Kemampuan membayar rendah memiliki risiko lebih tinggi untuk memilih dukun sebagai penolong persalinan.
Hasil stratifikasi kemampuan membayar keluarga dengan pemanfaatan penolong persalinan berdasarkan pembagian wilayah di Indonesia menunjukkan bahwa selisih
proporsi pemanfaatan penolong persalinan oleh bidan dan dukun tertinggi di wilayah kawasan Indonesia timur sebesar 9, wilayah Jawa dan Bali 4 dan wilayah Sumatera
1. Ini berarti bila dilihat dari kemampuan membayar keluarga, perbedaan proporsi pemanfaatan penolong persalinan oleh bidan dan dukun terbesar di kawasan Indonesia
timur 2 kali lebih besar daripada wilayah Jawa dan Bali. Penghasilan keluarga berpengaruh terhadap pemilihan penolong persalinan
seperti ditemukan penelitian Widawati 2008, bahwa 36,7 ibu yang berpenghasilan rendah memilih dukun sebagai penolong persalinan, sedangkan ibu yang berpenghasilan
tinggi hanya 28,4 yang memilih dukun sebagai penolong persalinan. Peneliti berasumsi bahwa dalam penelitian ini pekerjaan ibu tidak memiliki
banyak pengaruh dalam hal pemilihan tenaga penolong persalinan. Hal ini didukung dengan fakta bahwa ibu yang tidak bekerja pun lebih memilih pertolongan persalinan
pada tenaga terlatih. Keputusan memilih dukun bayi ataupun bidan sebagai tenaga penolong persalinan lebih dipengaruhi oleh tradisi dan tingkat ekonomi keluarga.
5.1.4 Faktor Parietas Ibu terhadap Pemilihan Penolong Persalinan
Dari hasil distribusi frekusensi didapat kelompok ibu dengan parietas anak pertama merupakan yang terbanyak yaitu 34,5, diikuti parietas anak kedua 30,9,
parietas anak ketiga 23,6 dan anak lebih dari 3 10,9.
Universitas Sumatera Utara
Mengacu pada penelitian di lapangan ditemukan bahwa, yang menjadi dasar utama ibu memilih bersalin pada dukun beranak adalah kepercayaan. Para ibu yang
memilih bersalin pada dukun beranak maupun dokter umum dan bidan tersebut tidak membedakan kelahiran anak keberapa dalam pemilihan tempat bersalin. Hal ini
disebabkan oleh kepercayaan ibu terhadap pertolongan yang diberikan oleh dukun beranak.
Hal ini sesuai dengan penelitian Kalangie 1994 dalam Department of Health Education and Walfare USA. Menurut Kalangie ada beberapa faktor yang
mempengaruhi seseorang memanfaatkan pelayanan kesehatan, yaitu : faktor dari Sistem Pelayanan Kesehatan yang bersangkutan yaitu : Tipe dari organisasi, misalnya : rumah
sakit, puskesmas dan fasilitas pelayanan lainnya, kelengkapan program kesehatan, tersedianya tenaga dan fasilitas medis, teraturnya pelayanan, hubungan antara
doktertenaga kesehatan lainnya dengan masyarakat dan adanya asuransi kesehatan. Sedangkan paritas bukan merupakan faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam
memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hal ini juga berbeda dengan hasil penelitian Sutanto 2002 yang menyatakan bahwa paritas berpengaruh terhadap pemanfaatan
pelayanan kesehatan. Sebagaimana faktor umur, paritas juga menjadi tidak dominan, karena masih dipengaruhi oleh faktor budaya seperti; nilai, sikap fatalistik, etnosentris
dan unsur-unsur lainnya Notoadmojo, 2005.
