Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Perkembangan Struktur Kraniofacial Fetus Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW

(1)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) TERHADAP PERKEMBANGAN STRUKTUR

KRANIOFACIAL FETUS MENCIT (Mus musculus L.) Strain DDW

SKRIPSI

MAI SARAH 080805012

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) TERHADAP PERKEMBANGAN

STRUKTUR KRANIOFACIAL FETUS MENCIT (Mus musculus L.) Strain DDW

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

MAI SARAH 080805012

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium

DC.) TERHADAP PERKEMBANGAN STRUKTUR KRANIOFACIAL FETUS MENCIT (Mus musculus

L.) Strain DDW.

Kategori : SKRIPSI

Nama : MAI SARAH

Nomor Induk Mahasiswa : 080805012

Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI

Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Januari 2013

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr. Salomo Hutahaean, M.Si Dra. Emita Sabri, M. Si NIP. 19651011 199501 1 001 NIP. 19560712 198702 2 002

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc NIP. 19630123 199003 2 001


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) TERHADAP PERKEMBANGAN STRUKTUR

KRANIOFACIAL FETUS MENCIT (Mus musculus L.) Strain DDW.

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2013

Mai Sarah 080805012


(5)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan alhamdulillah puji dan syukur, penulis panjatkan doa atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan dan kesehatan sehingga penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Perkembangan Struktur Kraniofacial Fetus Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW” telah penulis selesaikan.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada ibu Dra. Emita Sabri, M.Si selaku pembimbing pertama dan bapak Dr. Salomo Hutahaean, M.Si selaku pembimbing kedua, yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan serta motivasi kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed dan ibu Dra. Elimasni, M.Si selaku penguji yang telah memberikan masukan dan saran yang dapat mendukung dalam penyelesaian skripsi ini sehingga menjadi lebih baik.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU, bapak Drs. Kiki Nurtjahja, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU, ibu Nurhasni Muluk selaku laboran di Laboratorium Struktur Hewan, ibu Mayang Sari Yeanny, S.Si, M.Si selaku pembimbing akademik dan seluruh staf pegawai di Departemen Biologi FMIPA USU.

Terimakasih yang sangat teristimewa penulis ucapkan kepada orang tua tercinta Hj. Nurhayati dan H. M. Ma`sum Zein, LC. yang telah memberikan doa restu, memotivasi dan selalu memberi semangat kepada penulis, dan juga kepada suami penulis Afrizal, SE yang telah memberikan dukungannya dan selalu membantu dalam berbagai hal demi kelancaran kuliah.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi S1, penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak


(6)

kekurangan, baik dari segi bahasa maupun pembahasannya. Oleh karena itu penulis senantiasa mengharapkan kritikan, saran dari semua pihak yang dapat mengkoreksi hasil tulisan ini.

Medan, Januari 2013


(7)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) TERHADAP PERKEMBANGAN

STRUKTUR KRANIOFACIAL FETUS MENCIT (Mus musculus L.) Strain DDW.

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Perkembangan Struktur Kraniofacial Fetus Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW” di Laboratorium Struktur Hewan pada bulan Desember 2011 hingga bulan Juni 2012. Penelitian ini menggunakan metoda eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 6 ulangan yaitu terdiri dari kontrol blank, kontrol perlakuan CMC 1% dan perlakuan ekstrak N-heksan dengan konsentrasi 2%, 4% dan 6%. Volume pemberian adalah 0,1 ml/10 g bb secara oral dengan menggunakan jarum gavage

selama 10 hari, dimulai pada hari kebuntingan 0-10 hari. Hasil penelitian menunjukkan pemberian ekstrak N-heksan buah andaliman meningkatkan persentase embrio resorb, jumlah korpus luteum dan kehilangan praimplantasi, menurunkan jumlah fetus hidup, serta menurunkan berat badan fetus hidup. Selain itu pemberian ekstrak N-heksan buah andaliman menyebabkan terjadinya kelainan pada kraniofacial fetus mencit yaitu meningkatkan kejadian acorea (P>0,05), mikrophthalmia dan hidrocephalus (P<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak N-heksan buah andaliman bersifat embriotoksik dan fetotoksik.


(8)

EFFECT OF N-HEXANE EXTRACT ANDALIMAN FRUIT (Zanthoxylum acanthopodium DC.) ON DEVELOPMENT OF CRANIOFACIAL

STRUCTURES MICE (Mus musculus L.) STRAINS DDW.

ABSTRACT

A research had been conducted with a title "Effect of N-hexane Extract Andaliman Fruit (Zanthoxylum acanthopodium DC.) on Development of Craniofacial Structures Mice (Mus musculus L.) Strains DDW" Structural Animals in Laboratory in December 2011 to June 2012. This research uses completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 6 replications which consist of a control blank, control treatment of CMC 1% and treatment N-hexane extract with a concentration of 2%, 4% and 6%. Volume delivery was 0.1 ml/10 g bb orally using gavage for 10 days, beginning on the day of gestation 0-10 days. The results showed, the extract increase the percentage of embryos resorbs, number of corpus luteum and the percentage of pre-implantation loss, and reduce the number of live fetuses and fetal body weight. Treatment cause abnormalities in craniofacial structures: that increases the incidence acorea (P>0.05), mikrophthalmia and hydrocephalus (P<0.05). In conclusion, we suggested that andaliman is embryotoxic and fetotoxic.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

KATA PENGANTAR iv

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2.Perumusan Masalah 1.3.Tujuan Penelitian 1.4.Hipotesis

1.5.Manfaat Penelitian

1 2 3 3 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Andaliman (Zanthoxilum acanthopodium DC.) 4

2.1.1. Sistematika Tanaman Andaliman 4

2.1.2. Deskripsi Andaliman 4

2.1.3. Kandungan Senyawa Kimia Andaliman 5

2.2. Tahap - Tahap Perkembangan 6

2.2.1. Periode Praimplantasi 6

2.2.2. Periode Embrionik 6

2.2.3. Periode Fetus 7

2.3. Tahap Perkembangan Kraniofacial 7

2.3.1. Pembentukan Sistem Saraf Pusat 7

2.3.2. Perkembangan Wajah, Mulut dan Hidung 8

2.3.3. Perkembangan Mata 10

2.3.4. Perkembangan Telinga 10

2.4. Teratogenesis 11

2.5. Kerja Zat Teratogen 12

BAB 3 BAHAN DAN METODA

3.1. Waktu dan Tempat 14

3.2. Alat dan Bahan 14

3.3. Rancangan Penelitian 15

3.4. Prosedur Percobaan 16

3.4.1. Hewan Percobaan 16

3.4.2. Pemeliharaan Hewan Percobaan 16

3.4.3. Pembuatan Bahan Uji 16


(10)

3.4.3.2. Pembuatan Ekstrak N-heksan Buah Andaliman

17

3.4.4. Mengawinkan Hewan Uji 17

3.4.5. Pemberian Bahan Uji 17

3.4.6. Parameter Pengamatan 18

3.4.7. Pembuatan Preparat Kraniofacial Fetus Mencit Metode Parafin

19

3.4.8. Rumus Perhitungan 21

3.4.9. Analisis Data 22

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Penampilan Reproduksi Induk Mencit Betina 23 4.2. Data Berat Badan Induk Mencit, Jumlah Fetus Hidup,

Berat Badan Fetus Hidup

28

4.3. Data Kelainan Kepala Fetus 30

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 38

5.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1. Hasil Ekstraksi dan Kandungan Total Fenolik Andaliman 5


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1. Buah Andaliman 5

3.1. Metode Razor Blade 18

4.1. Penampilan Reproduksi Induk Mencit Betina Perlakuan Ekstrak N-heksan Buah Andaliman

23

4.2. Embrio Resorb 25

4.3. Fetus Mati 26

4.4. Berat Badan Induk Mencit, Jumlah Fetus Hidup dan Berat Badan Fetus Hidup Perlakuan Ekstrak N-heksan Buah Andaliman

28

4.5. Berat Badan Fetus 29

4.6. Kelainan Kepala Fetus Mencit Perlakuan Ekstrak N-heksan Buah Andaliman

31

4.7. Anatomi dan Histologi Struktur Kraniofacial pada Cleft palate

31

4.8. Anatomi dan Histologi Struktur Kraniofacial pada Mikrophthalmia

32

4.9. Anatomi dan Histologi Struktur Kraniofacial pada Acorea

33

4.10. Anatomi dan Histologi Struktur Kraniofacial pada Hidrocephalus


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

A.1. Uji Statistik Jumlah Implantasi Mencit Perlakuan Ekstrak N-heksan Buah Andaliman

43

A.2. Uji Statistik Jumlah Embrio Resorb (%) Mencit Perlakuan Ekstrak N-heksan Buah Andaliman

43

A.3. Uji Statistik Jumlah Fetus Mati (%) Mencit Perlakuan Ekstrak N-heksan Buah Andaliman

44

A.4. Uji Statistik Korpus Luteum Mencit Perlakuan Ekstrak N-heksan Buah Andaliman

45

A.5. Uji Statistik Kehilangan Praimplantasi Mencit Perlakuan Ekstrak N-heksan Buah Andaliman

46

B.1. Uji Statistik Berat Badan Induk (g) Mencit Perlakuan Ekstrak N-heksan Buah Andaliman

47

B.2. Uji Statistik Jumlah Fetus Hidup Perlakuan Ekstrak N-heksan Buah Andaliman

47

B.3. Uji Statistik Berat Badan Fetus Mencit Perlakuan Ekstrak N-heksan Buah Andaliman

48

C.1. Uji Statistik Kelainan Cleft Palate (%) Fetus Mencit Perlakuan Ekstrak N-heksan Buah Andaliman

50

C.2. Uji Statistik Kelainan Mikrophthalmia (%) Fetus Mencit Perlakuan Ekstrak N-heksan Buah Andaliman

50

C.3. Uji Statistik Kelainan Acorea (%) Fetus Mencit Perlakuan Ekstrak N-heksan Buah Andaliman

55

C.4. Uji Statistik Kelainan Hidrocephalus (%) Fetus Mencit Perlakuan Ekstrak N-heksan Buah Andaliman

56


(14)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) TERHADAP PERKEMBANGAN

STRUKTUR KRANIOFACIAL FETUS MENCIT (Mus musculus L.) Strain DDW.

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Perkembangan Struktur Kraniofacial Fetus Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW” di Laboratorium Struktur Hewan pada bulan Desember 2011 hingga bulan Juni 2012. Penelitian ini menggunakan metoda eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 6 ulangan yaitu terdiri dari kontrol blank, kontrol perlakuan CMC 1% dan perlakuan ekstrak N-heksan dengan konsentrasi 2%, 4% dan 6%. Volume pemberian adalah 0,1 ml/10 g bb secara oral dengan menggunakan jarum gavage

selama 10 hari, dimulai pada hari kebuntingan 0-10 hari. Hasil penelitian menunjukkan pemberian ekstrak N-heksan buah andaliman meningkatkan persentase embrio resorb, jumlah korpus luteum dan kehilangan praimplantasi, menurunkan jumlah fetus hidup, serta menurunkan berat badan fetus hidup. Selain itu pemberian ekstrak N-heksan buah andaliman menyebabkan terjadinya kelainan pada kraniofacial fetus mencit yaitu meningkatkan kejadian acorea (P>0,05), mikrophthalmia dan hidrocephalus (P<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak N-heksan buah andaliman bersifat embriotoksik dan fetotoksik.


