BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain
Kridaklaksana,2001:117 . 2.1.1
Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa
ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang
kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama sedangkan pembelajaran
bahasa berkenaan dengan bahasa kedua Chaer, 2003:167. Pada hakekatnya, proses pemerolehan bahasa itu pada setiap anak yang sama,
yaitu melalui pembentukan dan pengujian hipotesis tentang kaidah bahasa. Pembentukan kaidah itu dimungkinkan oleh adanya kemampuan bawaan atau struktur
bawaan yang secara mental  dimiliki oleh anak. Inilah yang disebut dengan alat pemerolehan bahasa  Language Acquisition DevicalLAD. Dengan  alat  ini setiap
anak dapat memperoleh bahasa apa saja serta didukung  oleh  faktor lain yang turut mempengaruhinya.
Ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak sedang memperoleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Kedua  proses
ini merupakan dua proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa  yang berlangsung secara alami. Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk
terjadinya proses performansi yang terdiri dari dua buah proses yakni proses pemahaman dan proses penerbitan atau proses yang menghasilkan kalimat-kalimat.
Proses pemahaman melibatkan kemampuan atau kepandaian mengamati atau kemampuan memeroleh  kalimat-kalimat yang didengar. Sedangkan penerbitan
melibatkan kemampuan mengeluarkan atau menerbitkan kalimat-kalimat sendiri. Kedua proses kompetensi ini apabila telah dikuasai kanak-kanak  akan menjadi
kemampuan linguistik kanak-kanak itu. Jadi kemampuan linguistik terdiri dari kemampuan memahami  dan kemampuan melahirkan atau menerbitkan kalimat-
kalimat baru yang dalam linguistik disebut  sebagai  perlakuan atau pelaksanaan bahasa.
2.1.2 Kata Sapaan
Kata sapaan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi
persyaratan yang disepakati oleh perilaku sosial. Kata sapaan adalah kata ganti yang berfungsi sebagai teguran dalam percakapan.
Kata sapaan merupakan sapaan yang digunakan ketika seseorang ingin berinteraksi dengan yang lainnya ketika sedang melakukan interaksi atau komunikasi.
Tata cara berbahasa harus sesuai dengan budaya  yang ada dalam masyarakat tempat hidup dan suatu bahasa dalam berkomunikasi. Apabila tata cara berbahasa seseorang
tidak sesuai dengan norma-norma budaya maka  seseorang itu  akan mendapatkan nilai negatif, misalnya dituduh sebagai orang yang sombong, angkuh, tak acuh, egois,
tidak beradat, bahkan tidak berbudaya Sibarani,2004:170.
2.1.3 Pendidikan Anak Usia Dini PAUD
Pendidikan   anak   usia   dini   adalah   suatu   upaya   pembinaan   yang ditujukan   kepada anak   sejak   lahir   sampai   dengan   usia   6   enam   tahun   yang
dilakukan   melalui pemberian   rangsangan   pendidikan   untuk   membantu pertumbuhan   dan perkembangan   jasmani   dan   rohani   agar   anak memiliki
kesiapan  dalam memasuki pendidikan lebih lanjut Depdiknas No 17 tahun 2010
Fungsi dan tujuan PAUD berdasarkan PP 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, fungsi dan tujuan PAUD diatur dalam Pasal 61.
Pendidikan anak usia dini berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan
kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya. Pendidikan anak usia dini bertujuan
membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia,
berkepribadian luhur, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab  dan
mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, dan sosial peserta didik pada masa  pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif
dan menyenangkan.
2.2 Landasan Teori
2.2.1  Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa pertama terjadi apabila anak yang belum pernah belajar bahasa  apapun sampai mulai belajar bahasa untuk pertama kali Nababan,1992:73.
Pemerolehan bahasa pertama adalah  proses yang berlangsung di dalam otak seorang kanak-kanak  ketika anak  memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Pemerolehan bahasa  biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses  yang terjadi pada waktu seorang anak-anak
mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi pemerolehan bahasa  berkenaan dengan bahasa pertama sedangkan pembelajaran
bahasa berkenaan dengan bahasa kedua Dalam proses perkembangan semua anak manusia yang normal atau
mengalami pertumbuhan yang wajar, memperoleh sesuatu bahasa yaitu bahasa pertama atau bahasa ibu dalam tahun-tahun pertama kehidupannya, kecuali ada
gangguan psikologi, seperti tuli atau alasan-alasan sosial lainnya,  hanya    anak telah dapat berkomunikasi secara bebas pada saat anak sudah menduduki bangku sekolah
Tarigan, 1987:83. 2.2.2  Psikoliguistik  Behaviorisme
Secara etimologi psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan kata lingusitik.  Psikologi mengkaji perilaku berbahasa atau proses berbahasa sedangkan
linguistik mengkaji struktur bahasa Chaer,2002:5.  Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan
kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu seseorang berkomunikasi  dan
bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Maka secara teoretis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik
dapat diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya.
Dengan kata lain psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur dan
memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu. Dalam prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan psikologi pada masalah-masalah
seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa, pengajaran membaca permulaan, membaca lanjut, kedwibahasaan dan kemultibahasaan, penyakit bertutur, seperti
afasia, gagap dan sebagainya. Penelitian tentang pemerolehan bahasa anak merupakan kajian menarik bagi
para psikolog dan linguis. Menurut pandangan psikologi behavioris  Lennberg 1967 dan Krashen 1975 dalam Cahyono 1995:268-269  anak belajar bicara dengan cara
meniru pola bunyi yang didengar dari lingkungannya melalui rangsangan dan tanggapan  serta penguatan dan ganjaran. Dengan cara-cara itu anak  akan mencapai
tahap kemampuan mengahasilkan bahasa seperti model- model bahasa orang dewasa yang didengar
Psikologi behaviorisme menjelaskan perilaku dengan cara mengamati aneka responsi yang berlangsung apabila stimulus tertentu muncul. Stimulus yang berbeda
akan menghasilkan respons yang berbeda pula. Dalam pandangan   behaveorisme sistem respons diperoleh manusia sistem pembiasaan  conditioning atau
pengulangan bentuk-bentuk bahasa sehingga anak tidak lagi membuat kesalahan dalam perlakuan bahasa pertamanya
Menurut Tarigan 1984:261, asumsi behaviorisme adalah bahwa pengetahuan linguistik yanag terdiri atas rangkaian asosiasi yang berupa persyaratan instrumental
adalah perilaku berbahasa seorang individu ditentukan oleh urutan ganjaran-ganjaran yang berbeda dalam lingkungannya. Ganjaran dan hadiah akan memberi semangat
kepada  anak untuk berbahasa yang banyak sehingga perbendaharaan kosa  katanya menjadi luas dan berkembang.
