Siti Aminah Br. Peranginangin - Sumihar Sagala di 14 kecamatan dari 17 kecamatan di Tanah Karo.
7
2. Perumusan Masalah
Dari jumlah perolehan suara secara keseluruhan maka pasangan Kena Ukur Surbakti – Terkelin Brahmana unggul dengan perolehan 85.343 suara 61,9 , sedangkan pasangan
Siti Aminah Br Peranginangin - Sumihar Sagala 53.598 suara 38,1 . Sementara, Daftar Pemilih Tetap DPT berjumlah 251.321 pemilih.
Jika dilihat dari hasil akhir atau pada hasil Pilkada putaran kedua, terlihat bagaimana pasangan Kena Ukur Surbakti - Terkelin Brahmana unggul jauh atas pasangan Siti Aminah
Br Peranginangin - Sumihar Sagala bahkan di daerahnya sendiri. Inilah yang menarik penulis untuk meneliti bagaimana sebenarnya tim sukses dari gabungan partai politik yang ada
dibelakang pasangan Kena Ukur Surbakti - Terkelin Brahmana melakukan upaya marketing politik sehingga dapat menarik dukungan dari masyarakat dan pada akhirnya bisa unggul atas
pasangan Br Peranginangin - Sumihar Sagala yang pada putaran pertama unggul diatas semua kandidat yang ikut di dalam Pilkada tersebut.
Berangkat dari latar belakang permasalahan diatas, maka yang menjadi permasalah
dalam penelitian ini adalah: “Sejauh manakah efektifitas marketing politik yang dilakukan oleh partai politik pengusung pasangan Kena Ukur Surbakti - Terkelin
Brahmana terhadap masyarakat, sehingga masyarakat mendukung mereka menjadi pemenang pada putaran kedua dalam Pilkada di Kabupaten Karo tahun 2010”
3. Pembatasan Masalah
Agar data yang dianalisis dalam penelitian ini sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini terdapat pembatasan masalah yang ditujukan
untuk membatasi ruang lingkup penelitian dan akurasi data dari hasil dari penelitian. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Adapun aspek yang akan diteliti adalah bentuk marketing politik yang dilakukan oleh
partai politik pengusung pasangan Kena Ukur Surbakti - Terkelin Brahmana pada putaran kedua Pilkada Kabupaten Karo tahun 2010.
7
http:karopress.wordpress.com20101221karo-jambi-unggul-pilkada-karo-putaran-kedua diakses tanggal 3 Mei 2012, pukul 16.32.
Universitas Sumatera utara
2. Dalam penelitian ini penulis ingin meneliti sejauh mana sebenarnya efektifitas
marketing politik yang dilakukan oleh partai politik pengusung pasangan Kena Ukur Surbakti -Terkelin Brahmana pada putaran kedua Pilkada Kabupaten Karo tahun
2010, sehingga masyarakat memilih pasangan tersebut.
4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 4.1. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui bagaimana bentuk marketing politik yang dilakukan oleh partai politik pengusung pasangan Kena Ukur Surbakti - Terkelin Brahmana pada putaran
kedua Pilkada Kabupaten Karo tahun 2010. 2.
Meneliti sejauh mana efektifitas marketing politik yang dilakukan oleh partai politik pengusung pasangan Kena Ukur Surbakti - Terkelin Brahmana pada putaran kedua
Pilkada Kabupaten Karo tahun 2010, sehingga masyarakat memilih pasangan tersebut.
4.2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat kepada semua pihak yang secara umum dapat bermanfaat bagi:
1. Secara teoritis maupun metodologis studi ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan terhadap perkembangan dan pendalaman studi marketing politik khususnya di Indonesia.
2. Bagi penulis sendiri, untuk mengembangkan kemampuan berfikir penulis melalui
karya ilmiah melalui penelitian ini. 3.
Bagi akademisi, dapat menjadi bahan referensi dalam konteks ilmu politik di Indonesia.
4. Menambah pengetahuan bagi masyarakat, yang dalam hal ini lebih dikhususkan
kepada strategi marketing politik dalam Pilkada. 5.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada setiap partai politik khususnya dalam mengusung calon dalam sebuah pemilihan umum kepala daerah.
Universitas Sumatera utara
5. Kerangka Teori 5.1. Kampanye Politik
5.1.1. Defenisi Kampanye Politik
Jika ditelusuri mengenai pengertian atau defenisi dari kampanye politik, maka salah satu caranya adalah dengan merujuk kapada kamus. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
maka kampanye dipahami sebagai sebuah kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi politik atau calon yang bersaing memperebutkan kedudukan di parlemen dan sebagainya untuk
mendapatkan dukungan massa pemilih di suatu pemungutan suara. Berikut adalah pengertian kampanye yang diutarakan oleh beberapa ahli;
a. Menurut John Haba, Peneliti LIPI menyatakan bahwa kampanye campaign berasal
dari bahasa latin campus atau “lapangan” yang pengertian aslinya berkaitan dengan dunia kemiliteran battlefield. Sebuah kegiatan yang dilakukan oleh para milisi di
dunia operasi militer untuk mencapai tujuan-tujuan operasi tempur. Apabila dikaitkan dengan dunia politik agak berbedan namun ada persamaan yakni usaha dari setiap
peserta kampanye untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat dengan meyakinkan konstituennya, bahwa mereka layak untuk menjadi anggota lembaga legislatif, seperti
DPR, DPD, dan DPRD. Untuk mencapai tujuan kampanye maka setiap kontestan akan menjanjikan program-program yang mereka yakini terbaik dan atraktif bagi
masyarakat. b.
Menurut Arnold Steinberg, kampanye politik adalah cara yang digunakan para warga negara dalam demokrasi untuk menentukan siapa yang akan memerintah mereka.
Politik adalah “Praktik atau pekerjaan menjalankan urusan politik”, yaitu “melaksanakan atau mencari kekuasaan dalam urusan pemerintahan”. Kampanye
politik adalah suatu usaha yang terkelola, terorganisir untuk mengikhtiarkan orang dicalonkan, dipilih, atau dipilih kembali dalam suatu jabatan resmi.
c. Menurut Pfau dan Parrot, kampanye adalah suatu proses yang dirancang secara sadar,
bertahap, dan berkelanjutan yang dilaksanakan pada rentang waktu tentu dengan tujuan mempengaruhi khalayak sasaran yang telah ditetapkan.
d. Menurut Pippa Norris, kampanye politik adalah suatu proses komunikasi politik,
dimana parpol atau kontestan individu berusaha mengomunikasikan ideologi ataupun program kerja yang mereka tawarkan.
Universitas Sumatera utara
e. Menurut Hafied Cangara, kampanye politik adalah aktifitas komunikasi yang
ditujukan untuk mempengaruhi orang lain agar ia memiliki wawasan, sikap, dan perilaku sesuai dengan kehendak penyebar atau pemberi informasi.
f. Menurut Lilleker dan Negrine, kampanye politik adalah periode yang diberikan oleh
panitia pemilu kepada semua kontestan baik kepada individu, parpol, maupun kepada perseorangan, untuk memaparkan program-program kerja dan mempengaruhi opini
publik sekaligus memobilisasi masyarakat agar memberikan suara kepada mereka sewaktu pencoblosan.
g. Menurut Ronald E. Rise dan William J. Paisley, kampanye politik sebagai strategi
control sosial dalam rangka mengarahkan psikologi dan perilaku pemilih untuk menyesuaikan dan pada saatnya menuruti apa yang diprogramkan oleh partai politik.
5.1.2. Tujuan Kampanye
Apapun ragam dan tujuannya, menurut Pfau dan Parrot, upaya perubahan yang dilakukan kampanye selalu terkait dengan aspek pengetahuan knowledge, sikap attitude,
dan perilaku behavioral. Sementara, Ostegaard menyebut ketiga aspek tersebut dengan sebutan ‘3A’ sebagai sebuah singkatan dari awareness, attitude, dan action. Ketiga aspek ini
bersifat saling terkait dan merupakan sasaran pengaruh target of influences yang mesti dicapai secara bertahap agar satu kondisi perubahan dapat tercipta.
1. Kegiatan kampanye biasanya diarahkan untuk menciptakan perubahan pada tatanan
pengetahuan dan kognitif. Pada tahap ini pengaruh yang diharapkan adalah munculnya kesadaran, berubahnya keyakinan atau meningkatnya pengetahuan
khalayak terhadap isu tertentu. 2.
Pada tahap berikutnya diarahkan pada perubahan sikap. Sasarannya adalah untuk memunculkan simpati, rasa suka, kepedulian, atau keberpihakan khalayak pada isu-
isu yang menjadi tema kampanye. 3.
Sementara pada tahap terakhir kegiatan kampanye ditujukan untuk mengubah prilaku khalayak secara konkrit dan terukur. Tahap ini menghendaki adanya tindakan tertentu
yang dilakukan oleh sasaran kampanye. Tindakan ini dapat terjadi sekali itu saja atau juga terjadi secara berkelanjutan.
Sementara itu, tujuan kampanye politik, menurut Lock dan Harris, kampanye politik adalah bertujuan untuk pembentukan image politik. Untuk itu parpol harus menjalin
Universitas Sumatera utara
hubungan internal dan eksternal. Yang dimaksud hubungan internal adalah proses antara anggota-anggota partai dan pendukung untuk memperkuat ikatan ideologis dan identitas
partai. Sedangkan hubungan eksternal dilakukan untuk mengkomunikasikan image yang akan dibangun kepada pihak luar partai termasuk kepada media massa dan masyarakat.
