Brasil menyatakan TNF- α sebagai mediator dalam destruksi tulang.
Amar et al. 1996 di Mesir seperti yang dikutip oleh Vitale Ribeiro 2007 menemukan konsentrasi TNF-
α secara signifikan lebih tinggi pada kolesteatoma yang agresif. TNF-
α secara langsung terlibat dalam erosi tulang dan berperan sebagai autocrine growth factor dan secara tidak
langsung merangsang enzim lisozim hidrolase. Yan Huang 1991 di Amerika seperti yang dikutip oleh Vitale Ribeiro 2007 menemukan
penambahan TNF- α pada kultur jaringan tulang merangsang osteoklas
yang menyebabkan rusaknya struktur tulang.
Penelitian yang berhubungan dengan ekspresi TNF- α terhadap derajat
destruksi tulang akibat kolesteatoma belum pernah dilakukan di Indonesia. Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk melihat apakah ada hubungan
antara ekspresi TNF- α dengan derajat dekstruksi tulang akibat
kolesteatoma sehingga memungkinkan penatalaksanaan yang tepat
terhadap kolesteatoma.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu apakah terdapat hubungan
antara ekspresi TNF -
α dengan derajat destruksi tulang akibat kolesteatoma pada penderita OMSK tipe bahaya?
1.3. Hipotesis
Terdapat hubungan antara ekpresi TNF- α dengan derajat destruksi
tulang akibat kolesteatoma pada penderita OMSK tipe bahaya.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan ekpresi TNF- α dengan derajat destruksi tulang
akibat kolesteatoma pada penderita OMSK tipe bahaya.
Universitas Sumatera Utara
1.4.2. Tujuan khusus .
a. Mengetahui proporsi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan jenis kelamin
b. Mengetahui proporsi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan kelompok usia
c. Mengetahui proporsi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan gejala klinis
d. Mengetahui proporsi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan lama keluhan.
e. Mengetahui proporsi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan komplikasi
f. Mengetahui proporsi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan ekspresi TNF-
α g. Mengetahui hubungan ekspresi TNF
h. Mengetahui hubungan ekspresi -
α dengan kelompok usia. TNF
i. Mengetahui hubungan ekspresi TNF- α dengan OMSK dengan dan
tanpa komplikasi. -
α dengan lama keluhan
j. Mengetahui hubungan skor imunoreaktifitas TNF- α dengan derajat
destruksi tulang
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat antara lain : 1.5.1. Sebagai dasar penelitian penggunaan ekspresi TNF-
α sebagai marker faktor prognostik penyakit OMSK tipe bahaya
1.5.2. Sebagai dasar penggunaan anti TNF -
α antibodi dan anti inflamasi dalam penatalaksanaan penyakit OMSK tipe bahaya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Otitis Media Supuratif Kronis OMSK
Otitis Media Supuratif Kronis OMSK adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret
dari telinga otorea lebih dari 3 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah
World Health Organization 2004; Helmi 2005; Chole Nason 2009 OMSK dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe benigna dan tipe bahaya.
OMSK tipe bahaya adalah OMSK yang mengandung kolesteatoma, .
disebut tipe bahaya karena sering menimbulkan komplikasi berbahaya Helmi 2005; Chole Nason 2009.
Insidens OMSK tinggi di negara berkembang, karena lingkungan yang padat, pelayanan kesehatan yang tidak memadai, higiene yang buruk, dan
infeksi saluran pernafasan atas yang rekuren, nutrisi yang kurang dan polusi World Health Organization 2004; Chole Nason 2009.
OMSK tipe bahaya disebut juga tipe atikoantral. Komplikasi umumnya disebabkan jaringan granulasi dan kolesteatoma yang menyebabkan erosi
dan nekrosis yang mengenai struktur penting seperti nervus fasialis, telinga dalam dan komponen intrakranial. Dapat terjadi erosi tulang
pendengaran dan menyebabkan ketulian Browning et al. 2008; Rout et
al. 2012.
2.1.1.
Faktor risiko pada otitis media adalah disfungsi tuba Eustachius misalnya rinosinusitis, hipertrofi adenoid, atau karsinoma nasofaring,
imunodefisiensi primer atau didapat, gangguan fungsi silia, anomali midfasial kongenital cleft palate atau Down syndrome, dan refluks
gastroesofageal. Faktor risiko yang menonjol pada OMSK adalah infeksi otitis media yang berulang dan orang tua dengan riwayat otitis media
Etiologi OMSK
Universitas Sumatera Utara
kronis dengan perawatan yang tidak baik World Health Organization 2004; Ramakrishnan et al. 2005; Bhat et al. 2009; Chole Nason 2009.