2.3 Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang pemerolehan bahasa sudah pernah diteliti sebelumnya, seperti Kiparsky,1968 dalam Tarigan ,1987 mengatakan bahwa pemerolehan bahasa
adalah suatu proses yang digunakan anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan  orang tua sampai anak dapat memilih kaidah tata bahasa
yang paling baik dan yang paling sederhana dari bahasa yang bersangkutan. Dardjowidjojo 2000    dalam bukunya Psikolinguistik  tentang penelitian
longitudinalnya yang menggunakan waktu lima tahun terhadapa cucunya Echa mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa itu sendiri atas pemerolehan fonologi,
morfologi,  sintaksis, semantik dan pragmatik. Pemerolehan bahasa juga tidak  dapat terjadi karena hanya  ada bekal kodrati  innate properties  belaka. Pemerolehan
bahasa juga  tidak mungkin karena adanya faktor lingkungan saja,  keduanya diperlukan sebagai proses penguasaan bahasa.
Menurut Tarigan1987,  dalam bukunya Psikolinguistik  mengatakan bahwa pemerolehan bahasa itu adalah suatu proses yang digunakan anak-anak untuk
serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai anak dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan yanag paling sederhana  dari bahasa yang
bersangkutan. Tarigan juga membahas tentang tahap-tahap pemerolehan prasekolah, ujaran kombinasi, masa sekolah.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Kaseng 1984 dalam bukunya yang berjudul  Pemerolehan Struktur Bahasa Anak-Anak Prasekolah membahas
pemerolehan tata bentuk dan tata kalimat anak-anak prasekolah dalam bahasa Bugis. Tata bentuk terdiri dari monomorfem dan polimorfem.
Selain itu Gustianingsih  2002 dalam tesisnya  yang berjudul Pemerolehan Kalimat Majemuk Bahasa Indonesia Anak Usia Taman Kanak-Kanak  mengatakan
kemampuan anak akan kalimat majemuk merupakan parameter untuk mengukur keberhasilan dan sekaligus dasar pengajaran di sekolah dasar.
Susanti  2005 dalam skripsinya yang berjudul Pemerolehan Bahasa  Jawa Anak Usia 3-4 Tahun,  membahas tahap-tahap pemerolehan bahasa yang terdiri atas
tahap perkembangan tata bahasa dan tahap tata bahasa menjelang dewasa. Susanti juga membahas kalimat sederhana yang dihasilkan oleh anak usia 3-5  tahun dalam
bahasa Jawa, yaitu kalimat S-P,S-P-K,K-S-P. Fauzi  2000  dalam skripsinya yang berjudul Pemerolehan Bahasa Anak-
Anak Usia  0-5 Tahun: Analisis Psikolinguistik,  membahas tentang tahap-tahap pemerolehan bahasa yang terdiri atas  tahap perkembangan prasekolah dan tahap
perkembangan kombinator. Tahap perkembangan prasekolah meliputi tahap meraba,
tahap holofrastik,  tahap kalimat dua kata tahap perkembangan tata bahasa dan tahap kombinasi penuh. Tahap perkembangan kombinaton meliputi perkembangan negatif,
perkembangan interogatif, dan perkembangan sistem bunyi. Fauzi juga membahas tentang perkembangan bahasa dan perkembangan kognitif.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah Pendidikan Anak Usia Dini PAUD yang berada di desa Sibuntuon Partur, Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan.
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2011 sampai dengan Januari 2012.
3.2 Sumber Data
Sumber data adalah subjek dari  mana data itu diperoleh   KBBI,2003: 994. Sumber data dalam penelitian ini adalah anak-anak dari  Pendidikan Anak Usia Dini
PAUD,  anak usia tiga  tahun  di desa Sibuntuon  Partur, kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan.  Penulis    mengambil delapan  orang  anak  untuk
dijadikan sebagai narasumber, lima orang berjenis kelamin perempuan dan tiga orang berjenis kelamin laki-laki. Akan   tetapi setiap narasumber  yang akan diteliti harus
memenuhi kriteria-kriteria  di  antaranya, berusia maksimum tiga  tahun, merupakan penduduk setempat, sehat jasmani dan rohani, bahasa pertamanya adalah bahasa
Batak Toba.
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode adalah cara yang harus dilaksanakan, dan  teknik adalah cara melaksanakan metode. Sebuah penelitian ilmiah haruslah berdasarkan fakta-fakta
untuk mendukung kebenaran, sedangkan metode adalah cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu yang bersangkutan.  Metode yang digunakan
dalam pengumpulan data adalah metode simak  Sudryanto, 1993:133. Maksudnya
di sini adalah menyimak  kata sapaan bahasa Batak Toba dari anak yang berasal dari Pendidikan Anak Usia Dini PAUD dan berusia tiga tahun di desa Sibuntuon Partur.
Kata sapaan yang diperoleh dari tuturan  anak tersebut kemudian dijabarkan dalam suatu teknik rekam, yaitu merekam semua kata sapaan bahasa Batak Toba  yang
terdapat dalam tuturan pada anak usia tiga tahun tersebut dengan menggunakan alat perekam HP Nokia X2-01. Setelah itu dilanjutkan dengan teknik catat, yaitu mencatat
semua data yang telah terkumpul. Metode simak memiliki teknik lanjutan yaitu teknik simak bebas libat cakap
Sudaryanto, 1993:134. Peneliti tidak terlibat dalam dialog, konversasi, imbal wicara atau tidak ikut serta dalam proses pembicaraan  anak-anak  yang saling berbicara,
antara anak dengan anak seusianya,  lingkungan sekolah atau lingkungan bermain, anak dengan orang tuanya lingkungan keluarga antara anak dengan orang-orang di
sekelilingnya lingkungan  pesta adat. Peneliti hanya sebagai pemerhati dan menyimak apa yang dikatakan apa yang dibicarakan oleh anak-anak  yang saling
berbicara. Selanjutnya teknik catat  adalah teknik lanjutan yang dilakukan peneliti ketika menerapkan metode simak dengan teknik lanjutan di atas.
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data
Metode adalah cara kerja yang teratur dengan berpikir baik untuk mencapai suatu maksud. Dapat juga dikatakan bahwa metode adalah cara kerja yang bersistem
untuk memudahkan pelaksanaan  suatu kegiatan guna menghasilkan tujuan yang sempurna Sudaryanto, 1993:26.  Dalam mengkaji data digunakan teknik dasar
berupa  teknik pilah unsur penentu. Teknik pilah unsur penentu memiliki suatu alat
yaitu daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya. Unsur penentu dalam penelitian ini adalah penggunaan kata sapaan bahasa Batak Toba pada
Pendidikan Anak Usia Dini PAUD anak usia tiga  tahun di desa sibuntuon  Partur. Dalam hal ini peneliti akan memilah kata sapaan seperti uma, tulang, bapa, namboru,
lae dan lain-lain  dan dilanjutakan dengan teknik hubung banding menyamakan dengan bahasa anak seusianya. Kemudian peneliti juga memilah kata sapaan dalam
lingkungan keluarga,   lingkungan  sekolah atau pendidikan, dan lingkungan pesta adat, setelah itu peneliti memilah unsur  kata sapaan yang sering digunakan anak
Pendidikan Usia Dini PAUD yang berumur 3 tahun , apakah di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah atau pendidikan, maupun lingkungan upacara adat
pesta. Berikut adalah contohnya:
Contoh :  Lingkungan  Keluarga
Taruli  Nababan, anak dari  pasangan Bapak R.Nababan dan L.Br hombing keluarga ini memiliki tiga orang anak.  Taruli adalah anak nomor dua  dan berjenis
kelamin perempuan,  Anak yang pertama berumur tiga  tahun dan berjenis kelamin laki-laki, sedangkan anak kedua berumur satu tahun berjenis kelamin laki-laki. Dalam
berkomunikasi  keluarga ini menggunakan bahasa ibu yaitu Batak Toba. Keluarga ini sedang melakukan kegiatan yaitu makan malam bersama.
4.   Bapa   : Lean   ikkan on    tu si Taruli
“berikan ikan ini  untuk si Taruli”
‘Berikan lauk ini kepada Taruli’
Uma  : Nion ikkan on Taruli
“ini    ikan   ya      Taruli” ‘Ini   lauk           Taruli’
Taruli  : Olo uma , olo Bapa gok   dope  ikkanhu
“ ia   Mama,   ia Bapa  banyak masih ikanku” ‘Mama, Bapak  laukku masih banyak’
Dari contoh  4 kata sapaan uma ‘Mama’ dan Bapa ‘Bapak’ yang digunakan Taruli benar, hal ini dilakukan  karena    Taruli  sering  melakukan interaksi kepada kedua orang
tuanya, dan anggota keluarga lainnya dengan menggunakan kata sapaan seperti itu.
Lingkungan Pendidikan Sekolah:
Dalam hal ini anak Taruli berusia tiga tahun mengikuti pendidikan taman bermain play group atau yang lebih sering kita kenal Pendidikan Anak Usia Dini. Guru menyuruh  tugas
di rumah menggambar.
7. Pengajar Ibu  : Adong nantuari tugas dibaen Ibu  ?
“ada      semalam tugas dibuat  Ibu” ‘Semalam Ibu memberi tugas ya?’
Taruli : Adong guru ,nunga sae hugobbar
“ada   Ibu     sudah  siap di gambar” ‘Ada Ibu, saya sudah siap menggambar’
Ibu : Buan ma Jolo tuson asa Ibu bereng.
“bawakan  dulu ke sini   biar  Ibu periksa” ‘Antar ke depan agar Ibu periksa’
Taruli : Nion guru  sambil membawa tugas
“Ini   guru” ‘Ini tugas saya Ibu’
Dari percakapan di atas Taruli mampu menguasai kata sapaan yang digunakan dalam lingkungan sekolah guru ‘Ibu’, akan tetapi kata sapaan tersebut bukanlah kata sapaan dalam
bahasa Batak Toba, melainkan Bahasa Indonesia.
Lingkungan  Upacara Adat Pesta:
Dalam hal ini Taruli mengenal kata sapaan tulang ‘paman’untuk adik ibu yang kebetulan bertettangga dengan ibu Taruli. Pada saat upacara adat perkawinan Taruli dan
tulang hadir. Berikut percakapan antara Tulang dan Taruli. 8.
Taruli   : Tulang,   ijo     hepeng  mi  manuhor  karupuk.
“Paman,  minta duitmu     beli         kerupuk”
‘Paman,saya minta duit   membeli kerupuk’
. Tulang : Dang adong  hepeng ni Tulang doba.
“Tidak  ada     duit        Tulang  ini” ‘Tulang  tidak punya duit.’
Taruli : saribu jalo onhu Tulang.
“ Seribu  kuminta Tulang.” ‘Seribu  sajaTulang’.
Dari  percakapan di  atas terlihat jelas bahwa kata sapaan Tulang  ‘paman’  yang digunakan tepat, akan tetapi Taruli hanya dapat menggunakan kata sapaan  Tulang’  Paman’
apabila sudah sering melakukan interaksi dan terbiasa dan mengenal wajah Tulang ‘Paman’ tersebut. Dengan kata lain apabila ada orang yang sama jenis kelaminnya Tulang laki-laki
Taruli belum tentu menyapanya dengan kata sapaan Tulang.
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pemerolehan Kata Sapaan Bahasa Batak Toba Anak Usia Tiga Tahun
Dalam proses perkembangan, semua anak yang normal sudah pasti akan memperoleh suatu bahasa ilmiah. Dengan kata lain, setiap anak yang normal atau
pertumbuhan yang wajar, memperoleh suatau bahasa yaitu “ bahasa pertama” atau “bahasa asli”, “bahasa ibu” dalam tahun-tahun pertama kehidupannya di dunia.
Semua anak yang normal, terlepas dari latar belakang budaya yang dia miliki,mengembangkan bahasa pada waktu yang hampir bersamaan dan melewatkan
tahap-tahap pemerolehan yang sama. Tahap-tahap bahasa anak memiliki dasar yang sama dengan  perkembangan ketrampilan motor yang ditentukan secara biologis.
Tahap-tahap secara biologis itu berkaitan dengan pematanagn otak anak. Dalam perkembangan berikutnya, pemerolehan bahasa dipengaruhi oleh faktor sosial yang
berasal dari lingkungan anak. Proses pemerolehan bahasa pertama terjadi apabila pada awalnya tidak
berbahasa dan kini dia memperoleh bahasa pertama ekabahasa. Apabila seorang anak mempelajari dua bahasa secara serentak dan sejajar dengan semula, hal ini sebagai
pemerolehan bahasa pertama dwibahasa. Penelitian ini menganut jenis yang pertama bahwa berkomunikasi dengan orangtua ,keluarga dan lingkungan bermain
menggunakan bahasa batak Toba. Bahasa Batak Toba sebagai bahasa pertama merupakan media yang dapat
dipergunakan anak untuk memperoleh nilai-nilai lainya dari masyarakat Indonesia. Bahasa apa  pun di dunia ini termasuk bahasa Batak Toba harus dipelajari. Tidak
seorang pun anak mampu berbicara secara langsung. Dengan potensi yang dibawanya sejak lahir itu seorang anak secara alamiah memperoleh prinsip-prinsip bahasa dari
masyarakat bahasa yang ada di sekelilingnya. Pemerolehan kata sapaan bahasa batak Toba anak usia tiga tahun akan dipilah
berdasarkan lingkungan keluarga, lingkungan sekolah pendidikan maupun lingkungan upacara adat pesta.
4.1.1 Pemerolehan  Kata Sapaan Bahasa Batak Toba dalam  Lingkungan
Keluarga A.
Kata Sapaan Uma ‘mama’
Kata sapaan Uma  ‘mama’ adalah kata sapaan yang sering digunakan anak usia tiga tahu dalam melakukan interaksi bersama orang tuanya yaitu Ibu ata Mama.
Lingkungan keluarga juga sangat mempengaruhi tentang pemerolehan bahasa anak terutama  pemerolehan kata sapaan bahasa batak Toba dalam lingkungan keluarga.
