79
BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA DALAM HAL MEREK DAGANG ASING
MEMPUNYAI PERSAMAAN PADA POKOKNYA ATAU KESELURUHANNYA DENGAN MEREK TERDAFTAR DI INDONESIA
A. Pengertian Persamaan Pada Pokoknya atau keseluruhannya termasuk oleh Pengadilan.
Hak khusus untuk memakai sesuatu merek tidak dibataskan kepada hak untuk memakai merek yang digunakan untuk membedakan barang-barangnya saja. Tetapi
hak khusus ini juga meliputi semua merek-merek yang sama pada pokoknya dengan merek tersebut. Dalam pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Merek 1961 dinyatakan
bahwa: “ Kepada yang berhak atas sesuatu merek diberikan kesempatan untuk mengajukan permohonan pernyataan pembatalan kepada Pengadilan Negeri di
Jakarta tentang pendaftaran merek yang dipandangnya sama pada pokoknya yang telah didaftarkan oleh orang lain untuk barang-barang yang sejenis.”
Dalam Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 dikatakan bahwa:
a. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang danatau jasa
yang sejenis; b. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek
yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang danatau jasa sejenis; c. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-
geografis yang sudah dikenal.
79
Universitas Sumatera Utara
80
Pasal 6 ini jelas tidak menginginkan adanya kekeliruan. Jadi, permohonan yang menyerupai itu harus ditolak oleh Direktorat Jenderal bersangkutan. Bagaimana
dalam praktek akan berlangsung ternyata masih ada yang “lolos” dan dalam hal demikian maka pihak yang berkepentingan dapat mengajukan keberatan.
70
Permasalahan yang timbul mengenai barang atau jasa sejenis dan merek yang sudah terkenal dalam masyarakat ini yang dapat menimbulkan problema. Persamaan
pada pokoknya ini secara keseluruhan adalah suatu penilaian menurut realita. Tentunya dalam hal ini apakah ada atau tidaknya persamaan pada pokoknya tidak
mungkin disejajarkan kedua merek bersangkutan tersebut secara sekaligus di hadapan orang yang harus memberikan penilaian. Oleh karena dalam prakteknya disaksikan
bahwa sesungguhnya dalam menghadapi masalah persamaan pokok ini, apakah dapat menimbulkan kekeliruan dari pihak konsumen atau salah sangka telah membeli
barang yang sudah terkenal padahal merek orang yang membonceng pada ketenaran dari merek bersangkutan.
71
Yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dan
merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi
ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut.
70
Sudargo Gautama IV, Undang-Undang Merek Baru Tahun 2001 Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002, hal. 50.
71
Ibid , hal. 51.
Universitas Sumatera Utara
81
Penolakan Permohonan yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan Merek terkenal untuk barang danatau jasa yang sejenis
dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai Merek tersebut dibidang usaha yang bersangkutan. Di samping itu, diperhatikan pula
reputasi Merek terkenal yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besar- besaran investasi di beberapa negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan
disertai bukti pendaftaran Merek tersebut di beberapa negara. Apabila hal-hal di atas belum dianggap cukup, Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga yang
bersifat mandiri untuk melakukan survei guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya Merek yang menjadi dasar penolakan.
72
Tujuan daripada Undang-Undang Merek pertama-tama ialah untuk mencegah kemungkinan timbulnya kekeliruan pada khalayak ramai tentang pemakaian merek
itu. Apabila sesuatu merek bersangkutan akan menimbulkan kekeliruan pada khalayak ramai, jika dipakai bagi barang-barang yang sejenis, maka dianggap ada
persamaan pada pokoknya.
73
Pemahaman semacam ini tidak akan kita dapatkan hanya dengan membaca formulasi dari isi pasal, tetapi kita harus menggali makna-makna positif yang berada
dibalik rumusan pasal tersebut. Menurut teori Rechtsvinding yang dimotori oleh Paul Scholten, bahwa didalam menerapkan suatu hukum tugas hakim tidak sekedar
menerapkan apa yang telah tertulis didalam rumusan undang-undang tetapi juga
72
Indonesia, Undang-Undang tentang Merek, Op.cit, Penjelasan Pasal 6 ayat 1 huruf a dan b.
73
Sudargo Gautama III, Op.cit , hal. 84.
