Mengingat ketergantungan Sumatera Timur pada beras impor yang begitu besar, maka pada tahun 1939 pemerintah kolonial memutuskan untuk memerintahkan
perkebunan-perkebunan agar menyisihkan tanahnya seluas 40.000 hektar untuk ditanami tanaman pangan. Sedangkan impor beras terutama untuk kebutuhan
perkebunan masih terus berlanjut hingga menjelang masuknya Jepang ke Hindia Belanda.
122
Masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda dimulai sejak keberhasilan Penguasa Jepang mengeluarkan pasukan kolonial Belanda pada tahun 1942. Sumatera
Timur yang merupakan wilayah perkebunan besar dan pertambangan dianggap sebagai lahan potensial oleh Jepang untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan
bahan mentah yang sangat diperlukan dalam Perang Asia Timur Raya.Kemenangan Jepang atas perang tersebut, membuat pihak sekutu mengalami kerugian yang sangat
besar. Seluruh aset milik Belanda diambil alih penguasa Jepang. Hal ini terjadi karena pihak sekutu harus merelakan hartanya dikuasai Jepang, termasuk didalamnya
perkebunan dan industri asing lainnya yang ada di Sumatera Timur. Orang-orang sipil Belanda atau orang asing lainnya yang ikut berperang menjadi tahanan
Jepangataupun kembali ke negara asalnya. Namun, sebahagian kecil dari para
3.3 AVROS PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG
122
Karl J. Pelzer, Toean Keboen …, op.cit.,hlm.154.
Universitas Sumatera Utara
pengusaha perkebunan asing ini tetap dipertahankan sebagai administratur perkebunan.
123
Setelah Jepang berhasil menguasai harta dari pihak kolonial, Jepang lalu mendirikan perusahaannya sendiri di Medan yang diberi nama Tekisan Kanri
Bu.Beberapa administratur perkebunan yang berasal dari perusahaan-perusahaan besar seperti HAPM, SOCFIN dan HVA yang notabenenya merupakan anggota
AVROS tetap tinggal dan ikut bergabung dalam suatu badan yang dibentuk oleh Jepang pada pertengahan tahun 1942 yaitu Noyen Renggo Kai.
124
Badan ini bertugas untuk mengurusi urusan perkebunan dan menjual hasilnya kepada pembeli yang
sudah ditentukan. Badan ini memiliki tugas sebagai konsultan dalam perencanaan manajemen baru Jepang. Noyen Renggo Kaiberkantor pusat di Medan, yang dipimpin
oleh sekelompok orang Jepang dan staf-stafnya sebagian besar terdiri dari orang- orang Eropa yang bertindak selaku penasihat yang berada di bawah pembinaan
perusahaan besar swasta milik Jepang.
125
Selain mengambil alih perkebunan dan juga industri lainnya, Jepang juga mengambil alih aset lainnya milik Belanda, salah satunya perhimpunan AVROS.
Pada masa pemerintahan kolonial, AVROS merupakan suatu badan yang memiliki peran sangat penting di dalam perkebunan. AVROS juga memiliki hubungan yang
123
Ibid., hlm.152.
124
Tengku Lukman Sinar, Sejarah medan tempo doeloe, Medan: Perwira, 1994, hlm.112. ,
125
Stoler, op.cit., hlm. 170.
Universitas Sumatera Utara
baik serta menjalin kerjasama dengan pemerintah kolonial. Pada masa pendudukan, perhimpunan AVROS dibekukan oleh Jepang, namun pembekuan terhadap
perhimpunan ini tidak lantas membuat seluruh bagian AVROS tidak berfungsi dan berperan sama sekali. Jepang juga memanfaatkan dan tetap mempertahankan apa
yang mereka anggap penting dan bermanfaat untuk mereka. Salah satu bagian dari AVROS yang dianggap penting oleh Jepang pada saat itu adalah lembaga penelitian
milik AVROS yaitu APA. APA merupakan lembaga penelitian yang didirikan oleh AVROS dan masih tetap dipertahankan dan dimanfaatkan oleh Jepang. Hanya saja,
pada masa pendudukan Jepang APA berganti nama menjadi Gunseibu Medan Nogyo Kenkyusyo.
