KH A. Tajuddin Marzuki
45
Upaya membangun diri melalui pendidikan juga tampak semarak di kampung Ujung Malang. KH Noer Ali yang baru saja kembali dari medan
pertempuran merasa perlu mengajak tokoh-tokoh masyarakat untuk melanjutkan kembali kegiatan-kegiatan pendidikan yang pernah dirintis sebelumnya. Di
tengah-tengah kesibukannya pula sebagai ketua Dewan Pemerintahan Kabupaten Bekasi dan sebagai anggota Konstituante, KH Noer Ali dan kawan-kawan telah
berhasil membangun enam buah Madrasah Ibtidaiyah Sekolah Rakyat Islam SRI dan sebuah masjid berdaya tampung 2500 orang jamaah. Hingga tahun 1956
telah banyak putra-putra Ujung Malang yang memenuhi panggilan belajar. Sebagian ada yang bersekolah di SRI Ujung Malang, dan sebagian lagi bersekolah
di Pesantren Bahagia Bekasi. Pada waktu itu agak sulit mencari putra-putra terbaik Ujung Malang yang
bisa dikader. Mereka yang dulunya pernah mengenyam pendidikan formal jarang yang mau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi karena faktor-faktor finansial
atau sudah keburu menikah. Pilihan sudah pasti jatuh kepada mereka yang masih punya kemauan untuk belajar dan dukungan finansial. Kebetulan pada waktu itu
banyak para pelajar Ujung Malang yang mondok di Pesantren Bahagia Bekasi pulang kampung karena sekolahnya bubar. Di antara mereka adalah KH 0D¶DOL
Syamsuddin, KH A. Tajuddin Marzuki, dan beberapa yang lainnya. Setelah mengadakan musyawarah KH Noer Ali dan kawan-kawannya akhirnya
memutuskan untuk mengirim K+ 0D¶DOi Syamsuddin dan KH A. Tajuddin Marzuki ke Pondok Pesantren Moderen Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Tugas
kedua orang ini, selain menuntut ilmu, juga mencari pengalaman pendidikan di Gontor. KH Noer Ali mencita-citakan tamatan PPA nantinya tidak hanya mampu
46
mengajar, tetapi juga mampu menyelenggarakan pendidikan dan membangun masyarakat.
Dari kronologi di atas dapat diketahui bahwa jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh KH A. Tajuddin Marzuki hanya SRI 4 tahun dan
.XOL\DWXO 0X¶DOLPLQ WDKXQ 7idak ada catatan lain kalau kemudian beliau pernah meneruskan studi di perguruan tinggi atau yang lainnya, dan ini dibuktikan
dengan namanya yang polos tanpa titel akademis.
Peran KH A.Tajuddin di Pondok Pesantren Attaqwa
Sepulang dari menuntut ilmu di Pondok Pesantren Moderen Gontor, KH A. Tajuddin langsung diserahi mengurus lembaga pendidikan al-Baqiyatus Sholihat.
Sedangkan rekan seperjalanannya K+ 0D¶DOi Syamsuddin diserahi mengurus Madrasah Menengah Attaqwa MMA. Baik al-Baqiyatus Sholihat maupun MMA
merupakan terapan pengalaman yang diperolehnya dari Pondok Pesantren Moderen Gontor. Lama pendidikan di kedua lembaga ini 6 tahun, sama seperti
yang diterapkan di Gontor. Beberapa tahun berselang terjadi pergantian pimpinan secara mendadak di
al-Baqiyatus Sholihat. Hj.Sholihah Noer, putri kedua KH Noer Ali, diamanatkan untuk meneruskan pengembangan lembaga ini saat ini Pimpinan PPA Puteri
dipegang oleh puteri ketiga KH Noer Ali, Hj. Atiqoh Noer, MA. Sedangkan KH A. Tajuddin ditarik menjadi kepala sekolah MMA sekarang MMA diubah
menjadi Madrasah AliyahMA dengan Pimpinan PPA Putra, KH Nurul Anwar, Lc, dan kepala sekolah Madrasah Aliyah ust. H. Ahmad Masilla Iskan, Lc. untuk
47
mengisi kekosongan pimpinan karena KH 0D¶DOL 6\DPVXGGLQ terpilih menjadi kepala Desa Bahagia.
Sebagai pendidik sejati tidak ada yang bisa dilakukan KH A. Tajuddin kecuali menerima tugas itu sebagai amanah yang lebih besar dari yang pernah
dijalankannya. Ternyata di MMA inilah KH A. Tajuddin menemukan peran yang sebenarnya sebagai tenaga pendidik. Mengajar, baginya, tidak semata-mata berdiri
di muka kelas sambil menerangkan pelajaran. Pada waktu-waktu tertentu mengajar juga harus dibarengi dengan pemantauan kegiatan para santri dalam
memahami dan menerapkan pelajaran yang diterimanya. Sebab, pada prinsipnya, tujuan dasar pendidikan adalah terbentuknya kepribadian anak didik di atas pilar-
pilar kebenaran. Anak didik harus dibiasakan menerima kebenaran walaupun pahit.
6HWHODK PHQJDQWLNDQ .+ 0D¶DOL 6\DPVXGGLQ GDODP PHQJXUXV MMA,banyak sekali ide-ide dan hasil yang di dapatkan PPA. Di antarnya adalah
dengan memasukkan pelajaran extrakurikuler yaitu pramuka, drumband dan lainnya. Ilmu pramuka yang beliau dapat dari mondok di Pondok Moderen Gontor
di aplikasikannya di PPA secara perlahan, lagu oh pondokku yang menjadi lagu santri PPA pun ikut di lestarikan. Hasilnya para santri PPA dapat mengikuti
JAMNAS Jambore Nasional dan aktif dalam mengikuti penyelerengaraan tahunan pramuka antar pesantren. Drum band pun yang mungkin jarang di temui
di pesantren beliau masukkan, sehingga para santri dapat lebih kreatif dan inovatif. Semua kemajuan yang ada di PPA sekarang tidak lepas atas peran KH A.
