Latar Belakang Masalah Improvisasi dan Perilaku Politik Figuratif: Suatu Studi Marketing Politik Dalam Pilkada Karo Tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Sejak merdeka pada tahun 1945 Indonesia dapat dikatakan sudah termasuk negara yang sering melakukan pemilihan umum sebagai bentuk nyata dari demokrasi, Namun hingga saat ini bangsa ini belum dapat melakukan pemilu yang benar-benar demokratis. Sebagai pembenaran banyak anggapan yang menyatakan hal tersebut terjadi disebabkan karena Indonesia masih tergolong baru sebagai negara yang melakukan sistem demokrasi. namun seharusnya ini bukan menjadi alasan yang selalu disodorkan dalam melakukan pembenaran. Pernyataan ini bukan tanpa dasar, tapi berdasarkan fakta yang terjadi dapat dilihat berapa kalipun Indonesia melakukan proses pemilu tersebut, selalu saja banyak penyimpangan- penyimpangan, adanya pihak-pihak yang tidak dapat menerima hasil dari pilihan rakyat dengan berjiwa besar, dan sampai kepada masalah-masalah kekerasan yang menimbulkan jatuhnya korban. Hal ini juga terus merasuk kepada proses pemilihan kepala daerah di seluruh Indonesia, dan masalahnya ialah pemilihan kepala daerah lebih rawan penyimpangan dan begitu dekat dengan kekerasan. Munculnya sentimen-sentimen didaerah dapat menjadi pemicu banyaknya problem baru dari proses demokrasi tersebut, maka tidak mengherankan hinggga saat ini banyak perselisihan yang bahkan sampai kepada skala yang besar terjadi di berbagai daerah di Indonesia, tentunya ini bukan hal seperti inilah yang diharapkan dari proses demokrasi. Banyaknya penyimpangan yang terjadi kemudian dapat memunculkan tanda tanya di hati rakyat dan selanjutnya memunculkan anggapan yang menyatakan bahwa pemilu yang diselenggarakan hanya merupakan basa-basi yang dilakukan demi kepentingan perorangan atau kelompok yang justru memunculkan ketidaknyamanan ditengah-tengah masyarakat. 1 Lamanya Indonesia berada dibawah bayang-bayang rezim orde baru juga dapat dikatakan berpengaruh besar terhadap rasa persaingan yang sesungguhnya, sebab pada zaman orde baru, sebuah persaingan apalagi persaingan politik tidak begitu mencolok pada masa itu. Kehidupan demokrasi yang salah pada saat itu ternyata bukan hanya berimbas pada masa itu saja, namun ternyata imbasnya masih dapat terlihat dalam kehidupan berdemokrasi sesudah Seharusnya pemilu menjadi sebuah ajang yang sangat sakral bagi rakyat dimana mereka menentukan pilihan yang tepat dan berdampak kepada beberapa tahun ke depannya. 1 Firmanzah, Marketing Politik, Jakarta; Yayasan Obor Indonesia, 2007, Hal 3. Universitas Sumatera utara era reformasi yang terus berjalan hingga saat ini, yaitu bagaimana sebuah persaingan politik yang betul-betul sehat masih sulit terlihat didalam kehidupan berdemokrasi. Dalam hal ini dibutuhkan sebuah mental yang benar-benar kuat didalam prakteknya apalagi kepada pihak yang terlibat langsung di dalam prosesnya. Persoalan atau permasalahan politik sesungguhnya dapat dilihat dan dikaji dari berbagai macam pendekatan. Permasalahan politik dapat dipelajari dari kekuasaan, pemikiran politik, pendidikan politik, partisipasi politik, budaya politik, konstitusi, dan marketing politik. Pendekatan marketing politik dipilih berdasarkan kemajuan pesat demokrasi yang ada di Indonesia. Setiap harinya masyarakat atau warga negara hampir selalu bersentuhan dengan aspek-aspek dan kegiatan politik baik secara langsung ikut didalam kegiatan politik maupun hanya menjadi penikmat, pendengar, atau menyaksikan secara tidak langsung seluruh kegiatan politik melalui media yang ada di sekitar mereka. Interaksi yang terjadi antara pemerintah dan warga negara tersebut akan memunculkan variasi pandangan, penilaian, dan opini dari warga negara terhadap pemerintah mereka, pandangan-pandangan tersebut akan menjadi ukuran kepuasan warga negara terhadap pemerintahnya. Marketing yang merupakan sebuah