11
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
17. Porphyra adalah alga cosmopolitan. Marga alga ini terdapat mulai dari
perairan subtropik sampai daerah tropik. Alga ini dijumpai di daerah pasut litoral, tepatnya di atas daerah litoral. Alga ini hidup di atas batuan karang
pada pantai yang terbuka serta bersalinitas tinggi.
2.4. Sebaran Makroalga
Menurut Connaugty dan Zatholi 1983 dalam Sahrel 2010, penyebaran makroalga dibatasi oleh daerah litoral dan sublitoral dimana masih terdapat sinar
matahari yang cukup untuk dapat berlangsungnya proses fotosintesa. Di daerah ini merupakan tempat yang cocok bagi kehidupan makroalga karena terdiri atas
batuan. Biasanya makroalga sedikit terdapat di perairan yang dasarnya berlumpur atau berpasir.
2.5. Faktor Fisik Kimia Perairan
Di air hidup bermacam-macam organisme, dari yang berukuran kecil sampai besar. Kehidupan organisme air sangat tergantung pada faktor fisik dan kimia air.
Perubahan faktor fisik-kimia air yang berpengaruh terhadap organisme daratan. Faktor fisik dan kimia air yang sangat berpengaruh terhadap organisme air
berbeda dengan faktor iklim dan faktor fisik-kimia tanah. Perubahan faktor fisik- kimia air dapat menyebabkan kematian bagi organisme air. Perubahan yang
terjadi dapat disebabkan karena limbah pabrik dan industri di sekitar perairan yang mempengaruhi faktor fisik dan kimia Suin, 2002.
Kehidupan biota laut naik tumbuh-tumbuhan maupun hewan dan mikroba selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Faktor-faktor tersebut saling
berpengaruh satu sama lain atau terdapat satu faktor yang lebih menonjol pengaruhnya daripada faktor-faktor lain. Seperti pada muara atau sungai, faktor
salinitas lebih menonjol pengaruhnya daripada faktor-faktor lain dalam kaitannya dengan sebaran biota dari sungai ke laut dan sebaliknya. Faktor-faktor fisik yang
perlu diperhatikan pada lingkungan perairan sebagai tempat kehidupan biota laut adalah gerakan air salinitas, suhu, cahaya, dan derajat keasaman Juwanna dan
Romimohtarto, 2009.
Universitas Sumatera Utara
12
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
2.5.1. Suhu
Suhu permukaan perairan bergantung pada presipitasi, evaporasi, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari dan faktor fisik yang terjadi di dalam perairan.
Presipitasi air laut terjadi melalui curah hujan yang dapat menurunkan suhu air permukaan laut. Evaporasi dapat meningkatkan suhu kira-kira 0,1°C pada lapisan
permukaan hingga kedalaman 10 meter dan hanya kira-kira 0,02°C pada kedalaman 10-75 meter Asriyana dan Yuliana, 2012.
Dibandingkan dengan udara, air mempunyai kapasitas panas yang lebih tinggi. Dalam setiap penelitian pada ekosistem air, pengukuran temperatur air
merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam
ekosistem air yang sangat dipengaruhi temperatur. Semakin naik temperatur akan menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang. Hal ini dapat
menyebabkan organisme air akan mengalami kesulitan untuk melakukan respirasi Barus, 2004.
2.5.2. Salinitas
Salinitas pada berbagai tempat di lautan terbuka yang jauh dari daerah pantai variasinya sempit saja, biasanya antara 34-37
o oo
, dengan rata-rata 35
o oo
. Perbedaan salinitas terjadi karena perbedaan dalam penguapan dan presipitasi.
Salinitas lautan di daerah tropik lebih tinggi karena evaporasi lebih tinggi, sedangkan pada lautan di daerah beriklim sedang salinitasnya rendah karena
evaporasi lebih rendah. Di daerah pantai dan laut yang tertutup sebagian, salinitas lebih bervariasi dan mungkin mendekati 0 di mana sungai-sungai besar
mengalirkan air Nybakken, 1992.
2.5.3. Intensitas Cahaya
Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian
lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air maka intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan
yang signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif Barus, 2004.
Universitas Sumatera Utara
13
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Banyaknya cahaya menembus permukaan laut dan menerangi lapisan permukaan laut setiap hari dan perubahan intensitas dengan bertambahnya
kejelukan memegang peranan penting dalam menentukan pertumbuhan fitoplankton. Cahaya yang menerangi daratan atau lautan biasanya diukur dalam
luxmeter Juwana dan Romimohtarto, 2009. Makroalga mampu hidup pada situasi yang mendukung kehidupannya.
