sesungguhnya. Sumber cerita mungkin saja diterima darorang atau raja yang menyimpan maksud-maksud politis tertentu; jadi pendapatnya sepihak dan tidak ilmiah.
Kitab biasanya ditulis pada lembaran daun rontal atau lontar yang diikatkan dengan semacam tali agar tidak berceceran. Lontar adalah sejenis tumbuhan yang tumbuh di daerah
tropis seperti Indonesia dan daerah subtropis. Tingginya kurang-lebih 30 meter dan bewarna kuning dan tumbuh di hutan yang selalu tergenang air. Kayunya bisa dipakai untuk bahan
membuat rumah. Isi kitab biasanya merupakan rangkaian puisi dalam sejumlah bait pupuh yang disebut kakawin. Selain cerita tentang raja-raja, kitab bisa pula menceritakan mitologi,
legenda, cerita rakyat folklore, undang-undang, hukum pidana-perdata, hingga aturan pernikahan. Di berbagai daerah di Indonesia kitab disebut pula kidung, carita, kakawin, serat,
tambo. Bisa pula kitab merupakan sebuah gubahan dari cerita aslinya; dalam arti cerita tersebut sudah mengalami perubahan tambahan atau pengurangan, baik dalam jumlah tokoh, alur, latar
tempat. Mengenai waktu pun sering tak dicantumkan alias diabaikan oleh sang penulis kitab meski yang ditulisnya mengandung sifat kesejarahan.
Pembuatan kitab pertama kali dirintis pada masa DinastiIsana pemerintahan
Dharmawangsa Teguh . Ia mempelopori penggubahan epik Mahabharata dalam bahasa Kawi
Jawa Kuno. Arjuna Wiwaha, karya Mpu Kanwa ditulis pada masa pemerintahan Raja
Airlangga abad ke-11 M. Bharatayudha karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh, ditulis pada pemerintahan Raja Jayabaya dari Kediri pada abad ke-12.
b. Prasasti Batu Bertulis
Prasasti merupakan tulisan yang memuat informasi sejarah yang ditulis pada tugu baru tersendiri atau ditatah di bagian tertentu pada candi. Bahan untuk membuat prasasti ini biasanya
batu atau logam. Informasi sejarah ini biasanya berupa peringatan terhadap usaha raja dalam menyejahterakan rakyatnya dalam bentuk memberikan kurban sapi kepada kaum brahmana
atau pendirian taman atau penggalian kanal atau sungai. Bisa pula prasasti berisi usaha raja yang berhasil menaklukkan kerajaan lain.
Mulanya, prasasti dan yupa ditulis zaman Tarumanagara dan Kutai, menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Prasasti-prasasti yang merupakan peninggalan
Tarumanagara di antaranya: Prasasti Ciaruteun, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Tugu, Prasasti Pasir Awi dan Muara Ciaruteun, serta Prasasti Lebak. Kebanyakan prasasti-
prasasti ini berbahasa Sansekerta dan berabjad Pallawa. Dengan demikian, tak sembarang orang bisa membuat prasasti kecuali kaum agama dan bangsawan yang pandai mambaca-menulis.
Pada masa berikutnya, yaitu masa Mataram dan seterusnya, huruf yang dipakai telah mengalami perkembangan yang disesuaikan dengan bahasa setempat menjadi huruf Kawi atau
Jawa Kuno. Sedangkan di Sumatera, bahasa yang digunakan awalnya adalah Pali dan kemudian menjadi Melayu Kuno.
c. Pertunjukan Wayang
Budaya wayang diperkirakan telah hidup pada masa prasejarah. Budaya mana pun ternyata memiliki seni pertunjukan wayang masing-masing. Di Asia Tenggara karakter wayang
memiliki banyak kesamaan, dalam bentuk, motif, hiasan, dan cara dipegang oleh dalang. Pada mulanya, zaman prasejarah, pertunjukan wayang merupakan seni rakyat dan ditujukan untuk
menghormati roh leluhur.Kemudian pada masa Hindu-Buddha, kesenian wayang mulai digemari oleh kaum bangsawan dan raja. Jadilah, wayang pun menjadi seni keraton yang
mengenal bahasa “halus”, untuk membedakan dengan bahasa rakyat yang “kasar”. Dalang adalah orang yang memperagakan adegan wayang, membuat dialog
percakapan antarwayang, menjadi pencerita narator, sekaligus memimpin orkestra gamelan yang dimainkan para nayaga pemain alat musik yang seluruhnya pria dan dinyanyikan oleh
sinden biasanya perempuan. Kisah-kisah yang dipentaskan biasanya diambil dari kakawin Mahabharata atau Ramayana. Dengan demikian, alur dan ceritanya pun banyak ditambah dan
diperbaharui. Misalnya, adanya tokoh punakawan seperti Semar.
7. Bidang Seni Tari dan Musik
Seni tari telah ada di Indonesia sejak masa prasejarah. Ketika itu tarian dilakukan sebagai persembahan kepada roh nenekmoyang dalam upacara-upacara, seperti pada acara
panen. Jadi, bertari merupakan kegiatan keagamaan yang suci dan ritual. Musik sebagai pengiring para penari berasal dari irama ritmis dari alat-alat perkusi atau tetabuhan yang
dipukul-pukul tanpa iringan alat bernada, kecuali suara tenggorokan. Ketika pengaruh Hindu-Buddha masuk, seni tari masih dipentaskan dalam rangka
keagamaan, perkawinan, pengangkatan raja, dan lain-lain. Alat-alat bernada mulai dipakai, seperti alat tiup, alat petik, alat gesek. Persembahan tarian dan musik di kalangan raja dan
bangsawan makin berkembang seiring perkenalan masyarakat Indonesia dengan bangsa-bangsa lain. Hingga sekarang pengaruh seni musik India di Indonesia masih dapat dinikmati, misalnya
musik dangdut.