kajian dalam dunia bisnis diasumsikan berguna bagi institusi politik. Sebagai mana diketahui ilmu marketing adalah sebuah disiplin yang menghubungkan produsen dengan konsumen, sehingga jelas dalam hal ini dapat dilihat bagaimana di dalam marketing hubungan yang terjadi tidak hanya satu arah, namun merupakan hubungan dua sekaligus dan bersifat simultan. Pada bagian ini pihak produsen bukan hanya memperkenalkan barang atau jasa kepada konsumen, namun produsen juga melakukan berbagai usaha untuk mempengaruhi konsumen sekaligus berusaha mengungguli para pesaing lain yang pada saat bersamaan juga melakukan usaha-usaha agar produk mereka dapat dibeli oleh pihak konsumen. Demikian juga halnya dalam penerapannya dalam ilmu politik yakni bagaimana institusi politik membawa produk politik kepada konstituen dan masyarakat secara luas. 2 Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Langsung atau sering disebut Pilkada Langsung merupakan suatu kondisi yang memungkinkan proses pembelajaran politik terhadap masyarakat dapat terwujud, sehingga daya kritis masyarakat dalam berpolitik meningkat. Pilkada langsung pada dasarnya adalah mekanisme demokratis dalam rangka rekrutmen pemimpin di daerah, dimana rakyat diberikan hak dan kebebasan sepenuhnya untuk menentukan calon kepala daerah yang dianggap mampu menyuarakan 2 Ibid, Hal 140-141. Universitas Sumatera utara aspirasinya. Pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung ini didasarkan pada landasan hukum yaitu Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan petunjuk pelaksanaannya tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah. 3 Ketiga, Pilkada juga dapat dijadikan alat untuk memperkuat institusi politik lokal. Saat ini baik Kepala Daerah maupun DPRD memiliki basis politik yang kuat, karena mereka memperoleh legitimasi langsung dari rakyat. Dan keempat, Pilkada dapat dijadikan sebagai langkah awal untuk membentuk wadah integritas bersama dalam membangun daerah. Pilkada dapat dijadikan sebagai sebuah konsensus bersama antara calon kepala daerah dan masyarakat untuk memperbaiki ketimpangan dan masalah-masalah yang menghambat kemajuan daerah. Pelaksanaan Pilkada telah membawa beberapa harapan baru masyarakat untuk pengembangan demokrasi di tingkat lokal. Diantaranya adalah : pertama, secara empirik, Pilkada langsung memiliki nilai strategis dalam rangka mengurangi kelemahan yang menjadi ciri perpolitikan lokal saat ini. Misalnya arogansi lembaga legislatif yang menganggap dirinya sebagai satu-satunya representasi rakyat, legitimasi akuntanbilitas publik tidak lagi ditentukan oleh DPRD, tetapi oleh rakyat yang memilihnya dan legitimasi kepala daerah semakin kuat. Kedua, Pilkada juga dapat dijadikan sebagai ruang pengelolaan kedaulatan rakyat di samping sebagai instrumen untuk mendorong mekanisme demokrasi bekerja di tingkat lokal. Kini tidak mudah lagi bagi pemerintahan pusat untuk terlibat dalam penentuan kepala daerah karena rakyat yang akan menentukan langsung pemimpinnya. Dengan adanya Pilkada, percaturan di arena politik lokal lebih banyak diwarnai permainan dari masing-masing stakeholder yang ada sehingga iramanya lebih kompetitif dan dinamis. Hal ini kemudian menyebabkan aktor-aktor politik yang bermain akan semakin dekat dengan rakyat. 4 Penerapan marketing politik dalam pemilihan kepala daerah sangat membantu para kandidat untuk mendapatkan dukungan dan kepercayaan dari masyarakat. Pada saat inilah para kandidat berkesempatan memperkenalkan produk politik mereka kepada masyarakat. Produk politik mereka dapat berupa atribut kandidat, latar belakang kandidat, partai politik, program kerja, ideologi, dan lain sebagainya. Dan dari kesemua hal-hal yang menjadi produk 3 UU No. 322004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan hasil revisi UU No. 221992 yang secara final diputuskan Dewan Perwakilan Rakyat DPR dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 29 September 2004. 