Algemeene Vereeniging Van Rubberplanters Ter-Ooskust Van Sumatra (Avros) 1910-1958

(1)

LAMPIRAN I

Ketua Pertama Perhimpunan Algemeene Vereeniging van Rubberplanters ter-Ooskust van Sumatra (AVROS), Van Ris


(2)

LAMPIRAN II

Gedung AVROS di jalan Soekamulya dilihat dari Udara


(3)

LAMPIRAN III

Kantor Algemeene Delisch Emigratie Kantoor (ADEK) di Bandung


(4)

LAMPIRAN IV

Gedung Algemeene Proefstation der AVROS (APA) di Kampung Baru


(5)

LAMPIRAN V

Pegawai-Pegawai APA


(6)

LAMPIRAN VI

Kebun Percobaan AVROS di Aek Pantjur (Sungai Pancur)


(7)

LAMPIRAN VII

Laboratorium Kimia di Gedung APA


(8)

LAMPIRAN VIII

Rumah Sakit Java Immigratie Bureau(JIB) untuk Pegawai


(9)

LAMPIRAN IX

Ruang Perpustakaan APA


(10)

LAMPIRAN X

Para Ahli yang sedang Bekerja di Ruang Patologi APA


(11)

LAMPIRAN XI

Rumah Dinas Bagi Pegawai APA di Kampung Baru


(12)

LAMPIRAN XII

Selebaran Pemberitahuan yang di buat AVROS Mengenai Kesepakatan Anggota Tentang Perubahan Nama AVROS Menjadi GAPPERSU, 31 Januari 1958


(13)

LAMPIRAN XIII

Anggaran Dasar Serikat-Serikat dalam Tambahan Berita Negara R.I. tanggal, 18/12 – 1959 No. 101 “Kutipan dari Daftar Menteteri Kehakiman Tertanggal 10 April

1958 No.J.A. 5/35/9.


(14)

LAMPIRAN XIV

Peta Perkebunan Milik Salah Satu Anggota AVROS Setelah Kemerdekaan


(15)

DAFTAR PUSTAKA

ARSIP

Anggaran dasar Serikat-Serikat dalam Tambahan Berita Negara R.I. tanggal 16/12-1952 NR. 101 “ Kutipan dari Daftar Penetetapan Menteri Kehakiman tanggal 20 November 1952 No. J. A. 5/139/17”, dalam Inventaris AVROS No.

Anggaran Dasar Serikat-Serikat dalam Tambahan Berita Negara R.I. tanggal, 18/12 – 1959 No. 101 “Kutipan dari Daftar Menteteri Kehakiman Tertanggal 10 April 1958 No.J.A. 5/35/9., dalam Inventaris AVROS No. 46.

Berita Atjara Permusjawaratan Antara Koordinator Sumatera Timur, Bupati Langkat, Polisi dan dengan Pemimpin2 Geowehry, AVROS dan Pusat Perkebunan Negara, bertempat di Gedong Komando T.T.S.U Djalan Djakarta, 27 Desember 1950, dalam Inventaris AVROS No. 306.

Besluit van den, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie van den, 31 Oktober 1910 No.34.

Besluit van den Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie van den, 11 Januari 1911 No.14.

Besluit van den, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie van den,8 Januari 1917 No.52.

Besluit van den Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie van den, 25 Juli 1919 No. 47.

Besluit van den Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie van den, 1 Agustus 1921 No.57.

Deli Planters Vereeniging, Algemene Vereniging van Ruberplanters Oostkust van Sumatra, Medan No. XLVII, 11 September 1952, dalam Inventaris AVROS No. 308.

Gezamenlijk Comunique van AVROS en DPV, Medan, 11 September 1952, dalam Inventaris AVROS No.308.


(16)

Laporan Perdjalanan Rombongan Koordinator Sumatera Timur ke Onderneming Geowehry, Bukit Lembasa, 28 Desember 1950, dalam Inventaris AVROS No. 306.

Laporan Tahunan Dewan Pengurus GAPPERSU pada Rapat Tahunan Anggota, 28 September 1963.Dalam Inventaris AVROS No.46.

Panitya Penjelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat, P4/M/56/4699 P4-7752

, dalam Inventaris AVROS No. 306.

Selebaran Pemberitahuan yang di buat AVROS Mengenai Kesepakatan Anggota Tentang Perubahan Nama AVROS Menjadi GAPPERSU, 31 Januari 1958, dalam Inventaris AVROS No.46.

Surat Pemberitahuan dari Ketua Dewan Sementara Sumatera Timur Kepada Ketua AVROS C.J.J.Maassen Tentang Mengirimkan Notulen Rapat Badan Amanah Tanggal 14 Juni 1949 No. 40/XII/C, Medan, 22 Juni 1949, dalam Inventaris AVROS No.

Surat Permohonan dari Konsulat Perkebunan dan Perindustrian B.P Baapri. Sumatera Utara, Kepada Directeur Manajer HAPM Mij., Tentang Permintaan Kebun jang Dikembalikan, No. 002/P.P./S-1951, 2 April 1951, dalam Inventaris AVROS No. 306.