Kuman yang terdapat di telinga tengah dapat masuk dari liang telinga luar melalui perforasi membran timpani ataupun melalui nasofaring.
Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri yang terbanyak dijumpai pada otitis media akut. Pada isolasi dari otitis media kronis, kuman aerobik
dan anaerobik juga terlibat pada sebagian kasus. Kuman aerob yang sering dijumpai adalah Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus
aureus, basil gram negatif seperti Escherichia coli, Proteus species, dan Klebsiella species. Kuman anaerob yang paling sering dijumpai adalah
Bacteroides spp. dan Fusobacterium spp. World Health Organization 2004; Chole Sudhoff 2005; Wright Valentine 2008; Chole Nason
2009. Jamur dapat pula dijumpai pada otitis media kronis khususnya
Aspergillus spp. dan Candida spp. Jamur mungkin dapat tumbuh berlebihan setelah pemakaian obat tetes antibiotika Chole Nason
2009.
2.1.2. Patogenesis OMSK
Ada dua mekanisme perforasi kronis yang dapat menyebabkan infeksi telinga tengah yang berlanjut atau berulang: 1 Bakteri dapat
mengkontaminasi telinga tengah secara langsung dari telinga luar karena efek proteksi barier fisikal membran timpani telah hilang. 2 Membran
timpani yang utuh secara normal menghasilkan bantalan gas, yang menolong untuk mencegah refluks sekresi nasofaring ke dalam telinga
tengah melalui tuba Eustachius. Hilangnya mekanisme protektif ini menyebabkan terpaparnya telinga tengah terhadap bakteri patogen dari
nasofaring Yates Anari 2008.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Patogenesis Otitis Media Juhn et al. 2008
OMSK ditandai dengan keadaan patologis yaitu inflamasi yang ireversibel di telinga tengah dan mastoid. Disfungsi tuba Eustachius
memegang peranan penting pada otitis media akut dan otitis media kronis. Kontraksi muskulus veli palatini menyebabkan tuba Eustachius membuka
selama proses menelan dan pada kondisi fisiologik tertentu, mengalirkan sekret dari telinga tengah ke nasofaring, mencegah sekret dari nasofaring
refluks ke telinga tengah dan menyeimbangkan tekanan antara telinga tengah dengan lingkungan luar Chole Nason 2009.
Bila bakteri memasuki telinga tengah melalui nasofaring atau defek membran timpani, terjadi replikasi bakteri di dalam efusi serosa. Hal ini
diikuti oleh pelepasan mediator inflamasi ke dalam ruang telinga tengah. Hiperemia dan leukosit polimorfonuklear yang mendominasi fase inflamasi
akut memberi jalan pada fase kronis, ditandai dengan mediator selular mononuklear makrofag, sel plasma dan limfosit, edema persisten dan
jaringan granulasi. Selanjutnya dapat terjadi metaplasia epitel telinga tengah, dimana terjadi perubahan epitel kuboidal menjadi epitel kolumnar
pseudostratified yang mampu meningkatkan sekret mukoid. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrotik, kadang-kadang membentuk adhesi
terhadap struktur penting di telinga tengah. Hal ini akan mengganggu
Infeksi : -Bakteri
-Virus -Lainnya
Disfungsi tuba
Eustachius: -Mekanikal
-Fungsional
Pelepasan Mediator
inflamasi Peningkatan
permeabilitas vaskular
Aktifitas sekretori
epitel Inflamasi
dan efusi telinga
tengah Resolusi
Komplikasi Sekuele
Universitas Sumatera Utara
aerasi antrum dan mastoid dengan mengurangi ruang antara osikel dan mukosa yang memisahkan telinga tengah dari antrum. Obstruksi kronis
menyebabkan perubahan ireversibel di dalam tulang dan mukosa Chole Nason 2009.
2.1.3. Diagnosis OMSK
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Gejala klinis meliputi tuli, otorea, otalgia, obstruksi
hidung, tinitus dan vertigo. Tuli dan otorea merupakan gejala yang paling umum terjadi
Chole Nason 2009. OMSK ditandai oleh otorea yang banyak dan intermiten, bila disertai
dengan kolesteatoma yang terinfeksi maka menimbulkan bau busuk. Nyeri dapat terjadi sebagai tanda komplikasi intrakranial dari kolesteatoma.