5.1.3. Jenis-jenis kampanye
Membicarakan jenis-jenis kampanye pada prinsipnya adalah membicarakan motivasi yang melatarbelakangi diselenggarakannya sebuah program kampanye. Motivasi tersebut
pada gilirannya akan menentukan kea rah mana kampanye akan digerakkan dan apa tujuan yang akan dicapai. Jadi secara inhere nada keterkaitan antara motivasi dan tujuan kampanye.
Bertolak dati keterkaitan tersebut, Charles U. Larson kemudian membagi kempanye ke dalam tiga kategori yakni;
1. Product-Oriented campaigns commercial campaignscorporate campaign atau
kampanye yang berorientasi pada produk umumnya terjadi di lingkungan bisnis. Motivasi yang mendasarinya adalah memperoleh keuntungan finansial. Cara yang
ditempuh adalah dengan memperkenalkan produk dan melipatgandakan penjualan sehingga diperoleh keuntungan yang diharapkan.
2. Candidate-Oriented campaign atau kampanye yang berorientasi pada kandidat
umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk meraih kekuasaan politik. Karena itu jenis kampanye ini dapat pula disebut sebagai political campaign kampanye politik.
Tujuannya antara lain untuk mendapatkan dukungan masyarakat terhadap kandidat- kandidat yang diajukan parpol agar dapat menduduki jabatan-jabatan politik yang
diperebutkan lewat proses pemilu. Misal, kampanye pemilu, kampanye penggalangan dana bagi parpol, kampanye kuota perempuan di DPR.
3. Ideologically or Cause oriented campaigns adalah jenis kampanye yang berorientasi
pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan seringkali berdimensi perubahan sosial. Kampanye jenis ketiga di atas dalam istilah Kotler disebut sebagai social change
campaigns, yakni kampanye yang ditujukan untuk menangani masalah-masalah sosial melalui perubahan sikap dan perilaku publik terkait.
Menurut Dan Nimmo, ada tiga jenis kampanye, yaitu;
Universitas Sumatera utara
1. Kampanye Massa. Meliputi kampanye tatap muka, misalkan melalui media cetak dan
elektronik termasuk orasi dan mengerahkan massa. 2.
Kampanye Antar Pribadi. Menggunakan tokoh-tokoh yang dekat dengan kandidat dan menjalin kerjasama dengan tokoh-tokoh lokal dengan setting informal.
3. Kampanye Organisasi. Dilakukan oleh organisasi yang mengusung kandidat.
5.1.4. Model-model Kampanye
Dalam bahasan ini dijelaskan adanya tiga model kampanye yang dijelaskan dri beberapa ahli berikut;
1. Model The Five Stages Development.
Larson menjelaskan bahwa model ini dikembangkan oleh tim peneliti dan praktisi kampanye di Yale University, Amerika Serikat pada tahun 1960-an. Model ini dianggap yang
paling populer dan banyak diterapkan diberbagai belahan dunia. Kepopuleran ini tidak terlepas dari fleksibilitas model untuk diterapkan, baik pada Candidate oriented campaigns,
Product-Oriented campaigns, dan Cause or Idea Oriented Campaigns. Fokus model ini adalah pada tahapan kegiatan kampanye bukan pada proses pertukaran pesan antara
campaigner dengan campaignee. Model tersebut dijelaskan sebagai berikut;
a. Tahap Indentifikasi merupakan tahap penciptaan identitas kampanye yang dengan
mudah dapat dikenali oleh khalayak. Hal-hal yang umum digunakan sebagai identitas kampanye diantaranya simbol, warna, lagujingle, seragam dan slogan.
b. Tahap Legitimasi. Dalam kampanye politik, legitimasi diperoleh ketika seseorang
telah masuk daftar kandidat anggota legislatif, atau seorang kandidat presiden memperoleh dukungan yang kuat dalam polling yang dilakukan lembaga independen.
c. Tahap Partisipasi. Tahap ini dalam praktiknya relatif sulit dibedakan dengan tahap
legitimasi karena ketika seorang kandidat, produk, atau gagasan mendapat legitimasi, pada saat yang sama dukungan yang bersifat partisipatif mengalir dari khalayak.
Partisipasi ini bisa bersifat nyata ataupun hanya sekedar simbolik. Nyata apabila ikut dalam demonstrasi bersama LSM atau dengan menyumbang uang kepada partai,
Simbolik apabila menempelkan stiker partai di kendaraan dan memakai kaos partai yang dibagikan secara gratis.
Universitas Sumatera utara
d. Tahap Penetrasi. Pada tahap ini seorang kandidat, sebuah produk, atau sebuah
gagasan telah hadir dan mendapat tempat dihati masyarakat. Seorang juru kampanye misalnya telah berhasil meyakinkan khalayak bahwa calon yang diusungnya adalah
yang terbaik dari semua calon atau kandidat yang ada atau juga kampanye tersebut sudah mulai disorot oleh media massa yang besar dan menarik perhatian banyak
orang. e.
Tahap Distribusi. Tahap ini adalah merupakan puncak dari semua tahapan-tahapan tersebut, sebab pada tahapan inilah nantinya terlihat pembuktian. Pada tahap ini,
tujuan kampanye sudah tercapai tinggal bagaimana pembuktian-pembuktian dari kampanye tersebut dijalankan.
2. The Communicative Function Model
Model ini dijelaskan oleh Trent dan Robert Frienderberg dalam bukunya yang bertajuk “ Political Campaign Communication”. Mereka adalah praktisi dan sekaligus
sebagai pengamat kampanye yang dikonstruksi dari lingkungan politik. model ini memusatkan analisis pada tahapan kegiatan kampanye. Langkah-langkah dimulai dari
surfacing pemunculan, primary terpenting, nomination pemilihan, dan election pencalonan.
a. Surfacing Pemunculan. Lebih banyak berkaitan dengan membangun landasan tahap
berikutnya seperti; memetakan daerah-daerah yang akan dijadikan tempat kampanye, membangun kontak dengan tokoh-tokoh setempat atau orang-orang ‘kita’ yang
umumnya dimulai begitu seorang secara resmi mencalonkan diri untuk jabatan politik tertentu. Pada tahap ini pula khalayak akan melakukan evaluasi awal terhadap citra
kandidat secara umum. Dengan kata lain khalayak akan melakukan uji citra publik terhadap kandidat tersebut.
b. Primary. Pada tahap ini berupaya untuk memfokuskan perhatian khalayak para
kandidat, gagasan, atau produk yang telah dimunculkan di arena persaingan. Pada tahap ini mulai melibatkan khalayak untuk mendukung kampanye yang dilaksanakan.
c. Nomination. Tahapan sangat bergantung kepada tahapan primary. Artinya apabila
pada tahapan tadi kandidat mendapat pengakuan dari masyarakat, mendapat liputan dari media massa yang besar, atau gagasannya menjadi topik pembicaraan di tengah-
tengah masyarakat, maka tahapan nomination dapat segera dilakukan ataupun dimulai.
Universitas Sumatera utara
d. Election. Pada tahap ini biasanya kampanye telah berakhir. Namun secara terselubung
seringkali kandidat “membeli’ ruang tertentu dari media massa agar kehadiran merekka tetap dirasakan. Beberapa kandidat bahkan biasanya membuat berita-berita
tertentu tertentu yang tujuannya jelas untuk mendapatkan simpati dari khalayak. 3.
Model Kampanye Nowak dan Warned. Model ini dijelaskan oleh McQuail dan Windahl, model ini merupakan salah satu
model tradisional kampanye. Pada model ini proses kampanye dimulai dari tujuan yang hendak dicapai diakhiri dengan efek yang diinginkan. Model ini merupakan deskripsi dari
bermacam-macam proses kerja dalam kampanye. Didalamnya juga terdapat sifat normatif, yang meningkatkan efektifitas kampanye. Yang perlu diperhatikan dalam model ini adalah
masing-masing elemennya harus terhubung. Perubahan pada satu elemen akan mempengaruhi elemen lainnya, sehingga model ini juga memiliki tujuan yang tidak bersifat
rigid tapi dapat berubah mekipun kampanye sedang berlangsung. Pada model Nowak dan Warned terdapat delapan elemen kampanye yang harus
diperhatikan yakni: a.
Efek yang diharapkan Intended Efek. Efek yang hendak dicapai harus dirumuskan dengan jelas. Dengan demikian, penentuan elemen-elemen lainnya akan lebih mudah
dilakukan. Kesalahan umum yang sering terjadi adalah terlalu “mengagung- agungkan” potensi efek kampanye, sehingga efek yang ingin dicapai menjadi tidak
jelas dan tegas. b.
Persaingan komunikasi Competiting Communication. Agar suatu kampanye menjadi efektif, maka perlu perhitungan potensi gangguan dari kampanye yang bertolak
belakang counter campaign. c.
Objek komunikasi Communication Object. Objek kampanye biasanya dipusatkan pada satu hal saja, karena untuk objek yang berbeda diperlukan metode komunikasi
yang berbeda pula. Ketika objek kampanye telah ditentukan, pelaku kampanye akan dihadapkan lagi pada pilihan apa yang akan ditonjolkanditekankan pada objek
tersebut. d.
Populasi target dan kelompok penerima Target population and Receiving Group. Kelompok penerima adalah bagian dari populasi target. Agar penyebaran pesan lebih
mudah ditujukan kepada opinion leader pemuka pendapat dari populasi target. Kelompok penerima dan populasi target dapat diklasifikasikan menurut sulit atau
Universitas Sumatera utara
mudahnya mereka dijangkau oleh pesan kampanye. Mereka yang tidak membutuhkan atau tidak tertempa pesan kampanye adalah bagian dari kelompok yang sulit
dijangkau. e.
