Analisis Komorbiditas yang Dijumpai pada Pasien TB Paru

waspada terhadap TB Paru gejala, cara penularan, dan pengobatan bila dibandingkan dengan masyarakat yang hanya menempuh pendidikan dasar atau lebih rendah Waisbord, 2009. Tidak hanya itu, seorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga akan memiliki pengetahuan mengenai rumah dan lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan. Sehingga dengan pengetahuan tersebut, seseorang akan mencoba untuk berprilaku hidup bersih dan sehat Misnadiarly, 2009. Namun dalam penelitian ini, tinggi rendahnya pendidikan seseorang tidak menjamin seseorang akan terhindar dari penularan TB.

5.2.4. Analisis Distribusi Karakteristik Pasien TB Paru Berdasarkan

Pekerjaan Dari penelitian dijumpai bahwa pekerjaan terbanyak pasien TB Paru adalah wiraswasta 34 dan paling sedikit adalah nelayan 1 dan buruh bangunan 0,5. Hal ini bertentangan dengan yang ditemukan oleh Nurhayati 2012 dimana pekerjaan pasien TB Paru terbanyak di Kecamatan Banggai, salah satu kecamatan yang memiliki banyak pantai di Sulawesi Tengah, adalah nelayan 35,6. Peneliti menduga bahwa hal ini dipengaruhi oleh faktor geografis lokasi penelitian yang akan mempengaruhi pekerjaan terbanyak penduduk sekitar. Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian TB paru p= 0,028 Nurhanah, 2009. Pekerjaan yang dimaksud ialah pekerjaan yang terutama mendorong migrasi dan memungkinkan sesorang untuk berkontak dengan banyak orang sehingga meningkatkan kemungkinan untuk terpapar dengan basil TB Carvalho, et al., 2008.

5.2.5. Analisis Komorbiditas yang Dijumpai pada Pasien TB Paru

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa 189 pasien 91,7 TB Paru memiliki komorbiditas dan 17 orang saja 8,3 yang hanya menderita TB Paru. Plas dan Mendelson 2011 juga menemukan jumlah pasien TB dengan komorbiditas di Cape Town, Afrika cukup tinggi yakni sebanyak Universitas Sumatera Utara 201 pasien 82,4. Sementara Leung dan Tam 2002 menjumpai hal sebaliknya dimana 71,7 pasien TB di Hongkong hanya menderita TB, baik paru maupun ekstraparu, tanpa disertai komorbiditas apapun. Komorbiditas yang paling umum dijumpai pada pasien TB Paru dalam penelitian ini adalah infeksi HIV 46,6, infeksi oportunistik akibat HIV 28,6, serta anemia penyakit kronik dan DM Tipe 2 keduanya masing-masing 14,1. Dijumpai komorbiditas yang berbeda-beda di setiap wilayah. Misalnya saja di kota Hongkong dapat dijumpai komorbiditas terbanyak dari 594 pasien adalah DM Tipe 2 12,1, penyakit keganasan 4,8, dan gagal ginjal kronik 3 Leung Tam, 2002. Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitan ini, angka kejadian HIV sebagai komorbid pada pasien TB di Indonesia secara keseluruhan adalah 36 WHO, 2012. Global Tuberculosis Report 2012 melaporkan bahwa komorbid HIV pada pasien TB di Afrika angkanya mencapai 69 pada tahun 2011. Walaupun angka koinfeksi TB-HIV terus menurun hingga mencapai 10 pada tahun 2011, epidemi HIV masih menjadi komorbid utama pada pasien TB sejak tahun 1990-an di Amerika Serikat CDC, 2012. Hal ini sangat kontras dengan penelitian Kwara, et al. 2004 yang menemukan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir terdapat 26 pasien TB 4 dengan komorbid HIV di Pulau Rhode, USA. Bahkan Leung dan Tam 2002 hanya menemukan 1 kasus TB-HIV dari 622 pasien TB di Hongkong. Tingginya kasus HIV sebagai komorbid utama pada pasien TB Paru dalam penelitian ini mungkin disebabkan oleh RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan salah satu rumah sakit rujukan pasien HIVAIDS di Provinsi Sumatera Utara sesuai dengan Kepmenkes RI No. 451 Menkes SK XII 2012 tentang Penetapan Rumah Sakit Rujukan bagi Orang dengan HIVAIDS ODHA . Pada pasien TB-HIV dapat dijumpai infeksi oportunistik lain yang dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian. Dalam penelitian ini Universitas Sumatera Utara dijumpai 59 pasien 28,6 juga memiliki infeksi oportunistik lain akibat infeksi HIV. Infeksi oportunistik selain TB yang dijumpai diantaranya adalah kandidiasis oral 23,3, diare kronik 5,8, dan PCP 3,9. Plas dan Mendelson 2011 juga menemukan infeksi oportunistik akibat HIV sebagai komorbiditas terbanyak nomor dua dalam penelitiannya dengan jumlah 32 kasus 13,1. Infeksi oportunistik yang paling banyak dijumpai pada pasien TB-HIV di Afrika Selatan yang ditemukan oleh Fenner, et al 2013 adalah Kriptokokosis 17,3 dan PCP 15. Anemia penyakit kronik, komorbiditas terbanyak ketiga, terjadi sebanyak 29 kasus 14,1 pada responden penelitian ini. Lee, et al. 2006 menemukan bahwa dari 880 pasien TB di Korea yang menjalani rawat inap, 31,9 menderita anemia walaupun hanya 45 orang saja 5 memiliki kadar hemoglobin Hb 10gdl. Kim 2004 dalam penelitiannya menemukan bahwa 293 pasien TB 32,7 menderita anemia dimana 72 diantaranya mengalami anemia normokrom-normositik dan 8 lainnya mengalami anemia hipokrom-mikrositik. Jumlah tersebut masih lebih rendah dibandingkan pasien TB di Tanzania yang kejadian anemianya mencapai 64 dan separuhnya disebabkan oleh defisiensi besi Isanaka, et al., 2012. DM Tipe 2 merupakan komorbiditas terbanyak ketiga yang proporsinya sama dengan anemia penyakit kronik 14,1. Angka ini tidak jauh berbeda dengan sebuah penelitian di Tamil Nadu, India dimana kasus TB-DM berjumlah 14,8 Viswanathan, et al., 2012. Dalam sebuah survey yang dilakukan pada 8.886 pasien TB di China diperoleh hasil bahwa 12,4 pasien menderita DM dan 7,8 mengalami gangguan toleransi glukosa puasa Lin, et al., 2012. Leung dan Tam 2002 melaporkan bahwa DM adalah komorbid terbanyak 12,1 pada pasien TB Paru dari seluruh kelompok usia di Hongkong. Universitas Sumatera Utara

5.2.6. Analisis Outcome Pasien TB Paru