(15)

EFFECT OF N-HEXANE EXTRACT ANDALIMAN FRUIT (Zanthoxylum acanthopodium DC.) ON DEVELOPMENT OF CRANIOFACIAL

STRUCTURES MICE (Mus musculus L.) STRAINS DDW.

ABSTRACT

A research had been conducted with a title "Effect of N-hexane Extract Andaliman Fruit (Zanthoxylum acanthopodium DC.) on Development of Craniofacial Structures Mice (Mus musculus L.) Strains DDW" Structural Animals in Laboratory in December 2011 to June 2012. This research uses completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 6 replications which consist of a control blank, control treatment of CMC 1% and treatment N-hexane extract with a concentration of 2%, 4% and 6%. Volume delivery was 0.1 ml/10 g bb orally using gavage for 10 days, beginning on the day of gestation 0-10 days. The results showed, the extract increase the percentage of embryos resorbs, number of corpus luteum and the percentage of pre-implantation loss, and reduce the number of live fetuses and fetal body weight. Treatment cause abnormalities in craniofacial structures: that increases the incidence acorea (P>0.05), mikrophthalmia and hydrocephalus (P<0.05). In conclusion, we suggested that andaliman is embryotoxic and fetotoxic.


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam berupa rempah-rempah. Salah satu jenis rempah-rempah yang penggunaannya masih terbatas adalah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.). Andaliman adalah tanaman rempah-rempah yang berasal dari pinggiran Danau Toba (Maulina, 2000). Andaliman tumbuh liar di pegunungan dengan ketinggian 1400 m dpl dengan temperatur 15o-18oC. Tumbuhan ini berasal dari Himalaya substropis, dan tersebar diberbagai belahan dunia, antara lain di India Utara, Nepal, Pakistan Timur Myanmar dan Cina (Wijaya, 1999).

Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) termasuk dalam famili Rutaceae, merupakan tanaman yang khas dijumpai di Sumatera Utara (Siregar, 2002). Buah dan biji andaliman sering digunakan sebagai bumbu masak terutama untuk masakan tradisional suku Batak (Sabri, 2007).

Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) memiliki aroma sitrus yang kuat, sehingga masyarakat di daerah Sumatera Utara menggunakan andaliman untuk menghilangkan bau amis ikan atau daging mentah (Wijaya et al., 2001), tetapi sebagian masyarakat juga dapat menggunakan andaliman sebagai tuba untuk mempermudah dalam menangkap ikan (Sabri, 2007).

Andaliman dapat digunakan sebagai insektisida untuk menghambat pertumbuhan serangga Sitophilus zeamais (Andayani, 2000). Andaliman juga dapat mempengaruhi perkembangan binatang pengerat, tumbuhan ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat menghambat sintesis prostaglandin (Robinson, 1995).


(17)

Ekstrak kasar buah andaliman ini juga memiliki aktivitas fisiologi aktif sebagai antioksidan dan antimikroba yang potensial (Parhusip et al., 1999).

Penelitian yang telah dilakukan Sabri (2007), menyatakan bahwa ekstrak andaliman dapat mempengaruhi perkembangan embrio dengan kejadian meningkatnya kematian intrauterus seperti embrio resorb. Hal ini yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh ekstrak N-Heksan buah andaliman yang diberikan pada umur kebuntingan induk 0-10 hari terhadap perkembangan struktur kraniofacial fetus mencit. Pelarut yang digunakan adalah N-heksan ini disebabkan oleh sifat N-N-heksan yang memiliki titik didih yang rendah sehingga dapat mengekstraksi minyak yang terdapat di dalam tumbuhan yang digunakan sebagai minyak atsiri, beda polaritas antara solvent dan solute kecil, mudah menguap, tidak berbahaya, tidak beracun, tidak mudah terbakar dan murah.

1.2. Perumusan Masalah

Andaliman adalah rempah yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Tapanuli sebagai bumbu masakan khas adat Batak Angkola dan Batak Mandailing. Andaliman mengandung beberapa senyawa terpen seperti geraniol, linalool, dan limonen, yang telah dilaporkan bersifat antioksidan. Penelitian oleh Sabri (2007), menunjukkan ekstrak andaliman dengan pelarut etanol dapat mempengaruhi perkembangan embrio dengan meningkatnya kejadian kematian intrauterus dan embrio resorb. Begitu juga dengan penelitian Bancin (2012), yang menunjukkan bahwa ekstrak segar andaliman dan ekstrak andaliman dengan pelarut etanol dapat menyebabkan hidrocephalus, mikrophthalmia, dan anophthalmia. Sejauh ini penelitian dengan pemberian ekstrak N-heksan buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium

DC.) pada hewan uji belum pernah dilakukan. Berdasarkan penelitian tersebut perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efek dari pemberian ekstrak N-heksan buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) dengan konsentrasi yang berbeda terhadap perkembangan struktur kraniofacial pada embrio mencit (Mus musculus L.) strain DDW yang diberikan pada induk mencit.


(18)

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui:

a. Pengaruh ekstrak N-heksan buah andaliman terhadap penampilan reproduksi induk betina mencit (Mus musculus L.) strain DDW.

b. Pengaruh ekstrak N-heksan buah andaliman terhadap pertumbuhan dan perkembangan fetus mencit (Mus musculus L.) strain DDW.

c. Pengaruh ekstrak N-heksan buah andaliman terhadap perkembangan struktur kraniofacial fetus mencit (Mus musculus L.) strain DDW.

1.4. Hipotesis

a. Ekstrak N-heksan buah andaliman dapat mempengaruhi penampilan reproduksi induk betina mencit (Mus musculus L.) strain DDW.

b. Ekstrak N-heksan buah andaliman dapat mempengaruhi berat badan fetus dan jumlah fetus hidup.

c. Ekstrak N-heksan buah andaliman dapat mempengaruhi struktur kraniofacial mencit (Mus musculus L.) strain DDW.

1.5. Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak N-heksan buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) terhadap perkembangan struktur kraniofacial embrio mencit (Mus musculus L.) strain DDW yang diberikan pada induk mencit dengan umur kebuntingan 0-10 hari.

b. Sebagai sumber informasi pada instansi dan masyarakat sehingga dapat dilakukan penelitian yang lebih lanjut.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

2.1.1. Sistematika Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

Menurut Whitmore (1992), kedudukan tanaman Zanthoxylum di dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Rutales

Famili : Rutaceae Genus : Zanthoxylum

Spesies : Zanthoxylum acanthopodium DC.

2.1.2. Deskripsi Andaliman

Andaliman berupa semak atau pohon kecil yang memiliki cabang rendah, tingginya mencapai 5 m dan merupakan tumbuhan menahun. Permukaan batang, cabang dan ranting andaliman berduri. Daun andaliman merupakan daun majemuk yang tersebar diseluruh batang dan cabang (Siregar, 2002). Bunganya majemuk berbatas dalam anak payung dan mempunyai perhiasan bunga satu lingkaran yaitu kelopak yang disusun oleh lima daun kelopak bebas (Tjitrosoepomo, 1991). Dasar bunganya rata dan berbentuk kerucut serta berukuran kecil. Buah andaliman berbentuk bulat bewarna hijau, bila digigit mengeluarkan aroma wangi dan ada rasa getir yang tajam dan khas serta dapat merangsang produksi air liur (Siregar, 2002).


(20)

A B

Gambar 2.1. Buah andaliman; A. Buah muda, B. Buah yang sudah tua

2.1.3. Kandungan Senyawa Kimia Andaliman

Andaliman mengandung senyawa polifenolat, monoterpen dan seskuiterpen, serta kuinon. Selain itu juga terdapat minyak atsiri seperti geraniol, linalool, cineol, dan citronella yang menimbulkan kombinasi bau mint dan lemon (Simangunsong, 2008

dalam Sinaga, 2009). Ekstrak segar andaliman mengandung flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan steroid (Nababan, 2012).

Tanaman andaliman juga mengandung senyawa terpenoid yang memiliki aktivitas antioksidan yang sangat baik bagi kesehatan dan berperan dalam mempertahankan mutu produk pangan dari berbagai kerusakan seperti ketengikan, perubahan nilai gizi serta perubahan warna dan aroma makanan. Senyawa terpenoid juga dapat dimanfaatkan sebagai antimikroba, sehingga andaliman dapat dijadikan bahan baku senyawa antioksidan dan antimikroba bagi industri (Wijaya, 1999).

Menurut Suryanto et al., (2008), hasil ekstraksi dan kandungan total fenolik andaliman adalah:

Tabel 2.1. Hasil Ekstraksi dan Kandungan Total Fenolik Andaliman Jenis

Tanaman

Nama Ilmiah Ekstrak Rendemen (mg/g)

Total Fenolik (µg/g)

Andaliman Zanthoxyllum acanthopodium

Heksana Aseton Etanol

78,06±2,48 31,75±5,56 69,98±3,36

27,7±0,58 91±0,03 125,3±0,59

Fenolik merupakan suatu senyawa dimana gugus OH- nya terikat pada inti benzene (inti aromatik). Fenola ialah suatu senyawa yang terbentuk apabila satu atau


(21)

lebih atom N dan inti benzene (inti aromatik) diganti oleh gugus ori (hidroksil). Fenol bersifat asam jika dilarutkan dalam air (Sulaiman, 1990).

Golongan senyawa fenolik merupakan komponen bioaktif yang terdapat pada tanaman. Fenolik atau polifenol adalah senyawa metabolit sekunder yang berfungsi sebagai pelindung tumbuhan dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan tersebut dan lingkungan (Lenny, 2006). Beberapa senyawa fenolik memiliki sifat toksik terhadap hewan pemangsa, tumbuhan dan senyawa fenolik lainnya memiliki aktivitas antiinflamasi sehingga dapat menghambat sintesis prostaglandin (Robinson, 1995).

2.2. Tahap-tahap perkembangan 2.2.1. Periode praimplantasi

Periode praimplantasi terjadi setelah pembuahan (fertilisasi) yaitu proses penyatuan ovum dan sperma (Isnaeni, 2006), sehingga menghasilkan zigot (Syahrum, 1994; Nalbandov, 1990), zigot berkembang dan akan mengalami pembelahan (cleavage) yaitu merupakan serangkaian pembelahan mitotik yang menyebabkan sitoplasma zigot semakin banyak dan akan terus-menerus membelah sehingga zigot akan tampak seperti buah arbei yang disebut morula (Sadler, 2006),

Morula akan berkembang menjadi blastokista, yang membentuk rongga

blastocoel (Sperber, 1991). Membran bagian luar sel membentuk tropoblas, kemudian tropoblas berubah menjadi korion lalu akan membentuk plasenta. Tropoblas bagian dalam menghasilkan cairan amnion, membran bagian dalam membentuk massa sel dalam yang kemudian akan berkembang menjadi embrio (Sadler, 2006).

2.2.2. Periode Embrionik

Periode embrionik dibagi menjadi 3 periode: prasomit, somit dan pasca somit. Selama periode prasomit, lapisan primer embrio dan adnexa embrionik (membran fetus) terbentuk dalam massa sel dalam. Pada periode somit, ditandai dengan munculnya segmen metamerik dorsal yang prominen, pola dasar sistem tubuh dan organ utama, ditentukan. Periode pasca-somit ditandai dengan pembentukan bagian


(22)

luar tubuh (Sperber, 1991). Periode pasca-somit merupakan fase organogenesis, pada fase ini terjadi diferensiasi pembentukan organ tubuh, sehingga pada fase ini merupakan fase paling peka terjadinya malformasi anatomik dan pengaruh buruk lainnya dengan beberapa kemungkinan: pengaruh letal, pengaruh sub letal dan gangguan fungsional (Santoso, 1990).