Universitas Sumatera Utara
82
mencari, memilih, menilai, menimbang, menggali dan menemukan hukum yang setepat-tepatnya untuk diterapkan pada peristiwa konkret.
Menurut Prof. Abdul Gani Hakim, “Rechtsvinding itu sendiri adalah satu cara penemuan hukum untuk menentukan makna normatif yang ada dalam rumusan
azas legalitas dalam suatu bentuk undang-undang.” selanjutnya, memerlukan ini agar dapat mencari Ideal Norm norma ideal dalam suatu norma hukum yang tertulis
dalam suatu peraturan hukum dengan berbagai instrumen penemuan hukum yang ada.
74
Ketika hakim benar-benar memutus secara kaku sesuai dengan apa yang tersurat didalam rumusan Pasal maka akan menghasilkan putusan yang tidak adil bagi
kedua pihak. Padahal hukum itu dibuat untuk manusia, sehingga hukumlah yang harus disesuaikan dengan manusia dan bukan sebaliknya. Teori diatas juga
mengingatkan kita kepada pikiran progresif dari hakim agung Oliver Wendell Holmes, yang mengatakan bahwa “The Life of the law has not been logic, but
experience” . Didalam diktum yang kemudian menjadi sangat terkenal itu, Holmes
menolak logika sebagai satu-satunya standart atau ukuran dalam hukum, melainkan juga pengalaman.
75
Hal ini dapat diartikan bahwa alangkah lebih bijaknya jika para hakim juga mempertimbangkan beberapa yurisprudensi mengenai kasus-kasus yang
74
Abdul Gani Abdulah, Mahkamah Agung Perlu Reposisi Manajemen, Jakarta: Buletin Komisi Yudisial, 2006 , Hal. 52.
75
Satjipto Rahardjo II, Biarkan Hukum Mengalir, Jakarta: Kompas, 2007, Hal. 89-90.
Universitas Sumatera Utara
83
sama dalam memutuskan suatu perkara, sehingga diharapkan dapat tercipta kepastian hukum progresif.
Pengertian Hakim dalam Putusan merupakan yang menentukan ada atau tidaknya persamaan pada pokoknya. Sang Hakim dalam menunaikan tugasnya ini
umumnya memperhatikan kesan sifat umum daripada merek bersangkutan kepadanya dan juga kesan yang diberikan oleh merek bersangkutan atas publik atau khalayak
ramai secara sepintas lalu. Tetapi dalam melakukan hal ini, maka kiranya Hakim harus selalu ingat bahwa para pembeli dari barang-barang bersangkutan tidak seperti
sang Hakim yang harus mengadili perkara ini akan memperoleh kesempatan untuk menjejerkan kedua merek bersangkutan ini dihadapannya.
Dalam Pasal 6 ayat 2 dikatakan bahwa: “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dapat pula
diberlakukan terhadap barang danatau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan
lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah” Disini dinyatakan bahwa persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya bisa
pula dilakukan untuk barang atau jasa yang tidak sejenis. Dan ditambahkan lagi sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah PP. Sangat dinantikan bagaimana akhirnya akan diciptakan Peraturan Pemerintah ini. Dan apakah yang akan dijadikan sebagai pegangan. Inilah
Universitas Sumatera Utara
84
yang masih merupakan suatu bahan perbedaan paham. Karena di sini mencakup barang-barang yang tidak sejenis.
76
Dalam Memori Penjelasan Pasal 6 ini mengenai ayat 1 huruf a di nyatakan bahwa: “Yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya adalah kemiripan
yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dengan merek yang lain. Unsur-unsur ini dapat menimbulkan kesan adanya
persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antar unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat
dalam merek-merek tersebut.”
Adanya jurisprudensi yang dapat dipakai menurut penulis-penulis luar negeri Belanda yang mempersoalkan menangani masalah persamaan pada pokoknya ini.
Juga adanya, misalnya rekaman suara, inilah yang dapat dijadikan perbedaan pendapat apakah terjadi kesan persamaan. Dalam memori penjelasan dikatakan lebih
lanjut bahwa persamaan ini terletak di bidang lain, yaitu mengenai cara penempatan atau persamaan dari ucapan.