4 Syamsul Hadi Thubany, Pilkada Bima 2005: Era Baru Demokratisasi Lokal Indonesia, Tuban : Bina Swagiri, 2005, Hal. 6- 7. Universitas Sumatera utara politik tersebut adalah bertujuan untuk menarik dukungan dari masyarakat sekaligus marketing politik sangat berguna dalam membantu mereka mendapatkan informasi tentang para kandidat seperti prestasi mereka dan apa saja yang telah mereka lakukan sebelum mencalonkan diri sebagai kandidat Inilah yang menjadi dasar bagi penulis tertarik memilih judul marketing politik dalam proses Pilkada, karena pada dasarnya marketing politik merupakan strategi atau cara yang digunakan untuk mempengaruhi pilihan para pemilih. dimana strategi atau cara yang digunakan tersebut akan membentuk sebuah makna politis di pikiran para pemilih, dan makna politis inilah yang membuat para pemilih untuk menentukan pilihan mereka. Dalam penelitian ini penulis mengambil studi tentang Marketing Politik dalam Pilkada Kabupaten Karo tahun 2010 dan secara khusus meneliti tentang marketing politik yang dilakukan oleh partai politik yang berperan sebagai tim sukses yang mengusung pasangan Kena Ukur Surbakti – Terkelin Brahmana yang merupakan pemenang pada putaran kedua Pilkada tersebut sekaligus terpilih menjadi Bupati Karo. Sebelumnya penulis terlebih dahulu menyajikan secara singkat mengenai proses dan hasil dari Pilkada di Kabupaten Karo pada putaran pertama. Pada awalnya ada 13 pasang calon yang mendaftar ke KPUD Karo, namun pada akhirnya ada 10 pasangan calon yang dinyatakan lolos verifikasi administrasi antara lain; 5 5 Pertama, pasangan Kena Ukur Surbakti - Terkelin Brahmana yang memiliki enam kursi. Pasangan ini diusung PKPB, PKPI, Partai Gerindra, PPIB, PNBKI, PKB, PPI, PBB, Partai Buruh dan Partai Merdeka. Kedua, pasangan Abed Nego Sembiring - Sanusi Surbakti yang maju dari perseorangan dengan memiliki 18.919 orang. Ketiga, pasangan Sumbul Sembiring - Paham Ginting, diusung PIS dan PAN yang memiliki enam kursi di DPRD Karo. Keempat, pasangan M Ramli Purba - Rony Barus. Pasangan ini diusung Partai Barnas, Partai Patriot, Partai Pelopor, PPRN, PKS dan PPP yang total suara sah 25.274 orang. Kelima, pasangan Riemenda Ginting - Aksi Bangun, yang diusung Partai Demokrat, PDK dan PPPI yang totalnya memiliki enam kursi. Keenam, pasangan Roberto Sinuhaji - Firman Amin Kaban, maju dari jalur independen dengan memiliki jumlah suara sah 18.669 orang. Ketujuh, pasangan Andy Natanael Ginting - Fakhry Samadin Tarigan. Pasangan ini juga maju dari jalur perseorangan dengan jumlah suara sah 19.794 orang. Kedelapan, pasangan Siti Aminah br Peranginangin - Sumihar Sagala yang diusung PDI http:karopress.wordpress.com2010090210-pasang-calon-bupati-karo-siap-ditetapkan-kpud diakses pada tanggal 3 Mei 2012, pukul 16.24. Universitas Sumatera utara Perjuangan yang memiliki tujuh kursi. Kesembilan, pasangan Petrus Sitepu - Kornalius Tarigan, maju dari jalur independen dengan jumlah suara sah 19.480 orang. Kesepuluh, pasangan Nabari Ginting - Paulus Sitepu yang diusung Partai Golkar, Partai hanura dan Partai Republikan yang memiliki enam kursi di DPRD Karo. Kesepuluh calon tersebut kemudian bersaing pada Pilkada yang berlangsung pada 27 Oktober 2010. Berikut adalah hasil perolehan suara dari Pilkada berdasarkan nomor urut para calon. 6 1. Siti Aminah Br. Peranginangin - Sumihar Sagala : 30.804 suara 19, 49 2. Riemenda Jamin Ginting - Aksi Bangun : 20.071 suara 12,70 3. Sumbul Sembiring - Paham Ginting : 18.439 suara 11,67 4. Roberto Sinuhaji - Firman Amin Kaban : 7.023 suara 4,44 5. Abed Nego Sembiring - Sanusi Surbakti : 12.024 suara 7,61 6. Nabari Ginting - Paulus Sitepu : 14.889 suara 9,42 7. Petrus Sitepu - Kornalius Tarigan : 15389 suara 9,74 8. Muhammad Ramli Purba - Roni Barus : 6.965 suara 4,41

9. Kena Ukur Surbakti - Terkelin Brahmana : 25.310 suara 16,01