TB-DM TB Paru dan Komorbiditasnya

Rifampisin dapat menurunkan kadar Nelvinafir hingga 28 dan Nevirapine sampai 37 PDPI, 2006.

2.3.2. TB-DM

DM merupakan salah satu faktor resiko paling penting dalam terjadinya perburukan TB. Sejak permulaan abad ke-20, para klinisi telah mengamati adanya hubungan antara DM dengan TB Cahyadi Venty, 2011. Dari beberapa penelitian kohort yang dilakukan di negara-negara Asia, seseorang dengan DM beresiko 3 kali lebih besar untuk menderita TB dibandingkan dengan tanpa DM Jeon Murray, 2008. Prevalensi dan insidensi DM kini mengalami peningkatan di banyak negara berkembang dimana TB menjadi endemis, salah satunya Indonesia Alisjahbana, et al., 2006. Dooley dan Chaisson 2009 melaporkan kembali dua buah penelitian yang membandingkan insidensi TB aktif di antara pasien dengan DM tergantung insulin Insulin Dependent Diabetes Mellitus IDDM dan tidak tergantung insulin Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus NIDDM. Diperoleh bahwa pasien dengan IDDM lebih mungkin menderita TB aktif dibandingkan dengan pasien NIDDM. DM dapat meningkatkan frekuensi maupun tingkat keparahan suatu infeksi. Hal tersebut disebabkan oleh adanya abnormalitas imun yang diperantarai oleh sel dan fungsi fagosit berkaitan dengan hiperglikemia, termasuk berkurangnya vaskularisasi. Kemungkinan penyebab meningkatnya insiden TB Paru pada pengidap diabetes dapat berupa defek pada fungsi sel-sel imun dan mekanisme pertahanan pejamu. Mekanisme yang mendasari hal tersebut masih belum dapat dipahami hingga saat ini, meskipun telah terdapat sejumlah hipotesis mengenai peran sitokin sebagai suatu molekul penting dalam mekanisme pertahanan manusia terhadap TB Cahyadi Venty, 2011. Sebuah penelitian dengan hewan coba menunjukkan bahwa mencit hiperglikemi kronik memiliki produksi IFN- γ dan IL-12 yang jauh lebih sedikit serta mengalami penurunan sel T responsif yang ringan terhadap antigen M. Universitas Sumatera Utara tuberculosis ESAT-6 pada awal infeksi TB. Hal ini menunjukkan penurunan imunitas adaptif oleh sel Th1 secara bermakna dibandingkan dengan mencit euglikemi Martens, et al., 2007. Temuan ini bertolak belakang dengan percobaan eksperimental yang dilakukan Stalenhoef, et al. 2008 dimana tidak ditemukan perbedaan produksi sitokin pada plasma darah antara pasien TB dengan atau tanpa DM. Jika pasien TB dibandingkan dengan kontrol yang sehat, produksi IFN- γ spesifik M. tuberculosis sama saja, tetapi produksi IFN- γ yang non-spesifik berkurang secara signifikan pada kelompok DM. Diduga bahwa berkurangnya IFN- γ yang non spesifik tersebut menunjukkan adanya defek pada respon imun alamiah yang berperan pada meningkatnya resiko pasien DM untuk mengalami TB aktif. Meskipun demikian, mekanisme yang mendasari terjadinya hal tersebut masih perlu ditelusuri lebih lanjut Stalenhoef, et al., 2008. Meningkatnya resiko TB pada pasien DM diperkirakan disebabkan oleh defek pada makrofag alveolar atau limfosit T. Wang et al. menemukan adanya peningkatan jumlah makrofag alveolar matur makrofag alveolar hipodens pada pasien TB paru aktif. Namun, tidak ditemukan perbedaan jumlah limfosit T yang signifikan antara pasien TB dengan DM dan pasien TB saja. Proporsi makrofag alveolar matur yang lebih rendah pada pasien TB yang disertai DM dianggap bertanggung jawab tehadap lebih hebatnya perluasan TB dan jumlah bakteri dalam sputum pasien TB dengan DM Cahyadi Venty, 2011. Selain itu, ditemukan juga bahwa neutrofil pada pasien DM, terutama pada mereka yang memiliki kontrol gula darah yang buruk, mengalami penurunan efek kemotaksis dan kemampuan oxydative killing serta aktivitas bakterisidal leukosit yang berkurang dibandingkan dengan kontrol non-diabetik Jeon Murray, 2008. Keseimbangan limfosit T CD4 dan CD8 dianggap turut berperan penting dalam modulasi pertahanan pejamu terhadap TB dan sangat berpengaruh terhadap laju regresi TB Paru aktif Guptan Shah, 2000. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1. Defek Imunologis Pasien DM Abnormalitas Imunologi pada DM Disfungsi Fisiologi Paru pada DM Fungsi kemotaksis, adhesi, fagositosis, dan mikrobisida polimorfonuklear yang abnormal Berkurangnya reaktivitas bronkus Berkurangnya jumlah monosit perifer dan fagositosis yang terganggu Berkurangnya kemampuan recoil elastis dan volume paru Transformasi limfosit yang buruk Berkurangnya kapasitas difusi Adanya defek opsonisasi C3 Mucus plug yang menyumbat jalan napas Berkurangnya respon ventilasi terhadap hipoksemia Sumber: Gruptan, 2000 Paduan OAT pada pasien TB-DM pada prinsipnya sama dengan TB tanpa DM, dengan syarat kadar gula terkontrol. Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan OAT dapat dilanjutkan sampai 9 bulan PDPI, 2006. Beberapa keadaan perlu diperhatikan dalam memberikan OAT pada pasien dengan DM, diantaranya pemberian rifampisin dan ethambutol. Penggunaan ethambutol pada pasien DM harus hati-hati karena efek sampingnya terhadap mata mengingat pasien DM sering mengalami komplikasi penyakit berupa kelainan mata. Pemberian rifampisin pada pasien DM yang menggunakan obat oral antidiabetes, khususnya sulfonilurea, dapat mengurangi efektivitas obat tersebut dengan cara meningkatkan metabolisme sulfonilurea. Sehingga pada pasien DM, pemberian sulfonilurea harus dengan dosis ditingkatkan Alisjahbana, et al., 2007. Universitas Sumatera Utara BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep