memainkan peranan penting dalam menentukan proporsi Dharsono Sony Kartika, 2004:64.
B. Wayang Kulit.
Wayang kulit purwa adalah wayang yang berbahan kulit yang membawakan cerita yang bersumber dari mahabarata dan Ramayana Mikke Susanto,
2011:437. Menurut Wiwien Widyawati R 2009, Melihat sebuah pertunjukan wayang,
sebenarnya yang dilihat adalah pertunjukan lakon. Oleh karena itu, kedudukan lakon dalam pakeliran sangat penting sifatnya. Melalui garapan lakon, terungkap
nilai-nilai kemanusiaan yang dapat memperkaya pengalaman kejiwaan. Dikalangan pedalangan pengertian Lakon sangat tergantung dengan konteks
pembicaraannya. Lakon dapat diartikan alur cerita, atau judul cerita, atau dapat diartikan sebagai tokoh utama dalam cerita Wiwien Widyawati R, 2009:434.
Selain itu lakon merupakan salah satu kosa kata bahasa Jawa, yang berasal dari kata laku yang artinya perjalanan atau cerita atau rentetan peristiwa. Jadi
lakon wayang adalah perjalanan cerita wayang atau rentetan peristiwa wayang. Perjalanan cerita wayang ini berhubungan dengan tokoh-tokoh yang ditampilkan
sebagai pelaku dalam pertunjukan sebuah lakon. Kemudian di dalam sebuah cerita wayang akan muncul permasalahan, konflik-konflik dan penyelesaiannya ini
terbentang dari awal sampai akhir pertunjukan jejer sampai dengan tancep kayon dengan wujud kelompok unit-unit yang lebih kecil yang disebut adegan. Unit
adegan yang satu dengan adegan yang lain, saling terkait, baik langsung maupun yang tidak langsung membentuk satu sistem yang disebut lakon
Mertosedono,1992:75.
Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan
sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih,
sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak blencong, sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan
wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang lakon, penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang
bayangannya tampil di layar. Secara umum wayang mengambil cerita naskah Mahabharata dan Ramayana, tetapi tak dibatasi hanya dengan pakem
tersebut, dalang bisa juga memainkan lakon carangan gubahan. Mikke Susanto 2011:436, mengatakan bahwa wayang sebagai boneka atau
sebentuk tiruan manusia atau hewan yang digunakan untuk memerankan tokoh, dalam sebuah pertunjukan drama tradisional, yang biasanya dimainkan oleh
seseorang yang disebut dalang. Wayang memberikan sejumlah alternatif pilihan tentang watak atau karakter
yang dapat dijadikan figur dalam hidup. Figur-figur baik dipersonifikasikan dalam tokoh seperti Rama dan tokoh jahat dipersonifikasikan dalam tokoh seperti
Rahwana dalam kisah Ramayana, atau tokoh-tokoh Pandawa sebagai personifikasi sifat baik dan tokoh-tokoh Kurawa sebagai personifikasi sifat jahat dalam kisah
Mahabarata. Di dalam pementasan, figur yang baik biasanya ditempatkan di sisi sebelah kanan dalang. Tokoh-tokoh yang dianggap baik, tidak selalu sempurna
kebaikannya, demikian pula tokoh yang dianggap jahat, tidak sepenuhnya tanpa kebaikan. Dalam konteks inilah individu dapat mengambil contoh mana yang baik
dan membuang mana yang jelek. Moralitas jawa selama ini telah menjadi sokoguru terhadap pekembangan kebudayaan jawa, sehingga kebudayaan Jawa
hingga saat ini tetap bisa berkembang dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
C. Metode Penciptaan dan Pendekatan 1.