Termasuk salah satunya adalah kedalaman yang menjadikan ciri khas dari suatu spesies makroalga. Intensitas cahaya yang masuk ke dalam suatu perairan sangat
diperlukan untuk mendukung berlangsung fotosintesis. Penetrasi cahaya matahari yang terbatas akan membatasi kemampuan makroalga dalam melakukan
fotosintesis. Menurut Atmadja 1999, pencahayaan ada kaitannya dengan proses fotosintesis bergantung pada kecerahan dan kedalaman air yang mempengaruhi
intensitas cahaya. Kehadiran dan kelimpahan makroalga akan berkurang pada tempat-tempat yang lebih dalam dibandingkan dengan daerah yang lebih dangkal.
Makin jernih perairan akan lebih banyak cahaya yang menembus dan memperlancar proses fotosintesis, mengakibatkan semakin bertambah baik dan
melimpahnya alga di daerah tersebut.
2.5.4. Penetrasi Cahaya
Penetrasi cahaya yang terbentuk akan berbeda pada sistem ekosistem air yang berbeda. Pada batas akhir penetrasi cahaya disebut sebagai titik kompensasi
cahaya, yaitu titik pada lapisan air, di mana cahaya matahari mencapai nilai minimum yang menyebabkan proses asimilasi dan respirasi berada dalam
keseimbangan. Dapat juga diartikan bahwa pada titik kompensasi cahaya ini, konsentrasi karbondioksida dan oksigen akan berada dalam keadaan relatif
konstan Barus, 2004. Pencahayaan yang ada kaitannya dengan proses fotosintesis bergantung
pada kecerahan dan kedalaman air yang mempengaruhi intensitas cahaya. Kehadiran dan kelimpahan alga di daerah terumbu karang, tampaknya berkurang
pada tempat-tempat yang lebih banyak cahaya menembus dan memperlancar proses fotosintesis yang mengakibatkan akan bertambah baik dan berlimpahnya
alga yang tumbuh di tempat tersebut Atmadja, 1999.
Universitas Sumatera Utara
14
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
2.5.5. Derajat Keasamaan pH
Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang
ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan
membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan gangguan metabolisme dan respirasi Barus, 2004.
Derajat keasaman pH merupakan salah satu parameter yang dapat menentukan produktivitas suatu perairan. pH perairan laut Indonesia pada
umumnya bervariasi antara 6,0-8,5, nilai pH maksimum terdapat pada zona fotosintesis Juwana dan Romimohtarto, 2009.
2.5.6. Oksigen Terlarut
Oksigen merupakan faktor yang paling penting bagi organisme air. Semua tumbuhan dan hewan yang hidup dalam air membutuhkan oksigen yang terlarut.
Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara dan hasil fotosintesis tumbuh- tumbuhan yang ada dalam air. Oksigen yang berasal dari hasil fotosintesis
tergantung pada kerapatan tumbuh-tumbuhan air dan lama serta intensitas cahaya sampai ke badan air tersebut Suin, 2002.
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian
besar organisme air. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas. Dibandingkan dengan kadar oksigen di udara yang sangat mempunyai konsentrasi
sebanyak 21 volume air hanya mampu menyerap oksigen sebanyak 1 volum saja Barus, 2004.
2.5.7. Kandungan Nitrat dan Fosfat
Menurut Barus 2004, nitrat merupakan produk akhir dari proses penguraian protein dan diketahui sebagai senyawa yang kurang berbahaya dibandingkan
dengan ammoniumamoniak atau nitrit. Nitrat adalah zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara nitrit merupakan
Universitas Sumatera Utara
15
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
senyawa toksik yang dapat mematikan organisme air. Fosfat merupakan unsur penting lainnya dalam suatu ekosistem perairan.
Makroalga sebagai tanaman yang hidup di perairan membutuhkan nutrien pada jumlah yang cukup dan seimbang guna mencapai produksi yang optimal.
Makroalga memerlukan unsur hara yang cukup untuk bertumbuh dan berkembang, baik itu unsur hara makro maupun unsur hara mikro. Jika salah satu
unsur hara tidak tersedia, maka dapat menyebabkan pertumbuhan, perkembangan serta produksi rumput laut terhambat. Penyerapan unsur hara akan menambah
nutrien dan kandungan agar. Unsur utama yang banyak dibutuhkan adalah nitrat dan fosfat Alamsjah, 2009.
2.6. Peran Makroalga Bagi Manusia
Makroalga merupakan salah satu komoditas perikanan yang penting di Indonesia. Indonesia menduduki posisi penting dalam produksi makroalga di dunia.