Tajuddin Marzuki.
48
Terlepas dari kisah suka dan duka alumni PPA, yang jelas KH A. Tajuddin Marzuki adalah seorang pendidik sejati yang berhasil melahirkan kader-kader
yang ulet dalam memperjuangkan kemajuan umat. Beliau tetap istiqomah dengan tugas-tugas kependidikannya hingga akhir hayatnya. Jabatan terakhir yang
dipegangnya di Yayasan Attaqwa adalah wakil ketua Yayasan Attaqwa, wakil ketua I Dewan Masjid Attaqwa, dan ketua pembangunan Yayasan Attaqwa.
Peran di Dunia Politik
Sebagai manusia biasa yang dibesarkan oleh lingkungan keluarga pejuang, KH A. Tajuddin mempunyai bakat di bidang politik. Setidaknya, kalau para orang
tua terdahulu berpolitik dengan mengangkat senjata melawan penjajah Belanda, maka KH A. Tajuddin berpolitik melalui kalam dan kata-kata.
Kiprahnya di panggung politik dimulai pada tahun 1965 ketika Jakarta dilanda gelombang demonstrasi menuntut pembubaran Partai Komunis Indonesia
PKI. Bersama beberapa temannnya beliau ambil bagian dalam demonstrasi itu, dan merupakan salah seorang saksi mata ketika pahlawan Ampera, Ichwan
Ridwan Rais, tertembak di bagian dadanya. Pada waktu PKI dan ormas-ormasnya dibubarkan, KH A. Tajuddin dan
kawan-kawan yang tergabung dalam Pelajar Islam Indonesia PII Cabang Ujung Malang mendapat tugas untuk melakukan pengganyangan sisa-sisa PKI di
Kecamatan Babelan. Dalam kegiatan pengganyangan itu KH A. Tajuddin sempat terlibat kontak fisik dengan orang-orang PKI di Kampung Tambun dan Buni
Bakti. Ikut dalam tugas tersebut di antaranya H. Abdullah santri senior PPA asal Karang Tengah dan alm. H. A. 5RIL¶LH5DGLNNHODVQ\DVHZDNWXGLRQWRU
49
Buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya, mungkin istilah inilah yang mengilhami anak beliau H. Syamsul Falah, M.Sc. sebagai ketua DPRD Kab.
Bekasi untuk mengikuti jejak beliau berkarier di bidang politik.
Pengabdian di Masyarakat
Masyarakat, bagi guru-guru senior PPA, adalah tempat pengembangan ilmu sekaligus medan dakwah yang tidak boleh ditinggalkan. Ini sesuai dengan
himmah dan harapan KH Noer Ali yang menghendaki kader-kader PPA lebih mengutamakan urusan masyarakat ketimbang urusan benda mati. Oleh karena itu,
hampir di setiap dada kader PPA tertanam semangat pengabdian kepada masyarakat.
Bagi penerus seperti KH A. Tajuddin, pengabdian kepada masyarakat adalah panggilan suci di samping mendidik santri-santri PPA. Beliau tidak ingin
namanya hanya tercantum sebagai wakil ketua I Dewan Masjid Attaqwa, beliau tidak mau di usia lanjutnya hanya berpangku tangan. Dalam setiap perayaan hari
besar Islam, besar maupun kecil, dekat maupun jauh beliau menyempatkan diri untuk hadir. Para pengurus Yayasan Attaqwa yang di cabang juga sering
berkonsultasi dengan beliau bila berurusan dengan masyarakat. Reputasinya dalam mengurus masalah Yayasan Attaqwa Cabang memang patut diacungkan
jempol. Di Yayasan Attaqwa Pusat, beliau adalah konsultan khusus KH Moh. Amin
Noer, Lc. Ketua Yayasan Attaqwa Pusat ini selalu berkonsultasi dengan beliau hampir di semua urusan, mulai dari urusan yayasan hingga urusan pribadi. Tepat
benar kedudukan beliau sebagai wakil ketua di Yayasan Attaqwa Pusat. Alm. KH
50
Noer Ali rupanya ingin memberi peran khusus yang nilai pahala dan kemuliannya sama dengan sang ketua. Perannya bukan saja sebagai kedua anak yang dulunya
hidup bertetangga, tetapi ketika dewasa dan tua mereka juga harus bahu membahu melanjutkan misi perjuangan Yayasan Attaqwa.
Meninggal Dunia
-XP¶DWJuni 2000, pukul 08.45, di ruang Mawar rumah sakit Mekarsari, ditemani oleh istri tercintanya Hj. Maqbulah H. Mahmud, beberapa orang
anaknya, dan H. Jayadi murid sekaligus teman dekatnya, KH A. Tajuddin menghembuskan napas terakhir dengan tenang dalam usia 59 tahun. Lewat
komunikasi berantai berita duka cita pun dikirim ke seluruh pelosok Bekasi, Jakarta, Bogor, Karawang, Subang, Tangerang, hingga ke Kuala Lumpur dan
Cairo. Seiring dengan itu, di tempat kelahirannya dan di majlis-PDMOLVWD¶OLP\DQJ dipimpinnya berita duka cita disebarluaskan lewat pengeras suara. Radio Attaqwa
yang pada saat yang sama sedang cuti mingguan juga turut menyebarluaskan berita dengan menyajikan acara khusus pembacaan surah Yasin selama 12 jam.
39