Hasil penelitian yang dilakukan Wiyarwan 2003, tentang hubungan pemeriksa kehamilan, sosio demografi dengan pemilihan penolong pesalinan yang dilakukan pada
analisis data SDKI 2001 menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan pemilihan penolong persalinan. Walaupun umur diketahui merupakan salah satu faktor
risiko dalam kehamilan yang merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan meningkatnya angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi.
Hasil penelitian yang dilakukan Suyati di Kabupaten Mojokerto dari lima faktor yang diteliti umur merupakan satu-satunya faktor yang tidak berpengaruh dengan
pemilihan penolong persalinan Suyati, 2000. Hasil penelitian Sutanto 2002 menyatakan bahwa umur berpengaruh terhadap pemilihan penolong persalinan. Hal ini
sangat mungkin terjadi, jika dilihat dari budaya masyarakat, dimana karakteristik umur seseungguhnya menjadi tidak dominan, karena dipengaruhi faktor budaya seperti nilai
sikap fatalistik, etnosentris dan unsur-unsur lainnya Notoadmojo, 2005. Maka peneliti berasumsi bahwa faktor umur memang berpengaruh terhadap proses persalinan
masyarakat, mencakup kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi. Umur yang masih terlalu muda dan belum matang akan meningkatkan resiko dalam kehamilan dan
persalinan. Akan tetapi, umur tidak memiliki pengaruh terhadap keputusan ibu dalam hal memilih tenaga penolong persalinan untuk menolong proses kelahirannya.
5.1.2 Faktor Pendidikan Ibu terhadap Pemilihan Penolong Persalinan
Dari hasil uji statistik distribusi frekuensi didapat proporsi ibu terbanyak terdapat pada kelompok tamat SMA yaitu sebanyak 70,9. Dari kelompok mayoritas
ini terbanyak ibu memilih penolong persalinan bidan.
Universitas Sumatera Utara
Berpengaruhnya tingkat pendidikan ibu terhadap pemilihan penolong persalinan, karena pendidikan merupakan faktor penting bagi kesiapan ibu untuk menerima dan
memahami informasi tentang kehamiln dan persalinan yang aman. Pada penelitian ini mayoritas ibu berpendidikan tamat SMA 70,9. Hal ini mendukung ibu dalam
menerima informasi-informasi tentang kehamilan dan persalinan yang aman. Tingkat pendidikan banyak berpengaruh pada pemahaman dan kesadaran ibu akan pentinggnya
arti kesehatan secara umum ataupun pada saat kehamilan dan persalinan. Menurut Notoatmodjo 2003 Pendidikan dapat mendukung pengetahuan bagi
responden, pendidikan kesehatan atau penyuluhan kesehatan memegang peranan penting untuk menunjang program-program kesehatan yang lain. Pendidikan kesehatan
tidak dapat terlihat segerah dan tidak dapat diukur dengan mudah, karena pendidikan merupakan Behavioral Investment jangka panjang dilihat beberapa tahun kemudian.
Konsep dasar dari pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, perubahan kearah yang lebih
baik, lebih dewasa dan lebih matang sehingga dapat menghasilkan perubahan perilaku pada diri individu, kelompok atau masyarakat.
Koentjoroningrat 1997 menyatakan pendidikan adalah kemahiran menyerap pengetahuan akan meningkat sesuai dengan pendidikan seseorang dan kemampuan ini
berpengaruh erat dengan sikap seseorang terhadap pengetahuan yang diserapnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah untuk dapat menyerap pengetahuan.
Menurut penelitian Permata 2002 bahwa mereka yang mempunyai pendidikan yang setingkat SLTA ke atas dan pengetahuan kategori baik cenderung memanfaatkan
Universitas Sumatera Utara
pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional. Sejalan juga dengan penelitian Amiruddin 2006, bahwa 85,1, responden dengan pendidikan SLTASederajat memilih tenaga
kesehatan sebagai tenaga penolong persalinn sementara responden dengan pendidikan kurang hanya sebesar 23,9 yang memilih dukun bayi sebagai tenaga penolong
persalinan. Menurut Tinkes dan Kobblinsky 1997 dalam Harvey, menyimpulkan bahwa
pendidikan ibu berpengaruh secara signifikan terhadap kesehatan ibu dan perilaku terhadap kesehatan reproduksinya. Tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, penggunaan pelayanan kesehatan, serta pengenalan risiko atau tanda-tanda bahaya pada masa kehamilan dan persalinan. Ibu
dengan tingkat pendidikan lebih tinggi lebih mudah memperoleh informasi tentang kesehatan, sehingga pengetahuan ibu tentang kesehatan akan lebih baik.
Hal ini diperkuat oleh penelitian Harni 2003 mengutip pendapat dari Sutanto bahwa tingkat pendidikan mempunyai hubungan eksponensial dengan tingkat kesehatan
yaitu semakin tinggi tingkat pendidikan individu maka semakin mudah menerima konsep hidup sehat secara mandiri, kreatif dan berkesinambungan. Semakin tinggi
tingkat pendidikan maka semakin baik pengetahuan tentang kehamilan dan persalinan yang aman, sehingga akan memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan,
begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan ibu maka semakin tinggi ibu yang melahirkan ditolong oleh dukun.
Jakir dan Amiruddin 2007, dalam penelitiannya di Sinjai tahun 2006 juga menemukan bahwa Pendidikan ibu berhubungan dengan pemilihan tenaga penolong
Universitas Sumatera Utara
persalinan mengingat bahwa pendidikan dapat mempengaruhi daya intelektual seseorang dalam memutuskan suatu hal, termasuk penentuan penolong persalinan.
Pendidikan ibu yang kurang menyebabkan daya intelektualnya juga masih terbatas sehingga perilakunya masih sangat dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya ataupun
perilaku berdasarkan kebiasaan turun temurun dari orang tuanya yang melahirkan ditolong oleh dukun.
Maka dalam penelitian ini peneliti berasumsi bahwa pendidikan memang penting karena merupakan dasar dari mengertinya seseorang dalam hal menerima
informasi. Informasi dapat lebih muda diterima dan diadopsi pada orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi daripada pendidikan rendah. Umumnya masyarakat
sadar akan pentingnya pendidikan untuk bekal kehidupan di masa depan, dengan pendidikan mereka bisa baca, tulis dan berhitung sehingga tidak dibodohin orang lain.
Hal ini bertolak belakang dengan penelitian Amirudin 2006 yang menyatakan bahwa pendidikan ibu berpengaruh dengan pemilihan tenaga penolong persalinan. Pendidikan
dapat memengaruhi daya intelektual seseorang dalam memutuskan suatu hal, termasuk penolong Persalinan.
Pendidikan yang kurang menyebabkan daya intelektualnya masih terbatas sehingga perilakunya masih dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya sedangkan seseorang
dengan tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki pandangan lebih tentang suatu hal dan lebih mudah untuk menerima ide atau cara kehidupan baru.
Universitas Sumatera Utara
5.1.3 Faktor Pekerjaan Ibu terhadap Pemilihan Penolong Persalinan