Dalam penelitian ini pemerolehan kata sapaaan bahasa batak Toba anak usia tiga tahun ditemukan beberapa kata sapaan sebagai berikut:
9. Radot  : nunga male hian au uma
“sudah lapar sekali aku mama” ‘Aku   sudah lapar Mama’
Uma  : jolo     sae    huloppa majo indahanmu
“tunggu siap  dimasak dulu nasi”
‘Tunggu Mama  masak dulu ya’ Dari  percakapan 9 di atas dapat dijelaskan  bahwa kata sapaan yang diperoleh
anak usia tiga tahun merupakan kata sapaan bahasa batak Toba dalam lingkungan keluarga.  Dalam hal ini kata sapaan “uma”  mama merupakan kata sapaan yang
diperoleh anak usia 3 tahun melalui lingkungan keluarga. Dalam hal ini Radot hanya memiliki satu orang tua yaitu “Uma”  , anak tersebut tidak mengenal kata sapaan
“Bapa” karena ketika Radot masih di dalam kandungan Ibunya, Bapaknya meninggal dunia, itulah sebabnya anak tersebut tidak mengenal kata sapaan “Bapa”.
B. Kata Sapaan Bapa ‘bapak’
Kata sapaan Bapa  ‘bapak adalah kata sapaan  dalam bahasa Batak Toba  yang sering digunakan anak usia tiga tahun dalam lingkungan keluarga. Kata sapaan Bapa
adalah  kata  sapaan  yang digunakan anak-anak dalam menyapa orang tua laki-laki. Berikut contoh percakapannya
10. Bapa   : sapu jo annong alaman jabui rita
“sapu dulu nanti halaman rumah rita” ‘Sapu dulu halaman rumah kita Rita’
Rita : didia dibaen bapa sapu lili?
“dimana diletakkan bapa sapu lidi?” ‘Dimana Bapak letakkan sapu lidi?’
Bapa   : sukkun uma, ibana  parpudi mamakke
“tanya  mama , dia     terakhir  pakai” ‘Tanya sama Mama, mama  terakhir yang pakai’
Rita   : uma? Didia sapu    lili, asa husapu alaman jabu on
“mama? dimana sapulidi biar disapu  halaman rumah ini” ‘dimana sapu lidi Mama?Saya membersihkan halaman rumah’
Uma  : jonok balatuki do hubaen
dekat  tangga  kuletkkan” ‘Saya meletakkan dekat tangga’
Dari data percakapan  10  di atas dapat dijelaskan  bahwa kata sapaan yang diperoleh Rita adalah kata sapaan Uma ‘mama’, Bapa ‘bapak’ dan diperolehnya dari
lingkungan  keluarga. Rita   melakukan interaksi terhadap kedua orangtuanya  selama dua puluh empat jam dan menggunakan kata sapaan dengan baik, dan kedua
orangtuanya juga merespon bahasa Rita dengan baik. Hal ini yang menyebabkan Rita mamapu menggunakan kata sapaan “Uma” dan “Bapa” .
C. Kata Sapaan Omppung doli  ‘kakek’
Kata sapaan Ompung doli ‘ kakek’ adalah kata sapaan dalam bahasa Batak Toba yang diperoleh anak usia tiga tahun dalam lingkungan keluarga. Ompung doli adalah
kata sapaan yang digunakan anak-anak untuk menyapa orang tua laki-laki dari Bapak atau Mama. Berikut contoh percakapannya
11. Ramot : didia ompug doli uma?
“dimana kakek       mama” ‘Kakek dimana mama?’
Uma  : lao mambuat   duhut tuladang
“pergi mengambil rumput keladang” ‘Kakek mengambil rumput  di ladang’
Ramot : narappak lao do Bapa dohot Ompung doli tu ladang
“sama       pergi    bapa dan   kakek      ke ladang” “Bapak dan kakek  pergi bersama ke ladang”
Uma   : olo amang
“ia       nak” ‘Ia      anakku’
Dari data percakapan 11 di atas dapat dijelaskan  bahwa kata sapaan yang diperoleh  Ramot  tahun merupakan kata sapaan Uma ‘mama’, Bapa ‘bapak’ dan
Ompung doli ‘kakek‘ yang diperoleh dari lingkungan keluarg. Kedua orang tua Radot masih hidup, itulah sebabnya Ramot sering melakukan interaksi terhadap kedua orang
tuanya, akan  tetapi  Ramot juga tinggal satu rumah  dengan Ompung doli kakek.
Oleh karena itu Ramot memperoleh kata sapaan tiga sekaligus yaitu kata sapaan “Uma”, “Bapa” dan “Ompung doli.
D. Kata Sapaan Ompung boru ‘nenek’
Kata sapaan Ompung boru  ‘nenek’ merupakan kata sapaaan yang digunakan dalam bahasa Batak Toba dan diperoleh anak usia  tiga tahun dalam lingkungan
keluarga. Ompung boru adalah kata sapaan yang digunakan untuk menyapa orangtua Ibu Bapak dan Mama. Berikut adalah contoh percakapannya
12. Bapa : naso mangan dope ho Jakkob?
“belum makan kau   jakkob?” ‘Jakkob belum makan ?’
Jakkob: dangadong ikkan Bapa.
“habis            ikan   bapak” ‘Ikannya  habis bapak’
Uma  : dilamari do hubaen buatma
“dilemari     tempatnya ambillah” ‘Ikannya ada di lemari’
Jakkob : naso mangan dope ompung doli dohot ompung boru uma?
“belum makan  tadi     kakek          sama     nenek        mama?” ‘Kakek sama nenek belum makan ya mama?’
Uma : daong dope tadinghon dinasida
“belum makan , sisakan buat mereka” ‘Belum makan, jangan dihabiskan’
Jakkob : olo uma
“ia    mama” ‘Ia  mama’
Dari percakapan 12 di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh Jakkob adalah “Bapa”, “Uma”, “Ompungdoli” dan “ Ompungboru”. Berbeda dengan
data 11 data 12 ini Jakkob mampu menggunakan kata sapaan  “Ompung boru” dengan baik, hal ini terjadi karena  Jakkob masih memiliki keluarga yang lengkap
yaitu memilki “Uma”, “Bapa”, “Ompung doli” dan “Ompung boru”. Penggunaan kata sapaan  yang digunakan oleh Jakkob adalah benar, hal ini terjadi karena Jakkob
sering melakukan interaksi dan berkomunikasi sesama anggota keluarganya.
E. Kata Sapaaan Tulang ‘paman’
Kata sapaan Tulang  ‘paman’ merupakan kata sapaan bahasa Batak Toba yang diperoleh anak-  anak usia tiga tahun dalam lingkungan keluarga. Tulang  ‘paman’
adalah kata sapaan yang digunakan untuk menyapa saudara laki-laki dari Uma ‘mama’. Berikut contoh percakapannya
13. Jenti  : tudia    lao tulang uma?
“pergi kemana paman mama?” ‘Mama ,  di manakah tulang?’
Uma  : lao tu saba mangombak halak i.