2.2.3. Periode Fetus

Periode fetus terjadi setelah organogenesis hingga saat lahir. Tahap ini ditandai dengan munculnya pusat osifikasi dan pergerakan pertama dari fetus. Terdapat sedikit diferensiasi atau organogenesis jaringan baru, tetapi juga ada pertumbuhan yang cepat dan pembesaran struktur dasar yang sudah terbentuk (Sperber, 1991).

2.3. Tahap Perkembangan Kraniofacial

Regio kepala berasal dari mesoderm paraksial dan mesoderm lempeng lateral, krista neuralis dan region ektoderm yang menebal dikenal sebagai plakoda ektoderm. Mesoderm paraksial membentuk dasar tengkorak dan sebagian kecil region oksipital, semua otot volunder regio kraniofasial, dermis dan jaringan ikat dibagian dorsal kepala (Sadler, 2006).

Mesoderm paraksial juga membentuk pusat prosensephalik yang berjalan melalui garis primitive berada di ujung rostral notokord dibalik forebrain

(prosensephalon), merangsang pembentukan alat indra penglihatan dan telinga luar, telinga tengah serta sepertiga atas wajah (Sperber, 1991).

2.3.1. Pembentukan Sistem Saraf Pusat

Pembentukan sistem saraf diawali dengan proses pembentukan bumbung neural yang disebut neurulasi (Sabri, 2009). Lempeng saraf berasal dari ektoderm, memanjang dan meluas ke arah primitif, lalu tepi lempeng saraf meninggi untuk membentuk lipatan saraf (neural fold) dan bagian tengah yang cekung membentuk alur saraf (neural


(23)

groove), lipatan saraf tumbuh ke atas dan ke garis tengah lalu terjadilah fusi sehingga terbentuk tabung saraf (neural tube) (Sadler, 2006).

Pada awal embrio mamalia, struktur bumbung neural masih berupa tabung yang lurus. Sebelum posterior terbentuk, bagian anterior dari bumbung neural membengkak dan menjadi 3 vesikel primer yaitu:

a. Forebrain (Prosencephalon) : Prosencephalon akan berdiferensiasi menjadi 2 bagian yaitu bagian anterior membentuk telencephalon dan bagian posterior membentuk diencephalon.

b. Midbrain (Mesencephalon) : Mesencephalon akan berdiferensiasi membentuk suatu rongga (Aquaduct cerebral).

c. Hindbrain (Rhombencephalon) : Rhombencephalon akan berdiferensiasi menjadi 2 bagian yaitu bagian anterior yang akan membentuk myelencephalon yang kemudian berkembang membentuk medulla oblongata yang menghasilkan saraf untuk mengatur pergerakan respirasi, gastrointestinal dan cardiovascular. Bagian posterior membentuk metencephalon yang kemudian akan muncul sereblum (Sabri, 2009).

Pada saat tabung saraf tertutup terjadi 2 penebalan ektoderm bilateral, sehingga akan terbentuk plakoda otika (lempeng telinga) dan plakoda lentis (lempeng lensa) (Sadler, 2006).

2.3.2. Perkembangan Wajah, Mulut dan Hidung

Wajah berasal dari 5 tonjolan yang mengelilingi cekungan sentral, stomodeum, yang membentuk bakal mulut (Sperber, 1991).

Tonjolan-tonjolan pada wajah dan ceruk mulut terletak di atas tonjol jantung yang disebabkan melengkungnya embrio sehingga tonjolan wajah tidak terlihat. Tonjolan wajah dapat terlihat setelah terangkat dari tonjol-tonjol jantung (Drews, 1996). Tonjol-tonjolan tersebut adalah frontonasal tengah tunggal dan sepasang tonjolan maksila dan mandibula (Sperber, 1991).


(24)

Prominensia frontonasalis (frontonasal tengah tunggal) yang terdiri dari dua sisi akan membentuk plakoda nasalis dan membentuk batas atas stomodeum (Sadler, 2006). Plakoda nasalis akan mengalami invaginasi sehingga terbentuk fovea nasalis

serta tonjol hidung medial dan lateral (Drews, 1996). Prominensia maksilaris akan berkembang dan tumbuh ke arah medial sehingga menekan prominensia medial ke garis tengah. Celah yang terdapat diantara prominensia nasalis dan prominensia maksilaris yaitu nasolakrimal hilang sehingga keduanya menyatu. Prominensia nasalis medial dan prominensia maksilaris akan membentuk bibir atas, sedangkan bibir bawah dibentuk oleh prominensia mandibularis yang menyatu dibagian tengah, lalu prominensia maksilaris akan terus membesar sehingga membentuk pipi (Sadler, 2006).

Celah bibir atas dan celah bagian depan palatum terbentuk dari kegagalan desintegrasi normal dari sayap nasal, kematian sel atau pertukaran mesensimal dengan cara menghalangi penyatuan mesensim nasal medial dan maksilar (Sperber, 1991). Tonjolan nasal medial akan menyatu digaris tengah membentuk langit-langit primer (Drews, 1996).

Dalam zona peleburan antara tonjol-tonjolan nasal medial dan lateral, serta tonjol maksilar terbentuk kelim epitelial (tembok epitel Hofstetter) bersifat sementara. Tembok epitel terbentang di kedalaman antara langit-langit primer dan langitan sekunder (Drews, 1996), langit-langit sekunder tersebut berasal dari perluasan mesoderm (Craigmyle & Presley, 1975). Dibelakang langit-langit primer terdapat rongga tekak sebagai kesatuan yang terisi oleh lidah dan meluas sampai pada dasar tengkorak. Melalui langit-langit sekunder rongga ini terbagi menjadi lorong hidung definitif dan rongga mulut, lalu terbentuk lempeng langit-langit yang mula-mula terdapat pada sisi lateral lidah. Pada batas antara langit primer dan langi-langit sekunder berasal dari lempeng langit-langit (Drews, 1996).

Hidung merupakan hasil dari tonjolan frontal, penyatuan tonjolan nasal medial, tonjolan nasal lateral (ala), dan kapsul tulang rawan nasal terdiri dari septum

dan cocha nasal (Sperber, 1991). Tonjolan frontal (prominensia frontonalis) akan membentuk jembatan hidung. Tonjolan nasal medial (prominensia nasal medial) akan menyatu sehingga membentuk lengkung hidung dan ujung hidung. Tonjolan nasal


(25)

lateral (prominensia nasal lateral) akan membentuk cuping hidung disebut juga alae

(Sadler, 2006). Celah hidung akan terpisah, lalu terjadilah penggabungan tonjolan

nasal medial, maksila, dan nasal lateral, sehingga membentuk lubang hidung yaitu

nares anterior (Sperber, 1991).

2.3.3. Perkembangan Mata

Perkembangan mata berasal dari diencephalon, lalu akan mengalami diferensiasi membentuk vesikula optika kemudian akan menginduksi ektoderm untuk membentuk plakoda lensa. Plakoda lensa mengalami invaginasi dan berkembang menjadi vesikula lentis (vesikel lensa) kemudian vesikula lentis terlepas dari ektoderm dan berada di mulut cawan optik. Bagian luar dari dinding cawan optik akan membentuk retina neural yang terdiri dari fotoreseptor, sel glia, interneuron dan sel ganglion (Sadler, 2006).

2.3.4. Pembentukan Telinga

Perkembangan telinga berasal dari penebalan ektoderm rhombencephalon membentuk

plakoda otika lalu mengalami invaginasi membentuk vesikula otika kemudian akan membentuk 2 bagian: a. bagian ventral menghasilkan sakulus dan duktus koklearis, b. bagian dorsal membentuk utrikulus, kanalis semisikularis dan duktus endolimpatikus, lalu secara bersama membentuk labirin membranosa (Sadler, 2006). Labirin membranosa mengandung sel-sel epitel yang akan dimodifikasi menjadi neuroepitel

(sel rambut). Labirin membranosa yang pertama ditransformasikan menjadi tulang rawan, lalu menjadi tulang labirin (Adnan, 2008).

Neuroepitel dilapisi oleh membran tektoria, lalu bersama sel sensorik akan menbentuk organ corti. Selama pembentukan vesicular otika, suatu kelompok kecil sel memisah dari dindingnya dan membentuk ganglion statoakustik, lalu ganglion terpisah menjadi bagian kokleare dan vestibula yang masing-masing memasok sel


(26)

sensorik organ corti dan sel-sel sensorik sakulus, utrikulus, kanalis dan semisirkularis

(Sadler, 2006).

Telinga tengah berasal dari kantung faring pertama yang tumbuh ke arah lateral, bagian distal disebut processus tubotymphanicus lalu melebar membentuk

cavum tympani. Bagian proksimal membentuk saluran eustachius yang menghubungkan cavum tympani dengan nasofaring, lalu akan membentuk cavum tympani. Cavum tympani akan menginvaginasi tulang prosesus mastoideus dan terbentuklah peneumatisasi (kantong-kantong udara) (Adnan, 2008).

Telinga luar berasal dari bagian dorsal celah faring pertama yang akan berkembang membentuk meatus akustikus ekstermus, lalu berpoliferasi membentuk lempeng epitel solid, sumbat meatus bersama-sama dengan lapisan epitel endoderm di

kavitas tympani dan lapisan intermedier jaringan ikat untuk membentuk gendang telinga. Perkembangan selanjutnya terjadilah enam poliferasi mesenkim pada ujung

dorsal arkus faring pertama dan kedua, lalu terjadilah penyatuan meatus akustikus eksternus dan membentuk aurikula. Dengan terbentuknya mandibula, telinga luar naik ke samping kepala setinggi mata (Sadler, 2006).

2.4. Teratogenesis

Teratogenesis adalah kelahiran bayi yang abnormal akibat gangguan zat asing yang masuk ke dalam tubuh ibu (Wirohusodo, 1995 dalam Tampubolon, 2000). Studi tentang asal mula embriologis dan kuasa berbagai cacat lahir (teratogen) disebut teratologi (Sadler, 2006). Teratologi merupakan bagian embriologi eksperimental yang berusaha menjelaskan hubungan sebab-akibat pada terjadinya berbagai malformasi. Salah satu aspeknya ialah penelitian semua obat baru terhadap khasiat teratogenik melalui percobaan pada hewan (Drews, 1996). Zat yang menyebabkan efek teratogenik disebut dengan teratogen. Teratogen adalah senyawa organik maupun anorganik yang merupakan salah satu zat yang bersifat toksik (zat yang dapat merusak sistem biologis dari makhluk hidup) (Wirohusodo, 1995 dalam Tampubolon, 2000).


(27)

Pemakaian bahan kimia berhasil meningkatkan mutu kehidupan masyarakat tetapi menimbulkan dampak negatif. Senyawa kimia selain bersifat toksik juga dapat bersifat teratogenik. Pemberian bahan kimia selama periode organogenesis pada hewan betina yang sedang bunting dapat menyebabkan kelainan perkembangan atau bersifat teratogenik karena merupakan periode yang sensitif (Susantin et al., 2006).

