TNF- Kerangka Teori Hubungan Ekspresi Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α) dengan Derajat Destruksi Tulang Akibat Kolesteatoma Pada Penderita Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Bahaya.

2.4. TNF-

α Dalam Kolesteatoma Acquired Berbagai penelitian menunjukkan bahwa TNF Kuczkowski - α mempunyai kapasitas untuk mengerosi tulang. et al. 2011 menemukan peningkatan level TNF- α pada pasien dengan destruksi tulang. Peningkatan ekspresi TNF- α pada otitis media kronik dan adanya hubungan positif yang kuat antara kadar sitokin ini dengan derajat destruksi tulang menunjukkan kolesteatoma mampu mendestruksi tulang. TNF- α dapat menstimulasi diferensiasi dan maturasi osteoklas atau dapat bereaksi pada matriks tulang, memaparkannya terhadap osteoklas. Semua penelitian menunjukkan pentingnya TNF- α pada proses resorbsi tulang di dalam kolesteatoma dan derajat destruksi yang terlihat, namun tidak ada konsensus mengenai lokasinya. Perbedaannya mungkin disebabkan lokasi reseptornya Vitale Ribeiro 2007. Li, Qin Dong 2004 di Zhengzhou-Cina dengan pemeriksaan imunohistokimia dan analisis komputer kuantitatif untuk mendeteksi ekspresi TNF- α pada 22 spesimen kolesteatoma, mendapatkan over ekspresi TNF- α pada sel stroma dan epitel kolesteatoma. Overekspresi TNF- α pada kolesteatoma berhubungan dengan destruksi osikel, hal ini menunjukkan TNF- α bertanggung jawab terhadap destruksi tulang pada kolesteatoma. Pewarnaan imunohistokimia dari Yetiser et al. 2002 seperti yang dikutip oleh Vitale Ribeiro 2007 membandingkan kadar TNF- α dan IL-1 pada 16 pasien otitis media kronis tanpa kolesteatoma dan 20 pasien otitis media kronis dengan kolesteatoma. Mereka menemukan kadar TNF- α dan IL-1 yang lebih tinggi pada grup kedua dan menyimpulkan bahwa destruksi tulang dimediasi oleh sitokin tersebut. TNF- α yang terlihat dalam sel stroma mengindikasikan bahwa sel stroma memainkan peranan penting pada destruksi tulang. Universitas Sumatera Utara

2.5. Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah adalah suatu ruang antara membran timpani dengan badan kapsul dari labirin pada daerah petrosa dari tulang temporal yang mengandung rantai tulang pendengaran. Telinga tengah berbentuk kubus, terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius, dan prosesus mastoid Wright Valentine 2008; Gacek 2009.

2.5.1. Membran timpani

Membran timpani membentuk dinding lateral kavum timpani dan memisahkan telinga luar dan telinga tengah. Membran timpani berbentuk bulat dan mempunyai ukuran vertikal kira-kira 9-10 mm, horizontal 8-9 mm, tebal ± 0,1 mm Wright Valentine 2008; Dhingra 2010. Membran timpani secara anatomi terdiri dari 2 bagian yaitu pars tensa terletak di bagian bawah, tegang dan lebih luas, serta pars flaksida Shrapnell ′s membrane di bagian atas yang lebih tipis karena mengandung sedikit lapisan fibrosa Gacek 2009. Secara histologis membran timpani terdiri dari 3 lapisan, yaitu: 1. Lapisan luar stratum kutaneum yaitu: lapisan epitel yang berasal dari liang telinga luar. 2. Lapisan mukosa stratum mukosum yang berasal dari mukosa telinga tengah. 3. Lapisan fibrosa lamina propria terletak diantara stratum kutaneum dan stratum mukosum Wright Valentine 2008; Gacek 2009; Dhingra 2010.

2.5.2. Kavum timpani

Kavum timpani merupakan suatu ruang yang terletak diantara membran timpani dan telinga dalam. Kavum timpani adalah suatu ruang bikonkaf dengan diameter vertikal dan antero-posteriornya sekitar 15 mm dan diameter transversal 2-6 mm, yang mempunyai 6 dinding, yang dibatasi oleh : Universitas Sumatera Utara 1. Dinding atas, dibatasi oleh tulang yang tipis yang disebut tegmen timpani, kadang-kadang mengalami dehisensi. 2. Dinding bawah, dibentuk oleh tulang tipis yang membatasi kavum timpani dari bulbus vena jugularis. 3. Dinding lateral, dibentuk terutama oleh membran timpani. 4. Dinding anterior, berhubungan dengan m. tensor timpani, ostium tuba Eustachius, dan dinding dari karotis. 5. Dinding medial, memisahkan kavum timpani dari telinga dalam. Pada dinding medial terdapat promontorium yang merupakan lingkaran basal koklea. Pada bagian belakang bawah dinding media ini terdapat fenestra koklea rotundum, dan pada bagian belakang atas terdapat fenestra ovale. 6. Dinding posterior, bagian atas berhubungan dengan sellulae mastoideus melalui aditus ad antrum Helmi 2005; Wright Valentine 2008. Dalam kavum timpani terdapat tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain terdiri dari maleus, inkus dan stapes yang menghubungkan membran timpani dengan foramen ovale Helmi 2005; Wright Valentine 2008; Gacek 2009.