Produksi makroalga Indonesia mengalami peningkatan tiap tahun. Pada tahun 2008 produksi makroalga sebesar 2,2 juta ton dan mengalami peningkatan
mencapai 2,5 juta ton pada tahun 2009. Pada tahun 2014 produksi makroalga Indonesia diperkirakan mencapai 10 juta ton. Angka ini masih rendah karena
potensi budidaya makroalga Indonesia mencapai 29 juta tontahun, yaitu 17 juta tontahun budidaya makroalga di lautdaerah pasang surut dan 12 juta tontahun
budi daya di tambak Kordi, 2011. Makroalga merupakan salah satu sumber kekayaan laut di Indonesia yang
tumbuh dan menyebar hampir di seluruh wilayah perairan Indonesia. Diperkirakan sepanjang garis pantai sekitar 81.000 km diyakini memiliki potensi
makroalga yang sangat tinggi. Dari segi ekonomis rumput laut merupakan komoditi yang potensial untuk dikembangkan mengingat nilai gizi yang
dikandungnya. Menurut kandungan zat yang terdapat pada rumput, maka rumput laut dapat dijadikan bahan makanan seperti agar-agar, sayuran, kue dan
menghasilkan bahan algin, karaginan dan furcelaran yang digunakan dalam industry farmasi, kosmetik, tektil dan lain-lain Miarni, 2004.
Khusus mengenai vegetasi makroalga di perairan laut, umumnya merupakan komponen dari ekosistem terumbu karang. Keberadaanya sebagai
Universitas Sumatera Utara
16
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
organisme produsen memberikan sumbangan berarti bagi kehidupan binatang akuatik terutama herbivor di laut. Dari segi ekologisnya makroalga ini berfungsi
juga sebagai penyedia karbonat dan pengokoh substrat dasar pada perairan yang sangat bermanfaat bagi stabilitas dan kelanjutan keberadaan terumbu karang di
dalam perairan tersebut . Selain itu bermanfaat sebagai penunjang kebutuhan hidup manusia sebagai bahan pangan dan industri Atmadja, 1999.
Makroalga merupakan salah satu sumberdaya hayati dari perairan yang sangat potensial untuk dikembangkan dan telah tersebar di wilayah
perairan nusantara terutama di daerah pesisir intertidal dan pulau-pulau karang. Sumber daya ekonomi kelautan terdiri dari sumber daya hayati
terutama perikanan, rumput laut, dan mutiara; dan sumber daya non hayati, seperti pertambangan, perhubungan laut, industri maritim, dan pariwisata
bahari Ismail, 2009. Jenis-jenis makroalga menjadi penting secara ekonomi disebabkan
oleh senyawa polisakarida yang dikandungnya. Jenis-jenis yang biasanya mudah ditemukan di perairan Indonesia adalah marga Eucheuma dan Hypnea
penghasil karaginan, Gracilaria dan Gelidium penghasil agar, serta Sargassum dan Turbinaria penghasil alginat. Penghasil karaginan karaginofit
dan penghasil agar agarofit masuk kedalam kelas Rhodophyceae atau alga merah, sedangkan penghasil alginat alginofit berasal dari kelas Phaeophyceae.
Indonesia merupakan penghasil agar-agar yang berasal dari genus Gracilaria, Gelidium, Pterocladia, Acanthopeltis dan ceramium. Kini Indonesia menjadi
negara dengan kapasitas terbesar di dunia Kordi, 2010. Kandungan bahan-bahan organik yang terdapat dalam makroalga
merupakan sumber mineral dan vitamin dalam pembutan agar-agar, salad rumput laut maupun agarose. Agarose merupakan salah satu jenis agar yang
telah digunakan dalam percobaan dan penelitian dibidang bioteknologi dan mikrobiologi. Potensi makroalga sebagai sumber makanan terutama rumput
laut, di Indonesia telah dimanfaatkan secara komersial dan secara intensif telah dibudidayakan terutama dengan teknik polikultur kombinasi ikan dan rumput
laut Bachtiar, 2007.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 BAHAN DAN METODA
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2013 di Perairan Pantai Bunda, Pantai Fodo Indah dan Pantai Laowömaru Desa Fodo Kota Gunungsitoli.
3.2.Deskripsi Area
Perairan Desa Fodo memiliki garis pantai sepanjang ± 2 km. pada lokasi penelitian ini banyak ditemukan substrat terumbu karang, batuan dan pasir,
Pengambilan sampel dilakukan pada 3 tiga stasiun, yaitu:
3.2.1. Stasiun 1
Stasiun ini merupakan daerah pariwisata. Secara geografis terletak pada 01°14’57,8” LU dan 97°38’45,2” BT. Substrat yang terdapat pada lokasi ini
adalah batuan karang, karang hidup, karang mati dan pasir Gambar 1.
Gambar 1. Pantai Bunda Stasiun 1
Universitas Sumatera Utara