. Peran Partai Politik dalam Pilkada

membedakan antara demokrasi dan non-party singleparty dictatorship. Oleh karena itu, fungsi legitimasi adalah fungsi utama dari partai politik. e. The Function of Representation Fungsi representasi merupakan hasil dari keikutsertaan partai pada pemilihan umum. Sistem pemilihan umum pada negara demokrasi harus memenuhi dua kriteria: representasi dan pemerintahan. Prinsip representasi menjamin ekspresi keinginan pemilih, sebagai hasil akhir dari suara yang telah diberikan kepada partai maupun kandidat.

5.4.2 . Peran Partai Politik dalam Pilkada

Peran partai politik telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi sistem perpolitikan nasional, terutama dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang dinamis dan sedang berubah. Partai politik memainkan peran yang sangat sentral dalam Pilkada langsung di Indonesia. Di dalam UU No. 342004 tentang pemerintahan daerah dikatakan bahwa “ pasangan calon kepala daerah diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik”. Sehingga dapat dijelaskan bahwa : Pertama, partai politik merupakan salah satu pintu masuk mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Pintu ini dapat dilakukan dengan mekanisme tunggal dan plural. Tunggal oleh hanya satu partai politik. Plural, apabila diusulkan oleh lebih dari satu partai. Kedua, untuk menjadikan partai politik sebagai pintu masuk partai yang bersangkutan harus memenuhi 15 suara dalam pemilu legislatif di daerah yang bersangkutan atau 15 perolehan kursi di DPRD dalam pemilu legislatif. Jika persyaratan ini tidak terpenuhi maka partai politik yang bersangkutan harus melakukan koalisi dengan partai lain. Ketiga, partai politik menyediakan ruang bagi calon perseorangan. Keempat, partai politik mempertimbangkan masukkan –masukkan masyarakat. Kelima, dukungan atau pencalonan oleh partai politik harus dinyatakan secara legal dengan surat dan rekomendasi yang dinyatakan secara sah untuk menghindari peluang terjadinya penarikan dukungan oleh partai bersangkutan. Fungsi mobilisasi menghimbau untuk bertindak,mengerahkan dari partai politik yang melibatkan masyarakat adalah sebuah fungsi yang sangat tepat dalam sebuah proses pemilihan umum. Mobilisasi secara sederhana selalu dilawankan dengan Partisipasi. Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan. Keikutsertaan warga dalam proses politik tidaklah hanya Universitas Sumatera utara berarti warga mendukung keputusan atau kebijakan yang telah digariskan oleh para pemimpinnya, karena kalau ini yang terjadi maka istilah yang tepat adalah mobilisasi politik. Mobilisasi Politik bukan sekedar sebagai proses dimana warga negara diarahkan pada keterlibatan politik. Definisi tersebut dianggap masih umum dan mungkin dilihat sebagai kelebihan ataupun kekurangan sebuah “pendapat umum” dari konsep-konsep di masa lalu mengenai terminologi mobilisasi politik. Mobilisasi memiliki banyak makna, mobilisasi dapat diartikan sedikitnya dalam tiga gejala sosial yang berbeda, Pertama, dalam aspek sosial ekonomi, sebagaimana didefinisikan dalam teori mobilisasi sosial tradisional, mobilisasi mengacu pada suatu proses “pertimbangan sosial dan pembangunan ekonomi”, Kedua, Mobilisasi dapat berarti usaha pembersihan oleh rejim totaliter, Ketiga, “Mobilisasi” dapat juga mengacu pada proses selektif untuk melibatkan warganegara di dalam politik. 17 Salah satu bentuk nyata dari mobilisasi politik yang dilakukan partai politik adalah Marketing Politik. Ada empat hal utama yang melandasi pentingnya penggunaan marketing politik bagi partai-partai politik. Manifestasi dari politik mobilisasi adalah orientasi partai-partai politik yang fokus kepada pemilihan pejabat-pejabat dan perebutan kekuasaan atas jabatan-jabatan tertentu, hal inilah yang kemudian mendasar munculnya koalisi antarpartai. Orientasi ini yang kadang membuat partai-partai politik mulai menyimpang dari ideologi dasar partainya, koalisi-koalisi antarpartai dilakukan bukan karena partai-partai yang berkoalisi memiliki kesamaan ideologi untuk membangun negara tetapi lebih kepada peningkatan jumlah anggota partai untuk bisa menduduki jabatan-jabatan