“pergi ke sawah mencangkul dia” ‘Pergi ke sawah mencangkul’
Jenti  : naso diingot tulang manginum kopina
“tidak ingat   paman   meminum kopi” ‘Paman lupa meminum kopi’
Dari percakapan 13 di atas  dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh Jenti    adalah kata sapaan”Uma” ,dan “Tulang”.  Jenti memperoleh kata sapaan “
Tulang “ dan “Uma” ketika jenti sering melakukan interaksi dan berkomunikasi dengan keduanya. Jenti hanya memiliki satu orang tua yaitu” Uma”, Bapaknya sudah
lama meninggal dunia sewaktu jenti masih dalam kandungan. Itulah sebabnya Jenti tidak menggunakan kata sapaan “Bapa”. Akan tetapi Jenti tinggal satu rumah dengan
“Tulang” paman, dalam hal ini Jenti sering melakukan interaksi dan komunikasi
dengan “Tulang”. jadi kata sapaan yang diperoleh Jenti adalah kata sapaan “Uma” dan “Tulang”.
F. Kata Sapaan Namboru, Bou ‘bibi’
Kata sapaan Namboru, Bou ‘bibi’  merupakan kata sapaan bahasa Batak Toba yang diperoleh anak usia tiga tahun dalam lingkungan keluarga. “Namboru”
digunakan sebagai sapaan untuk saudara perempuan dari Bapak.  Berikut contoh percakapannya
14. Bapa  : tudia     lao umamu Ria?
“kemana pergi mama ria?” ‘Mama pergi kemana Ria?’
Ria : lao  maronan inna Bou.
“pergi ke pajak kata  bibi” ‘Kata bibi , mama pergi ke pajak’
Dari percakapan 14 di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh Ria  adalah kata sapaan “Uma”, dan “Namboru” dan “Bapa. dalam percakapan di atas
adanya interaksi yang dilakukan oleh “Bapa” kepada Ria.  Selain kata sapaan “Uma”dan “Bapa” Kata sapaan yang digunakan Ria adalah kata sapaan “Namboru”,
akan tetapi Ria mengucapakannya dengan kata “Bou”. Hal ini terjadi karena adanya kesepatakatan masayarakat setempat didalam penggunaan kata sapaan “Namboru”
dapat digunakan dengan kata “Bou” khususnya bagi anak-anak yang berumur dibawah Sembilan tahun, dengan kata lain kata sapaan “Bou” digunakan Ria karena
orang-orang sekelilingnya mengajarkan panggilan  untuk kaka dan adik bapak yang perempuan dengan “Bou” .
G. Kata Sapaan Akkang baoa ‘abang’ dan Akkang boru ‘kakak’
Kata sapaan Akkang  baoa  ‘abang’ dan Akkang boru  ‘kakak’ merupakan kata sapaan bahasa Batak Toba yang diperoleh anak usia tiga tahun dalam lingkungan
keluarga. Kata sapaan “Akkang baoa” digunakan untuk menyapa Abang dan kata sapaan Akkang boru digunakan untuk menyapa kakak.    Berikut adalah cntoh
percakapannya. 15.
Tulang : ise donganmu d ijabu Lamminar?
“siapa kawanmu di rumah Lamminar?” ‘Bersama siapa Lamminar di rumah?’
Lamminar : rap  Akkang baoa dohot Akkang boru Tulang.
“bersama abang       dan         kakak     Tulang” ‘di rumah ada Abang dan Kakak, Tulang’
Tulang : Uma dohot Bapa tudia lao?
“mama  dan bapak  pergi kemana” ‘Di mana Bapak dan Mama?’
Laminar : di gareja Tulang
“ke  Gereja  tulang”
‘Pergi ke gereja Tulang’
Dari percakapan 15 di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh Lamminar adalah “Akkang” dan “Tulang”. pemerolehan kata sapaan “Akkang baoa”
dan “Akkang boru” terjadi akibat adanya interaksi dan  komunikasi yang dilakukan Lamminar terhadap keluarganya, sapaan untuk  saudaranya  yang lebih tua dari
Lamminar. Disamping itu kata sapaan “Tulang”  merupakan kata sapaan yang diperoleh Lamminar  dalam lingkungan keluarganya. Kata sapaan yang digunakan
Lamminar merupakan kata sapaan yang sudah benar yaitu kata sapaan “ Akkang” dan kata sapaan “Tulang”.
16. Ratna   : boasa     dang maradi Tulang uma?
“mengapa tidak singgah Tulang itu mama” ‘Mama, mengapa Tulang tidak singgah’
Uma  : adong nanilumbani nasida
“ada       pekerjaan     mereka” ‘Mereka terburu-buru’
Ratna : Ompung doli manuru au umbahen husughun Uma?
“kakek         disuruh aku  makanya  kutanya mama” ‘Kakek menyuruh aku bertanya kepada mama’
Dari percakapan 16 di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh Ratna    adalah  kata sapaan “Uma”,  “Ompung”dan  “Tulang”. Dalam hal ini Ratna
merupakan anak yang aktif, dan Ratna  memiliki rasa ingin tahu  yang besar  kepada seluruh anggota keluarganya. Dalam situasi ini Ratna tinggal dekatan  dengan
“Ompung” dan “Tulang”. Hal ini juga yang mendorong  Ratna melakukan interaksi dan komunikasi.Kata sapaan yang diperoleh Ratna adalah kata sapaan
“Uma”,“Ompung doli” dan “Tulang.
4.1.2 Pemerolehan  Kata sapaan Bahasa Batak Toba dalam  Lingkungan
Pendidikan Sekolah
Lingkungan pendidikan juga mempengaruhi tentang pemerolehan bahasa, khususnya pemerolehan kata sapaan dalam lingkungan pendidikan. Dalam hal ini
lingkungan pendidikan sangat berperan aktif dalam pemerolehan bahasa anak. Pendidikan Anak Usia Dini merupakan sarana tempat  seorang anak mampu belajar
memperoleh sebuah bahasa. lingkungan pendidikan ini merupakan tempat anak didik menuntuntut pelajaran dari seorang guru sambil bermain. Hal ini akan menimbulkan
rasa ingin tahu  anak  yang besar  untuk memroses apa yang dilakukan dan dilihat seorang anak Barbara wasik, 2008: 1.  Salah satu diantaranya adalah pemerolehan
bahasa atau pemerolehan bahasa pertama. Ada dua proses yang terjadi ketika seorang anak-anak sedang memperoleh
bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini meruapakan proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses penguasaan tata
bahasa yang berlangsung secara tidak alami. Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk terjdinya proses performansi yang terdiri dari dua buah proses yakni proses
pemahaman dan proses penerbitan  atau proses menghasilkan kalimat-kalimat,  salah satu diantaranya adalah tentang pemerolehan kata sapaan. Bagaimana anak-anak usia
tiga tahun pada Pendidikan Anak Usia Dini di desa Sibuntuon Partur menerbitkan dan menghasilkan kata sapaan dalam ujaran kalimatnya  Berikut ini adalah contoh
percakapan pemerolehan kata sapaan di lingkungan pendidikan.
