghasil daging Pane, 1986. Sapi perah FH pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1891 dan dibawa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi susu orang Belanda. Lambat laun sapi tersebut bertambah banyak dengan didatangkannya sapi baru sementara yang sudah ada II - 2 berkembang biak Sudono dan Sutardi, 1969; Sutardi, 1980. Sapi Fries Hollands murni dipelihara di Jawa Barat tepatnya di daerah Cisarua dan Lembang tahun 1900. Dan, dari daerah ini sapi Fries Hollands menyebar ke daerah lain Jawa Barat. Sejak disebarnya sapi perah Fries Hollands di beberapa daerah Indonesia khususnya di Pulau Jawa terjadi perkawinan yang tidak terencana sapi Fries Hollands dengan sapi lokal Siregar, 1992. Kemudian, didatangkanlah sapi jenis baru seperti Sahiwal Cross Sutardi, 1980.

2.2. Produksi Susu Sapi Fries Hollands