77
Dapat ditambahkan juga bahwa arti kata yang serupa dalam merek yang diucapkan atau dilafalkan dalam bahasa asing, dapat juga menimbulkan adanya ciri
persamaan. Dinyatakan lebih lanjut bahwa penolakan permohonan yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek terkenal, untuk barang
atau jasa dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut. Di samping itu, diperhatikan pula reputasi merek terkenal yang
diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya. Kemudian disertai bukti pendaftaran
76
Sudargo Gautama IV, Op.cit, hal. 51.
77
Ibid , hal. 52.
Universitas Sumatera Utara
85
merek tersebut di beberapa negara. Ini yang menunjukkan ciri-ciri merek terkenal. Apabila hal-hal di atas belum dianggap cukup maka Pengadilan Niaga dapat
memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survei guna memperoleh keputusan mengenai adatidaknya persamaan yang menjadi dasar
penolakan itu. Di sini dilibatkan misalnya Lembaga Konsumen mengenai persoalan apakah
merek ini sudah terkenal atau belum. Mengenai Pasal 6 ayat 2 huruf c ini dianggap dalam Memori Penjelasan cukup jelas. Pasal6 ayat 3 huruf a menyatakan apa yang
dimaksud dengan nama badan hukum. Ini adalah nama badan hukum yang digunakan sebagai merek dan terdaftar dalam Daftar Umum Merek.
Dalam Pasal 6 ayat3 dinyatakan bahwa permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut merupakan atau menyerupai orang
terkenal, foto atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan dari yang berhak. Dengan demikian, kalau memakai merek terkenal,
harus meminta izin dari pihak bersangkutan. Dalam Memori Penjelasan ditegaskan lebih lanjut bahwa yang dimaksud dengan nama badan hukum yang digunakan
sebagai merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek. Kemudian, huruf b yang dimaksud dalam lembaga nasional perkumpulan, masyarakat ataupun organisasi
sosial politik. Meskipun Undang-undang sudah mengatur ketentuan merek sedemikian rupa,
namun pada prakteknya sering timbul beberapa masalah dalam pemeriksan merek. Salah satu masalah yang paling menonjol adalah yang berkaitan dengan persamaan.
Universitas Sumatera Utara
86
Di dalam ketentuan pasal 6 ayat 1 huruf a disebutkan bahwa permohonan merek harus ditolak oleh Dirjen HKI apabila merek tersebut mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya dengan merek pihak lain yang sudah terdaftar lebih dulu
untuk barang dan atau jasa sejenis. Berikut ini adalah beberapa teori mengenai persamaan merek dan contoh-contoh merek yang dianggap sama dan tidak sama:
78
1. Persamaan keseluruhan elemen Persamaan keseluruhan elemen adalah standar untuk menentukan adanya
persamaan yang sesuai dengan doktrin entirentis similar. Dalam hal ini merek yang diminta untuk didaftarkan merupakan copy atau reproduksi merek orang
lain. Agar suatu dapat disebut copy atau reproduksi dari merek orang lain sehingga dapat dikualifikasi mengandung persamaan secara keseluruhan,
paling tidak harus memenuhi syarat-syarat :
79
1 Terdapat persamaan elemen merek secara keseluruhan; 2 Persamaan jenis atau produksi dan kelas barang atau jasa;
3 Persamaan wilayah dan segmen perusahaan; 4 Persamaan cara dan prilaku pemakaian;
5 Persamaan cara pemeliharaan; 6 Persamaan jalur pemasaran.
Syarat-syarat tersebut
diatas bersifat
kumulatif, sehingga
untuk menentukan adanya persamaan harus semuanya terpenuhi. Namun
demikian standar penentuan berdasarkan ajaran ini dianggap terlalu
78
Amalia Rooseno, Aspek Hukum tentang Merek, Mahkamah Agung RI dan Pusat pengkajian Hukum, 2004, hal. 32.
79
Budi Rahardjo, Perlukah Perlindungan HKI Bagi Negara Berkembang, Mahkamah Agung RI dan Pusat pengkajian Hukum , 2004, hal. 29.
Universitas Sumatera Utara
87
kaku dan tidak dapat melindungi kepentingan pemilik merek khususnya untuk merek terkenal.
2. Persamaan pada pokoknya Dalam penjelasan Pasal 6 ayat 1 UU No. 15 Tahun 2001,yang
dimaksud dengan persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu
dengan merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik dalam bentuk lukisan atau tulisan, cara penempatan yaitu unsur-unsur
yang diatur sedemikian rupa sehingga timbul kesan sama dengan merek orang lain, arti dan kombinasi
antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi dalam ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut.
Pengertian persamaan pada pokoknya yang diatur dalam penjelasan ini sesuai dengan doktrin nealy resembles, yang menganggap suatu merek
mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek orang lain jika pada merek tersebut terdapat kemiripan identical atau hampir mirip neal
resembles dengan merek orang lain, yang dapat
didasarkan pada
kemiripan gambar, susunan kata, warna atau bunyi. Menurut doktrin ini, persamaan pada pokoknya tidak mutlak ditegaskan pada persamaan doktrin
semua elemen merek dan tidak dituntut keras adanya jalur pemasaran yang sama. Faktor yang paling pokok dalam doktrin ini adalah bahwa pemakaian
merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya ini dapat menimbulkan kebingungan yang nyata actual confusion atau menyesatkan deceive
masyarakat konsumen. Seolah-olah merek tersebut berasal dari sumber atau produksi yang sama. Sehingga di dalamnya terlihat unsur itikad tidak baik
untuk membonceng ketenaran merek milik orang lain.
80
Permasalahan kedua yang timbul dalam pemeriksaan merek adalah bagaimana menerapkan ketentuan mengenai barang jasa jenis atau tidak
80
Amalia Rooseno, Op. cit, hal.38.
Universitas Sumatera Utara
88
sejenis. Dari bunyi pasal 6 ayat 1 a, untuk menentukan ada tidaknya suatu persamaan pada merek, selain ditentukan oleh mereknya sendiri, juga
ditentukan oleh jenis barang dan atau jasanya. Jika barang atau jasa yang hendak dilindungi oleh suatu merek yang sama dengan merek orang lain
berbeda, maka tidak dianggap tidak terpenuhi syarat persaman baik keseluruhan maupun pada pokoknya.
Suatu barang belum tentu dapat dikatakan sejenis dengan barang tertentu lainya
meskipun berada
dalam satu
kelas yang
sama. Demikian
sebaliknya, suatu barang bisa dikatakan sejenis dengan barang lainnya walaupun berada pada kelas yang berbeda, karena keterkaitan yang sangat
erat antara kedua barang tersebut. Sebagai contoh di dalam praktek kantor Merek, tepung dianggap sejenis dengan mie, karena mie dibuat dari bahan
yang sama dengan tepung. Padahal jika kita menelaah dari tujuan pemakaian tepung dan mie jelas berbeda.
Contoh lain, barang-barang yang berkaitan dengan dunia fashion, seperti perhiasan, pakaian garmen, sepatu, tas, dan sebagainya; jika melihat pada
klasifikasi jenis barang, masing-masing berada pada kelas yang berbeda. Padahal bukannya tidak mungkin, orang yang memproduksi pakaian dengan
merek tertentu juga memproduksi juga sepatu atau tas dengan merek yang sama, karena keterkaitan antara barang-barang tersebut dalam tujuan
pemakaian. Sehingga kalau tidak dapat dikatakan sejenis namun mempunyai keterkaitan yang sangat erat.
Universitas Sumatera Utara
89
Khusus untuk merek terkenal, perlindungan tidak hanya diberikan pada barang atau jasa sejenis, melainkan juga terhadap barang atau jasa
yang tidak sejenis. Jadi perlindungan terhadap merek terkenal mencakup jenis barangjasa yang lebih luas. Akan tetapi kriteria apa yang harus dipenuhi
sehingga suatu merek dapat dianggap terkenal. Reputasi yang bagaimana yang harus diperoleh sehingga merek menjadi terkenal. Hal ini dalam praktek
sering menimbulkan permasalahan, karena ketidak jelasan ketentuan perundang-undangan.