Saluran The Channel. Saluran dapat digunakan bermacam-macam tergantung karakteristik kelompok penerima dan jenis pesan kampanye. Media dapat menjangkau
hampir semua kelompok, namun bila tujuannya adalah mempengaruhi perilaku maka akan lebih efektif bila melakukan melalui saluran antar pribadi.
f. Pesan The Message. Pesan dapat dibentuk sesuai dengan karakteristik kelompok
yang menerimanya. Pesan dapat dibagi dalam tiga fungsi, yakni; -
Menumbuhkan kesadaran -
Mempengaruhi; serta -
Memperteguh dan meyakini penerima pesan bahwa pilihan atau tindakan mereka adalah benar.
g. KomunikatorPengirim pesan The CommunicatorSender. Komunikator dapat
dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu, misalnya seorang ahli atau seseorang yang memiliki kedua sifat tersebut. Pendeknya, komunikator harus memiliki kredibilitas di
mata penerima pesannya. h.
Efek yang dicapai The Obtained Effect. Efek kampanye meliputi efek kognitif perhatian, peningkatan pengetahuan dan kesadaran, afektif berhubungan dengan
perasaan, mood dan sikap, dan konatif keputusan bertindak dan penerapan.
8
5.2. Pendekatan Marketing
Konsep inti dari pemasaran adalah bagaiamana transaksi diciptakan, difasilitasi, dan dinilai. Transaksi adalah pertukaran nilai antara dua pihak. Transaksi juga terjadi saat
seseorang menukarkan dukungannya dengan harapan mendapatkan pemerintah yang lebih baik. Teori pemasaran yang digunakan adalah teori-tori mengenai perilaku konsumen. Teori
ini digunakan karena pada saat menggunakan hak pilihnya, pemilih melakukan pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan untuk mempertukarkan hak suaranya dengan pilihan terhadap partai tertentu sama seperti perilaku konsumen yang menukarkan uangnya dengan
8
Efriza, Political Explore-Sebuah kajian ilmu politik. Bandung: Alfabeta, 2012, Hal. 468-476.
Universitas Sumatera utara
barangjasa tertentu. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah Theory of Reasoned Action. Menurut teori ini, individu diperkirakan berperilaku berdasarkan keinginannya untuk
terikat dengan perilaku tersebut. Penerapan Theory of reasoned Action dapat dilakukan dalam bidang politik.
Teori ini mampu mengukur faktor apa saja yang mempengaruhi keinginan untuk memilih parpol. Model yang dibuat berdasarkan teori dari Ajzen dan Fishben 1980 ini
mampu memprediksi keinginan untuk memilih parpol, dimana kekuatan prediksinya bertambah dengan penggunaan model ini pada satu parpol secara spesifik. Penerapan teori ini
dalam bidang politik memungkinkan parpol tahu apa yang secara signifikan mempengaruhi keinginan untuk memilih parpol dan memasarkan parpol secara tepat untuk mendapatkan
suara. Menurut penerapan Theory of reasoned action pada bidang politik, keinginan untuk
memilih parpol secara signifikan dipengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh sikap terhadap parpol dan norma subjektif interpersonal. Pengaruh sikap terhadap parpol
signifikan karena orang mengidentifikasikan dirinya dengan partai, bukan pemimpinnya. Pengaruh sikap terhadap parpol secara langsung lebih tinggi dibandingkan pengaruh tidak
langsungnya. Hal ini menunjukkan bahwa pemilih tidak terlalu memperhatikan atribut partai seperti visi-misiprogramisu. Pemilih lebih menekankan pada perasaan simpati, senang, dan
bangga terhadap suatu parpol dalam memilih. Pengaruh norma subjektif interpersonal signifikan karena pada masyarakat Asia yang
menekankan harmonisasi dan kedekatan antar anggota masyarakat, sosialisasi politik sudah berlangsung sejak individu belum mempunyai hak pilih dan juga terjadi saat individu
bersama orang-orang disekelilingnya. Pengaruh tidak langsung norma subjektif media massa lebih tinggi daripada pengaruh langsungnya karena adanya multiple selves dalam diri setiap
individu dalam masyarakat. Dalam rangka menarik suara sebanyak-banyaknya dan memenangkan pemilu, parpol perlu membangun citra yang baik di mata seluruh segmen
dalam masyarakat, namun cara pengkomunikasiannya berbeda tergantung segmen yang dituju.
Newman dan Sheth 1985, mengembangkan model perilaku pemilih berdasarkan beberapa domain yang terkait dengan marketing. Dalam mengembangkan model tersebut
menggunakan sejumlah kepercayaan kognitif yang berasal dari berbagai sumber seperti pemilih, komunikasi, dari mulut ke mulut, dan media massa. Model ini dikembangkan untuk
menerangkan dan memprediksi perilaku pemilih.
Universitas Sumatera utara
Menurut model ini, perilaku pemilih ditentukan oleh tujuh domain kognitif yang berbeda dan terpisah, sebagai berikut:
1. Isu dan kebijakan dan politik Issue and policies. Komponen ini mempresentasikan
kebijakanprogram yang diperjuangkan dan dijanjikan oleh partai atau kandidat politik jika kelak menang pemilu. Inilah platform dasar yang ditawarkan oleh
kontestan pemilu kepada para pemilih. yang termasuk dalam komponen ini adalah kebijakan ekonomi, kebijakan luar negeri, kebijakan dalam negeri, kebijakan sosial,
kebijakan politik dan keamanan, kebijakan hukum, dan karakteristik kepemimpinan. 2.
Citra sosial Social Imagery. Menunjukkan stereotip kandidat atau partai untuk menarik pemilih dengan menciptakan asosiasi antara kandidat atau partai dengan
segmen-segmen tertentu dalam masyarakat. Citra sosial adalah citra kandidat dalam pikiran pemilih mengenai ‘berada’ di dalam kelompok sosial mana atau tergolong
sebagai apa sebuah partai atau kandidat politik. Citra sosial dapat terjadi berdasarkan banyak faktor, antara lain:
a. Demografi:
- Usia contoh: partai orang muda
- Gender contoh: calon pemimpin bangsa dari kaum Hawa
- Agama contoh: partai orang islam, partai orang katolik
b. Sosio ekonomi
- Pekerjaan contoh: partai kaum buruh
- Pendapat contoh: partai wong cilik
c. Kultural dan etnik
- Kultural contoh: kandidat presiden yang seniman
- Etnik contoh: partai orang jawa
d. Politis dan ideologis contoh: partai nasionalis, partai agamis, partai konservatif,
partai moderat.
Universitas Sumatera utara
3. Perasaan emosional Emotional Feelings. Merupakan dimensi emosional yang
terpancar dari sebuah kontestan atau kandidat yang ditunjukkan oleh policy politik yang ditawarkan. Misalnya seorang kandidat menawarkan kebijakan untuk
mengirimkan pasukan elite ke daerah rawan untuk meruntuhkan gerakan separatis, maka akan memunculkan sebuah perasaan emosional yang bersifat patriotik dan
terkesan sangat bersungguh-sungguh. 4.
Citra kandidat Candidate Personality. Mengacu pada sifat-sifat pribadi yang penting yang dianggap sebagai karakter sang kandidat. Pada tahun 1980, misalnya Reagan
dianggap memiliki citra sebagai “pemimpin yang kuat” sementara John Glen, pada tahun 1984 mencoba mengembangkan citra “seorang pahlawan”.
5. Peristiwa Mutakhir Current Events. Mengacu pada peristiwa, isu, dan kebijakan
yang berkembang menjelang dan selama kampanye. Secara umum, peristiwa mutakhit dapat dibagi menjadi masalah domestic dan luar negeri.
6. Peristiwa Personal Personal Events. Mengacu kepada kehidupan pribadi dan
peristiwa yang pernah dialami oleh seorang kandidat, misalnya berbagai skandal, korban dari rezim tertentu, menjadi tokoh dalam suatu perjuangan, ikut
mempertahankan tanah air, dsb. 7.
Faktor-faktor Epistemik Epistemic Issues. Ini adalah isu-isu pemilihan yang spesifik yang dapat memicu keingintahuan para pemilih mengenai hal-hal baru. Hal ini dapat
dilihat bagaimana setiap kandidat yang ikut dalam sebuah pemilihan berusaha manunjukkan bahwa diri mereka adalah “wajah baru” yang akan membawa
perubahan dalam dunia politik dan pemerintahan.
9
5.3. Marketing Politik 5.3.1. Defenisi Marketing Politik
Untuk memahami konsep marketing politik hendaknya terlebih dahulu mendiskusikan batasan dari pengertian suatu konsep. Untuk itu rujukannya antara lain adalah kamus,
pengertian emik dan pengertian ahli.
9
Ibid, Hal. 529-531.
Universitas Sumatera utara
Jika merujuk kamus Inggris-Indonesia, maka ‘marketing’ diterjemahkan menjadi ‘pemasaran’. Kemudian dilanjutkan kedalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka didapat
pengertiannya sebagai proses, cara, perbuatan memasarkan suatu barang dagangan. Selanjutnya melalui pendekatan emik, maka pemasaran dipahami sebagai suatu proses
menjual sesuatu agar orang lainpembeli potensial tertarik untuk membelinya. Jika dikaitkan dengan dunia politik, maka pemahaman emik dari pemasaran politik dapat dijelaskan sebagai
suatu proses menjual ide, gagasan, program, termasuk citra diri agar orang lain mau “membeli”nya. Membeli di sini dimengerti sebagai memilih atau memberikan suara kepada
penjual. Kemudian rujukan ketiga adalah pandangan para ahli, antara lain sebagai berikut;
1. Adman Nursal
Marketing politik adalah strategi kampanye politik untuk membentuk serangkaian makna politis tertentu dalam pikiran para pemilih. serangkaian makna politis yang
terbentuk tersebut yang menjadi output penting marketing politik yang menentukan pihak mana yang akan dipilih.