Gejala lainnya adalah otorea yang berdarah, vertigo akibat fistula labirin, paralisis nervus fasialis atau gejala neurologis akibat penyebaran
intrakranial. Jaringan granulasi sering yang sering dijumpai pada otitis media kronis disebabkan oleh reaksi inflamasi Yates Anari 2008;
Chole Nason 2009. Diagnosis OMSK dan kolesteatoma telinga biasanya dilakukan dengan
pemeriksaan otomikroskopik. Perlu juga untuk mengevaluasi nasofaring karena disfungsi tuba Eustachius sering menyebabkan OMSK pada
beberapa kasus. Pemeriksaan dengan mikroskop akan membantu untuk mengidentifikasi perforasi membran timpani, retraction pockets,
kolesteatoma, dan jaringan granulasi. Primary acquired kolesteatoma akan terlihat pada daerah posterosuperior membran timpani yang tampak
seperti defek mutiara putih yang mengandung debris keratin, sementara secondary acquired kolesteatoma dapat dilihat di belakang membran
timpani Yates Anari 2008; Chole Nason 2009. Pemeriksaan pencitraan mastoid perlu untuk melihat perluasan
penyakit dan untuk mengidentifikasi kolesteatoma. Walaupun Computed Tomography
CT dianggap merupakan ”gold standard” untuk
Universitas Sumatera Utara
mendiagnosis kolesteatoma, namun spesifitasnya kurang untuk
membedakan kolesteatoma dengan jaringan granulasi atau edema. Pada CT, kolesteatoma terlihat sebagai lesi yang halus dan berbatas tajam,
umumnya CT dilakukan tanpa kontras Wright Valentine 2008; Chole Nason 2009.
Pada pemeriksaan dengan magnetic resonance imaging MRI kolesteatoma terlihat sebagai low signal pada T1-weighted images dan
high signal pada T2-weighted images. MRI dengan gadolinium sangat berguna bila disangkakan terjadi komplikasi intrakranial karena
keunggulannya dalam visualisasi densitas jaringan lunak. MRI juga efektif untuk mendiagnosis penyakit yang menyebar ke apeks petrosa Wright
Valentine 2008;
2.1.4. Penatalaksanaan OMSK
Chole Nason 2009.
Tujuan penatalaksanaan OMSK adalah untuk menyembuhkan gejala dan meminimalisir risiko komplikasi penyakit. Pembedahan adalah satu-
satunya pengobatan yang efektif pada kolesteatoma. Granulasi dan inflamasi mukosa sementara dapat diatasi dengan obat topikal dan aural
toilet untuk mengurangi otorea sambil menunggu operasi Wright Valentine 2008.
Terdapat berbagai macam teknik operasi untuk menangani kolesteatoma, yang secara umum dapat dibagi atas open cavity canal
wall down dan closed cavity intact canal wall mastoidektomi Wright Valentine 2008.
a. Canal wall down procedures
Prosedur ini mengeluarkan dan mengangkat semua kolesteatoma, termasuk dinding posterior liang telinga, sehingga kavum mastoid
berhubungan langsung dengan liang telinga luar Helmi 2005; Merchant, Rosowski Shelton 2009; Dhingra 2010
.
Universitas Sumatera Utara
b. Intact Canal Wall Procedures
Keuntungan intact canal wall mastoidectomy adalah anatomi normal dinding posterior liang telinga dapat dipertahankan tanpa perlu membuang
dan merekonstruksi skutum. Prosedur ini sering dilakukan pada kasus primary acquired
cholesteatoma bila kolesteatoma terdapat di atik dan antrum. Dilakukan complete cortical mastoidectomy dan antrum mastoid dapat dilihat.
Diseksi matriks kolesteatoma harus dilakukan dengan hati-hati. Rekurensi dapat terjadi bila fragmen kecil dari epitel berkeratinisasi tertinggal. Sering
diperlukan “second look operation” setelah 6-12 bulan kemudian disebabkan rekurensi kolesteatoma Wright Valentine 2008; Chole
Nason 2009.
2.2. Kolesteatoma
Kolesteatoma adalah suatu kista epitel yang dilapisi oleh stratified squamosa epithelium yang berisi deskuamasi epitel keratin yang
terperangkap dalam rongga timpanomastoid, tetapi dapat juga terperangkap di bagian manapun dari tulang temporal yang
berpneumatisasi Levine Souza 2003; Meyer, Strunk Lambert 2006.