17. Guru  : boasa dang manurat ho Ramot
“mengapa tidak mencatat ramot” ‘Ramot, mengapa tidak mencatat’
Ramot : dang adong pitolot Guru, dang dilean Uma hepeng manuhor
“tidak  ada  pensil     ibu, tidak  dikasih mama uang membeli” ‘Mama belum memberikan uang untuk membeli pensil Ibu’
Guru   : marsogot suru di tuhor Uma .
“besok   suruh  debelikan mama” ‘Besok suruh Mama membelikannya’
Dari percakapan 17 di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh anak usia tiga tahun merupakan kata sapaan bahasa batak Toba dalam lingkungan
pendidikan sekolah. Kata sapaan yang diperoleh Ramot  adalah “Uma” dan “Guru”, akan tetapi kata sapaan “guru” tidak terdapat dalam kata sapaan bahasa batak Toba.
Kata sapaan guru merupakan kata sapaan yang di peroleh dari bahasa Indonesia.
Dalam hal ini setiap staf pengajar  dalam pendidikan tersebut Ramot menyapanya dengan kata sapaan “Guru” baik itu  guru  yang berjenis kelamin laki-laki maupun
perempuan. Dalam hal ini Ramot memperoleh kata sapaan dalam bahasa Batak Toba yaitu “Uma”, sedangkan kata sapaan “ Guru” yang diperoleh Ramot adalah kata
sapaan dalam bahasa Indonesia yang penggunaannya sebenarnya kurag tepat.
18. Ibu
:  aha    digobbar  ho Ria ?
“menggambar  apa kau ?” ‘ Apa yang Ria gambar?’
Ratna : manggombar bittang do au Ibu
“menggambar bintang     aku   Ibu” ‘saya sedang menggambar bintang Ibu’
19. Ibu
: boasa tarlambat ho Jakob ?
“kenapa terlambat       Jakkob” ‘Mengapa kamu terlambat Jakkob?’
Jakkob : tarlambat au dungo Ibu
“terlambat aku bangun Ibu”
“Saya terlambat bangun Ibu’
20. Ria
: Ibu parmisi jo au naeng pause
“ibu  pemisi  dulu aku mau kebelakang” ‘Saya permisi Ibu, saya mau kekamar mandi’
Ibu     : molo dung    sae          pause            sappat pakke aek .
“kalau sudah siap dari kamar mandi siram   pakai air” ‘Setiap dari kamar mandi harus di siram dengan air’
21. Ratna  : tudia do alapon  kapur i Ibu?
“darimana di ambil kapur  Ibu” ‘darimana diambil kapurnya Ibu’
Ibu : jalo sian  Ibu sinaga
“minta dari  ibu sinaga” ‘Kapurnya minta dari Ibu Sinaga’
22. Ibu
: boasa marsala on bohimi Radot?
“mengapa pucat    mukamu radot”
‘Mengapa pucat mukamu Radot’ Radot  : ngalian       au Ibu?
“kedinginan aku ibu” ‘Saya kedinginan Ibu’
23. Jenti  : dang huboan bukku gobbar hu Ibu.
“tidak kubawa buku gambar     ibu” ‘Saya tidak bawa buku gambar Ibu’
Ibu : sogot unang lupa mambuan bukku gobbar mu.
“besok jangan lupa membawa buku gambarmu” ‘Jangan lupa membawa buku gambar besok’
Jenti  : olo Ibu
“ ia   ibu” ‘Ia
Ibu’
24. Ibu   : boasa      dang   ro       ho    nantuari Lamminar?
“mengapa tidak datang kamu semalam lamminar?”
‘Mengapa semalam kamu tidak hadir Laminar’ Laminar: marsahit au Ibu
“sakit       saya ibu” ‘Saya sedang sakit Ibu’
Dari  percakapan 18-24 di atas dapat dijelaskan  bahwa kata sapaan yang diperoleh anak usia tiga tahun  dari lingkungan pendidikan ini adalah “Ibu”. Interaksi
dan komunikasi yang dilakukan anak tersebut menunjukkan   anak kepada Ibu guru menunjukkan adanya adanya hubungan  mampu memperoleh kata sapaan. Kata
sapaan yang diperoleh anak tersebut adalah kata sapaan “Ibu”. Kata sapaan tersebut tidak termasuk ke  dalam kata sapaan bahasa Batak Toba, akan tetapi kata sapaan
tersebut sudah termasuk kedalam kata sapaan bahasa Indonesia. Dalam bahasa Batak Toba ada kata sapaan, Bapa, Uma,  Omppung, Namboru, Amang Boru  dan lain
sebagainya, tetapi dalam bidang pendidiikan, terutama ketika berada di kelas semua murid menyapa seorang guru dengan Bapak atau Ibu guru meskipun guru tersebut
masih memiliki hubungan kekerabatan dengan murid. Kata sapaan pada lingkungan pendidikan dalam bahasa Batak Toba berarti tidak ada, yang ada hanyalah sapaan Ibu
guru dan Bapak guru seperti dalam bahasa Indonesia.
4.1.3 Pemerolehan Kata Sapaan Bahasa Batak Toba dalam  Lingkungan
Upacara adat Pesta.
Berbicara mengenai pemerolehan bahasa, maka kita tidak dapat melepaskan diri dari perlengkapan pemerolehan atau acquisition device. Dalam hal ini adanya model
pemerolehan, yang dimaksud dengan model pemerolehan adalah suatu teori siasat yang dipergunakan oleh anak-anak untuk menyusun suatu tata bahasa yang tepat bagi
bahasany Chomsky; 1965:25-30. Dalam hal ini lingkungan juga sangat mempengaruhi kemampuan seorang anak dalam memperoleh bahasa.  Salah satu
diantaranya adalah lingkungan upacara adat pesta Lingkungan upacara adat pesta juga sangat memepengaruhi bagaimana seorang
anak yang berusia tiga tahun mampu memperoleh kata sapaan.  Kata sapaan yang diperoleh anak yang satu dengan anak yang lainya dapat berbeda-  beda.    Dalam
penelitian ini ditemukan beberapa tuturan kata sapaaan dalam bahasa Batak Toba dalam lingkungan upacara adat pesta .
25. Uma   : sian dia hepengmi Radot?
“dari mana  uangmu radot?” ‘Uangmu darimana Radot’
Radot   : dilean Tulang nakaning Uma nadipesta i
“diberikan tulang tadi  mama  di pesta” ‘Tulang tadi memberikan uang di pesta’
Uma  : pamasuk tusakku    mi annong mago
“masukkan kekantong mu, nanti hilang” ‘Masukkan kekantong uangmu ,nanti hilang’
Dari percakapan 20 di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh anak usia tiga tahun  tersebut  merupakan kata sapaan yang diperoleh dalam
lingkungan upacara adat pesta. Kata sapaan yang diperoleh adalah  kata sapaan “Uma”, dan “Tulang”.  Dalam lingkungan keluarga bisa saja Radot tidak mengenal
kata sapaan “Tulang” akan tetapi ketika “Uma’ mengajak Radot ke uapacara adat pesta , Radot berinteraksi langsung dengan Tulang. Hal itu lah yang menyebabkan
Radot mampu memperoleh kata sapaan dalam lingkungan uapacara adat pesta. 26.
Jakkob : di lean Namboru au jagal nakaning.
“diberikan bibi  aku daging tadi” ‘ Bibi memberikan kepada saya daging’
Bapak: godang do dilean tuho?
“banyak diberikan Bibi itu?” ‘Banyak diberikan Bibi tadi?’
Jakkob : godang, ale di tambai amang boru    tu  pangana hu.
“banyak, tapi diberikan amang boru ke    piringku” ‘Banyak,  Amang  boru menambahi daging ke piring saya’
Dari percakapan 26 di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh anak usia tiga tahun  tersebut  merupakan kata sapaan yang diperoleh dalam lingkungan
upacara adat pesta. Kata sapaan yang diperoleh adalah kata sapaan “Namboru”, dan “Amangboru”. Ketika Jakkob di bawa orang tuanya ke upacara adat pesta, Jakkob
langsung mengenali “ Namboru” dan “Amang boru” yang sebelumnya mereka sudah saling mengenal. Kemampuan Jakkob dalam memperoleh bahasa khusnya
pemerolehan kata sapaan tergolong baik. Hal ini dapat dibuktikan ketika Jakkob bertemu langsung  dengan “Namboru” dan “Amang boru”
27. Bapa
: jalang  jo     Eda mi Lamminar
“salam  dulu kakak ipar itu” ‘Bersalaman dulu dengan Kakak ipar’
Laminar : ise   ho, dang   hutanda
‘siapa kamu, saya tidak kenal’ ‘Saya tidak mengenali dia”
Bapa : akora ni Akkang baoa mu do i
“isteri dari Abangmu itu” ‘ itu isteri Abangmu’
Dari percakapan 27 di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh anak usia tiga tahun  tersebut  merupakan kata sapaan yang diperoleh anak usia tiga
tahun di lingkungan upacara adat pesta. Kata sapaan yang diperoleh anak tersebut
adalah kata sapaan “Akang baoa”dan “Ho”. Ketika Bapak menuyurh Lamminar bersalaman dengan “Eda” Lamminar menggunakan kata sapaan “Ho” yang dimana
pengguanaan kata sapaan tersebut diguanakn untuk orang yang sebaya. akan tetapi Lamminar dalam menggunakan kata sapaan “Ho” kurang tepat, hal ini diakibatkan
Lamminar tidak pernah melakukan interaksi dengan “Eda”. Itulah yang menyebabkan penggunaan kata sapaan “Ho” tidak tepat.
28.Bapa   :ditada hodo namangalean       hepeng i tuho?
“kenal  kamu  yang memeberikan uang  itu” ‘ Apakah kamu mengenal yang memberikan uang itu?’
Ria : na dipesta ni  Tulang i do
“ tadi yang di pesta tulang “ ‘ Yang di pesta Tulang  tadi’
Bapa   : olo ria.
“ ia  ria” ‘ Ia ria’
Ria : Namboru do mangalean    ahu hepeng
“ Bibi        yang memberikan aku uang” ‘ Yang memberikan saya uang adalah Bibi’
Bapa  : hurippu dang ditadda ho
“kukira tidak  kenal  kamu” ‘Bapak kira kamu tidak mengenalinya’
Dari percakapan 28 di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh anak usia tiga tahun  tersebut  merupakan kata sapaan yang diperoleh dalam
lingkungan upacara adat pesta. Kata sapaan yang diperoleh anak tersebut di atas adalah  kata sapaan “Namboru”.  Dari percakapan kepada Ria  “Namboru” nya, yang
memberikan uang kepada Ria adalah “Namboru”. Ria mampu mengenali “Namboru” nya  dan menggunakan kata  sapaan “Namboru” dengan benar. Hal ini  karena  telah
terjadi    interaksi dan komunikasi   antara Ria dan “Namboru”.  Orangtua  sering mengajak Ria dalam mengikuti upacara adat  pesta.  Ria selalu melihat “Namboru”
itu ketika berada dalam upacara adata pesta itu. 29.Rita
: boasa tangis  Ompung doli i Uma?
“mama, kakek mengapa menagis?” ‘Mengapa menangis kakek itu Mama?’
Uma  : nga monding be ompung boru mi?
“sudah meninggal nenek mu” ‘Nenek kamu sudah meninggal’
Rita   : mabiar au mamereng ompung boru i
“ takut aku melihat         nenek     itu” ‘Aku ketakutan melihat mayat Nenek itu’
Dari percakapan 29 dapat disimpulkan bahwa kata sapaan yang diperoleh Rita kata sapaan “Ompung”.  Sebelumnya Rita belum mengenal “Ompung doli” dan
“Ompung boru” akan tetapi ketika orang tua Rita mengajaknya hadir dalam upacara adat, Ritaa memperoleh kata sapaan  tersebut. Hal ini terjadi karena  tempat tinggal
mereka jauh dari tempat tinggal “Ompung”.
4.2 Bentuk Kata Sapaan Yang Sering Digunakan Anak Usia Tiga Tahun
Kata sapaan adalah seperangkat kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang dipakai untuk menyebut ata memanggil para pelaku dalam suatu peristiwa bahasa
Kridalaksana, 2008:14. Kata sapaan digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menempatkan posisi yang tepat. Dalam berinteraksi kata sapaan digunakan sebagai
bagian dari tutur sapa. Kata sapaan menjadi sebutan yang menandakan penghargaan terhadap derajat maupun martabat seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.
Penggunaan kata sapaan yang baik dan benar merupakan norma norma yang melambangkan masyarakat yang berbudaya. Kiparsky dalam Tarigan, 1968:194
anak-anak melihat dengan pandangan yang cerah akan kenyataan-kenyataan bahasa yang dipelajarinya dengan melihat tata bahasa asli orang tuanya, serta pembaharuan-
pembaharuan yang telah mereka perbuat sebagai tata bahasa tunggal. Kemudian dia menyusun atau membangun tata bahasa yang baru serta di sederhanakan dengan
pembaharuan-pembaharuan yang dibuatnya sendiri. Berbicara tentang pemerolehan bahasa kita dapat mengacu kedalam dua
perkemabangan yang berbeda, yakni belajar bahasa yang pertama atau bahasa ibu dan bahasa kedua. Hal ini berkaitan dengan kematangan dan sosialisai anak dan
perkembangan belajar bahasa kedua. Pada umumnya, anak yang normal memperoleh kecakapan berbahasa melalui bunyi bunyi bahasa yang anak dengar dari sekelilingnya
secara alami tanpa diperintah. Kecakapan berbahasa  itu berkembang karena inteligensi dan latar belakang sosial budaya yang membentuknya.