2. A. O’Cass
Marketing politik adalah analisis, perencanaan, implementasi dan control terhadap politik dan program-program pemilihan yang dirancang untuk menciptakan,
membangun dan memelihara pertukaran hubungan yang menguntungkan antara partai dan pemilih demi tujuan untuk mencapai political marketers objectives.
3. P. J. Mareek
Marketing politik sebagai suatu proses yang kompleks dari hasil suatu usaha yang lebih global dari implikasi semua faktor dari komunikasi politik dari politisi.
4. Firmanzah
Marketing politik sebagai sebuah metode yang digunakan untuk meningkatkan pemahaman mengenai masyarakat, sekaligus berguna dalam membuat produk politik
yang akan ditawarkan kepada masyarakat. 5.
Hafied Cangara Marketing politik sebagai konsep yang diintroduksi dari penyebaran ide-ide sosial di
bidang pembangunan dengan meniru cara-cara pemasaran komersial tetapi orientasinya lebih banyak pada tataran penyadaran, sikap, dan dan perubahan perilaku
Universitas Sumatera utara
untuk menerima hal-hal baru. Oleh karena itu, lanjutnya marketing politik dimaksudkan sebagai penyebarluasan informasi tentang kandidat, partai dan program
yang dilakukan oleh aktor-aktor politik komunikator melalui saluran-saluran komunikasi tertentu yang ditujukan kepada segmen sasaran tertentu dengan tujuan
mengubah wawasan, pengetahuan, sikap, dan perilaku para calon pemilih sesuai dengan keinginan pemberi informasi.
6. Lees-Marshment
Marketing politik berkonsentasi pada hubungan antara produk politik sebuah organisasi dengan permintaan pasar. Pasar menjadi faktor penting dalam sukses
implementasi marketing politik. 7.
M.N. Clemente Marketing politik sebagai pemasaran ide-ide dan opini-opini yang berhubungan
dengan isu-isu politik atau isu-isu mengenai kandidat. Secara umum, marketing politik dirancang untuk mempengaruhi suara pemilih dalam pemilu.
8. Philip Kotler dan Neil Kotler
Bahwa untuk sukses, seorang kandidat perlu memahami marketpasar, yakni para pemilih, beserta kebutuhan dasar mereka serta aspirasi dan konstituensi yang ingin
kandidat representasikan.
5.3.2. Empat Elemen Marketing Politik
Dalam marketing politik, paling sedikit terdapat empat elemen yang perlu diperhatikan, yaitu;
1. Product Produk. Yang dimaksud di sini adalah produk yang ditawarkan oleh
institusi politik, seperti yang dikutip Firmanzah dari Niffenegger, merupakan suatu yang kompleks, dimana pemilih akan menikmatinya setelah suatu partai atau seorang
kandidat terpilih. Oleh karena itu, arti atau makna penting dari suatu produk politik tidak hanya terletak pada karakteristik yang dimiliki olehnya, tetapi juga pada
konstruksi pemaknaan atau intepretasi yang dimiliki oleh pemilih. Produk politik itu sendiri menurut Niffenegger tediri dari party platform platform partai, past record
rekaman masa lalu, dan personal characteristic karakteristik individual. Platform partai yang terdiri dari visi, ideologi, misi, tujuan, dan program partai merupakan
salah satu produk yang dijual kepada pemilih, terutama pemilih rasional. Pemilih
Universitas Sumatera utara
tradisional terdiri dari orang-orang yang terdidik dan memiliki idealisme. Bagaimana negara ini dibangun, sangat sensitive terhadap platform dari suatu partai. Rekaman
lampau apa yang sudah dilakukan sebelumnya bagi kepentingan publik adalah suatu produk yang layak dan pantas dijual kepada pemilih. Karakteristik individual berupa
keteladanan dan ketokohan seseorang dalam masyarakat dapat dilihat sebagai suatu produk yang dijual pada masyarakat.
2. Place diterjemahkan secara harafiah berarti tempat. Tempat biasanya dihubungkan
dengan dua hal. Satu, aksesbilitas produk terhadap konsumen. Apakah produk politik dapat diperoleh dengan mudah dari aspek waktu dan tingkat kesulitan atau tidak?
Dua, letak posisi dari suatu produk politik. apakah suatu produk politik bisa diperoleh di tempat yang sesuai dengan strata sosial dari para pemilih. suatu produk politik
memiliki segmen pasarnya. Produk politik yang disampaikan pada televise dikemas berbeda dengan yang disajikan di ruang dunia maya cyberspace tersebut.
3. Price. Dalam hal ini price harga dalam marketing politik meliputi banyak hal,
menurut Niffenegger, yaitu harga ekonomi, harga psikologis, dan harga citra. Harga ekonomi merupakan kalkulasi segala biaya yang bisa dihitung nominalnya seperti
biaya iklan, publikasi, pengerahan massa, “traktir politik”, administrasi pengorganisasian, dan sebagainya. Sedangkan harga psikologis merujuk kepada harga
persepsi psikologis dari kandidat anggota legislatif atau top eksekutif pasangan presiden dan wakilnya serta kepala daerah dan wakilnya yang ditawarkan kepada
pemilih. sementara harga citra berkaitan dengan kebanggaan yang diperoleh pemilih jika ia memilih kandidat. Kebanggan tersebut bertingkat-tingkat mulai dari kebanggan
bersifat bertingkat-tingkat mulai dari kebanggan bersifat personal, keluarga, daerah sampai nasional.
4. Promotion promosi. Promosi merupakan suatu usaha untuk memikat pembeli
melalui teknik komunikasi dengan berbagai media seperti cetak, elektronik, maupun interpersonal. Promosi yang baik harus memperhatikan ‘3P’ produk, place, dan,
price yang dibahas diatas. Suatu produk tertentu yang terletak pada tempat tertentu dengan harga tertentu, harus dipromosikan dengan harga tertentu pula. Misalnya
seorang kandidat yang ingin menunjukkan rekam jejaknya yang baik, maka dia harus melihat bagaimana agar rekam jejak itu menjadi kelihatan oleh pemilih, maka dia
Universitas Sumatera utara
akan melakukan promosi melalui media massa yang dapat dijangkau oleh pemilih, atau dengan menunjuk tokoh masyarakat sebagai tim suksesnya.
10
5.4. Partai Politik
Sebuah negara dengan sistem demokrasi, membutuhkan sebuah organisasi politik yang menjadi instrument demokrasi. Organisasi tersebut biasa disebut Partai Politik. Secara
definitive, Carl J. Friedrich mendefinisikan partai politik sebagai kelompok manusia yang terorganisir untuk merebut atau mempertahankan
kekuasaan, dengan maksud mensejahterakan anggotanya, baik untuk kebijaksaanaan, keadilan, maupun untuk hal-hal yang bersifat materil. Sementara itu, R. H. Soltau
mengemukakan definisinya tentang partai politik sebagai kelompok warga negara terorganisasi dan bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan
kekuasaannya untuk memilih, dengan tujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan umum yang mereka buat.
11
Sebuah partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik -
biasanya dengan cara konstitusionil - untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
12
Franz Neumann mengkategorikan partai politik menjadi 2 jenis, yakni Democratic Integrative Party
and The Totalitarian Integrative Party. Franz Neumann
mengkategorikannya berdasar pada usaha partai dalam mengintegrasikan nilai-nilai politiknya. Democratic Integrative party didefinisikan sebagai partai yang melakukan usaha-
Jenis-jenis partai politik dikategorikan bermacam-macam oleh para ahli politik., Max Weber mengkategorikan partai politik menjadi 2 jenis, yakni partai elit dan partai massa.
Secara tidak langsung, Max Weber mengkategorikannya berdasar dari model pembiayaan partai, yang secara otomatis menunjukkan pemilihnya. Partai Elit didefinisikan sebagai partai
yang didukung oleh kalangan elit dalam sistem masyarakat, semisal pengacara, doctor, pengusaha, dan lain-lain. Partai massa didefinisikan sebagai partai yang didukung oleh
kalangan masyarakat bawah.
10
Ibid, Hal. 476-479.
11
Ahmad Heryawan, Selasa, 02 Juni 2009, Latar Belakang Berdirinya Partai Politik, http:www.ahmadheryawan.comkolom94-kolom4206-latar-belakang-berdirinya-partai-politik.html Diakses tanggal 7
September 2012. Pukul 10.16.
12
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia, 1989, Hal.159.
Universitas Sumatera utara
usaha pencapaian tujuan politik secara demokratis. Totalitarian Integrative Party didefinisikan sebagai partai yang melakukan usaha-usaha pencapaian tujuan politik tanpa
melalui cara demokratis.