2.2.1. Definisi
2.2.2. Sejarah kolesteatoma
Istilah kolesteatoma pertama sekali dikemukakan oleh Johannes Müller pada tahun 1838 untuk menjelaskan apa yang kita sebut sebagai kista
epidermal pada tulang temporal yang berpneumatisasi Chole Nason
2009.
Friedmann pada tahun 1959 mendefinisikan kolesteatoma sebagai suatu struktur kistik yang dilapisi oleh stratified squamous cell epithelium,
terletak di atas stroma fibrous dengan ketebalan yang bervariasi, yang
Universitas Sumatera Utara
dapat mengandung beberapa elemen dari mukosa asalnya Dornelles et al. 2005.
Schuknecht 1974 seperti yang dikutip oleh Dornelles et al. 2005 mendefinisikan kolesteatoma sebagai akumulasi eksfoliasi keratin di
dalam telinga tengah atau pada area pneumatisasi tulang temporal, yang berasal dari keratinized squamous epithelium. Secara informal
kolesteatoma dapat dikarakteristikkan sebagai “kulit di tempat yang salah” Kolesteatoma telinga tengah yang acquired didapat pertama sekali
diterangkan oleh Curveilhier 1829 dimana karakteristiknya adalah adanya invasi keratinized squamous epithelium ke kavum timpani, yang
berbeda dari columnar pseudostratified ciliated epithelium, dengan sel goblet yang terdapat pada tuba auditorius atau simple, cubic atau
columnar squamous cell epithelium pada telinga tengah. Berbeda dari namanya, kolesteatoma tidak mengandung lemak atau kolesterol di dalam
matriksnya Chole Nason 2009; Vitale et al. 2011.
2.2.3. Epidemiologi
Prevalensi kolesteatoma belum diketahui secara pasti. Chole Nason 2009 menyebutkan insidens kolesteatoma berkisar antara 3-12 kasus
per 100.000 populasi. Tos 1988 seperti yang dikutip oleh Chole
Sudhoff 2005 menemukan insidens tahunan pada anak-anak sebesar 3 per 100.000 sedangkan pada dewasa 12,6 per 100.000 populasi. Harker
1977 di Birmingham seperti yang dikutip oleh Chole Sudhoff 2005
mendapatkan insidens tahunan kolesteatoma adalah 6 per 100.000 populasi.
Pada tulang temporal manusia dengan otitis media kronis, didapati kolesteatoma pada 36 telinga dengan perforasi dan 4 tanpa perforasi
membran timpani Chole Sudhoff 2005. Jenis kelamin pria lebih banyak menderita kolesteatoma Chole Nason 2009; Nunes et al. 2009.
Jumlah pasien OMSK dengan kolesteatoma di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan periode 1 Januari 2006-31 Desember 2010
Universitas Sumatera Utara
sebanyak 119 pasien Siregar 2013, sedangkan Lubis 2010 mendapatkan 38,7 kasus OMSK merupakan OMSK dengan
kolesteatoma.
2.2.4. Histopatologi
Berdasarkan histopatologi, kombinasi dari material keratin dan stratified squamous epithelium merupakan diagnosis patologi untuk
kolesteatoma. Adanya epitel skuamosa di telinga tengah adalah abnormal. Pada keadaan normal telinga tengah dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia
di bagian anterior dan inferior kavum timpani serta epitel kuboidal di bagian tengah dari kavum timpani dan di atik.
Tidak seperti yang terdapat pada epidermis kulit, epitel skuamosa ini tidak mempunyai struktur adneksa. Hal ini mungkin karena letaknya
berbatasan dengan jaringan granulasi atau fibrosa yang mengalami inflamasi, dan juga reaksi giant cell pada material keratin Caponetti,
Thompson Pantanowitz 2009; Mills 2009. Secara histologis kolesteatoma dapat dibagi dua: matriks epithelium
dan peri-matriks underlying connective tissue. Matriks kolesteatoma mempunyai 4 lapisan yang berbeda: basal, spinosus, granulous dan
stratum korneum, seperti yang terdapat pada kulit yang tipis. Peri-matriks ditandai oleh adanya jaringan ikat longgar yang terbuat dari kolagen dan
elastic fibers, fibroblas and sel inflamasi Vitale et al. 2011. Analisis histologis dari matriks kolesteatoma memperlihatkan pola
yang berbeda yaitu atrofi, akantosis, hiperplasia lapisan basal dan epithelial cones Vitale et al. 2011.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Histopatologi kolesteatoma Wenig 2009.