Menurut Sadler (2006), faktor-faktor yang menentukan kapasitas suatu agen untuk menimbulkan cacat lahir telah didefenisikan dan diajukan sebagai prinsip teratologi. Prinsip tersebut mencakup:

a. Kerentanan terhadap teratogenesis yang bergantung pada genotipe konseptus dan cara bagaimana komposisi genetik ini berinteraksi dengan lingkungan.

b. Kerentanan terhadap teratogen bervariasi sesuai stadium perkembangan saat pajanan.

c. Manifestasi gangguan perkembangan bergantung pada dosis dan lama pajanan ke teratogen.

d. Teratogen bekerja melalui jalur (mekanisme) spesifik pada sel dan jaringan yang sedang berkembang untuk memicu kelainan embriogenesis (patogenesis).

e. Manifestasi kelainan perkembangan adalah kematian, malformasi, retardasi pertumbuhan, dan gangguan fungsional.

2.5. Kerja Zat Teratogen

Menurut Sadler (2006), yaitu data yang tersedia mengenai kerja faktor teratogenik pada mamalia, beberapa prinsip dasar telah dikemukakan. Walapun masih awal untuk menyusun ini sebagai hukum. Prinsip ini harus diingat dalam mempertimbangkan kemungkinan bahwa kelainan dipengaruhi oleh faktor teratogenik tertentu yaitu:

a. Tingkat perkembangan mudigah menentukan kepekaan terhadap faktor-faktor teratogenik

b. Pengaruh faktor teratogenik tergantung pada genotip


(28)

Penggunaan obat pada saat perkembangan janin dapat mempengaruhi struktur janin pada saat terpapar. Mekanisme berbagai obat yang menghasilkan efek teratogenik disebabkan oleh beberapa faktor:

a. Obat dapat bekerja langsung pada jaringan ibu dan juga secara tidak langsung mempengaruhi jaringan janin

b. Obat mengganggu aliran oksigen atau nutrisi lewat plasenta sehingga mempengaruhi janin.

c. Obat juga dapat memberikan efek langsung pada proses diferensiasi pada jaringan janin yang sedang berkembang.

d. Diferensiasi zat esensial yang dibutuhkan janin juga berperan terjadinya abnormalitas (Zakiah & Farn, 2011).

Tipe reaksi yang timbul akibat teratogen bergantung pada tahap perkembangan pada saat pemaparan senyawa kimia yang bersangkutan. Ada 4 tahap utama gestasi pada manusia yaitu:

a. Praimplantasi berlangsung 12 hari sejak konsepsi sampai implantasi, pada mencit betina berlangsung pada 1-4 hari.

b. Organogenesis selama hari ke- 13 sampai ke- 56 kehamilan, pada mencit sekitar 6-14 hari kebuntingan

c. Triwulan ke- 2 dan triwulan ke- 3 perkembangan fungsional dan pertumbuhan nyata terjadi pada gigi atau sistem saraf pusat, endokrin, genital dan sistem imun. d. Tahap kelahiran relatif singkat yaang mengakhiri kemungkinan disebabkan oleh

senyawa kimia yang dikonsumsi ibu sehingga dapat mempengaruhi fetus (Herman & Mutiatikum, 1990).


(29)

BAB 3

BAHAN DAN METODA

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2011 sampai dengan Juni 2012 di Laboratorium Struktur Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2. Bahan dan Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah bak mencit, tutup bak mencit, spidol permanen digunakan untuk pemeliharaan hewan uji. Blender, evaporator, erlenmeyer, neraca analitik digital, spatula, beaker glass, gelas ukur, alat pengaduk digunakan untuk pembuatan ekstrak. Spit dan jarum gavage digunakan untuk pemberian ekstrak. Bak bedah, dissecting set, jarum pentul, kaca arloji, cawan petri, neraca analitik

digital, sampel cup dan pisau silet digunakan untuk pembedahan hewan uji. Oven, mikrotom, object glass, cover glass, hot plate, plat parafin, cutter, staining jar, alumunium foil, kotak preparat digunakan untuk pembuatan sediaan preparat. Mikroskop stereo, mikroskop bio camera dan camera digital digunakan untuk pengamatan.

Sedangkan bahan yang digunakan adalah pakan (jagung), sekam, air untuk pemeliharaan hewan uji. Mencit (Mus musculus L.) strain DDW sebagai hewan uji. Buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.), N-heksan, larutan CMC (Karboksil Metil Celulosa) 1%, aquadest, kertas saring digunakan untuk pembuatan ekstrak. Larutan Bouin, larutan NaCl 0,9% (garam fisiologis), kertas label, kertas millimeter, tisu, sklerefom digunakan untuk pembedahan. Alkohol 100%, 96%, 80%, 70%, 60%, 50%, 40%, 30%, kertas label, pewarna Hematoxylin dan Eosin, canada balsam, xylol, parafin, mancis, holder, spiritus digunakan untuk pembuatan sediaan preparat.


(30)

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental, dengan menggunakan metode RAL (Rancangan Acak Lengkap) non factorial. Perlakuan diberikan pada masa praimplantasi sampai dengan pascaimplantasi (0-10 hari kebuntingan). Jumlah ulangan untuk setiap kelompok ditentukan dengan menggunakan rumus Federer (Chairul et al., 1992) yaitu:

(t - 1) (n - 1) ≥ 15 T = jumlah perlakuan N = jumlah ulangan

Dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 3.1. Model Rancangan Penelitian Kelompok Perlakuan

Konsentrasi

Ekstrak (%) CMC (%)

Kontrol (K0) 0 0 Kontrol Pelarut (KP) 0 1 Perlakuan (P1) 2 1

Perlakuan (P2) 4 1

Perlakuan (P3) 6 1

Perlakuan praimplantasi sampai pascaimplantasi 0-10 hari terdiri dari lima perlakuan dan enam ulangan sehingga mencit yang digunakan berjumlah 1 x 5 x 6 = 30 ekor. Sedangkan pembuatan preparat sayatan kepala fetus pada tiap kelompok kontrol dan perlakuan terdiri dari 3 sayatan. Perlakuan terdiri atas satu faktor yaitu perbedaan konsentrasi. Penentuan konsentrasi berdasarkan penelitian Chairul et al., (1992), yang telah dimodifikasi.

K0 = Kelompok kontrol blank tanpa perlakuan

KP = Kelompok kontrol pelarut dengan menggunakan pelarut CMC 1% (1 g CMC/100 ml aquadest)

P1 = Kelompok perlakuan dengan ekstrak N-heksan andaliman 2% (2 g ekstrak kental/ 100 ml pelarut CMC 1%)

P2 = Kelompok perlakuan dengan ekstrak N-heksan andaliman 4% (4 g ekstrak kental/ 100 ml pelarut CMC 1%)

P3 = Kelompok perlakuan dengan ekstrak N-heksan andaliman 6% (6 g ekstrak kental/ 100 ml pelarut CMC 1%).


(31)

3.4. Prosedur Percobaan 3.4.1. Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit (Mus musculus L.) betina strain DDW. Mencit dewasa diperoleh dari Balai Penyidikan Pengujian Veteriner (BPPV). Mencit kemudian diternakkan di kandang hewan Departemen Biologi FMIPA USU Medan. Induk dipelihara sampai diperoleh anakan lalu digunakan dalam penelitian.

3.4.2. Pemeliharaan Hewan Percobaan

Hewan mencit (Mus musculus L.) strain DDW jantan dan betina yang digunakan berumur 12-14 minggu dengan berat badan berkisar antara 25-30 g. Induk mencit bunting didapatkan dengan cara mengawinkan 1 ekor mencit jantan dengan 3 ekor mencit betina dalam satu wadah pada sore hari. Kemudian umur kebuntingan nol hari ditentukan dengan adanya sumbat vagina pada keesokan harinya (Taylor, 1986).

Mencit (Mus musculus L.) strain DDW yang hamil dipisahkan dan dipelihara sampai melahirkan. Anak mencit yang berumur ± 3 minggu dipisahkan dari induknya dan dipelihara dalam kandang terpisah. Kandang yang terbuat dari plastik yang diberi alas sekam yang dilakukan pergantian sekam dua kali seminggu (Smith & Mangkowidjoyo, 1988). Pemberian pakan (jagung) dilakukan secara ad-libitum dan pemberian air ledeng (Hrapkiewicz & Mediana, 2007). Bila mencit betina sudah berumur ± 12 minggu (3 bulan) dengan kisaran berat badan ± 25-35 g, maka dikelompokkan menjadi 5 perlakuan dengan 6 ulangan dan siap diberi perlakuan (Smith & Mangkowidjoyo, 1988).

3.4.3. Pembuatan Bahan Uji

3.4.3.1. Pembuatan Serbuk Andaliman

Adapun bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) yang berasal dari daerah Parbuluan, Kab. Dairi, Sumatera Utara. Sebelum diolah menjadi serbuk, buah andaliman terlebih dahulu diseleksi. Buah andaliman yang digunakan adalah buah andaliman yang sudah tua dan


(32)

dalam keadaan segar. Buah yang telah diseleksi lalu dipilah-pilah dari tangkainya dan dikeringkan pada suhu kamar hingga kering. Buah yang telah kering kemudian diblender sampai halus (dalam bentuk serbuk).

3.4.3.2. Pembuatan Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman

Buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) yang telah diblender

hingga menjadi simplisia (serbuk). Selanjutnya dibuat ekstrak dengan metode maserasi dengan N-Heksan selama 1 malam (Padmawinata et al., 1989 dalam Sabri, 1996). Hasil maserasi diperkolasi sampai diperoleh cairan bening. Hasil perkolasi

dipekatkan dengan evaporator sampai diperoleh ekstrak yang pekat berupa pasta. Ekstrak andaliman tidak larut dalam air, maka untuk mendapat campuran yang homogen digunakan suatu pelarut yaitu carboxyl metil cellulosa (CMC) dengan konsentrasi 1% (1 ml CMC dilarutkan dalam 100 ml aquadest) sehingga dihasilkan ekstrak yang diinginkan. Lalu dibuat dosis yang telah dimodifikasi yaitu 2%, 4% dan 6% yang dilarutkan dalam 1% CMC (Pratiwi, 2006).

3.4.4. Mengawinkan Hewan Uji

Mencit betina dewasa yang sudah mencapai usia 8-12 minggu berada pada tahap estrus ditimbang untuk mengetahui berat badan awal, lalu dicampurkan dengan mencit jantan dewasa dalam satu wadah. Keesokan harinya mencit betina dinyatakan telah kawin yang ditandai dengan adanya sumbat vagina, diasumsikan sebagai hari ke-0 kebuntingan, lalu ditimbang kembali berat badannya.

3.4.5. Pemberian Bahan Uji

Pemberian bahan uji dilakukan dengan cara membagi 30 ekor mencit betina yang bunting menjadi 5 perlakuan (K0, KP, P1, P2, P3) dengan 6 ulangan. K0 adalah kontrol tanpa diberikan perlakuan, KP adalah kontrol CMC 1 %, P1 adalah perlakuan yang diberikan ekstrak N-heksan buah andaliman dengan konsentrasi 2%, P2 adalah perlakuan yang diberikan ekstrak N-heksan buah andaliman dengan konsentrasi 4%, P3 adalah perlakuan yang diberikan ekstrak N-heksan buah andaliman dengan konsentrasi 6%. Perlakuan diberikan pada hari ke-0 kebuntingan sampai hari ke-10


(33)

kebuntingan secara oraldengan menggunakan jarum gavage dan volume ekstrak yang diberikan sebanyak 0,1 ml/10 g bb, lalu dibiarkan sampai umur kebuntingan hari ke-18.