Pemerolehan kata sapaan yang diperoleh anak usia tiga tahun berbeda-beda dengan teman seusianya. Dalam hal ini bentuk kata sapaan yang  sering digunakan
anak  usia tiga tahun  di lingkungan keluarga. Pada Bab 4.1 telah dipaparkan bentuk kata sapaan bahasa Batak Toba yang digunakan anak usia tiga tahun pada Pendidikan
Anak Usia Dini PAUD baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, lingkungan upacara adat pesta. Dari ketiga lingkungan yang berbeda yang
ditampilkan di atas  memberikan informasi bahwa  penggunaan kata sapaan bahasa Batak Toba pada Pendidikan Anak Usia Dini PAUD,  usia tiga tahun  di diesa
Sibuntuon Partur adalah kata sapaan yang digunakan dalam lingkungan keluarga. Hal ini terjadi karena lingkungan ini akrab dengan anak usia tiga tahun. Selama  satu
hari penuh anak bersama keluarganya, bersama ibu, bapak, abang, dan kakak bahkan ada pula anak yang tinggal serumah dengan “Opung doli” ‘kakek’ atau Opung boru
‘nenek’ seperti yang dialami Jakkob.  Kata sapaan yang sering digunakan anak usia tiga tahun  dalam lingkungan keluarga adalah Uma, Bapa,  Ompung doli, Ompung
boru, Tulang, Namboru, Akkang baoa, Akkang boru. 30. Radot
: maridi jo au tu paccur Uma
“mandi dulu aku ke sumur mama” ‘Mama, saya mandi dulu ke sumur ‘
Uma : unang leleng maridi radot
“jangan lama   mandi  radot” ‘Jangan telalu lama mandinya’
32. Rita : acitt   ipon hu Bapa
“ sakit gigi ku bapak” ‘ Saya sakit gigi, Bapak’
Bapa : inum majo ubat on asa malum
“minum dulu obat ini,biar sembuh” ‘Biar cepat sembuh minum obat dulu’
33. Ramot : nunga ro udan Ompung doli
“sudah datang hujan  kakek” ‘Hujan sudah turun Kakek”
Ompung doli : beta tujabu unang matonu hita
“mari rumah nanti basah   kita” ‘Kita masuk ke rumah, suapaya tidak kena hujan’
34. Ompung boru  : buat  jo napuran i jakkob
“ambil dulu sirih itu jakkob” ‘Ambilkan dulu daun sirih itu Jakkob’
Jakkob : dang boi hujakkit i ompung boru
“ tidak dapat di panjat  nenek” ‘Saya tidak bisa memanjatnya Nenek’
35. Jenti :  manukkangi aha tulang?
“ memperbaiki apa paman” ‘ Apa yang Paman perbaiki’
Tulang : panggu, asa boi pakkeon mangombak.
“cangkul, biar bisa di pakai mencanggkul” ‘Memperbaiki cangkkul, supaya dapat digunakan mencangkul’
36. Ratna : ijo hepengmi Namboru
“minta uangmu  bibi” ‘Saya ingin minta uang bibi’
Namboru : tading purokku ratna di jabu.
“tinggal  dompetku ratna  di rumah” ‘Dompet Bibi tinggal di rumah, Ratna
37. Lamminar :buat         jo indahan i akkang baoa.
“ambilkan dulu nasi itu   abang”.
‘ Tolong ambilkan nasi saya Abang’
Akkang baoa : buat ma piringmu
“ ambilkan piringmu” ‘Ambilkan piring kamu’
38. Ria : Idia  suri dibaen akkang boru?
“dimana sisir diletakkan kakak” ‘Dimana Kakak letakkan sisir?
Akkang boru : peak   jonok kaccai do
“ terletak dekat kaca itu” ‘Dekat kaca itu terletak”
Dari data percakapan 30-38 di atas kata sapaan yang sering digunakan Radot, Ramot, Jakkob, Jenti, Ratna, Lamminar dan Ria adalah kata sapaan Uma,
Bapa, Ompung doli, Ompung boru, Tulang, Namboru, Akkang baoa, Akkang boru. Faktor yang memepengaruhi anak usia tiga tahun ini menggunakan kata sapaan dalam
lingkungan keluarga adalah  karean seringnya anak melakukan interaksi dan komunikasi dalam lingkungan keluarga. Selain sering berkomunikasi dan
berinteraksi,  waktu anak lebih banyak dalam lingkungan keluarga dibandingkan
dalam lingkungan lainya seperti lingkungan pendidikan, dan lingkungan upacara adat pesta.
4.2.1   Hubungan Psikolinguistik Behaviorisme dengan Pemerolehan Kata Sapaan Bahasa Batak Toba dalam Lingkungan Keluarga
Teori behaviorisme melihat  aspek bahasa yang  dapat diamati langsung dari hubungan antara rangsangan stimulus  dan reaksi response. Perilaku bahasa yang
efektif adalah memuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu keiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan.  Hubungan psikolingusitik
behaviorisme  dengan pemerolehan kata sapaan bahasa Batak Toba anak usia tiga tahun ini dijelaskan  sebagai motivasi perkembangan bahasa anak, perangsang
menumbuhkan kreativitas bahasa anak dan pemeberi kepercayaan diri kepada anak untuk tidak takut mengeluarkan kata-kata kepada orang lain dan santun berbahasa.
4.2.1.1 Stimulus Negatif  atau Motivasi Negatif
Stimulus  negatif atau motivasi negatif akan menghasilkan respon negatif, sebab apabila seseorang memberikan stimulus negatif berupa kata-kata negatif berupa
makian, hardikan dan celaan maka anak akan merasa kecil hati, sedih , murung dan tidak berani mengeluarkan kata-kata lagi untuk yang akan datang. Hal ini akan
mengakibatkan anak akan terdiam  kaku tidak menjawab sepatah kata pun, kosa katanya menjadi miskin tidak berkembang dan kaku.
Contoh: 39. Uma
: jalo    jo    panggu   itu Ria
“minta dulu cangkul itu ria”
‘Ria, ambil dulu cangkul itu’
Ria : hu    buat panggu    nami on namboru
“ saya ambil cangkul kami ini bibi” ‘ Saya mengambil cangkul ini Bibi’
Uma : nantulang mu doi ria, loak maho
“nantulang nya itu ria,  bodoh kau” ‘Dia adalah Nantulang, kamu bodoh Ria’
Dari data39 di atas dapat dijelaskan stimulus negatif atau motivasi negatif yang dilalkukan oleh orang tua Ria, menunjukkan  kemampuan anak dalam bertutur
sapa menjadi terhambat atau terhenti. Kosa kata yang diperoleh Ria akan semakin sedikit karena  Ria takut  mendengar suara yang tinggi dan  akan menerima hardikan
dan celaan dari orangtuanya. Sapaan “Namboru” diucapakan Ria menjadi “Nantulang”. Dalam  teori behaviorisme  Lenneberg 1967 dan Krashen 1975 dalam
Cahyono 1995: 268-269  sesuai dengan pendapat Tarigan 1984:261 aspek psikologis yang diberikan kepada anak berupa hardikan seperti kata “bodoh” akan
menghambat perkembangan kosa kata anak tersebut. 40. Bapa
: sian dia doho nakaning lamminar ?
“ dari mana kamu tadi lamminar” ‘Lamminar, kamu darimana tadi”