126
Berbeda dengan masa kolonial dimana lembaga penelitian yang dibangun oleh AVROS digunakan untuk melakukan penelitian terhadap tanaman-tanaman yang
dapat laku di pasaran dunia atau yang biasa disebut tanaman-tanaman komersial, pada masa pendudukan Jepang perhatian lebih ditujukan pada tanaman-tanaman untuk
keperluan pangan seperti padi, jagung, kacang, umbi-umbian, dan ada juga pembuatan arak dari padi maupun jagung. Selain untuk tanaman pangan, Jepang juga
melakukan penanaman tanaman serat untuk pembuatan kertas, barang-barang tembikar potten bakkerij, rami, jarak, dan kapas. Tidak mengherankan jika Jepang
lebih memprioritaskan tanaman-tanaman pangan daripada tanaman komersial,
126
Sjafrul Latif, loc.cit.
Universitas Sumatera Utara
mengingat pada saat itu Jepang sedang menghadapi Perang Asia Timur Raya, dimana Jepang harus memenuhi kebutuhan perang tersebut.
127
Mengingat akan ketergantungan Sumatera Timur terhadap impor beras dari luar wilayah ini, membuat Jepang memperluas program produksi pangan secara
besar-besaran. Jepang memerintahkan pada perkebunan-perkebunan yang ada di Sumatera Timur untuk melepaskan tanah seluas 160.000 hektar untuk ditanami
tanaman pangan. Dengan diberlakukannya peraturan untuk memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri di setiap daerah, maka artinya peran AVROS untuk memenuhi
kebutuhan pangan di perkebunan-perkebunan yang menjadi anggotanya sudah tidak berjalan lagi. Luas lahan yang diminta oleh Jepang untuk ditanami tanaman pangan
ini empat kali lipat dari kewajiban yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial, sehingga perkebunan tembakau maupun tanaman keras lainnya harus dikorbankan
agar lahannya dapat dijadikan sawah dan ladang jagung.
128
Hasil panennya harus diserahkan pada Jepang yang kemudian akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan logistik perang. Penanaman bahan pangan ini dilakukan
oleh bekas buruh perkebunan yang memang ditugaskan untuk melakukan penanaman tanaman pangan oleh Jepang. Hal inilah yang kemudian mengubah bekas buruh
perkebunan ini menjadi penanam pangan. Hasil panen yang ternyata harus diserahkan
127
Ibid.
128
Karl J. Pelzer, Toean Keboen …,op.cit., hlm.153.
Universitas Sumatera Utara
kepada Jepang akhirnya menimbulkan kelaparan bagi buruh dan membuat buruh harus memperluas cakupan lahan pertaniannya hingga ke tanah-tanah perkebunan.
Pada masa pendudukan ini, Jepang juga banyak memobilisasi para imigran dari luar Sumatera Timur untuk datang dan ikut menduduki dan menggarap tanah-tanah
perkebunan dan selanjutnya banyak tanah perkebunan yang dijadikan pemukiman bagi bekas buruh maupun para imigran ini.
129
Selain tanaman pangan, tanaman lain yang tidak kalah pentingnya untuk ditanam adalah pohon jarak, dan kapas.
130
129
Agustono, Budi, dkk., Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia vs PTPN II: Sengketa Tanah di Sumatera Utara, Bandung:AKATIGA Pusat Analisis Sosial. 1997, hlm.49.