3.4.6. Parameter Pengamatan

Pada umur kebuntingan 18 hari, mencit dibunuh dengan cara dislokasi leher (Smith & Mangkowidjoyo, 1988). Mencit diletakkan di atas bak bedah, kemudian dibedah dengan menggunakan disecting set. Kemudian fetus diangkat dari uterus dan dimasukkan ke dalam larutan Bouin. Selanjutnya dilakukan pengamatan sebagai berikut:

a. Pengamatan terhadap penampilan reproduksi induk betina: jumlah implantasi, korpus luteum, kehilangan praimplantasi, kematian intrauterus seperti embrio resorb dan fetus mati.

b. Berat badan induk mencit, jumlah fetus hidup dan berat badan fetus hidup.

c. Pengamatan pada bagian kepala fetus yaitu: kelainan eksternal meliputi kelainan wilayah hidung dan mata sedangkan pengamatan secara internal meliputi kelainan otak. Pengamatan wilayah hidung, mata dan cleft palate dilakukan penyayatan menggunakan metode razor blade seperti gambar 3.1

Gambar 3.1 Metode razor blade

Wilayah kepala fetus yang disayat: A. Sayatan melalui hidung B. Sayatan melalui mata C. Sayatan melalui serebrum

A B C


(34)

A. Potongan pertama sayatan melalui hidung yaitu mengamati kelainan nasal cavity

dan cleft palate seperti single nasal cavity (rongga hidung tunggal), dan melihat ada atau tidaknya cleft pada palatenya.

B. Potongan kedua sayatan melalui mata yaitu mengamati kelainan lensa mata seperti mikrophthalmia, acorea.

C. Potongan ketiga sayatan melalui serebrum yaitu mengamati kelainan pada serebrum seperti hidrocephalus (Taylor, 1986).

3.4.7. Pembuatan Preparat Kraniofasial Fetus Mencit Dengan Metode Parafin Pembuatan preparat yang dilakukan dengan metode parafin (Suntoro, 1983) sebagai berikut:

a. Fiksasi

Mencit (Mus musculus L.) strain DDW didislokasi dan dibedah. Diambil bagian kepala dari fetus, lalu disayat sesuai dengan metode razor blade yaitu sayatan melalui hidung, sayatan melalui mata, sayatan melalui serebrum, dicuci dengan larutan NaCl 0,9% kemudian difiksasi selama 1 malam dengan larutan Bouin. b. Washing (Pencucian)

Setelah difiksasi, sayatan kepala fetus dicuci dengan alkohol 70% dengan cara dishaker sampai benar-benar jernih dan direndam dengan alkohol 70 % selama 1 malam.

c. Dehidrasi

Dehidrasi dilakukan dengan merendam sayatan kepala fetus sambil dishaker dengan menggunakan alkohol bertingkat, yaitu dari alkohol 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 96% dan 100% (absolut) selama 1 jam pada masing-masing konsentrasi.

d. Clearing (Penjernihan)

Clearing dilakukan dengan merendam sayatan kepala fetus ke dalam xylol selama 1 malam.

e. Infiltrasi

Infiltrasi dilakukan dengan merendam sayatan kepala fetus ke dalam xylol selama 1 jam pada suhu kamar kemudian dipindahkan lagi ke dalam xylol yang baru yang berada di dalam oven pada suhu 560C selama 1 jam. Lalu dilanjutkan lagi dengan


(35)

merendam sayatan kepala fetus ke dalam parafin murni I, II, III masing-masing selama 1 jam pada suhu 560C, yang selama proses pengerjaannya dilakukan dalam oven.

f. Embedding (Penanaman)

Embedding dilakukan dengan meletakkan sayatan kepala fetus pada kotak berbentuk segi empat yang telah dipersiapkan sebelumnya sebagai cetakan. Setelah itu, dituang parafin yang telah cair ke dalam kotak tersebut, kemudian sayatan kepala fetus ditanam dalam kotak yang telah berisi parafin dan diatur posisinya lalu diberi label. Dibiarkan sampai dingin sehingga membentuk blok parafin dan dimasukkan ke dalam freezer. Kemudian blok-blok tersebut dirapikan dan dilakukan penempelan blok-blok parafin pada holder yang terbuat dari kayu berukuran 1x1 cm yang berbentuk persegi.

g. Cutting (Pemotongan)

Cutting dilakukan dengan memotong blok-blok parafin yang telah diholder pada mikrotom sehingga membentuk pita-pita parafin dengan ukuran ketebalan 6 µm. h. Attaching (Penempelan)

Attaching dilakukan dengan mengambil beberapa pita parafin, kemudian diletakkan pada object glass, dan dicelupkan pada air dingin dan kemudian pada air hangat. Lalu diletakkan di atas hotplate beberapa detik untuk melekatkan pita parafin pada object glass dan membersihkan sebagian parafin yang melekat pada organ.

i. Deparafinasi, dilakukan dengan cara mencelupkan objek pada xylol sampai parafin habis kira-kira selama 5 menit.

j. Dealkoholisasi, dilakukan dengan mencelupkan objek glass ke dalam alkohol bertingkat ke alkohol konsentrasi menurun, yaitu dari alkohol absolut, 96%, 80%, 70%, 60%, 50%, 40%, 30% dan kemudian ke dalam aquadest. Dimana masing-masing konsentrasi dicelupkan ± 3-5 detik.

k. Pewarnaan

Pewarnaan sediaan kepala fetus diwarnai dengan menggunakan Hematoxylin- Eosin. Pewarnaan dilakukan dengan cara object glass dimasukkan ke dalam larutan pewarna Hematoxylin Erlich selama 3 menit, lalu dicuci dengan dengan air mengalir ± 2 menit, kemudian dimasukkan ke dalam alkohol 30%, 50%, 70%, lalu dimasukkan ke dalam larutan pewarna Eosin 0,5% dalam alkohol selama 3


(36)

menit, lalu dimasukkan ke dalam aquadest dan kemudian preparat dimasukkkan berturut-turut ke dalam alkohol 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 96%, dan alkohol absolute. Setelah itu, dikeringkan dengan kertas pengisap. Lalu preparat dimasukkan ke xylol.

l. Mounting

Mounting dilakukan dengan menutup preparat dengan canada balsam. Diusahakan supaya tidak terdapat gelembung udara. Diberi label dan diamati di bawah mikroskop.

3.4.8. Rumus Perhitungan

Menurut Manson et al., (1989 dalam Sabri, 2007), rumus perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Persentase Implantasi (PI)

∑ Jumlah implantasi tiap perulangan induk

PI = × 100% Jumlah seluruh induk dalam satu perlakuan

b. Persentase Malformasi (PM)

Jumlah malformasi

∑ tiap perulangan induk Jumlah fetus yang hidup

PM = × 100% Jumlah seluruh induk dalam satu perlakuan

c. Persentase Fetus Mati (PFM)

Jumlah fetus mati

∑ tiap perulangan induk Jumlah implantasi

PFM = × 100% Jumlah seluruh induk dalam satu perlakuan


(37)

d. Persentase Embrio Resorb (PER)

Jumlah embrio reorb

∑ tiap perulangan induk Jumlah implantasi

PER = × 100% Jumlah seluruh induk dalam satu perlakuan

e. Persentase Kehilangan Praimplantasi (PKP)

Jumlah korpus luteum - jumlah implantasi

∑ tiap perulangan induk Jumlah fetus yang hidup

PKP = × 100% Jumlah seluruh induk dalam satu perlakuan

3.4.9. Analisis Data

Data yang didapat dari setiap parameter (variabel) pengamatan dicatat dan disusun ke dalam bentuk tabel. Data kuantitatif yang didapatkan, diuji kemaknaannya dengan bantuan program statistik komputer SPSS release 13. Urutan uji diawali dengan uji normalitas dan uji homogenitas. Apabila hasil uji normalitas dan homogenitas menunjukkan P<0,05 maka data dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis dan Mann-Whitney. Apabila hasil uji normalitas dan homogenitas menunjukkan P>0,05 maka dilanjutkan dengan uji sidik ragam (ANOVA) satu arah. Jika hasil ANOVA menunjukkan ada perbedaan nyata (P<0,05), maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc-Bonferroni taraf 5%.


(38)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian yang sudah dilakukan yaitu mengenai pengaruh pemberian ekstrak N-heksan buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) terhadap perkembangan struktur kraniofacial fetus mencit (Mus musculus L.) Strain DDW diperoleh hasil sebagai berikut:

4.1. Data Penampilan Reproduksi Induk Mencit Betina

Pengamatan terhadap penampilan reproduksi induk mencit betina pada perlakuan ekstrak N-heksan buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) yang diberikan pada umur kebuntingan 0-10 hari meliputi jumlah implantasi, kematian intra uterus: embrio resorb dan fetus mati, kehilangan praimplantasi dan jumlah korpus luteum dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Penampilan Reproduksi Induk Mencit Betina Perlakuan Ekstrak N-heksan Buah Andaliman. JI: Jumlah Implantasi, ER: Embrio Resorb, FM: Fetus Mati, KL: Korpus Luteum, KPI: Kehilangan Praimplantasi


(39)

Berdasarkan Gambar 4.1. dapat diketahui jumlah implantasi pada kelompok perlakuan KP (11,00), P1 (9,00), P2 (11,67), P3 (12,00) memiliki jumlah yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol K0 (12,57) dari hasil uji statistik (Lampiran A.1) menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) antara kelompok perlakuan dibanding dengan kelompok kontrol. Ekstrak N-heksan buah andaliman dapat menyebabkan terganggunya perkembangan embrio yang dicerminkan dengan menurunnya jumlah implantasi.

Penurunan jumlah implantasi seiring dengan meningkatnya kematian intrauterus dan kehilangan praimplantasi. Penurunan jumlah implantasi kemungkinan disebabkan oleh kandungan senyawa kimia aktif yang terkandung di dalam andaliman seperti steroid salah satunya betasitosteroid (Lampiran Hasil Uji Skrining). Senyawa tersebut tidak dapat didetoksifikasi oleh induk mencit sehingga dapat mempengaruhi proses cleavage dan penanaman embrio di dalam endometrium. Menurut Winarno & Sundari (1997), betasitosterol merupakan derivat steroid yang dapat menurunkan kadar esterogen, FSH, dan progesteron di dalam tubuh yang dapat mempengaruhi jumlah implantasi. Begitu juga dengan pernyataan Hadisaputra (1993 dalam

Tampubolon, 2000), penurunan jumlah implantasi disebabkan oleh konsentrasi esterogen dan progesteron menurun pada saat praimplantasi sehingga lingkungan steroidal tidak sesuai untuk implantasi.

Dari Gambar 4.1. dapat dilihat terjadi peningkatan persentase embrio resorb secara kualitatif yang sejalan dengan peningkatan konsentrasi perlakuan pada kelompok perlakuan KP (1,06), P1 (2,81), P2 (8,34), P3 (5,56) dibanding dengan kelompok kontrol K0 (1,74), hasil uji statistik (Lampiran A.2) menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) antara kelompok perlakuan dibanding dengan kelompok kontrol. Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata namun terjadi peningkatan kejadian embrio resorb secara kualitatif sehingga ekstrak N-heksan buah andaliman dapat dikatakan bersifat embriotoksik. Hal ini kemungkinan karena lamanya pemberian senyawa kimia aktif ekstrak N-heksan buah andaliman seperti terpenoid dan steroid (Lampiran Hasil Uji Skrining) jika diberikan dari 0 sampai 10 hari kebuntingan bersifat teratogenik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harbinson (1980

dalam Susantin et al., 2006), bahwa suatu zat yang memiliki sifat teratogenik dapat menyebabkan kematian intra uterus diikuti dengan resorb. Menurut Winarno &


(40)

Sundari (1995), golongan steroid dan terpenoid memiliki sifat sebagai antifertilitas yang bekerja menurunkan kadar progesteron di dalam tubuh yang dapat meningkatkan kejadian embrio resorb.

Gambar 4.2. Embrio Resorb. ER: Embrio Resorb, KP : Kontrol Perlakuan CMC 1%, P1: Perlakuan 2% ekstrak N-heksan buah andaliman, P2: Perlakuan 4 % ekstrak N - heksan buah andaliman, P3: Perlakuan 6% ekstrak N-heksan buah andaliman.

Embrio resorb ialah embrio yang masih terlihat di uterus tetapi tidak mengalami perkembangan lanjut (Taylor, 1986). Seluruh zat yang masuk ke dalam tubuh induk dapat mempengaruhi perkembangan embrio karena setiap zat akan masuk melalui sistem pembuluh darah dan akan menembus plasenta sehingga dapat menyebabkan kelainan pada embrio (Partodiharjo, 1980). Menurut pernyataan Widyastuti et al., (2006), seluruh zat yang bersifat teratogen jika diberikan di awal perkembangan embrio dapat menyebabkan resorb. Sumarmin (1999 dalam Rusmiati, 2009), juga menyatakan bahwa jika ada suatu teratogen yang bekerja pada embrio tahap praimplantasi atau tahap praorganogenesis dapat menyebabkan embrio tersebut mati.

Hasil pengamatan fetus mati pada Gambar 4.1. yaitu terjadinya peningkatan persentase fetus mati pada kelompok perlakuan KP (0,37), P1 (1,00), P2 (0,31), P3

E E

E

E

K P1


(41)

(3,53), jika dibandingkan dengan kelompok kontrol K0 (0,25). Hasil uji statistik (Lampiran A.3) menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) antara kelompok perlakuan dibanding dengan kelompok kontrol. Persentase fetus mati meningkat kemungkinan disebabkan oleh ekstrak N-heksan buah andaliman yang dapat mengganggu perkembangan sel-sel pada lapisan germinal dan perkembangan lanjut organ yang dapat menyebabkan kematian, sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak N-heksan buah andaliman bersifat fetotoksik. Menurut Bancin (2012), tingginya fetus mati kemungkinan disebabkan oleh senyawa kimia yang terkandung di dalam andaliman seperti terpenoid dan steroid yang bersifat toksik.

Gambar 4.3. Fetus mati. FM: Fetus Mati, P2: Perlakuan 4 % ekstrak N - heksan buah andaliman, P3: Perlakuan 6% ekstrak N-heksan buah andaliman.

Menurut Widyastuti et al., (2006), fetus mati disebabkan karena adanya kontraksi uterus selama masa organogenesis yang disebabkan oleh senyawa teratogen seperti alkaloid dimungkinkan dapat memacu kontraksi otot polos uterus sehingga menyebabkan gangguan proliferasi sel-sel yang terspesialisasi. Begitu juga dengan pernyataan Bancin (2012), kecilnya jumlah fetus hidup kemungkinan diakibatkan sel-sel embrio yang terganggu akibat perlakuan yang terlalu dini. Sel-sel-sel yang terganggu kehilangan kemampuan untuk pluripotensi sehingga sel-sel tidak mampu berkembang sebagaimana mestinya. Selanjutnya Yulianti & Nawir (2008), menyatakan bahwa fetus mati disebabkan oleh dosis teratogen terlampaui sehingga dapat mengganggu perkembangan sel-sel yang terspesialisasi.

Berdasarkan pengamatan Gambar 4.1. dapat diketahui bahwa persentase korpus luteum semakin meningkat pada kelompok perlakuan KP (14,17), P2 (15,33), P3 (15,50) bila dibandingkan dengan kelompok kontrol K0 (13,33) tetapi terjadi

FM FM


(42)

penurunan jumlah korpus luteum pada kelompok perlakuan P1 (13,17) bila dibanding dengan kelompok kontrol. Pada uji statistik (Lampiran A.4) antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Korpus luteum merupakan suatu cerminan ovum yang diovulasikan pada saat kopulasi.

Berdasarkan pernyataan Sabri (2007), bahwa korpus luteum merupakan tanda dari jumlah ovum yang diovulasikan oleh suatu individu dan kondisi ini akan tetap dipertahankan jika terjadi fertilisasi, hal tersebut karena korpus luteum menghasilkan progesteron yang digunakan mempertahankan implantasi. Demikian juga dinyatakan oleh Hutahaean (2002 dalam Rusmiati, 2009) bahwa jumlah korpus luteum sangat berkaitan dan bersesuaian dengan jumlah implantasi.

Hasil pengamatan Gambar 4.1. terlihat terjadi peningkatan persentase kehilangan praimplantasi pada kelompok perlakuan KP (3,69), P1 (4,35), P2 (4,02), P3 (4,15) dibanding dengan kelompok kontrol K0 (1,16), dan peningkatan persentasi tertinggi terjadi pada kelompok perlakuan P1 (4,35). Namun setelah hasil uji statistik (Lampiran A.5) menyatakan tidak berbeda nyata (P>0,05) antara kelompok perlakuan dibanding dengan kelompok kontrol. Terjadinya peningkatan kehilangan praimplantasi kemungkinan disebabkan oleh ketidakmampuan induk untuk mentolerir senyawa kimia yang terkandung di dalam andaliman seperti terpenoid dan steroid (Lampiran Hasil Uji Skrining) sehingga senyawa kimia tersebut dapat langsung menyerang embrio dan menyebakan sel-sel tersebut mati sebelum terimplantasi. Seperti penelitian yang telah dilakukan Bancin (2012), pemberian ekstrak andaliman sampai umur 14 hari kebuntingan akan menyebabkan perkembangan embrio terganggu sehingga tidak dapat mencapai tahap blastokista dengan sempurna dengan demikian embrio tidak dapat terimplan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kandungan senyawa aktif andaliman seperti terpenoid, steroid, alkaloid dan flavonid yang dapat mengganggu proses proliferasi sel-sel embrional yang terjadi pada tahap

cleavage dari embriogenesis.

Begitu juga dengan penelitian Sabri (2007), bahwa pemberian ekstrak andaliman pada induk yang sedang bunting pada umur kebuntingan 0 sampai 13 hari berpengaruh terhadap fertilitas, ini disebabkan oleh pemberian ekstrak berlangsung


(43)

mulai tahap praimplantasi hingga organogenesis, dan induk tidak dapat mendetoksifikasi dan mengeleminasi senyawa-senyawa yang terkandung dalam andaliman dan akhirnya senyawa akan masuk ke dalam aliran pembuluh darah sehingga embrio yang sedang berada ditahap cleavage tidak mampu berkembang mencapai tahap blastokista dengan sempurna dengan demikian embrio tidak dapat terimplan.

Siswando (1993 dalam Samsuria, 2009) juga menyatakan bahwa adanya gangguan pada periode awal menyebabkan resiko yang sangat besar pada proses perkembangan selanjutnya. Gangguan yang selalu berulang pada tahap awal kehamilan sampai setengah periode kehamilan dapat menyebabkan terganggunya proses pembelahan sel yang akhirnya akan terjadi kegagalan implantasi.

4.2. Data Berat Badan Induk Mencit, Jumlah Fetus Hidup, dan Berat Badan Fetus Hidup

Pengamatan terhadap berat badan induk mencit, jumlah fetus hidup dan berat badan fetus hidup pada perlakuan ekstrak N-heksan buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) yang diberikan pada umur kebuntingan 0-10 hari dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Grafik Berat Badan Induk Mencit, Jumlah Fetus Hidup dan Berat Badan Fetus Hidup Perlakuan Ekstrak N-heksan Buah Andaliman. BBI: Berat badan induk, JFH: Jumlah fetus hidup, BBF: Berat badan fetus.


(44)

Berdasarkan pada Gambar 4.4. persentase berat badan induk pada kelompok perlakuan berfluktuatif dibanding dengan kelompok kontrol, dari hasil uji statistik (Lampiran B.1) menyatakan tidak berbeda nyata (P>0,05) antara kelompok perlakuan dibanding dengan kelompok kontrol.

2- 2,5 cm

A B C D E

Gambar 4.5. Berat Badan Fetus. A: Kontrol Blank, B: Kontrol Perlakuan CMC 1%, C: Perlakuan 2% ekstrak N-heksan buah andaliman, D: Perlakuan 4 % ekstrak N - heksan buah andaliman, E: Perlakuan 6% ekstrak N-heksan buah andaliman

Selanjutnya dari hasil pengamatan Gambar 4.4. menunjukkan terjadinya penurunan persentase jumlah fetus yang hidup pada kelompok perlakuan KP (15,24), P1 (12,86), P2 (8,03), P3 (7,58) dibanding dengan kelompok kontrol K0 (14,67) (Gambar 4.4.). Dari hasil uji statistik (Lampiran B.2), menyatakan tidak berbeda nyata (P>0,05) antara kelompok perlakuan dibanding dengan kelompok kontrol. Jumlah fetus hidup berkaitan dengan kejadian tingginya fetus mati dan embrio resorb. Penurunan persentase jumlah fetus yang hidup kemungkinan disebabkan oleh pengaruh ekstrak N-heksan buah andaliman yang diberikan secara terus-menerus dari hari ke 0 sampai hari ke 10 kebuntingan sehingga senyawa-senyawa yang terdapat pada andaliman seperti terpenoid (Lampiran Hasil Uji Skrining) memiliki sifat antioksidan yang sangat baik bagi kesehatan. Tetapi, jika menembus plasenta dalam jangka waktu yang panjang dan sel-sel embrio tidak mampu mentolerir senyawa tersebut sehingga dapat mempengaruhi perkembangan embrio yang menyebabkan embrio tersebut mati.

Seperti yang dinyatakan oleh Tampubolon (2000), kecilnya jumlah fetus hidup disebabkan oleh sel-sel embrio yang terganggu dengan perlakuan yang terlalu dini sehingga sel-sel tersebut tidak dapat diperbaiki dan mengakibatkan sel kehilangan


(45)

kemampuan pluripotensi yang menyebabkan sel tidak dapat berkembang lebih lanjut. Demikian juga yang dinyatakan oleh Sadler (2006), jumlah fetus hidup yang sangat kecil disebabkan oleh embrio mudah diserang atau diganggu pada tingkat dini, maka dalam perkembangannya mengalami kerusakan yang sangat parah sehingga tidak dapat hidup.

Pengamatan berat badan fetus pada Gambar 4.4. terlihat dengan jelas terjadi penurunan persentase berat badan fetus pada kelompok perlakuan KP (1,04), P1 (0,39) dan P2 (0,48) dibanding dengan kelompok kontrol K0 (1,04) (Gambar 4.4.). Hasil uji statistik (Lampiran B.3) menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). Penurunan berat badan fetus kemungkinan disebabkan oleh pemberian ekstrak N-heksan buah andaliman mulai dari tahap praimplantasi sehingga dapat mempengaruhi proses proliferasi sel, pertumbuhan dan perkembangan pada masa organogenesis yang tercermin pada pertumbuhan berat badan fetus. Berdasarkan pernyataan Sabri (2007), terjadinya penurunan berat badan fetus pada kelompok perlakuan merupakan suatu gambaran bahwa fetus mengalami malformasi berupa retardasi pertumbuhan. Demikian juga dengan pernyataan Wilson et al., (1965 dalam Setyawati, 2009), berat badan merupakan suatu parameter yang digunakan untuk mengetahui pengaruh senyawa asing terhadap fetus dapat terlihat dengan penurunan berat fetus.