2.5.3. Tuba Eustachius

Tuba Eustachius adalah suatu saluran yang menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah, yang bertanggung jawab terhadap proses pneumatisasi pada telinga tengah dan mastoid serta mempertahankan tekanan yang normal antara telinga tengah dan atmosfir. Kestabilannya oleh karena adanya kontraksi muskulus tensor veli palatini dan muskulus levator veli palatini pada saat mengunyah dan menguap. Tiga perempat medial merupakan tulang rawan yang dikelilingi oleh jaringan lunak, jaringan adiposa dan epitel saluran nafas Wright Valentine 2008; Gacek 2009. Universitas Sumatera Utara

2.5.4. Prosesus mastoid

Pneumatisasi mastoid ternyata saling berhubungan dan drainasenya menuju aditus ad antrum. Terdapat tiga tipe pneumatisasi, yaitu pneumatik, diploik dan sklerotik. Pada tipe pneumatik, hampir seluruh prosesus mastoid terisi oleh pneumatisasi, pada tipe sklerotik tidak terdapat pneumatisasi sama sekali, sedangkan pada tipe diploik pneumatisasi kurang berkembang. Sel mastoid dapat meluas ke daerah sekitarnya, sampai ke arkus zigomatikus dan ke pars skuamosa tulang temporal Wright Valentine 2008; Gacek 2009. Antrum mastoid adalah suatu rongga di dalam prosesus mastoid yang terletak tepat di belakang epitimpani. Aditus ad antrum adalah saluran yang menghubungkan antrum dengan epitimpani. Lempeng dura merupakan bagian tulang tipis yang biasanya lebih keras dari tulang sekitarnya yang membatasi rongga mastoid dengan duramater, sedangkan yang membatasi rongga mastoid dengan sinus lateralis disebut lempeng sinus. Sudut sinodura dapat ditemukan dengan membuang sebersih-bersihnya sel pneumatisasi mastoid di bagian superior inferior lempeng dura dan posterior superior lempeng sinus Wright Valentine 2008; Gacek 2009.

2.5.5. Vaskularisasi kavum timpani

Telinga tengah dan mastoid diperdarahi oleh kumpulan cabang ateri yang berbeda dari sistem karotis eksterna. Cabang arteri ke ruang telinga tengah adalah cabang timpani anterior dari arteri maksilaris interna, yang masuk melalui fisura petrotimpani dan berjalan sepanjang tuba Eustachius dan kanalis semisirkularis menuju tensor timpani. Arteri meningea media bercabang menjadi arteri petrosus superfisialis yang berjalan bersama nervus petrosus superfisialis mayor dan memasuki kanalis fasialis di hiatus. Anastomosis pembuluh darah ini dengan cabang arteri aurikularis posterior, arteri stilomastoideus, yang memasuki kanalis fasialis di bagian inferior melalui foramen stilomastoideus. Cabang arteri stilomastoideus Universitas Sumatera Utara meninggalkan kanalis Fallopian dan berjalan melalui kanalikulus bersama nervus korda timpani untuk memasuki telinga tengah. Akhirnya, arteri timpani inferior, cabang dari arteri faringeal asenden, memasuki telinga tengah melalui kanalikulus timpani di dalam hipotimpani dengan cabang timpani dari nervus ke sembilan Gacek 2009.

2.6. Imunohistokimia

Pemeriksaan imunohistokimia dapat memberi informasi mengenai kandungan berbagai unsur molekul di dalam sel normal maupun sel neoplastik. Dasar dari pemeriksaan ini adalah pengikatan antigen yang terkandung dalam sel dengan antibodi spesifiknya yang diberi label chromogen. Teknik ini diawali dengan prosedur histoteknik yaitu prosedur pembuatan irisan jaringan histologi untuk diamati di bawah mikroskop. Irisan jaringan yang didapat kemudian memasuki prosedur imunohistokimia Hardjolukito Endang 2005. Imunohistokimia menjadi teknik pilihan untuk menentukan petanda- petanda biologik tersebut karena relatif mudah, murah dan dapat diterapkan pada sediaan rutin histopatologik. Namun demikian perlu diperhatikan sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan, dimana pengaruh faktor-faktor tersebut dimulai dari tahap pembedahan, pengolahan jaringan hingga penilaian hasil pulasan Hardjolukito Endang 2005.

