Latar Belakang Komorbiditas pada Pasien Tuberkulosis Paru yang Dirawat Inap di Ruang Rawat Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Juli 2010- Juni 2012

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis TB merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. TB sampai saat ini masih tetap menjadi masalah kesehatan dunia yang utama walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia. Semenjak Maret 1993 World Health Organization WHO telah mendeklarasikan TB sebagai Global Health Emergencies Amin, 2009. Hal ini diakibatkan oleh situasi TB dunia semakin memburuk dengan jumlah kasus yang terus meningkat serta banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama di negara-negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar high burden countries. Indonesia termasuk ke dalam kelompok high burden countries, menempati urutan kelima berdasarkan laporan WHO tahun 2010. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB Amin, 2009. Menurut WHO 2012, pada tahun 2011 dijumpai 8,7 juta kasus baru, yang setara dengan 125 kasus per 100.000 penduduk. Lebih dari 80 kasus baru dijumpai di negara berkembang, terutama negara yang terletak di benua Asia 59 dan Afrika 26, kasus yang lebih sedikit dijumpai di Mediterania Timur, Eropa, dan Amerika. Indonesia kini berada dalam urutan keempat negara dengan insidensi TB terbanyak 0,4-0,5 juta setelah India 2-2,5 juta, Cina 0,9-1,1 juta, dan Afrika Selatan 0,4-0,6 juta. Prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2011 menurut data WHO adalah 680.000 kasus 281 kasus per 100.000 penduduk, dengan angka kematian mencapai 65.000 27 per 100.000 penduduk. Di Provinsi Sumatera Utara, jumlah penemuan kasus TB Paru meningkat dari 17.113 kasus pada tahun 2008 menjadi 18.553 kasus pada tahun 2011, dengan jumlah penderita TB Paru Basil Tahan Asam BTA positif sebesar 15.167 kasus Depkes RI, 2012. Universitas Sumatera Utara Paru merupakan organ yang paling umum diserang oleh kuman TB lebih dari 80 kasus dan TB Parulah yang menjadi fokus kesehatan publik utama karena penularannya yang sangat mudah dan tingginya angka kematian yang diakibatkannya Fishman, 2008. Dengan pengobatan TB yang modern dan berbagai strategi pengobatan yang digalakkan seperti sekarang ini, angka kematian TB Paru secara global berangsur-angsur menurun hingga mencapai 41 semenjak 1990. Meski demikian, TB Paru di Indonesia masih menjadi pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut di seluruh kalangan usia PDPI, 2006. Hal ini mengisyaratkan bahwa outcome pengobatan TB di Indonesia belum optimal. Selain masalah psikososial dan sosioekonomi, adanya penyakit penyerta komorbiditas pada pasien dapat mempengaruhi respon dan outcome pengobatan TB. Dengan mencari dan mengobati komorbiditas yang umumnya menyertai TB, kita dapat mencegah resistensi obat, menurunkan angka kegagalan terapi, bahkan menekan kematian. Atas pertimbangan inilah Tuberculosis Coalition for Technical Assistance TBCTA 2009 dalam International Standarts of Tuberculosis Care ISTC menetapkan penemuan dan pengobatan infeksi Human Immunodeficiency Virus HIV dan komorbiditas lain sebagai salah satu standart dalam menangani pasien TB standart 14-16. Beberapa kondisi dapat menjadi faktor risiko sekaligus kondisi yang umum dijumpai pada pasien TB. Kondisi tersebut diantaranya infeksi HIV, Diabetes Mellitus DM, malnutrisi, alkoholisme dan penyalahgunaan zat lainnya, serta merokok. Komorbiditas pada pasien TB Paru dijumpai beragam di berbagai negara. Namun TB Paru yang disertai infeksi HIV TB-HIV-lah yang paling mendapat sorotan dunia. WHO dalam Global Control Report 2012 melaporkan dari 8,7 juta orang yang terinfeksi TB di seluruh dunia, 1,1 juta diantaranya adalah postif HIV. Fenomena TB-HIV di Afrika masih yang tertinggi di dunia hingga saat ini semenjak laporan WHO pada tahun 2000 yang menyatakan bahwa koinfeksi TB- HIV tertinggi terdapat di Afrika 31 dan Amerika 26. Lain halnya dengan Leung, EC dan Tam, CM 2002 yang menemukan komorbiditas terbanyak pada Universitas Sumatera Utara pasien TB di Hongkong adalah DM 12,1 dan malignansi 4,8, sedangkan HIV hanya satu kasus dari 155 kasus. Pengetahuan tentang komorbiditas pada pasien TB Paru menjadi penting untuk dimiliki oleh setiap klinisi demi tercapainya outcome pengobatan yang optimal. Hal ini akan membuat klinisi menjadi lebih peka untuk segera menemukan komorbiditas yang mungkin dialami oleh pasien lalu memberikan pengobatan tambahan untuk mengatasi komorbiditas tersebut, selain mengobati TB Parunya. Sayangnya, penelitian tentang komorbiditas pada pasien TB Paru sangat sulit dijumpai. Di Indonesia sendiri yang termasuk dalam 5 besar negara dengan high burdens TB, datanya belum ditemukan oleh peneliti. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti komorbititas pada pasien TB Paru di Indonesia, khususnya di provinsi Sumatera Utara, sebagai salah satu bentuk upaya dalam memperbaiki outcome pengobatan TB agar lebih optimal sehingga dapat menekan angka kejadian dan kematian TB Paru yang masih tinggi.

1.2. Rumusan Masalah