4.3. Data Kelainan Kraniofacial Fetus Mencit

Pengamatan terhadap kelainan kraniofacial fetus mencit pada perlakuan ekstrak N-heksan buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) yang diberikan pada umur kebuntingan 0-10 hari meliputi cleft palate, mikrophthalmia, acorea, dan hidrocephalus dapat dilihat pada Gambar 4.6.


(46)

Gambar 4.6. Grafik Kelainan Kepala Fetus Mencit Perlakuan Ekstrak N-heksan Buah Andaliman. CP: Cleft palate, M: Mikrophthalmia, A: Acorea, H: Hidrocephalus

Berdasarkan pengamatan Gambar 4.6. dapat diketahui ekstrak N-heksan buah andaliman tidak menyebabkan kelainan cleft palate. Hasil uji statistik juga menyatakan tidak berbeda nyata atau konstan dan homogen antara kelompok perlakuan dibanding dengan kelompok kontrol.

100 µm

Gambar 4.7. Anatomi dan Histologi Struktur Kraniofacial pada Cleft palate. HK: Histologi kraniofacial, AK: Anatomi kraniofacial, C: Cleft, N: Normal. Perbesaran 4x10. Pewarnaan Hematoxilin-Eosin.

Selanjutnya hasil pengamatan dari Gambar 4.6. dapat dilihat persentase mikrophthalmia meningkat pada kelompok perlakuan KP (0,39), P1 (1,02), P2 (1,31), P3 (1,48), kejadiannya sejalan dengan meningkatnya konsentrasi, kejadian ini tidak terlihat pada kelompok kontrol K0 (0). Hasil uji statistik (Lampiran C.2), menyatakan

N N

AK

P

P


(47)

berbeda nyata (P<0,05) antara kelompok perlakuan dibanding dengan kelompok kontrol. Pada penelitian ini dapat terlihat bahwa kemungkinan kelainan mikrophthalmia disebabkan oleh pemberian ekstrak N-heksan buah andaliman dari hari ke 0 sampai hari ke 10 kebuntingan, yang mana pada saat hari ke 10 merupakan puncak dari terbentuknya mata, sehingga dapat mengganggu pembentukan dan proliferasi sel-sel mata yang menyebabkan mata tidak terbentuk secara sempurna.

Menurut Taylor (1986), mikrophthalmia merupakan suatu kelainan yang mana salah satu bagian lensa mata mengecil baik yang sebelah kanan ataupun sebelah kiri. Sadler (2006), juga menyatakan bahwa mikrophthalmia ini merupakan suatu keadaan yang mana seluruh bagian mata sangat kecil dan memiliki volume bola mata yang berkurang sampai dua pertiga dari normal.

M

M

M

N 100 µm M 100 µm

Gambar 4.8. Anatomi dan Histologi Kraniofacial pada Mikrophthalmia. HK: Histologi kraniofacial, AK: Anatomi kraniofacial, K0: Kontrol Blank, P1: Perlakuan ekstrak N-heksan 2%, N: Normal, M: Mikrophthalmia. Perbesaran 4x10. Pewarnaan Hematoxilin-Eosin.

Hasil penelitian acorea dapat dilihat pada Gambar 4.6. dimana kejadian kelainan hanya ditemukan pada kelompok perlakuan P2 (0,21) dan P3 (0,19) bila dibandingkan dengan kelompok lainnya. Berdasarkan kejadian acorea, pada kelompok

H

A A

H

K0 P1


(48)

perlakuan P2 dan P3 kemungkinan merupakan konsentrasi yang tertinggi sehingga dapat mempengaruhi terbentuknya lensa yang mana induk tidak mampu mentolerir dan mendetoksifikasi senyawa kimia aktif yang terdapat pada ekstrak N-heksan buah andaliman. Hasil uji statistik (Lampiran C.3) juga menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). Menurut Taylor (1986), kelainan acorea adalah kelainan mata yang disebabkan oleh salah satu bagian mata yang tidak mempunyai lensa mata.

A

N

N A

A

N 100 µm A 100 µm

Gambar 4.9. Anatomi dan Histologi Kraniofacial pada Acorea. HK: Histologi kraniofacial, AK: Anatomi kraniofacial N: Normal, A: Acorea, K0: Kontrol blank, P2: Perlakuan ekstrak N-heksan 4%. Perbesaran 4x10. Pewarnaan Hematoxilin-Eosin.

Seperti penelitian Bancin (2012), menyatakan bahwa terjadinya acorea kemungkinan disebabkan karena pemberian ekstrak segar buah andaliman yang mengandung senyawa kimia aktif dapat mengganggu pembentukan lensa mata yang berasal dari kantong lensa yang berkembang membentuk lensa dari periode organogenesis mata sehingga lensa mata gagal terbentuk. Berdasarkan pernyataan Gilbert (1988 dalam Sabri et al.,2006), terjadinya kelainan acorea juga diduga karena pemberian suatu zat yang dapat mengganggu pembentukan lensa mata yang berasal dari kantung lensa yang sedang berkembang membentuk lensa pada periode organogenesis yang menyebabkan lensa mata gagal terbentuk.

H H

A A

K0

K0

P2


(49)

Dari Gambar 4.6. dapat dilihat kelainan hidrocephalus terdapat pada kelompok perlakuan P1 (9,11), P2 (6,82), P3 (10,74) dan pada kelompok kontrol perlakuan CMC 1% KP (2,46), kelompok kontrol blank K0 (2,27). Berdasarkan uji statistik (Lampiran C.4) menunjukkan bahwa antara kelompok kontrol perlakuan CMC 1% dibanding dengan kelompok kontrol blank K0 tidak berbeda nyata (P>0.05) tetapi antara kelompok perlakuan dibanding dengan kelompok kontrol berbeda nyata (P<0.05) kejadian peningkatan hidrocephalus tampak jelas terjadi pada kelompok perlakuan P3, hal ini diduga bahwa konsentrasi pada kelompok perlakuan P3 merupakan konsentrasi yang paling optimal yang menyebabkan kelainan hidrocephalus. Tingginya kejadian kelainan pada kelompok perlakuan kemungkinan disebabkan oleh ekstrak N-heksan buah andaliman. Dimana ekstrak N-heksan buah andaliman mengandung berbagai jenis senyawa kimia seperti terpenoid dan steroid (Lampiran Hasil Uji Skrining). Zat aktif yang terdapat di dalam ekstrak N-heksan buah andaliman ini tidak dapat dieleminasi induk karena induk tidak mampu mendetoksifikasi ekstrak tersebut sehingga akan masuk ke dalam pembuluh darah dan selanjutnya akan mengganggu proses pembentukan organogenesis otak sehingga menyebabkan pembentukan otak pada fetus tidak dapat berkembang dengan sempurna.

Menurut pernyataan Rugh (1968), pembentukan otak terjadi pada umur kebuntingan 7-14 hari dan masa kritis terletak pada hari ke 10 kebuntingan. Terjadinya hidrocephalus disebabkan oleh adanya penimbunan cairan otak dalam ventrikel cereblum. Selanjutnya Taylor (1986), menyatakan bahwa hidrocephalus ada 2 macam yaitu hidrocephalus internal dan hidrocephalus eksternal, hidrocephalus internal ditandai oleh adanya pengumpulan cairan otak secara tidak normal di dalam ventrikel otak. Hidrocephalus eksternal ditandai dengan penimbunan cairan otak dipermukaan otak dan durameter.

Sadler (2006), juga menyatakan bahwa hidrocephalus ditandai dengan adanya akumulasi abnormal cairan serebrospinal di dalam sistem ventrikel. Sebagian besar hidrocephalus disebabkan oleh obstruksi akuaduktus sylvius yang dapat menghambat cairan serebrospinal ventrikel lateral dan ventrikel ketiga mengalir ke dalam ventrikel ke empat kemudian keruangan subaraknoid, merupakan tempat cairan tersebut


(50)

diserap. Sehingga mengakibatkan cairan menumpuk di ventrikel lateral dan menekan otak dan tulang tengkorak, karena sutura cranium belum menyatu, ruang diantara tulang tersebut melebar sehingga kepala membesar dan tulang menjadi tipis yang disebabkan oleh terganggunya terbentuknya kalsium dan fosfor yang merupakan senyawa penyusun tulang sehingga tulang tidak dapat berkembang dengan sempurna.

VL VL H VIII

VIII

N H 50 µm

K0

VL

H

VL VIII VIII

N 100 µm H 100 µm

Gambar 4.10. Anatomi dan Histologi Kraniofacial pada Hidrocephalus. HK: Histologi kraniofacial, AK: Anatomi kraniofacial, N: Normal, H: Hidrocephalus, VL: Ventrikel Lateral, VIII: Ventrikel 3, AK: Anatomi kraniofacial, HK: Histologi kraniofacial, K0: Kontrol Blank, P2: Perlakuan 4% ekstrak N-heksan buah andaliman, P3: Perlakuan 6% ekstrak N- heksan buah andaliman. Perbesaran 4x10. Pewarnaan Hematoxilin-Eosin.

K 0

P3

P3 H

K

H K

A K K

0

A K


(51)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari data penelitian yang dihasilkan dapat disimpulkan yaitu:

a. Ekstrak N-heksan buah andaliman secara tidak berbeda nyata dapat meningkatkan embrio resorb, fetus mati dan kehilangan praimplantasi sejalan dengan meningkatnya konsentrasi.

b. Ekstrak N-heksan buah andaliman secara tidak berbeda nyata menghambat pertumbuhan dan perkembangan fetus mencit (Mus musculus L.) strain DDW dapat terlihat dengan menurunnya berat badan fetus sejalan dengan meningkatnya konsentrasi.

c. Ekstrak N-heksan buah andaliman mempengaruhi perkembangan struktur kraniofacial fetus mencit (Mus musculus L.) strain DDW, secara nyata dapat meningkatkan kelainan mikrophthalmia dan hidrocephalus, dan tidak berbeda nyata menyebabkan kelainan acorea sejalan dengan meningkatnya konsentrasi. d. Ekstrak N-heksan buah andaliman dapat dikatakan bersifat embriotoksik dan

fetotoksik.

5.2. Saran

a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai struktur kraniofacial yang lebih khusus seperti meneliti tentang sel saraf.

b. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pembuatan histologi dengan menggunaan metode pewarnaan yang berbeda.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Adnan. 2008. Perkembangan Telinga. Makasar: UNM.

Andayani. 2000. Kajian Daya Insektisida Alami Nabati Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostan), Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC), Getah Gambir (Uncaria gambir Roxb) dan Daun Teh (Camellia sinensis L) Terhadap Perkembangan Hama Gudang Sitophilus zeamays otsh. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Bancin, K. F. 2012. Efek Teratogenik Ekstrak Segar dan Ekstrak Etanol Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Perkembangan Fetus Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW. Skripsi. Medan: USU.

Chairul, Harapini, M., dan Daryati, Y. 1992. Pengaruh Ekstrak Kencur (Kaempferia galanga L.) Terhadap Kehamilan Mencit Putih (Mus musculus L.). Seminar Nasional Indonesia V. Pokjanas. Bandung: Universitas Padjajaran, Bandung dan Laboratorium Treub Puslitbang Biologi LIPI Bogor.

Craigmyle and Presley. 1975. Embryology. Second edition. London: Bailliere Tindall.

Drews, U. 1996. Atlas Berwarna dan Teks Embriologi. Jakarta: Hipokrates.