13
Partai politik melaksanakan suatu tugas penting di dalam pemerintahan. Partai politik bersama masyarakat berusaha mencapai kontrol pemerintahan, menciptakan kebijakan yang
baik sesuai kepentingan mereka atau kelompok yang mendukung mereka, serta mengorganisir dan membujuk pemilih untuk memilih calon mereka agar menempati jabatan
tertentu. Walaupun sangat banyak yang dilibatkan di dalam menjalankan pemerintahan pada semua tingkat, partai politik bukanlah pemerintah. Tujuan dasar partai politik adalah
mencalonkan orangnya untuk jabatan publik, dan untuk mendapatkan sebanyak mungkin suara pemilih. Ketika terpilih, pejabat-pejabat tersebut akan berusaha mencapai tujuan Partai
mereka melalui proses legislasi dan inisiatif program. Terdapat beberapa fungsi partai politik antara lain;
5.4.1 . Fungsi Partai Politik
14
a. Sarana komunikasi politik
Partai politik memiliki fungsi merumuskan berbagai usulan kebijakan yang bertumpu pada aspirasi rakyat baik yang berada dalam kelompok yang sama ataupun berbeda. Rumusan
tersebut kemudian diartikulasikan dan diagregasikan kepada pemerintah agar dapat dijadikan sebagai sebuah kebijakan. Partai politik memiliki peran yang cukup strategis dalam
menjembatani komunikasi antara pemerintah dengan rakyat. kepentingan rakyat ini menjadi salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan agar eksistensi partai politik tetap terjaga
dalam kancah perpolitikan dan tidak ditinggalkan oleh rakyat yang diwakilinya.
b. Sarana sosialisasi dan pendidikan politik
Partai politik mempunyai kewajiban untuk mensosialisasikan seluruh wacana politiknya kepada rakyat. Wacana politik ini dituangkan dan dapat dilihat melalui visi, misi,
platform dan berbagai program yang diemban oleh partai politik. Rakyat dalam hal ini harus diperlakukan tidak hanya sebagai subyek tetapi sekaligus juga sebagai obyek. Dengan
13
Jásaon Simon, The Change of Function of Political Parties at the Turn of Millennium, http:www.slideshare.netalafitothe-change-of-function-of-political-parties-at-the-turn-ofmillennium-
2003. Diakses tanggal 7 September 2012. Pukul 10.32.
14
A. Rahman H. I, Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu 2007, Hal. 103-104.
Universitas Sumatera utara
demikian rakyat akan tumbuh menjadi semakin dewasa dan terdidik dalam berpolitik dan berdemokrasi.
c. Sarana rekruitmen politik
Partai politik mempunyai kewajiban untuk melakukan rangkaian kegiatan seleksi dan rekruitmen dalam rangka mempersiapkan pengisian berbagai posisi dan jabatan politik sesuai
ketentuan perundangan yang berlaku. Diantaranya adalah jabatan presiden dan wakil presiden, menteri, gubernur, anggota dewan dan sebagainya. Rekruitmen politik menjadi
sangat penting akan memberikan warna dan peluang bagi terjadinya dinamika politik yang dapat menekan terjadinya otoriterisme, diktatorisme, kemandegan dan kebuntuan politik
dalam sistem tersebut.
d. Sarana peredam dan pengatur konflik
Partai politik dituntut untuk memiliki kepekaan dan sensitifitas yang tinggi terhadap berbagai potensi konflik yang dari waktu kewaktu intensitasnya semakin meningkat. Partai
politik memiliki kewajiban untuk meredam dan mengatur potensi konflik agar tidak meledak dan menimbulkan masalah baru. Konflik memang secara alamiah ada, tetapi yang penting
adalah bagaimana mengelola potensi konflik yang ada agar menjadi energi, spirit dan support dalam merumuskan sebuah kebijakan politik untuk semua yang menguntungkan semua
pihak.
Dalam literature lain, ada 3 fungsi partai politik yaitu
;
15
a.
Representing groups of interests Dalam partai politik dikenal istilah konstituen, yakni orang-orang yang mendukung
atau mempercayakan hak pilihannya kepada Partai atau kandidat partai. Partai politik menyajikan kelompok seperti halnya individu. Kelompok kelompok kepentingan ini
mempunyai perhatian khusus. Semisal, partai politik yang merepresentasikan petani, partai politik yang merepresentasikan buruh, dan lain sebagainya. Di Indonesia, beberapa partai
berhasil memposisikan dirinya. Salah satunya adalah PDIP, yang memposisikan dirinya sebagai partai politik yang merepresentasikan wong cilik.
15
The Functions of Political Parties, http:www.cliffsnotes.comWileyCDACliffsReviewTopicThe- Functions-of-Political-Parties.topicArticleId-65383,articleId-65501.html. Diakses tanggal 7 September 2012 pukul 11.12.
Universitas Sumatera utara
b. Simplying Choice
Di beberapa Negara, partai politik mampu menempatkan dirinya pada posisi ideologi, filosofi, ataupun nilai-nilai politik tertentu. Pemilih dapat melihat partai politik tertentu
berdiri pada sisi tertentu, walaupun dengan penilaian secara sederhana. Sehingga pemilih tidak melihat partai politik sebagai sesuatu yang semu tanpa perhatian khusus yang
mencirikannya. Semisal di Amerika Serikat, Partai Republik ditempatkan sebagai partai pendukung kalangan bisnis, dan Partai Demokrat ditempatkan sebagai partai pendukung
masyarakat bawah.
c.
Making Policy
Partai politik, secara organisasi, bukanlah pembuat kebijakan. Namun, partai secara pasti mengambil posisi pada kebijakan-kebijakan penting, terutama untuk menyediakan
alternatif - alternatif kepada siapapun Partai yang berkuasa. Ketika sebuah partai berkuasa, partai tersebut mencoba untuk meletakkan filosofinya ke dalam praktek perundang-undangan.
Jika seorang calon memenangkan jabatan dengan mayoritas besar, hal itu berarti bahwa pemberi suara sudah memberikan suatu mandat untuk menyelesaikan program yang
dikampanyekan. Jason Simon, seorang peneliti politik dari Institut Ilmu Politik HungarianAcademy of
Sciences, mengemukakan dalam tulisannya yang berjudul The Change of Function of Political Parties at the Turn of Millennium.
16
a. The Functions of Political Socialization
Sosialisasi politik adalah proses selama seseorang menjadi sadar dan memperoleh norma-norma, nilai-nilai dan aturan tentang perilaku politik. Selama proses ini, keluarga,
sekolah,komunitas pertemanan, saluran informasi semisal ceramah kuliah, media, hubungan telepon, dll., dan peristiwa yang secara langsung dialami oleh individu, merupakan aspek
yang penting dalam sosialisasi politik. Proses sosialisasi juga dipengaruhi oleh kebiasaan dari individu, terutama
kemampuannya untuk menerima nilai-nilai baru, dan berapa banyak nilai-nilai ini menjadi inclusif atau eksklusif terhadap nilai-nilai lain. Faktor-faktor ini mendefinisikan ketertarikan
16
Jáson Simon, The Change of Function of Political Parties at the Turn of Millennium, http:www.slideshare.netalafitothe-change-of-function-of-political-parties-at-the-turn-ofmillennium-
2003. Diakses tanggal 7 September 2012. Pukul 11.30.
Universitas Sumatera utara
dan respon individu terhadap politik, toleransi politiknya, serta identitas partai atau kelompok.
b. The Functions of Mobilization
Melalui mobilisasi politik menghimbau untuk bertindak,mengerahkan partai politik melibatkan warganegara ke dalam kehidupan publik. Tujuan mobilisasi politik meliputi tiga
bidang: untuk mengurangi ketegangan sosial yang dimunculkan oleh kelompok yang dikerahkan, untuk mengelaborasi program dalam rangka memperoleh suara bagi partai, dan
untuk membangun suatu struktur kelompok yang dapat dijadikan referensi bagi partai politik. Tujuan dari semua mobilisasi politik adalah untuk mencapai suatu efek baik dari aspek-aspek
diatas, sehingga dapat memastikan posisi yang lebih baik untuk mobilisasi partai politik.
c. The Functions of Participation
Fungsi partisipasi politik yang dilakukan oleh partai politik dapat dibedakan dari fungsi mobilisasi. Dengan memobilisasi warganegara, partai sedang mengarah pada
pembentukan dan pemengaruhan peristiwa-peristiwa politik dengan bantuan dari lingkaran yang terlembagakan dan organisasi-organisasi dalam sistem politik. Sedangkan Partisipasi
memastikan perasaan dan kemampuan demokrasi, serta kompetisi didalam partai politik. Partai politik dapat memastikan partisipasi politik dalam berbagai cara. Menurut Milbrath,
sebagai fungsi partai politik, partisipasi politik melibatkan dua dimensi, yakni partisipasi aktif dan partisipasi pasif. Partisipasi aktif meliputi instrumen kerja partai aktifitas konkret partai,
pemilihan pemimpin dan ketertampilan kerja partai demonstrasi,debat politik. Partisipasi pasif meliputi kepatuhan partai terhadap hukum.
d. The Function of Legitimacy
Fungsi legitimasi mengacu pada bentuk opini publik. Hal tersebut didasarkan pada kepercayaan dan dukungan Partai kepada pemerintah dan sistem, melalui eksistensi partai
tersebut. Fungsi legitimasi merupakan efek kolektif dari sosialisasi politik, mobilisasi politik, dan partisipasi politik. Pengenalan dan dukungan suatu sistem pemerintahan tergantung pada
berapa banyak warganegara yang taat, menghormati norma-norma, menerima perbedaan dan pemikiran alternatif-alternatif yang muncul dalam rangka menerima sistem institusi dan
mekanisme demokrasi. Partisipasi dan Mobilisasi memberikan kepercayaan dan pengalaman bagi pemilih bahwa opini mereka, kepentingan mereka, dan sistem nilai mereka, berperan
dalam sistem demokrasi. Menurut beberapa ahli, hal tersebut merupakan aspek yang
Universitas Sumatera utara
membedakan antara demokrasi dan non-party singleparty dictatorship. Oleh karena itu, fungsi legitimasi adalah fungsi utama dari partai politik.
e. The Function of Representation
Fungsi representasi merupakan hasil dari keikutsertaan partai pada pemilihan umum. Sistem pemilihan umum pada negara demokrasi harus memenuhi dua kriteria: representasi
dan pemerintahan. Prinsip representasi menjamin ekspresi keinginan pemilih, sebagai hasil akhir dari suara yang telah diberikan kepada partai maupun kandidat.