130
Sebenarnya penanaman kapas telah dilakukan beberapa tahun sebelum sebelum masa pendudukan Jepang dimulai.Penanaman kapas ini telah ditanam di berbagai daerah dalam kawasan
Hindia Belanda. Selama masa pendudukan Jepang, penduduk di Pulau Salier diperintahkan kepada penduduk Hindia Belanda untuk meningkatkan produksi kapas sekitar sepuluh kali lipat dan hasil dari
panen kapas tersebut harus diserahkan kepada Jepang sebanyak 90 dengan harga yang telah ditetapkan.Shigeru Sato, “Labour Relation in Japanese Occupied Indonesia”, Amsterdam: Clara
Working Paper, 2000, hlm. 16.
Sesuai dengan situasi perang saat itu, pohon jarak yang ditanam diolah menjadi minyak dan dijadikan sebagai bahan bakar
untuk pesawat terbang, sedangkan kapas diolah menjadi bahan baku tekstil. `Penanaman kapas yang gencar dilakukan, ternyata hasilnya tidak dinikmati oleh
penduduk, sehingga pada saat itu penduduk menggunakan pakaian yang terbuat dari karung goni. Jepang berusaha untuk menumbuhkan rami sebagai bahan baku
pembuatan karung goni, namun usahanya masih jauh dari kata memuaskan. Akhirnya Jepang memutuskan untuk membuat karung goni yang berbahan baku sisal. Sisal
merupakan serat yang sangat kasar dan biasanya digunakan untuk pintal. Sebagian
Universitas Sumatera Utara
besar karung goni yang dibuat pada masa itu berbahan baku dari sisal dan dilengkapi dengan serat lainnya seperti sabut kelapa, daun nanas, dan rosella.
131
Pengeboman kota Hiroshima dan Nagashaki yang dilakukan oleh Amerika pada tanggal 9 dan 14 Agustus 1945 telah menjadi awal berakhirnya masa
pendudukan Jepang. Pada tahun itu juga Indonesia mendapatkan kemerdekaannya, dan AVROS diaktifkan kembali, sehingga seluruh bagian dalam tubuh AVROS juga
kembali menjalankan tugasnya masing-masing. APA yang merupakan lembaga penelitian AVROS juga kembali untuk melakukan kegiatan penelitian seperti semula.
Setelah masa pendudukan Jepang, APA dipimpin oleh Van Hell pada tahun 1945- 1949 dan J. A. Maas pada tahun 1950-1951.
132
131
Ibid.hlm.17-18.
132
Sjafrul Latief, op.cit., hlm.32.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV AVROS PASCA KEMERDEKAAN INDONESIA
Pada bab IV ini membahas tentang AVROS pasca Indonesia merdeka hingga perubahan nama AVROS menjadi Gabungan Pengusaha Perkebunan Sumatera atau
GAPPERSU. Pembahasannya diawali dengan situasi perkebunan pasca kemerdekaan yang mengalami perubahan besar sejak ditinggalkan oleh pengusaha perkebunan.
Perkebunan yang menjadi latar belakang diberdirinya AVROS, pada pasca kemerdekaan mengalami permasalahan yang dapat mengganggu aktivitas maupun
kelangsungan produksi industri perkebunan. Masalah yang datang justru berasal dari faktor-faktor pokok yaitu lahan dan buruh yang dapat mengancam kelangsungan
perusahaan, sehingga sangat sulit untuk dapat berproduksi kembali seperti semula. Para pengusaha yang sudah tidak lagi menjadi tuan besar saat Indonesia telah
merdeka, tidak dapat lagi dengan mudah dan leluasa untuk mendapatkan segala yang mereka inginkan.
Keadaan AVROS juga belum stabil setelah diaktifkan kembali dari pembekuan yang terjadi pada masa Jepang. Dalam keadaan seperti ini, AVROS tetap
berperan sebagai wakil dari anggotanya yang terus melakukan upaya dengan meminta bantuan dan bekerja sama dengan pemerintah agar dapat mempertahankan
kelangsungan perkebunan. Tidak hanya keberadaan para pengusaha dan perusahaan perkebunan yang terancam, tetapi juga eksistensi AVROS. Pada masa nasionalisasi,
Universitas Sumatera Utara