5.1.5 Faktor Pengetahuan Ibu terhadap Pemilihan Penolong Persalinan
Berdasarkan distribusi frekuensi mengenai kategori pengetahuan responden dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan yang
Universitas Sumatera Utara
sedang tentang pertolongan persalinan yaitu sebanyak 39 responden 70,9, kemudian 11 responden 20,0 mempunyai tingkat pengetahuan kurang, sedangkan 5 responden
9,1 mempunyai tingkat pengetahuan yang baik tentang pertolongan persalinan.
5.1.5.1 Pengetahuan Ibu tentang Persalinan yang Aman
Pengetahuan Ibu tentang persalinan yang aman adalah segala sesuatu yang diketahui Ibu tentang persalinan yang aman dan memahaminya. Berdasarkan hasil
penelitian pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa 28 responden 50,9 menjawab persalinan yang aman adalah persalinan tanpa munculnya resiko persalinan, 24
responden 43,6 menjawab persalinan yang aman adalah persalinan yang tidak diganggu siapapun dan sisanya 3 responden 5,5 menjawab persalinan yang sepi
merupakan persalinan yang aman. Menurut Notoatmojo 2007, Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia,
atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya mata, hidung, telinga dan sebagainya. Dengan sendirinya pada waktu penginderaan menghasilkan
pengetahuan. Notoatmodjo 2005 menyatakan, pengetahuan merupakan indikator dari orang
melakukan tindakan terhadap sesuatu, jika seseorang didasari oleh pengetahuan yang baik terhadap kesehatan maka orang tersebut akan memahami bagaimana kesehatan itu
dan mendorong untuk mengaplikasikan apa yang diketahuinya. Menurut penelitian Kamil 2006, pemanfaatan pertolongan Persalinan oleh
tenaga profesional bidan atau dokter spesialis kandungan di masyarakat masih sangat rendah dibandingkan dengan indikator yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh faktor
Universitas Sumatera Utara
ibu seperti pengetahuan, sikap terhadap keputusan untuk memanfaatkan tenaga ahli dalam pertolongan persalinan.
Dari hasil penelitian di atas dapat dilihat bahwa pengetahuan ibu tentang persalinan yang aman sudah baik karena mayoritas responden 50,9 sudah menjawab
dengan benar. Maka peneliti berasumsi bahwa hal tersebut dapat disebabkan walaupun mayoritas pendidikan responden merupakan tamat SMA namun rasa butuh membuat
ibu mencari tahu sendiri tentang apa itu tenaga penolong persalinan. Sesuai dengan penelitian Wibowo 1992 menyimpulkan bahwa makin ibu
merasa dirinya sakit mengalami keluhan atau gangguan kesehatan pada masa kehamilannya maka makin sering ibu akan mencari informasi selama masa kehamilan
dan memanfaatkan pelayananan ante natal. Pemeriksaan antenatal adalah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu dan janinnya secara berkala,
yang diikuti dengan deteksi dini terhadap penyimpangan yang ditemukan. Tujuannya adalah untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa kehamilan, persalinan dan
nifas dengan baik dan selamat.
5.1.5.2 Pengetahuan Ibu tentang Penolong Persalinan
Pengetahuan ibu tentang penolong persalinan adalah segaala sesuatu yang diketahui dan dipahami ibu tentang orang yang seharusnya menolong suatu persalinan.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.5 diketahui bahwa 15 responden 27,3 menjawab penolong persalinan adalah orang yang membantu ibu dalam menolong
persalinan, 39 responden 70,9 menjawab penolong persalinan adalah orang yang
Universitas Sumatera Utara
mendampingi ibu pada saat persalinan dan 1 responden 1,8 menjawab penolong persalinan adalah orang yang menunjukkan ibu dimana tempat persalinan.
Pendapat Anderson dalam Widawati 2008 mengemukakan bahwa pengetahuan sangat memengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan untuk menggunakan
pelayanan kesehatan, konsukuensi dari pelayanan yang memuaskan adalah adanya keinginan kembali berobat dan bila tidak memuaskan akan beralih ke tempat lain.