Herman, M. J, dan Mutiatikum, D. 1990. Efek Teratogenik Dimorfogenetik Masalah Akibat Penggunaan Obat dalam Kehamilan. Jurnal Cermin Kedokteran. 5(37): 33-38.

Hrapkiewicz, K., and Medina, L. 2007. Laboratory Animal. USA: Blackwell Publishing.

Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.

Lenny, S. 2006. Senyawa Terpenoid dan Terpenoida. Karya Ilmiah. Medan: FMIPA, Universitas Sumatera Utara.

Muliana, L. 2000. Kajian Aktivitas Antimikroba Buah Andaliman (Zanthoxylum Acanthopodium DC) dan Antarasa (Litsea cubeba). Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Nababan, E. N. W. 2012. Histoteknik Hati Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW Setelah Pemberian Ekstrak Segar dan Ekstrak Etanol Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.). Skripsi. Medan: USU.

Nalbandov, A. V. 1990. Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia Dan Unggas. Jakarta: Universitas Indonesia Press.


(53)

Parhusip, A. J. N., Sibuea. P, dan Tarigan. A. 1999. Studi Tentang Aktivitas Antimikroba Alami Pada Andaliman. Seminar Nasional Teknologi Pangan. Jakarta.

Partodihardjo, S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta: Penerbit Mutiara.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: Penerbit ITB

Rugh. 1968. The Mouse its Reproduction And Development. Minneapolis: Burgess Publishing Company.

Rusmiati. 2009. Uji Efek Antifertilitas Ekstrak Metanol Kulit Kayu Durian (Durio zibethinus Murr) Pada Kehamilan Awal Mencit (Mus musculus L). Jurnal Bioscientiae. 6 (2): 26-36.

Sabri, E. 1996. Pengaruh Ekstrak Kencur (Kaempferia galanga L.) Terhadap Perkembangan Prenatal Mencit (Mus musculus L.) Swiss Webster Albino. Tesis. Bandung: ITB.

Sabri, E., Supriharti, D., dan Utama, G. E. 2006. Efek Pemberian Monosodium Glutamat (MSG) Terhadap Perkembangan Embrio Mencit (Mus musculus L) Strain DDW Selama Periode Praimplantasi Hingga Organogenesis. Jurnal Biologi Sumatera. 1(1): 8-14.

Sabri, E. 2007. Efek Perlakuan Ekstrak Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium) Pada Tahap Praimplantasi Terhadap Fertilitas dan Perkembangan Embrio Mencit (Mus musculus). Jurnal Biologi Sumatera. 2(2): 28-32.

Sabri, E. 2009. Struktur Perkembangan Hewan. Medan: Departemen Biologi, Fakultas MIPA. USU.

Sadler, T. W. 2006. Embriologi Kedokteran. Edisi ke-10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Samsuria. 2009. Efek Asap Rokok Pada Tikus (Rattus norvegicus) Bunting Terhadap Tampilan Fisiologi Induk Dan Anaknya Setelah Dilahirkan. Tesis. Bogor: IPB.

Santoso, B. 1990. Pemakaian Obat pada Kehamilan. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran, Lab.Klinik, Universitas Gadjah Mada.

Setyawati, I. 2009. Morfologi Fetus Mencit (Mus musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees). Jurnal Biologi. XIII (2): 41-44.

Sinaga, E. 2009. Isolasi Uji Kemampuan Antifungal Bakteri Endofit Dari Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Fungi Perusak Makanan. Skripsi. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara.


(1)

Test Statisticsa,b

6.275 4 .180 Chi-Square

df

As ymp. Sig.

Acorea

Kruskal Wallis Test a.

Groupi ng Variable: Perlakuan b.

Lampiran C.4. Uji Statistik Kelainan Hidrocephalus (%) Fetus Mencit

Perlakuan Ekstrak N-heksan Buah Andaliman

Tests of Normality

.275 6 .175 .802 6 .061

.252 6 .200* .861 6 .194

.271 6 .191 .846 6 .147

.359 3 . .810 3 .138

.385 3 . .750 3 .000

Perlakuan K0 KP P1 P2 P3 Hidrocephalus

Statistic df Sig. Statistic df Sig. Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true s ignificance. *.

Lilliefors Significance Correction a.

Kruskal-Wallis Test

Ra nks

6 7.33

6 7.67

6 18.42

3 13.83

3 19.33

24 Perlak uan

K0 KP P1 P2 P3 Total Hidroc ephalus

N Mean Rank

Te st S tatisticsa,b

13.254 4 .010 Chi-Square

df

As ymp. Si g.

Hidroc ep halus

Kruskal W allis Tes t a.

Groupi ng V ariable: Perl akuan b.

Mann-Whitney Test

Ranks

6 6.17 37.00

6 6.83 41.00

Perlakuan K0 KP Hidrocephalus


(2)

Te st S tatisticsb

16.000 37.000 -.333 .739 .818a Mann-W hit ney U

W ilcox on W Z

As ymp. Si g. (2-tailed) Ex act Sig. [2*(1-tai led Sig.)]

Hidroc ep halus

Not correct ed for ties. a.

Groupi ng V ariable: Perl akuan b.

Mann-Whitney Test

Ranks

6 3.83 23.00

6 9.17 55.00

12 Perlakuan

K0 P1 Total Hidrocephalus

N Mean Rank Sum of Ranks

Te st S tatisticsb

2.000 23.000 -2. 585 .010 .009a Mann-W hit ney U

W ilcox on W Z

As ymp. Si g. (2-tailed) Ex act Sig. [2*(1-tai led Sig.)]

Hidroc ep halus

Not correct ed for ties. a.

Groupi ng V ariable: Perl akuan b.

Mann-Whitney Test

Ranks

6 4.17 25.00

3 6.67 20.00

9 Perlakuan

K0 P2 Total Hidrocephalus

N Mean Rank Sum of Ranks

Te st S tatisticsb

4.000 25.000 -1. 313 .189 .262a Mann-W hit ney U

W ilcox on W Z

As ymp. Si g. (2-tailed) Ex act Sig. [2*(1-tai led Sig.)]

Hidroc ep halus

Not correct ed for ties. a.

Groupi ng V ariable: Perl akuan b.


(3)

Ranks

6 3.67 22.00

3 7.67 23.00

9 Perlakuan

K0 P3 Total Hidrocephalus

N Mean Rank Sum of Ranks

Te st S tatisticsb

1.000 22.000 -2. 110 .035 .048a Mann-W hit ney U

W ilcox on W Z

As ymp. Sig. (2-tailed) Ex act Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

Hidroc ep halus

Not correct ed for ties. a.

Grouping V ariable: Perlakuan b.

Mann-Whitney Test

Ranks

6 3.83 23.00

6 9.17 55.00

12 Perlakuan

KP P1 Total Hidrocephalus

N Mean Rank Sum of Ranks

Te st S tatisticsb

2.000 23.000 -2. 576 .010 .009a Mann-W hit ney U

W ilcox on W Z

As ymp. Si g. (2-tailed) Ex act Sig. [2*(1-tai led Sig.)]

Hidroc ep halus

Not correct ed for ties. a.

Groupi ng V ariable: Perl akuan b.

Mann-Whitney Test

Ranks

6

3.83

23.00

3

7.33

22.00

9

Perlakuan

KP

P2

Total

Hidrocephalus

N

Mean Rank

Sum of Ranks

Te st S tatisticsb

2.000 23.000 -1. 823 .068

a

Mann-W hit ney U W ilcox on W Z

As ymp. Si g. (2-tailed) Ex act Sig. [2*(1-tai led

Hidroc ep halus


(4)

Mann-Whitney Test

Ranks

6

3.67

22.00

3

7.67

23.00

9

Perlakuan

KP

P3

Total

Hidrocephalus

N

Mean Rank

Sum of Ranks

Te st S tatisticsb

1.000 22.000 -2. 092 .036

.048a Mann-W hit ney U

W ilcox on W Z

As ymp. Si g. (2-tailed) Ex act Sig. [2*(1-tai led Sig.)]

Hidroc ep halus

Not correct ed for ties. a.

Groupi ng V ariable: Perl akuan b.

Mann-Whitney Test

Ranks

6 5.75 34.50

3 3.50 10.50

9 Perlakuan

P1 P2 Total Hidrocephalus

N Mean Rank Sum of Ranks

Te st S tatisticsb

4.500 10.500 -1. 172 .241 .262a Mann-W hit ney U

W ilcox on W Z

As ymp. Si g. (2-tailed) Ex act Sig. [2*(1-tai led Sig.)]

Hidroc ep halus

Not correct ed for ties. a.

Groupi ng V ariable: Perl akuan b.

Mann-Whitney Test

Ranks

6 4.83 29.00

3 5.33 16.00

9 Perlakuan

P1 P3 Total Hidrocephalus


(5)

Te st S tatisticsb

8.000 29.000 -.260 .795 .905a Mann-W hit ney U

W ilcox on W Z

As ymp. Si g. (2-tailed) Ex act Sig. [2*(1-tai led Sig.)]

Hidroc ep halus

Not correct ed for ties. a.

Groupi ng V ariable: Perl akuan b.

Mann-Whitney Test

Ranks

3

2.33

7.00

3

4.67

14.00

6

Perlakuan

P2

P3

Total

Hidrocephalus

N

Mean Rank

Sum of Ranks

Te st S tatisticsb

1.000 7.000 -1. 550 .121

.200a Mann-W hit ney U

W ilcox on W Z

As ymp. Si g. (2-tailed) Ex act Sig. [2*(1-tai led Sig.)]

Hidroc ep halus

Not correct ed for ties. a.

Groupi ng V ariable: Perl akuan b.


(6)

Lampiran D. Pembuatan Ekstrak N-heksan Buah Andaliman

Dibersihkan

Dicuci

Dikeringkan

Dihaluskan

Ditimbang

Dimasukkan ke dalam botol cokelat

Dimaserasi ± 1 malam dalam pelarut N-heksan

Disaring

Dirotavapor

Dibuat dosis

Dimaserasi kembali dengan

Dilarutkan dalam CMC 1%

pelarut N-heksan

Disaring

Diambil 0,3 ml

Diberikan secara oral

dengan jarum gavage selama 10 hari

Buah Andaliman

Simplisia

Maserat

Filtrat

Residu

Ekstrak kental

Filtrat

Residu

Larutan ekstrak


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Ekstrak Segar Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Gambaran Histologis Ginjal Mencit Jantan (Mus musculus L.)

3 91 49

Gambaran Histologis Ginjal Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW Setelah Pembersihan Ekstrak n-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

3 64 64

Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Gambaran Histologis Limpa Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW

1 107 58

Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Strain DDW Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum Acanthopodium DC.) Selama Masa Pra Implantasi Dan Pasca Implantasi

8 98 100

Efek Perlakuan Ekstrak Andaliman (Zanthoxyllum Acanthopodium) Pada Tahap Praimplantasi Terhadap Fertilitas Dan Perkembangan Embrio Mencit (Mus Musculus)

5 106 5

Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Perkembangan Struktur Kraniofacial Fetus Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW

0 0 13

Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Strain DDW Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum Acanthopodium DC.) Selama Masa Pra Implantasi Dan Pasca Implantasi

0 0 43

Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Strain DDW Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum Acanthopodium DC.) Selama Masa Pra Implantasi Dan Pasca Implantasi

0 0 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) 2.1.1 Deskripsi Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) - Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Strain DDW Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andalima

0 1 11

Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Perkembangan Struktur Kraniofacial Fetus Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW

0 0 19