5.4.2 . Peran Partai Politik dalam Pilkada
Peran partai politik telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi sistem perpolitikan nasional, terutama dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang dinamis dan
sedang berubah. Partai politik memainkan peran yang sangat sentral dalam Pilkada langsung di Indonesia. Di dalam UU No. 342004 tentang pemerintahan daerah dikatakan bahwa “
pasangan calon kepala daerah diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik”.
Sehingga dapat dijelaskan bahwa : Pertama, partai politik merupakan salah satu pintu
masuk mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Pintu ini dapat dilakukan dengan mekanisme tunggal dan plural. Tunggal oleh hanya satu partai politik. Plural, apabila diusulkan oleh lebih
dari satu partai.
Kedua, untuk menjadikan partai politik sebagai pintu masuk partai yang bersangkutan
harus memenuhi 15 suara dalam pemilu legislatif di daerah yang bersangkutan atau 15 perolehan kursi di DPRD dalam pemilu legislatif. Jika persyaratan ini tidak terpenuhi maka
partai politik yang bersangkutan harus melakukan koalisi dengan partai lain.
Ketiga, partai politik menyediakan ruang bagi calon perseorangan.
Keempat, partai politik mempertimbangkan masukkan –masukkan masyarakat. Kelima, dukungan atau pencalonan oleh partai politik harus dinyatakan secara legal
dengan surat dan rekomendasi yang dinyatakan secara sah untuk menghindari peluang terjadinya penarikan dukungan oleh partai bersangkutan.
Fungsi mobilisasi menghimbau untuk bertindak,mengerahkan dari partai politik yang melibatkan masyarakat adalah sebuah fungsi yang sangat tepat dalam sebuah proses
pemilihan umum. Mobilisasi secara sederhana selalu dilawankan dengan Partisipasi. Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak
pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan. Keikutsertaan warga dalam proses politik tidaklah hanya
Universitas Sumatera utara
berarti warga mendukung keputusan atau kebijakan yang telah digariskan oleh para pemimpinnya, karena kalau ini yang terjadi maka istilah yang tepat adalah mobilisasi politik.
Mobilisasi Politik bukan sekedar sebagai proses dimana warga negara diarahkan pada keterlibatan politik. Definisi tersebut dianggap masih umum dan mungkin dilihat sebagai
kelebihan ataupun kekurangan sebuah “pendapat umum” dari konsep-konsep di masa lalu mengenai terminologi mobilisasi politik. Mobilisasi memiliki banyak makna, mobilisasi
dapat diartikan sedikitnya dalam tiga gejala sosial yang berbeda, Pertama, dalam aspek sosial ekonomi, sebagaimana didefinisikan dalam teori mobilisasi sosial tradisional, mobilisasi
mengacu pada suatu proses “pertimbangan sosial dan pembangunan ekonomi”, Kedua, Mobilisasi dapat berarti usaha pembersihan oleh rejim totaliter, Ketiga, “Mobilisasi” dapat
juga mengacu pada proses selektif untuk melibatkan warganegara di dalam politik.
17
Salah satu bentuk nyata dari mobilisasi politik yang dilakukan partai politik adalah Marketing Politik. Ada empat hal utama yang melandasi pentingnya penggunaan marketing
politik bagi partai-partai politik. Manifestasi dari politik mobilisasi adalah orientasi partai-partai politik yang fokus
kepada pemilihan pejabat-pejabat dan perebutan kekuasaan atas jabatan-jabatan tertentu, hal inilah yang kemudian mendasar munculnya koalisi antarpartai. Orientasi ini yang kadang
membuat partai-partai politik mulai menyimpang dari ideologi dasar partainya, koalisi-koalisi antarpartai dilakukan bukan karena partai-partai yang berkoalisi memiliki kesamaan ideologi
untuk membangun negara tetapi lebih kepada peningkatan jumlah anggota partai untuk bisa menduduki jabatan-jabatan tertentu. Politikus-politikus yang terlibat juga semakin
profesional dan berubah seolah-olah menjadi politikus adalah jabatan karier dan mata pencaharian, dan bukan merupakan pejuang-pejuang prinsip atau ideologi tertentu.
Akibatnya, politikus bisa dengan mudah berpindah dari satu partai ke partai lain. Hal ini secara tidak langsung sebenarnya mulai menumbuhkan sikap apatis dari masyarakat sebagai
pemilih terhadap sebuah proses pemilihan umum, hal ini jelas terlihat dari tingginya angka- angka golput yang terjadi dalam beberapa proses pemilihan umum. Namun terlepas dari
penyimpangan-penyimpangan itu, mobilisasi politik tetap menjadi cara yang paling sesuai digunakan dalam arena pemilihan umum.
18
17
Chapter 3 Mobilization and Party Recruitment,
Pertama, terjadinya pergeseran paradigma pemilih dari ideologi ke program kerja. Masyarakat cenderung melihat apa yang bisa dan apa yang
ditawarkan oleh partai politik maupun kontestan dibandingkan dengan alasan- alasan
http:www.olemiss.educoursespol324guo02ch3.pdf. Diakses tanggal 1 Oktober 2012. Pukul 22.43.
18
Firmanzah, Op. Cit, Hal. 57-58.
Universitas Sumatera utara
ideologis yang ada dibalik satu partai politik atau kontestan. Hal ini terlihat nyata sekali dengan semakin membesarnya persentase pemilih non-partisan, yaitu para pemilih yang
menunggu partai politik mana yang kiranya menwarakan solusi paling baik ketimbang yang lainnya. Partai politik jenis inilah yang akan mereka pilih dalam Pemilu.
Kedua, meningkatnya pemilih non-partisan. Terdapat trend yang memperlihatkan semakin meningkatnya proporsi non-partisan dalam Pemilu. Nonpartisan adalah sekelompok
masyarakat yang tidak menjadi anggota atau mengikatkan diri secara ideologis dengan partai politik tertentu. Kaum non-partisan melihat pentingnya kemampuan dan kapasitas orang atau
program kerja partai politik mana yang dapat memberikan solusi atas permasalahan bangsa dan negara ketika program-program itu dikomunikasikan selama periode menjelang Pemilu.
Ketiga, meningkatnya massa mengambang floating mass. Dengan meningkatnya jumlah pemilih non partisan maka jumlah massa mengambang semakin besar. Massa
mengambang ini seringkali sangat menentukan menang tidaknya suatu partai politik dalam Pemilu. Massa mengambang adalah kelompok
masyarakat yang diperebutkan oleh partai-partai dan kandidat yang bersaing dalam Pemilu. Massa mengambang ini semakin besar seiring semakin kritisnya masyarakat.
Keempat, adanya persaingan politik. Sistem multipartai yang kini banyak dianut oleh negara yang sedang meniti ke arah demokrasi ataupun baru saja melaksanakan
transisi dari otoriter menuju demokrasi, ditambah dengan semakin kritisnya masyarakat dalam memilih partai politik telah menempatkan partai politik pada iklim kompetisi yang
ketat untuk memperebutkan pemilih. Marketing politik tidak menjamin sebuah kemenangan, tapi menyediakan perangkat
bagaimana menjaga hubungan dengan pemilih untuk membangun kepercayaan, mobilisasi, dan selanjutnya memperoleh dukungan suara.
19
19
Dermody R. Scullion, dikutib dari Oman Heryaman, S.IP, M.Si, Political Marketing Dan Kualitas Demokrasi, http:www.scribd.comdoc5988402Political-Marketing-dan-Kualitas-
Demokrasi. Diakses tanggal 1 Oktober 2012. Pukul 23.48.
Dalam praktek sebenarnya dilapangan, khususnya dalam sebuah proses pilkada, partai politik selalu mempergunakan segenap sumber daya yang dimilikinya demi mendapatkan
dukungan dari masyarakat terhadap kandidat yang diusungnya. Sumber daya yang dimaksud tentunya dengan melakukan strategi marketing politik. Pada saat melakukan strategi
marketing politik partai-partai politik sama dengan “pedagang” yang menjual calon kepala daerah sebagai “barang dagangannya” kepada masyarakat yang berperan sebagai konsumen,
dan strategi merekalah yang menentukan laku atau tidaknya kandidat tersebut.
Universitas Sumatera utara
Untuk melakukan sebuah strategi marketing politik, partai politik biasanya selalu mengedepankan figur dari kandidat. Hal ini tentunya dengan melihat kualitas figur yang coba
ditampilkan, sehingga pemilih mampu menerimanya sebagai nilai politik yang akan dipilih.
5.5. Pemilihan Kepala Daerah Pilkada
Kebijakan desentralisasi dengan memberikan otonomi seluas-luasnya kepada daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia merupakan salah satu agenda reformasi yang telah diformulasikan dalam amandemen kedua Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Ada dua tujuan utama yang ingin
dicapai melalui kebijakan desentralisasi. Pertama adalah tujuan kesejahteraan, yaitu menjadikan pemerintah daerah sebagai instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan di
tingkat lokal melalui pemberian pelayanan publik dan menciptakan daya saing daerah yang pada gilirannya akan menyumbang kepada kesejahteraan nasional. Kedua adalah tujuan
politik, yaitu pemerintah daerah akan menjadi instrumen pendidikan politik di tingkat lokal yang kalau berhasil akan menyumbang kepada pendidikan politik nasional, untuk mendukung
proses demokratisasi dalam mewujudkan masyarakat madani civil society. Sejak reformasi, Indonesia telah dua kali membentuk Undang-Undang tentang
Pemerintahan Daerah yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang dibentuk pada awal reformasi dilandasi oleh semangat merubah paradigma penyelenggaraan pemerintahan daerah dari yang selama
masa pemerintahan Orde Baru sangat didominasi oleh pendekatan sentralistik menuju kepada pemerintahan daerah yang desentralistik sebagai salah satu agenda utama dari reformasi.