tertentu. Politikus-politikus yang terlibat juga semakin profesional dan berubah seolah-olah menjadi politikus adalah jabatan karier dan mata pencaharian, dan bukan merupakan pejuang-pejuang prinsip atau ideologi tertentu. Akibatnya, politikus bisa dengan mudah berpindah dari satu partai ke partai lain. Hal ini secara tidak langsung sebenarnya mulai menumbuhkan sikap apatis dari masyarakat sebagai pemilih terhadap sebuah proses pemilihan umum, hal ini jelas terlihat dari tingginya angka- angka golput yang terjadi dalam beberapa proses pemilihan umum. Namun terlepas dari penyimpangan-penyimpangan itu, mobilisasi politik tetap menjadi cara yang paling sesuai digunakan dalam arena pemilihan umum. 18 17 Chapter 3 Mobilization and Party Recruitment, Pertama, terjadinya pergeseran paradigma pemilih dari ideologi ke program kerja. Masyarakat cenderung melihat apa yang bisa dan apa yang ditawarkan oleh partai politik maupun kontestan dibandingkan dengan alasan- alasan http:www.olemiss.educoursespol324guo02ch3.pdf. Diakses tanggal 1 Oktober 2012. Pukul 22.43. 18 Firmanzah, Op. Cit, Hal. 57-58. Universitas Sumatera utara ideologis yang ada dibalik satu partai politik atau kontestan. Hal ini terlihat nyata sekali dengan semakin membesarnya persentase pemilih non-partisan, yaitu para pemilih yang menunggu partai politik mana yang kiranya menwarakan solusi paling baik ketimbang yang lainnya. Partai politik jenis inilah yang akan mereka pilih dalam Pemilu. Kedua, meningkatnya pemilih non-partisan. Terdapat trend yang memperlihatkan semakin meningkatnya proporsi non-partisan dalam Pemilu. Nonpartisan adalah sekelompok masyarakat yang tidak menjadi anggota atau mengikatkan diri secara ideologis dengan partai politik tertentu. Kaum non-partisan melihat pentingnya kemampuan dan kapasitas orang atau program kerja partai politik mana yang dapat memberikan solusi atas permasalahan bangsa dan negara ketika program-program itu dikomunikasikan selama periode menjelang Pemilu. Ketiga, meningkatnya massa mengambang floating mass. Dengan meningkatnya jumlah pemilih non partisan maka jumlah massa mengambang semakin besar. Massa mengambang ini seringkali sangat menentukan menang tidaknya suatu partai politik dalam Pemilu. Massa mengambang adalah kelompok masyarakat yang diperebutkan oleh partai-partai dan kandidat yang bersaing dalam Pemilu. Massa mengambang ini semakin besar seiring semakin kritisnya masyarakat. Keempat, adanya persaingan politik. Sistem multipartai yang kini banyak dianut oleh negara yang sedang meniti ke arah demokrasi ataupun baru saja melaksanakan transisi dari otoriter menuju demokrasi, ditambah dengan semakin kritisnya masyarakat dalam memilih partai politik telah menempatkan partai politik pada iklim kompetisi yang ketat untuk memperebutkan pemilih. Marketing politik tidak menjamin sebuah kemenangan, tapi menyediakan perangkat bagaimana menjaga hubungan dengan pemilih untuk membangun kepercayaan, mobilisasi, dan selanjutnya memperoleh dukungan suara. 19 19 Dermody R. Scullion, dikutib dari Oman Heryaman, S.IP, M.Si, Political Marketing Dan Kualitas Demokrasi, http:www.scribd.comdoc5988402Political-Marketing-dan-Kualitas- Demokrasi. Diakses tanggal 1 Oktober 2012. Pukul 23.48. Dalam praktek sebenarnya dilapangan, khususnya dalam sebuah proses pilkada, partai politik selalu mempergunakan segenap sumber daya yang dimilikinya demi mendapatkan dukungan dari masyarakat terhadap kandidat yang diusungnya. Sumber daya yang dimaksud tentunya dengan melakukan strategi marketing politik. Pada saat melakukan strategi marketing politik partai-partai politik sama dengan “pedagang” yang menjual calon kepala daerah sebagai “barang dagangannya” kepada masyarakat yang berperan sebagai konsumen, dan strategi merekalah yang menentukan laku atau tidaknya kandidat tersebut. Universitas Sumatera utara Untuk melakukan sebuah strategi marketing politik, partai politik biasanya selalu mengedepankan figur dari kandidat. Hal ini tentunya dengan melihat kualitas figur yang coba ditampilkan, sehingga pemilih mampu menerimanya sebagai nilai politik yang akan dipilih.

5.5. Pemilihan Kepala Daerah Pilkada