3.3 Prosedur Percobaan 3.3.1 Pembuatan Bahan Uji
Buah andaliman diperoleh dari daerah Dairi, Kabupaten Tapanuli Utara. Buah andaliman yang masih bercampur dipisahkan untuk memperoleh buah yang
masih segar kemudian dikeringkan dalam suhu kamar sampai kering. Buah yang telah kering diblender hingga menjadi simplisia serbuk, kemudian dimasukkan
ke dalam stoples dan disimpan pada suhu kamar. Simplisia yang telah dihasilkan dimaserasi dengan cara memasukkan simplisia ke dalam botol dan ditambahkan
pelarut n-heksan sampai terendam. Campuran tersebut diaduk dan dibiarkan selama ± 1 malam. Hasil maserasi disaring dengan kertas saring dan diperoleh
filtrat. Residu yang ada direndam kembali dengan pelarut n-heksan. Hal ini dilakukan secara berulang hingga diperoleh filtrat jernih. Kemudian filtrat yang
diperoleh dipisahkan dengan rotavapor sehingga dihasilkan ekstrak kental. Ekstrak kental yang telah dirotavapor di tempatkan ke dalam beaker glass
dan ditutup dengan alumunium foil, lalu dimasukkan ke dalam freezer untuk mencegah kerusakan ekstrak. Ekstrak andaliman tidak larut dalam air, maka untuk
mendapat campuran yang homogen digunakan suatu pelarut yaitu carboxyl metil cellulosa CMC dengan konsentrasi 1 1 mL CMC dilarutkan dalam 100 mL
aquadest sehingga dihasilkan ekstrak yang diinginkan. Lalu dibuat dosis yang telah dimodifikasi dengan cara melarutkan ekstrak buah andaliman 2 dalam 1
CMC, 4 dilarutkan dalam 1 CMC, dan 6 dilarutkan dalam 1 CMC Chairul et al., 1992; Pratiwi, 2006.
3.3.2 Persiapan Hewan Uji
Penelitian ini menggunakan mencit betina Mus musculus L. strain DDW. Disediakan satu ekor mencit jantan lalu ditempatkan dalam kandang yang berisi
enam ekor mencit betina yang sedang estrus selama satu malam. Sumbat vagina menyatakan telah terjadi kopulasi atau perkawinan mencit antara mencit jantan
dan mencit betina dan ditetapkan sebagai hari ke-0 nol kebuntingan Taylor, 1986. Mencit yang bunting dipisahkan dan dipelihara sampai melahirkan. Anak
Universitas Sumatera Utara
mencit yang berumur ± tiga minggu dipisahkan dari induknya dan dipelihara dalam kandang terpisah dengan memisahkan antara mencit jantan dan betina.
Kandang yang terbuat dari plastik yang diberi alas sekam yang dilakukan pergantian sekam dua kali seminggu. Pemberian pakan dan minum dilakukan
setiap hari secara ad-libitum Sabri et al, 2007. Mencit betina yang sudah berumur ± 12 minggu dengan kisaran berat badan ± 25-30 g kemudian
dikawinkan dengan mencit jantan. Apabila terjadi sumbat vagina pada mencit betina maka dinyatakan sebagai hari ke-0 nol kebuntingan Taylor, 1986.
Mencit yang bunting dari perkawinan tersebut siap untuk diberi perlakuan.
3.3.3 Pemberian Perlakuan
Pemberian bahan uji dilakukan pada mencit betina Mus musculus L. yang sedang bunting dengan menggunakan jarum gavage Hrapkiewicz
Medina, 2007. Pemberian dilakukan selama 10 hari kebuntingan. Volume pemberian ekstrak sebanyak 0,3 mlekorhari. Kemudian mencit dibunuh dengan
cara dislokasi leher pada saat mencapai 18 hari kebuntingan. Selanjutnya mencit dibedah, diambil organ ginjal dan dicuci dalam larutan fisiologis NaCl 0,9 lalu
ditimbang, setelah itu dimasukkan ke dalam larutan Bouin.
3.3.4 Rancangan Penelitian Tabel 3.3.4 Model Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan acak lengkap RAL. Pada penelitian ini jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 30
Perlakuan Konsentrasi
Lama Waktu Pemberian
Jumlah Mencit
Kontrol P0 -
- 6 ekor
Kontrol Pelarut P1 CMC 1
10 hari kebuntingan 6 ekor
Perlakuan P2 2
10 hari kebuntingan 6 ekor
Perlakuan P3 4
10 hari kebuntingan 6 ekor
Perlakuan P4 6
10 hari kebuntingan 6 ekor
Universitas Sumatera Utara
ekor mencit strain DDW yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu umur 2-3 bulan, berat badan 25-30 g, dan tidak terdapat abnormalitas anatomi yang tampak.
Setelah mengalami masa adaptasi selama 1 minggu, sampel secara random dibagi menjadi lima kelompok yang terdiri atas kelompok kontrol, kelompok kontrol
pelarut dan 3 kelompok perlakuan. Kelompok P0 kontrol mendapatkan pakan standar dan minum berupa air
ledeng secara ad-libitum. Kelompok Kontrol Pelarut P1 diberi pakan standar dan CMC 1. Sedangkan kelompok perlakuan P2, P3, P4 masing-masing diberi
pakan standar, air ledeng dan ekstrak N-heksan andaliman dengan konsentrasi 2, 4, dan 6. Setelah perlakuan, pada hari kedelapan belas mencit dibunuh
dengan cara dislokasi leher, kemudian diambil organ ginjalnya, dicuci dengan larutan NaCl 0,9 lalu difiksasi dengan Bouin dan diproses mengikuti metode
parafin dengan pewarnaan HE. Dari setiap organ diamati di bawah mikroskop dalam 5 lapangan pandang, yaitu pada keempat sudut dan bagian tengah preparat,
dengan perbesaran 400x. Sasaran yang dibaca adalah tubulus proksimal ginjal. Penghitungan kerusakan tubulus proksimal menggunakan rumus nm x
100, dimana n adalah jumlah tubulus proksimal yang telah menutup dalam satu lapangan pandang sedangkan m adalah jumlah seluruh tubulus proksimal yang
terdapat dalam satu lapangan pandang Sihardo, 2006.
3.3.5 Penimbangan Berat Ginjal