terhadap usaha raja dalam menyejahterakan rakyatnya dalam bentuk memberikan kurban sapi kepada kaum brahmana atau pendirian taman atau penggalian kanal atau sungai.
Bisa pula prasasti berisi usaha raja yang berhasil menaklukkan kerajaan lain. Mulanya, prasasti dan yupa ditulis zaman Tarumanagara dan Kutai,
menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Prasasti-prasasti yang merupakan peninggalan Tarumanagara di antaranya: Prasasti Ciaruteun, Prasasti Kebon Kopi,
Prasasti Jambu, Prasasti Tugu, Prasasti Pasir Awi dan Muara Ciaruteun, serta Prasasti Lebak. Kebanyakan prasasti-prasasti ini berbahasa Sansekerta dan berabjad Pallawa.
Dengan demikian, tak sembarang orang bisa membuat prasasti kecuali kaum agama dan bangsawan yang pandai mambaca-menulis. Pada masa berikutnya, yaitu masa Mataram
dan seterusnya, huruf yang dipakai telah mengalami perkembangan yang disesuaikan dengan bahasa setempat menjadi huruf Kawi atau Jawa Kuno. Sedangkan di Sumatera,
bahasa yang digunakan awalnya adalah Pali dan kemudian menjadi Melayu Kuno.
c. Pertunjukan Wayang
Budaya wayang diperkirakan telah hidup pada masa prasejarah. Budaya mana pun ternyata memiliki seni pertunjukan wayang masing-masing. Di Asia Tenggara
karakter wayang memiliki banyak kesamaan, dalam bentuk, motif, hiasan, dan cara dipegang oleh dalang. Pada mulanya, zaman prasejarah, pertunjukan wayang merupakan
seni rakyat dan ditujukan untuk menghormati roh leluhur.Kemudian pada masa Hindu- Buddha, kesenian wayang mulai digemari oleh kaum bangsawan dan raja. Jadilah,
wayang pun menjadi seni keraton yang mengenal bahasa “halus”, untuk membedakan dengan bahasa rakyat yang “kasar”.
Dalang adalah orang yang memperagakan adegan wayang, membuat dialog percakapan antarwayang, menjadi pencerita narator, sekaligus memimpin orkestra
gamelan yang dimainkan para nayaga pemain alat musik yang seluruhnya pria dan dinyanyikan oleh sinden biasanya perempuan. Kisah-kisah yang dipentaskan biasanya
diambil dari kakawin Mahabharata atau Ramayana. Dengan demikian, alur dan ceritanya pun banyak ditambah dan diperbaharui. Misalnya, adanya tokoh punakawan
seperti Semar.
7. Bidang Seni Tari dan Musik
Seni tari telah ada di Indonesia sejak masa prasejarah. Ketika itu tarian dilakukan sebagai persembahan kepada roh nenekmoyang dalam upacara-upacara,
seperti pada acara panen. Jadi, bertari merupakan kegiatan keagamaan yang suci dan ritual. Musik sebagai pengiring para penari berasal dari irama ritmis dari alat-alat
perkusi atau tetabuhan yang dipukul-pukul tanpa iringan alat bernada, kecuali suara tenggorokan.
Ketika pengaruh Hindu-Buddha masuk, seni tari masih dipentaskan dalam rangka keagamaan, perkawinan, pengangkatan raja, dan lain-lain. Alat-alat bernada
mulai dipakai, seperti alat tiup, alat petik, alat gesek. Persembahan tarian dan musik di kalangan raja dan bangsawan makin berkembang seiring perkenalan masyarakat
Indonesia dengan bangsa-bangsa lain. Hingga sekarang pengaruh seni musik India di Indonesia masih dapat dinikmati, misalnya musik dangdut.
Dari uraian di atas, kalian dapat memahami bahwa pertemuan antara dua bangsa yang berbeda akan menghasilkan kebudayaan yang sinkretis, budaya campuran.
Penduduk Indonesia yang sejak dulu telah berkenalan dengan budaya luar, pada kenyataannya bias menyerap budaya asing tersebut tanpa harus meninggalkan
kebudayaan asli. Dengan kearifan lokalnya masyarakat Indonesia dapat beradaptasi dengan budaya luar dan menyaringnya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi ekologis
masing-masing. Setelah berasimilasi, akhirnya budaya serapan itu bukanlah sesuatu yang asing lagi, bahkan sudah dianggap budaya sendiri.
8. Bidang Pemerintahan
Bentuk kesatuan masyarakat Indonesia pra Hindu adalah kesatuan masyarakat yang dipimpin oleh seorang kepala yang dipilih berdasar prinsip Prints Inter Pares yang
utama di antara sesama Namun setelah pengaruh Hindu-Buddha masuk dan berkembang di Indonesia, muncullah sistem pemerintahan Kerajaan yang dipimpin
berdasarkan sistem Dinasti turun temurun.