2.6.1. Metode pewarnaan imunohistokimia

Prinsip dari metode imunohistokimia adalah perpaduan antara reaksi imunologi dan kimiawi, dimana reaksi imunologi ditandai adanya reaksi antara antigen dengan antibodi, dan reaksi kimiawi ditandai adanya reaksi antara enzim dengan substrat Sudiana Ketut 2005. Pemeriksaan imunohistokimia dimaksudkan untuk mengenali bahan spesifik tertentu didalam jaringan dengan menggunakan antibodi dan Universitas Sumatera Utara sistem deteksi yang memungkinkan untuk mengenali bahan spesifik tersebut secara visual Sudiana Ketut 2005. Antibodi bereaksi terhadap determinan dari antigen yang berada dalam bahan spesifik yang diperiksa. Antibodi-antibodi ini akan berikatan dengan bahan dalam jaringan, dan antibodi-antibodi ini diketahui dengan menggunakan antibodi-antibodi lain yang dirancang untuk mengenal immunoglobulin tersebut dari spesies-spesies yang terekspos dengan bahan asli atau original Sudiana Ketut 2005. Antibodi-antibodi penentu anti-antibodi dari spesies lain ini ditempeli tagged dengan beberapa molekul pelapor reporter molecule misalnya fluorecein atau enzim yang dapat mengkatalisa reaksi selanjutnya menuju produk yang dapat dilihat Sudiana Ketut 2005. Pewarnaan imunohistokimia pada dasarnya ada dua macam metode yaitu Sudiana Ketut 2005: a. Metode direct Pada metode ini antibodi monoklonal yang digunakan untuk mendeteksi suatu marker pada sel, langsung di label dengan suatu enzim b. Metode indirect Pada metode imunohistokimia indirect, antibodi monoklonal yang digunakan untuk mendeteksi suatu marker pada sel, tidak dilabel dengan suatu enzim. Antibodi ini dikenal dengan sebutan antibodi primer. Namun pada metode ini bukan berarti tidak membutuhkan antibodi yang dilabel enzim. Hal ini tetap dibutuhkan tetapi yang dilabel adalah antiimunoglobulin, dalam imunohistokimia indirect dikenal dengan sebutan antibodi sekunder. Untuk melabel antibodi sekunder dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung artinya antibodi sekunder telah terlabel oleh suatu enzim. Sedangkan secara tidak langsung artinya pelabelan antibodi sekunder dengan suatu enzim adalah menggunakan suatu bahan perantara kombinasi seperti : biotin-streptavidin atau biotin-avidin. Universitas Sumatera Utara Penilaian pewarnaan imunohistokimia Penilaian pewarnaan imunohistokimia semikuantitatif dilakukan dengan melihat intensitas pewarnaan yang terdiri dari 0, 1, 2, atau 3 dan luas pewarnaan yaitu 0: 0, 1: 10, 2: 10-50,. 3: 50 . Skor intensitas pewarnaan dan skor luas pewarnaan dikalikan untuk mendapatkan skor imunoreaktifitas dengan nilai maksimum 9. Semua kasus dengan intensitas pewarnaan moderat 2 atau 3 pada minimum 10 sel tumor dikategorikan sebagai ekspresi positif yaitu bila skor 4-9 Tan Puti 2005. Universitas Sumatera Utara

2.7. Kerangka Teori

------------- Gambar 2.4. Kerangka Teori Bakteri Inflamasi Tumor Necrosis Factor Alpha TNF- α Peningkatan aktifitas Osteoklas dalam kolesteatoma Degradasi matriks ekstraselular tulang Destruksi tulang Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Bahaya Kolesteatoma - Jenis Kelamin -Usia -Gejala klinis -Lama Keluhan Ringan Sedang Berat Komplikasi Intrakranial Intratemporal Universitas Sumatera Utara Keterangan: = Variabel penelitian Pada OMSK dengan kolesteatoma terjadi akumulasi sel debris dan keratinosit diinvasi oleh sel-sel sistem imun termasuk sel Langerhans, sel- T dan makrofag. Proses ini distimulasi oleh proliferasi epitel yang tidak seimbang, diferensiasi dan maturasi keratinosit dan pemanjangan apoptosis. Dalam kondisi inflamasi migrasi sel digantikan oleh hiperplasia. Inflamasi yang mendorong proliferasi epitel berhubungan dengan peningkatan ekspresi enzim litik dan sitokin termasuk asam arakidonat, Intercellular Adhesion Molecule ICAM, Receptor Activator Of Nuclear Factor Kappa- β Ligand RANKL, Interleukin-1, 2 dan 6 IL-1, IL-2, IL-6, Matrix Metalloproteinase-2 dan 9 MMP-2, MMP-9 dan Tumor Necrosis Factor Alpha TNF- α yang sebagian diinduksi oleh antigen bakterial termasuk endotoksin seperti lipopolisakarida. Sel mast banyak terdapat pada jaringan kolesteatoma dan berkontribusi terhadap inflamasi kronis. TNF- α akan menstimulasi diferensiasi dan maturasi osteoklas atau dapat bereaksi pada matriks tulang, memaparkannya terhadap osteoklas. Hal ini akan menyebabkan degradasi matriks ekstraselular tulang, sehingga terjadi destruksi tulang yang menyebabkan komplikasi OMSK tipe bahaya. Derajat destruksi tulang dapat dibagi menjadi derajat ringan, sedang dan berat. Universitas Sumatera Utara

2.8. Kerangka Konsep