Sejauh ini batasan mengenai merek terkenal hanya berdasarkan kriteria penggolongan sebagai berikut:
81
1. Reputasi merek tersebut tidak harus terbatas pada produk tertentu atau
jenis produk, memiliki kualitas stabil, dari waktu ke waktu dapat dipertahankan di berbagai negara serta memiliki pendaftaran di beberapa
negara ;
2. Perlindungan diberikan dalam hubungan pemakaian secara umum dan
tidak hanya berhubungan dengan jenis barang-barang dimana merek tersebut didaftarkan ;
3. Faktor pengetahuan masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha
yang bersangkutan yang dapat diketahui dari adanya promosi yang dilakukan dengan gencar dan besar-besaran, adanya investasi di beberapa
Negara yang dilakukan oleh pemiliknya, disertai dengan adanya bukti pendaftaran merek tersebut di beberapa negara.
Ketiga permasalahan tersebut yakni mengenai persamaan merek dan jenis barang serta kriteria merek terkenal sering menimbulkan masalah dalam
pemeriksaan merek.
Selain karena
tidak adanya
ketentuan yang
81
Ibid, hal. 33.
Universitas Sumatera Utara
90
memberikan pedoman yang pasti pada pemeriksaan merek, juga karena sifatnya sangat subyektif, sehingga untuk menentukan ketiga hal tersebut
sangat bergantung pada penafsiran dan penilaian yang berbeda dari masing- masing individu. Keadaan ini menyebabkan munculnya putusan-putusan
Kantor Merek yang kurang konsisten mengenai kasus-kasus yang serupa. Dalam memutuskan Perkara Pencabutan Hak Merek “TOAST BOX” oleh
BreadTalk Pte. Ltd No: 02 Merek 2011 PN Niaga Medan, Majelis Hakim mempelajari uraian keseluruhan gugatan penggugat dan bukti bahwa
penggugat BreadTalk Pte. Ltd adalah pemilik asli atas merek TOAST BOX berdasarkan bukti-bukti berupa sertifikat yang dikeluarkan oleh Singapore
Trade Marks Act untuk kelas 30 dan 43 serta sertifikat yang dikeluarkan oleh Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia untuk
BreadTalk Pte. Ltd. Majelis Hakim menyatakan BreadTalk Pte. Ltd adalah pemilik satu-satunya merek TOAST BOX berdasarkan bukti-bukti tersebut.
Majelis Hakim juga menyatakan Tergugat Frangky Chandra adalah pemohon merek TOAST BOX yang beritikad tidak baik beritikad buruk
berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Dalam Penjelasan Pasal 4 Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
dikemukakan bahwa: “Pemohon yang beritikad baik adalah Pemohon yang mendaftarkan
Mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng, meniru atau menjiplak ketenaran merek pihak lain demi
kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain itu atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh atau menyesatkan
Universitas Sumatera Utara
91
konsumen. Contohnya Merek dagang A yang sudah dikenal masyarakat secara umum sejak bertahun-tahun ditiru demikian rupa sehingga
memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek dagang A tersebut. Dalam contoh itu sudah terjadi itikad tidak baik dari
peniru karena setidak-tidaknya patut diketahui unsur kesengajaannya dalam meniru merek dagang yang sudah dikenal tersebut.
B. Penyelesaian Sengketa Merek Dagang Asing yang mempunyai Persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek Terdaftar.
1. Penyelesaian Hukum Perdata
Sebagai aturan umum, pada saat pemilik merek dapat membuktikan bahwa mereknya telah dilanggar maka pengadilan akan memerintah pelanggar untuk
memberi kompensasi kepada pemilik merek atas kerugian yang nyata-nyata diderita sebagai akibat adanya pelanggaran.
82
Sanksi yang diberikan berdasarkan gugatan pemilik merek karena adanya pelanggaran merek yang terjadi. Dalam KUH Perdata
Pasal 1365 telah diatur tentang perbuatan melanggar hukum tersebut yaitu: “Bahwa terhadap tiap-tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa
kerugian kepada seseorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Sejalan hal tersebut, di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Pasal 76 ayat 1 disebutkan bahwa: Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan
gugatan berupa ganti rugi danatau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut. Gugatan dapat diajukan kepada
Pengadilan Niaga Pasal 76 ayat 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001.
82
Budi Santoso, Butir-Butir Berserakan Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, Desain Industri
, Bandung: Mandar Maju, 2005, hal. 145.
Universitas Sumatera Utara