Pengertian Merek Asing TRIPs- WTO

41 Terkait dengan isu pembatalan merek oleh pengadilan, pemegang hak atas merek juga berhak atas ganti kerugian. Dasar hukum menyangkut gugatan atas pelanggaran merek diatur dalam Pasal 76 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 yang meliputi: gugatan ganti rugi dan penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek yang disengketakan. Namun, aplikabilitas kaidah Pasal 76 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tersebut sangat sempit, yaitu hanya sebagai dasar mengajukan gugatan oleh pemilik merek terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa sejenis. Meskipun Pasal 76 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tidak mengatur tentang merek untuk barang atau jasa tidak sejenis maupun merek terkenal, kaidah dalam pasal tersebut dapat diberlakukan secara analogi terhadap merek untuk barang atau jasa tidak sejenis maupun untuk merek terkenal.

C. Pengertian Merek Asing

Menurut batasan yuridis beberapa sarjana ada juga memberikan pendapatnya mengenai pengertian merek, yaitu: 1. Sudargo Gautama 1997, mengatakan bahwa perumusan pada Paris Convention , suatu Trademark atau merek pada umumnya didefinisikan sebagai suatu tanda yang berperan untuk membedakan barang- barang dari suatu perusahaan dengan barang- barang dari perusahaan lain. 2. R. M. Suryodiningrat 1980, mengatakan bahwa barang-barang yang dihasilkan oleh pabrik dengan dibungkus dan pada bungkusnya itu dibubuhi tanda tulisan atau perkataan untuk membedakan dari barang sejenis hasil perusahaan lain, tanda inilah yang disebut merek perusahaan. 3. M. N. Purwosutjipto 1991: 88, mengatakan bahwa Merek itu ada dua macam, yaitu merek perusahaan atau merek pabrik dan merek perniagaan. Universitas Sumatera Utara 42 Merek perusahaan atau merek pabrik fabrieks merk, factor mark adalah merek yang dilekatkan pada barang oleh si pembuatnya pabrik. Sedangkan merek perniagaan handelsmerk, trade mark adalah merek yang dilekatkan pada barang oleh pengusaha perniagaan yang mengedarkan barang itu. 4. Prof. R Soekardono, S. H., mengatakan bahwa merek adalah sebuah tanda Jawa: ciri atau tengger dengan nama dipribadikan sebuah barang tertentu, di mana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain. 5. Mr. Tirtaamidjaya yang mensitir pendapat Prof. Vollmar, mengatakan bahwa “suatu merek pabrik atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang dibubuhkan di atas barang atau di atas bungkusannnya, guna membedakan barang itu dengan barang – barang yang sejenis lainnya.” 6. Drs. Iur Soeryatin, mengemukakan rumusannya dengan meninjau merek dari segi aspek fungsinya dengan mengatakan bahwa “suatu merek dipergunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan dari barang sejanis lainnya oleh karena itu, barang yang bersangkutan dengan diberi merek tadi mempunyai: tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya.” 7. Essel R. Dillavou, mengatakan bahwa “No complete definition can be givefor a trade mark generally it is any sign, symbol mark, work or arrangement of word in the form of a label adopted and used by a manufacturer of distributor to designate his particular goods, and which no other person has the legal right to use it.Originally, the sign or trade mark, indicated origin, but to day it is used more as an advertising mechanism.” 8. Harsono Adisumarto, S. H., MPA, menyatakan bahwa merek adalah tanda pengenal yang membedakan milik seseorang dengan milik orang lain, seperti pada pemilikan ternak dengan memberi tanda cap pada punggung sapi yang kemudian dilepaskan di tempat penggembalaan bersama yang luas. Cap seperti itu memang merupakan tanda pengenal untuk menunjukkan bahwa hewan yang bersangkutan adalah milik orang tertentu. Biasanya, untuk membedakan tanda atau merek digunakan inisial dari nama pemilik sendiri sebagai tanda pembedaan. 9. Philip S. James MA, sarjana Inggris mengatakan “A trade mark is a mark used in conextion with goods which a trader uses in order to tignity that a certain type of good are his trade need not be the actual manufacture of goods, in order to give him the right to use a trade mark, it will suffice if they marely pass through his hand is the course of trade.” Salah satu prinsip terpenting dari Konvensi Paris adalah tentang persamaan perlakuan yang mutlak antara orang asing dengan warga negara sendiri. Prinsip Universitas Sumatera Utara 43 “National Treatment” atau prinsip assimilasi Principle Of Assmilation yaitu bahwa seorang warga negara dari suatu negara peserta UNI, akan memperoleh pengakuan dan hak-hak yang sama seperti seorang warga negara dimana mereknya didaftarkan. 43 Prinsip perlakuan yang sama ini dimaksudkan untuk melindungi merek asing yang didaftarkan di negara peserta Konvensi Paris termasuk Indonesia. Pengertian merek asing menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak didefinisikan secara pasti. Berdasarkan Penjelasan pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 dapat diinterprestasikan mengenai pengertian merek asing yang berlaku bagi Pemohon dengan menggunakan Hak Prioritas yaitu merek yang diajukan oleh pemilik atau yang berhak atas merek yang tidak bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di luar wilayah negara RI.Prinsip perlakuan sama ini tidak hanya berlaku untuk warga negara perseorangan, tetapi berlaku juga untuk badan-badan hukum. Seorang asing dilindungi sama dengan warga negara tempat mereknya didaftarkan, dengan demikian hak dan kewajibannya pun sama. Dalam hal ini tidak boleh ada diskriminasi. Bila orang asing ingin memperoleh hak merek di Indonesia maka ia harus mengetahui bagaimana peraturan hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini biasanya ketentuan merek suatu negara selalu mencantumkan ketentuan mengenai tata cara untuk memudahkan pengurusan merek tersebut, yaitu si orang asing diwajibkan mempunyai domisili dimana mereknya didaftarkan dengan cara 43 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual Sejarah Teori dan Prakteknya di Indonesia , Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999, hal. 129. Universitas Sumatera Utara 44 memberikan kuasa kepada konsultan merek di negara tempat merek tersebut akan telah didaftarkan. Ketentuan ini tercantum dalam hukum merek Indonesia yaitu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 19 tahun 1992 pasal 11. Permintaan pendaftaran merek yang diajukan oleh pemilik atau yang berbuat atas merek yang bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di luar wilayah negara Republik Indonesia, wajib diajukan melalui kuasanya di Indonesia, juga wajib menyatakan dan memilih tempat tinggal kuasanya sebagai alamatnya di Indonesia.

D. Kriteria dan Ruang Lingkup Merek Terkenal