Perubahan paradigma pemerintahan daerah yang sangat radikal tersebut pada satu sisi berhasil mengurangi peran Pemerintah Pusat yang sangat dominan selama berlakunya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Salah satu perubahan yang fenomenal adalah dilakukannya pengalihan urusan pemerintahan yang
sebelumnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat menjadi kewenangan daerah. Konsekuensi logis yang terjadi dari pengalihan kewenangan tersebut adalah berubahnya
kelembagaan dengan dibubarkannya kanwil dan kandep digabung kedalam dinas daerah,
Universitas Sumatera utara
beralihnya personil, pembiayaan serta sarana dan prasarana pemerintahan dan juga dokumen yang dikenal dengan istilah pengalihan P3D.
20
Selain itu, pemilihan kepala daerah secara langsung dapat menghindarkan politik praktis daerah dari aroma money politics. Tidak mungkin bagi calon kepala daerah, baik itu
calon Gubernur atau BupatiWalikota, untuk menyuap seluruh rakyat daerah tersebut yang berjumlah jutaan orang. Sedangkan jika tetap memakai sistem perwakilan, money politics
adalah sangat mungkin karena jumlah wakil rakyat daerah relatif sedikit. Bertambah luasnya ruang bagi partisipasi aktif rakyat daerah berarti semakin mendekatkan praksis politik di
daerah dengan demokrasi ideal. Dengan pemilihan langsung, kepala daerah memiliki legitimasi demokrasi yang kuat. Di sisi lain, rakyat akan merasa lebih bertanggung jawab
Salah satu wujud nyata dari Undang-Undang tersebut adalah Pemilihan Kepala Daerah Langsung dan Wakil Kepala Daerah Langsung. Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah Langsung atau sering disebut Pilkada Langsung merupakan mekanisme demokratis dalam rangka rekrutmen pemimpin di daerah, dimana rakyat diberikan hak dan
kebebasan sepenuhnya untuk menentukan calon kepala daerah yang dianggap mampu menyuarakan aspirasinya. Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Langsung
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005 dan penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah KPUD. PP No. 6 Tahun 2005, Pasal 1 ayat 1 berbunyi :
“Pemilihan Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah yang selanjutnya disebut pemilihan adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi danatau KabupatenKota
berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk memilih Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah.”
Pilkada berupaya menghasilkan kepala daerah yang lebih baik, lebih berkualitas dan memiliki aspekbilitas politik yang tinggi serta derajat legitimasi yang kuat, karena kepala
daerah terpilih mendapat mandat langsung dari rakyat. Penerimaan yang cukup luas dari masyarakat terhadap kepala daerah terpilih sesuai dengan prinsip mayoritas perlu agar
kontroversi yang terjadi dalam pemilihan dapat dihindari. Pada gilirannya, pemilihan kepala daerah secara langsung akan menghasilkan Pemerintahan Daerah yang lebih efektif dan
efisien, karena legitimasi eksekutif menjadi cukup kuat, dan tidak gampang digoyang oleh legislatif.
20
www.depdagri.go.id
Universitas Sumatera utara
terhadap pilihannya. Rakyat tentunya tidak akan gegabah menentukan pemimpinnya karena pilihan tersebut akan menentukan masa depan daerahnya dan akan berimbas pada masa depan
dirinya sendiri sebagai individu. Akuntabilitas kepala daerah benar-benar tertuju kepada rakyat, begitu pula sebaliknya. Relasi langsung ini akan lebih mendekatkan pemerintah
dengan yang diperintah. Dengan kedekatan rasional ini, diharapkan penyaluran aspirasi rakyat akan semakin lancar dan setiap kebijakan pemerintah akan semakin mudah di kontrol.
Pada akhirnya, konsep kedaulatan yang ada di tangan rakyat diharapkan bisa sepenuhnya teraktualisasi dalam politik praktis daerah.
5.5.1. Asas-Asas Pilkada Langsung
Salah satu ciri sistem Pilkada yang demokratis dapat dilihat dari asas-asas yang dianut. Asas adalah suatu pangkal tolak pikiran untuk sesuatu kasus atau suatu jalan dan
sarana untuk menciptakan sesuatu tata hubungan atau kondisi yang kita kehendaki.
21
1. Langsung
Asas Pilkada adalah pangkal tolak pikiran untuk melaksanakan Pilkada. Dengan kata lain, asas
Pilkada merupakan prinsip-prinsip atau pedoman yang harus mewarnai proses penyelenggaraan. Asas Pilkada juga berarti jalan atau sarana agar Pilkada terlaksanakan
secara demokrasi. Dengan demikan, asas-asas Pilkada harus tercermin dalam tahapan-
tahapan kegiatan atau diterjemahkan secara teknis dalam elemen-elemen kegiatan Pilkada.
Asas yang dipakai dalam Pilkada langsung sama persis dengan asas yang dipakai dalam pemilihan umum yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Rumusan
mengenai asas-asas Pilkada langsung tertuang dalam Pasal 56 Ayat 1 UU No. 32 Tahun 2004 dan ditegaskan kembali pada Pasal 4 Ayat 3 PP No. 6 Tahun 2005. Selengkapnya bunyi
Pasal 56 Ayat 1 berbunyi : ”Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan
secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.” Dengan asas-asas tersebut, dapat dikatakan bahwa Pilkada langsung di Indonesia telah
menggunakan prinsip-prinsip yang berlaku umum dalam rekrutmen pejabat publik atau pejabat politik yang terbuka. Adapun pengertian asas-asas tersebut adalah sebagai berikut :
Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
21
Supardi dan Syaiful Anwar, Dasar-dasar Perilaku Organisasi, Yogyakarta : UII Press, 2002, Hal. 5.
Universitas Sumatera utara
2. Umum
Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan perundangan, berhak mengikuti Pilkada. Pemilihan yang bersifat umum
mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa dikriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan,
pekerjaan dan status sosial. 3.
Bebas Setiap warga negara yang berhak memilih bebas menetukan pilihan tanpa tekanan
paksaan dari siapapun. Dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya sehingga dapat memilih sesuai kehendak hati nurani dan kepentingannya.
4. Rahasia
Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin dan pilihanya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara
dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapapun suaranya diberikan. 5.
Jujur Dalam penyelenggaraan Pilkada, setiap penyelenggara Pilkada, aparat pemerintah,
calonpeserta Pilkada, pengawas Pilkada, pemantau Pilkada, pemilih serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6. Adil
Dalam penyelenggaraan Pilkada, setiap pemilih dan calonpeserta Pilkada mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
22
Tahap pertama, yakni Tahap Persiapan, yang meliputi : i dalam tahap persiapan DPRD memberitahukan kepada kepala daerah maupun KPUD mengenai berakhirnya masa
jabatan kepala daerah; ii dengan adanya pemberitahuan dimaksud, kepala daerah berkewajiban untuk memyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada
pemerintah dan laporan pertanggungjawaban LKPJ kepada DPRD; iii KPUD dengan
5.5.2. Tahapan Kegiatan Pilkada Langsung
Sesuai ketentuan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, tahapan Pilkada secara langsung dibagi menjadi dua tahap, yaitu terdiri dari : i tahapan persiapan dan ii tahapan
pelaksanaan.
22
Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005, Hal. 207-208.
Universitas Sumatera utara
pemberitahuan dimaksud menetapkan rencana penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang meliputi penetapan tatacara dan jadwal pelaksanaan Pilkada,
membentuk Panitia Pemilihan Kecamatan PPK, Panitia Pemungutan Suara PPS, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara KPPS serta pemberitahuan dan pendaftaran
pemantauan; dan iv DPRD membentuk Panitia Pengawas Pemilihan yang unsurnya terdiri Kepolisian, Kejaksaan, Perguruan Tinggi, Pers dan Tokoh masyarakat.
Tahap kedua, Tahap Pelaksanaan, yang meliputi : penetapan daftar pemilih pengumuman pendaftaran dan penetapan pasangan calon, kampanye, masa tenang,
pemungutan suara, penghitungan suara, penetapan pasangan calon terpilih, pengusulan pasangan calon terpilih dan pengesahan serta pelantikan calon terpilih.
23
6. Metode Penelitian 6.1. Jenis Penelitian
Studi ini pada dasarnya bertumpu pada penelitian kualitatif. Aplikasi penelitian kualitatif ini adalah konsekuensi metodologis dari penggunaan metode deskriptif. Bogdan
dan Taylor mengungkapkan bahwa “metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati.
24
23
Leo Agustino, Pilkada Dan Dinamika Politik Lokal, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009, Hal. 81.
24
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1994, Hal. 3.
Penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses penjaringan informasi, dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek,
dihubungkan dengan pemecahan masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan informasi dalam situasi sewajarnya,
untuk dirumuskan menjadi satu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia. Masalah yang akan diungkapkan dapat disiapkan sebelum mengumpulkan data atau
informasi, akan tetapi mungkin saja berkembang dan berubah selama kegiatan penelitian dilakukan. Dengan demikian datainformasi yang dikumpulkan data terarah pada kalimat
yang diucapkan, kalimat yang tertulis dan tingkah laku kegiatan. Informasi dapat dipelajari dan ditafsirkan sebagai usaha untuk memahami maknanya sesuai dengan sudut pandang
sumber datanya. Maka informasi yang bersifat khusus itu, dalam bentuk teoritis melalui proses penelitian kualitatif tidak mustahil akan menghasilkan teori-teori baru, tidak sekedar
untuk kepentingan praktis saja.