Selain itu juga sesuai dengan hasil penelitian Juliwanto 2009 yaitu ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan pemilihan tenaga penolong Persalinan.
Menurut Departemen Kesehatan 2004 tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih
tinggi memudahkan seseorang untuk menyerap informasi dan dapat merubah perilaku dan gaya hidup sehari-hari khususnya dalam hal kesehatan termasuk pemilihan
penolong persalinan dengan tenaga kesehatan. Menurut Notoatmodjo 2002, kesehatan merupakan interaksi berbagai faktor,
baik internal mauoun eksternal. Faktor internal terdiri dari faktor fisik dan psikis, sedangkan faktor eksternal terdiri dari faktor sosial budaya, lingkungan fisik, politik,
ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Menurut Lukito 2003 pemanfaatan masyarakjat terhadap berbagai fasilitas layanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan semakin mudah seseorang untuk memahami sebuah perubahan dan manfaat sebuah perubahan, khususnya dalam
bidang kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu tentang penolong persalinan masih kurang, peneliti berasumsi hal ini dapat disebabkan responden kurang
paham apa itu penolong persalinan ataupun mendapat sumber yang salah tentang apa itu penolong persalinan.
5.1.5.3 Pengetahuan Ibu tentang yang Sebaiknya Melakukan Pertolongan Persalinan
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.5 diketahui bahwa 29 responden 52,7 menjawab yang sebaiknya melakukan pertolongan persalinan adalah tenaga
kesehatan dokter, bidan, perawat sedangkan sisanya 26 responden 47,3 menjawab yang sebaiknya melakukan pertolongan persalinan adalah dukun bayi. Penelitian
Mardela 2013 di puskesmas Molong Tengah menemukan bahwa sebanyak 11 responden 55,5 masih mencari pertolongan persalinan kepada paraji dukun bayi
dan hanya 9 responden 45,5 yang mencari pertolongan persalinan kepada tenaga medis bidan, perawat, dokter.
Pengetahuan ini terkait dengan lingkungan dimana responden menetap. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Harni 2003, tentang hubungan
antara karakteristik sosiodemografi, pengetahuan dan sikap ibu dengan pemanfaatan penolong persalinan. Suatu studi di wilayah kerja Puskesmas Pamanukan Kabupaten
Subang Provinsi Jawa Barat, menyimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan pemanfaatan penolong persalinan, ibu yang mempunyai pengetahuan baik akan
lebih memanfaatkan tenaga kesehatan sedangkan ibu yang mempunyai pengetahuan tidak baik akan memanfaatkan dukun.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Heni Oktarina pada tahun 2008 menyatakan bahwa ada hubungan tingkat pengetahuan dengan pemilihan penolong
persalinan. Hasil penelitian Elvistron Juliwanto pada tahun 2008 menyimpulkan ada pengaruh yang signifikan pengetahuan terhadap pemilihan tenaga penolong persalinan.
Pengetahuan merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan dalam rangka perubahan pola pikir dan perilaku dalam hidup sehat . Pengetahuan ibu yang menentukan pemilihan
penolong persalinan juga ditemukan Widawati 2008, bahwa 60,7 ibu yang berpengetahuan rendah memilih dukun sebagai penolong persalinannya, sedangkan ibu
yang berpengetahuan baik hanya 3,8 yang memilih dukun sebagai penolong persalinan.
Dari hasil penelitian ini peneliti berasumsi bahwa pendidikan ibu di wilayah kerja Puskesmas Medang Deras masih kurang, karena hampir setengah dari jumlah
sampel 47,3 masih menjawab yang sebaiknya menjadi penolong persalinan adalah dukun. Hal ini dapat disebabkan karena mayoritas pendidikan responden adalah tamat
SMA sebanyak 39 responden 70,9. Hal ini menyebabkan responden masih banyak yang menjawab sebaiknya mencari pertolongan pada dukun bayi.
5.1.6 Faktor Sikap Ibu terhadap Pemilihan Penolong Persalinan