2.2.5. Patogenesis kolesteatoma
Kolesteatoma dapat diklasifikasikan menjadi congenital dan acquired. Kolesteatoma acquired dibagi menjadi primer dan sekunder. Primary
acquired cholesteatoma adalah kolesteatoma yang berasal dari retraksi pars flaksida, sedangkan secondary acquired cholesteatoma adalah
kolesteatoma yang terjadi akibat perforasi membran timpani, biasanya pada kuadran posterior superior telinga tengah Chole Nason 2009.
Patogenesis kolesteatoma acquired telah diperdebatkan selama lebih dari satu abad. Ada 4 teori dasar patogenesis kolesteatoma acquired:
1. invaginasi membran timpani retraction pocket cholesteatoma; 2. hiperplasia sel basal; 3. pertumbuhan epitel melalui perforasi the
migration theory; dan 4. metaplasia skuamosa dari epitel telinga tengah. Saat ini Sudhoff dan Tos
mengemukakan kombinasi dari teori invaginasi dan sel basal sebagai penjelasan dari pembentukan retraction pocket
kolesteatoma Chole Sudhoff 2005; Chole Nason 2009.
a. Teori invaginasi
Teori invaginasi pembentukan kolesteatoma secara umum diterima sebagai salah satu mekanisme primer dalam pembentukan atik
kolesteatoma. Retraction pockets dari pars flaksida terjadi karena tekanan negatif telinga tengah dan kemungkinan disebabkan inflamasi berulang.
Universitas Sumatera Utara
Ketika retraction pocket membesar, deskuamasi keratin tidak dapat dibersihkan dari reses sehingga terbentuk kolesteatoma. Asal dari
retraction pocket kolesteatoma disangkakan adalah disfungsi tuba Eustachius atau otitis media efusi dengan resultante tekanan telinga
tengah ex vacuo theory. Pars flaksida, yang kurang fibrous dan kurang tahan terhadap pergerakan, biasanya adalah sumber kolesteatoma. Tipe
kolesteatoma tersebut terlihat sebagai defek pada kuadran posterior superior membran timpani dan erosi dari dinding liang telinga yang
berdekatan. Kegagalan migrasi epitel ini menyebabkan akumulasi keratin dalam retraction pocket. Bakteri dapat menginfeksi matriks keratin,
membentuk biofilm yang menyebabkan infeksi kronis dan proliferasi epitel Chole Sudhoff 2005; Chole Nason 2009.
b. Teori invasi epitel
Teori ini menyatakan invasi epitel skuamosa dari liang telinga dan permukaan luar dari membran timpani mempunyai kemampuan
bermigrasi ke telinga tengah melalui perforasi marginal atau perforasi atik. Epitel akan masuk sampai bertemu dengan lapisan epitel yang lain, yang
disebut dengan contact inhibition Chole Nason 2009. Jika mukosa telinga tengah terganggu karena inflamasi, infeksi atau
trauma karena perforasi membran timpani, mucocutaneus junction secara teori bergeser ke kavum timpani. Menyokong teori ini van Blitterswijk dkk
menyatakan bahwa cytokeratin CK 10, yang merupakan intermediate filament protein dan marker untuk epitel skuamosa, ditemukan pada
epidermis liang telinga dan matriks kolesteatoma tetapi tidak ada di mukosa telinga tengah. Perforasi marginal memaparkan mukosa telinga
tengah dan struktur tulang liang telinga terhadap liang telinga luar Chole Nason 2009.
Palva dan peneliti lain menunjukkan perubahan histologis ini pada tulang temporal manusia. Kolesteatoma yang berasal dari fraktur tulang
temporal dapat terjadi dari mekanisme ini. Fraktur liang telinga
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan pertumbuhan epitel berkeratinisasi dengan mekanisme kontak Chole Sudhoff 2005.
Namun perforasi sentral membran timpani tidak bisa di katakan sebagai “safe ears”. Analisis terbaru dari perforasi sentral membran
timpani dari pasien otitis media kronis, 38 mengalami pertumbuhan epidermal dengan mucocutaneus junction terletak di luar permukaan
dalam dari perforasi Chole Nason 2009.
c. Teori hiperplasia sel basal