Universitas Sumatera utara
Secara khusus penelitian deskriptif yang penulis gunakan dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan objek penelitian berdasarkan
fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Fakta atau data yang ada dikumpulkan, diklasifikasikan dan kemudian akan dianalisa. Pada penelitian deskriptif, penulis memusatkan
perhatian pada penemuan fakta- fakta sebagaimana keadaan yang sebenarnya ditemukan. Karena itu dalam penelitian ini, penulis mengembangkan konsep dan menghimpun berbagai
fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa.
25
6.3. Populasi dan Sampel 6.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi penelitian di Kecamatan Kabanjahe. Alasan lain yang melatarbelakangi peneliti melakukan penelitian di kecamatan ini adalah, dimana kecamatan
Kabanjahe adalah daerah yang memiliki Daftar Pemilih Tetap DPT terbanyak yaitu 46.260
jiwa.
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan ditetapkan kesimpulannya. Dalam hal ini populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang telah memiliki hak suara didalam pemilihan kepala daerah di
Kecamatan Kabanjahe yaitu berjumlah 46.260.
26
2. Sampel
Sampel adalah merupakan sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi. Untuk menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini, digunakan rumus Taro
Yamane: n=
� �.�
2
+1
keterangan : n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi d = Presisi, ditetapkan 10 dengan tingkat kepercayaan 90
25
Ibid., Hal. 6.
26
KPUD Kabupaten Karo
Universitas Sumatera utara
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah: n=
46.260 46.260.10
2
+1
n=
46.260 463 ,6
n= 99,784 atau dibulatkan menjadi 100 orang.
6.4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan sebuah penelitian, ada beberapa metode yang biasa digunakan untuk mengumpulkan data antara lain wawancara interview, observasi observation, dan
dokumentasi documentation. Untuk memperoleh data atau informasi, keterangan- keterangan atau fakta-fakta yang diperlukan, maka penulis dalam penelitian ini menggunakan
teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1.
Data Primer: yaitu penelitian lapangan field research, yaitu pengumpulan data dengan terjun langsung ke lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan cara
wawancara, yaitu suatu cara pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab langsung dengan informan yang mengetahui benar masalah yang diteliti, atau yang
terlibat langsung dengan masalah yang diteliti di dalam dalam penelitian ini. Yang menjadi key informan di sini adalah ketua Tim sukses dari pasangan Kena Ukur
Surbakti – Terkelin Brahmana yaitu Mansur Ginting, ST yang juga merupakan sekretaris DPD Partai Karya Peduli Bangsa Kabupaten Karo, kemudian beberapa
tokoh masyarakat yang antara lain, Fernando Sembiring, yang merupakan Ketua Karang Taruna Desa Rumah Kabanjahe dan
Drs. Gunana Kaban selaku ketua dari organisasi Persadaan Kaban Mergana ras Anak Beruna selanjutnya beberapa
masyarakat Karo khususnya yang berdomisili di Kecamatan Kabanjahe yang memilih pasangan Kena Ukur Surbakti – Terkelin Brahmana dan dianggap mewakili pendapat
masyarakat Karo yang memilih pasangan kandidat tersebut. 2.
Data Sekunder, yaitu penelitian kepustakaan Library research yaitu dengan mempelajari buku-buku, jurnal, peraturan-peraturan, laporan-laporan serta bahan-
bahan lain yang berhubungan dengan penelitian ini.
6.5. Teknik Analisa Data
Universitas Sumatera utara
Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis analisa data kulitatif. Dalam analisis data kualitatif datanya tidak dapat dihitung dan
berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun dalam bentuk angka-angka.
27
7. Sistematika Penulisan
Data-data yang terkumpul melalui wawancara terhadap informan yang berasal dari tim sukses dan membandingkannya dengan hasil wawancara dengan masyarakat karo yang
menjadi informan kemudian disusun, dianalisa dan disajikan untuk memperoleh gambaran sistematis tentang kondisi dan situasi yang ada. Data-data tersebut diolah dan dieksplorasi
secara mendalam yang selanjutnya akan menghasilkan kesimpulan yang menjelaskan masalah yang akan diteliti.
Untuk mendapatkan gambaran yang terperinci, dan untuk mempermudah isi daripada skripsi ini, maka penulis membagi sistematika penulisan ke dalam 4 bab yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah, pokok permasalahan yang akan dibahas, pembatasan masalah yang akan diteliti, tujuan mengapa diadakan penelitian ini, manfaat
penelitian dan metode penelitian serta kerangka teori yang akan menjadi landasan pembahasan masalah.
BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang gambaran umum lokasi penelitian di Kabupaten Karo antara lain sejarah singkat kabupaten, sosial-budaya, pemerintahan,dan lain sebagainya.
BAB III : EFEKTIFITAS MARKETING POLITIK PADA PILKADA KARO TAHUN 2010
Pada bab ini data dan informasi disajikan dan dianalisis secara sistematis berdasarkan penelitian yang dilakukan.
BAB IV : KESIMPULAN
27
Ibid., Hal. 108.
Universitas Sumatera utara
Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, Pada bagian ini akan terjawab pertanyaan tentang hal-hal yang diteliti yang pada akhirnya menjadi sebuah kesimpulan yang
diperoleh dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan.
Universitas Sumatera utara
BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
1. Sejarah Singkat Kabupaten Karo
Meletusnya revolusi sosial di Sumatera Utara yang dikumandangkan oleh Wakil Gubernur Sumatera Dr. M. Amir pada tanggal 3 Maret 1946, tidak terlepas dari sikap sultan-
sultan, raja-raja dan kaum feodal pada umumnya, yang tidak begitu antusias terhadap kemerdekaan Indonesia. Akibatnya rakyat tidak merasa puas dan mendesak kepada komite
nasional wilayah Sumatera Timur supaya daerah istimewa seperti Pemerintahan swaprajakerajaan dihapuskan dan menggantikannya dengan pemerintahan demokrasi rakyat
sesuai dinamika perjuangan kemerdekaan. Sistem yang dikehendaki ialah pemerintah yang demokratis berporos kepada kedaulatan rakyat.
Gerakan itu begitu cepat menjalar ke seluruh pelosok daerah Sumatera Timur.Puluhan orang yang berhubungan dengan swapraja ditahan dan dipenjarakan oleh laskar-laskar yang
tergabung dalam Volks Front. Di Binjai, Tengku Kamil dan Pangeran Stabat ditangkap bersama beberapa orang pengawalnya. Istri-istri mereka juga ditangkap dan ditawan ditempat
berpisah. Sultan langkat di Tanjung pura pun tertangkap. Demikian juga sultan-sultan lainnya seperti Sultan Kualoh Leidong, Sultan Asahan, dan sultan-sultan lainnya ditangkap walaupun
melakukan perlawanan tetapi pasukan-pasukannya dapat dikalahkan oleh laskar-laskar rakyat. Pada saat itu di Sumatera Timur ada 21 swapraja atau kerajaan-kerajaan dan
kesultanan-kesultanan yang dalam Bahasa Belanda dinamakan Inlands Zelfbestuur swapraja bumiputera.
Demikian pula sebagai follow up dari revolusi sosial itu, pada tanggal 8 Maret 1946, keadaan pun semakin genting di Tanah Karo. Pemimpin pemerintahan di Tanah Karo
Ngerajai Meliala beserta pengikut-pengikutnya ditangkap dan diungsikan ke tanah alas Aceh Tenggara. Menghadapi keadaan yang semakin tidak menentu ini, Panglima Divisi X
Sumatera Timur, memperlakukan keadaan darurat. Khusus untuk Tanah Karo Panglima mengangkat Mayor M. Kasim, komandan resimen I Devisi X Berastagi menjadi pejabat
sementara kepala pemerintahan sebagai pengganti Ngerajai Meliala. Selanjutnya pada
tanggal 13 Maret 1946, Komite Nasional Indonesia Tanah Karo bersama barisan pejuang Tanah Karo, dalam sidangnya berhasil memutuskan antara lain: membentuk pemerintahan
Kabupaten Karo dengan melepaskan diri dari keterikatan administrasi kerajaan dan
Universitas Sumatera utara
menghapus sistem pemerintahan swapraja pribumi di Tanah Karo dengan sistem pemerintahan demokratis berdasarkan kedaulatan rakyat, kemudian Kabupaten Karo
diperluas dengan memasukkan daerah Deli Hulu dan daerah Silima Kuta Cingkes dan selanjutnya mengangkat Rakutta Sembiring Brahmana menjadi Bupati Karo, KM Aritonang
sebagai Patih, Ganin Purba sebagai Sekretaris dan Kantor Tarigan sebagai Wakil Sekretaris dan mengangkat para lurah sebagai penganti raja urung yang sudah dihapuskan.
Usul itu disetujui sepenuhnya oleh peserta sidang dan Mr. Luat Siregar mewakili Gubernur Sumatera Utara dan disahkan oleh residen Yunus Nasution yang saat itu ikut di
dalam rapat tersebut. Dengan demikian terbentuklah sudah Tanah Karo sebagai suatu daerah dan Rakutta Sembiring ditetapkan sebagai Bupati Karo yang pertama.
2. Keadaan Daerah