Surat Permohonan dari Per Pro Sandilands Buttery & Co. Kepada Kementerian Dalam Negeri Bagian Agraria Tentang Permintaan Perpanjangan konsesi lahan perkebunan, bertanggal 20 September 1951, dalam Inventaris AVROS No.306.

Surat dari ASSI, ALS dan AVROS Kepada Empat Menteri yaitu Menteri Agraria, Menteri Pertanian, Menteri Keuangan dan Menteri Negara Urusan Perentjanaan Tentang Penaikan Canon dan Cijns, No. 253/Bl, 18 Desember 1956, dalam Inventaris AVROS No.8.

Surat dari J. Fernhout (Ketua AVROS) Kepada Komandan Komando Militer Kota Besar-Medan, Tentang Permintaan Pengakuan Sifat Internasional AVROS oleh Pihak Militer, 3 Desember 1957, dalam Inventaris AVROS No. 46.

Surat dari AVROS Kepada Menteri Pertanian Tentang Pembebastugasan Rozendal dari Kantor Perwakilan AVROS di Jakarta, 15 Desember 1957, dalam Inventaris AVROS No. 46.


(17)

Surat Keterangan dari Pihak Militer Kepada AVROS Tentang Pemberitahuan Status Internasional AVROS, No.SK-007/58, 28 Januari 1958, dalam Inventaris AVROS No. 46.

Surat tentang Penjelasan Riwayat Perubahan Nama AVROS Menjadi Gabungan Pengusaha Perkebunan Sumatera (GAPPERSU), 25 Februari 1958, dalam Inventaris AVROS No. 46.

Surat Permohonan dari Perkebunan Boeloe Telang Estates (Langkat) kepada Kepala Daerah Hutan Sumatera Timur Tentang Luas hutan dalam Konsesi-Konsesi Pertaian , bertanggal 11 Maret 1958, dalam Inventaris AVROS No. 77.

Surat dari GAPPERSU Kepada Redaksi “Menara Perkebunan” Tentang Pernyataan Tidak Setujunya Jika Perubahana Nama AVROS Menjadi GAPPERSU Dikaitkan dengan Aksi Pembebasan Irian Barat, Medan, 2 Juni 1958 No. 505 , dalam Inventaris AVROS No. 46.

Surat dari Redaksi-Komisi Madjalah “Menara Perkebunan” kepada Ketua Gabungan Pengusaha Perkebunan Sumatera (GAPPERSU) Tentang Status AVROS, Jakarta, 11 Juni 1958 No.Publ. 187, Inventaris AVROS No. 46.

Surat dari Gabungan Pengusaha Perkebunan Sumatera kepada Redaksi Majalah Menara Perkebunan, Medan, 29 Agustus 1958 No.792, dalam Inventaris AVROS No. 46.

Uraian Ringkas Mengenai Tujuan dan Pekerjaan AVROS, Medan, 6 Januari 1958, dalam Inventaris AVROS No. 46.

JURNAL, LAPORAN DAN SKRIPSI

Boomgaard, Peter, “Labour in Java in the 1930s” Paper Changing Labour Relations in Asia, KITLV, Leiden.

Erwiza, Erman, “Hidden Histories: Gender, Family and Community in the Ombilin Coalmines (1892-1965)” dalam CLARA Working Paper, No.13.

“Deli Data 1863”, dalam Mededeeling No. 26 van Het Oostkust van Sumatra – Instituut.


(18)

Hayashi, Yoko, “Agencies and Clients: Labour Recruitment in Java 1870s-1950s”, dalam ClaraWorkingPaper, No. 14, hlm. 5, 6, 10, 34, 38.

Jaarverslag van de Algemeene Vereeniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatra 1 Januari 1939- 31 Desember 1939, Medan: TYP. Varekamp & Co. Jaarverslag van de Algemeene Vereeniging van Rubberplanters ter Oostkust van

Sumatra 1 Juli 1914- Juni 1915, Medan: TYP.Varekamp, Tanpa Tahun Terbit.

Jaarverslag van de Algemeene Vereeniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatra 1 Juli 1925- 30 Juni 1926, Medan: TYP. Varekamp & Co, 1926. Koestoro, Lucas Partanda, dkk., Medan, Kota di Pesisir Timur Sumatera dan

Peninggalan Tuanya, dalam Berita Penelitian Arkeologi Medan No. 28, Medan: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan- Balai Arkeologi Medan, Medan, 2013.

Lestari, Sutrisna, “Sengketa Tanah Bekas Perkebunan Tambakau Bandar Chalifah, Kabupaten Deli Serdang Tahun 1947-1960”, Skripsi belum diterbitkan, Surakarta: Universitas, Sebelas Maret, 2010.

Linblad, J. Thomas., “The Economic Decolonization of Sumatra”, dalam New Zealand Journal of Asian Studies 11, 1 (June 2009), hlm.185, 186.

Paulus, J., Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie, Deel II,’s Gravengage: Martinus Nijhoff, Leiden: Brill, 1917.

Rumanto, Ujang, “Nasionalisasi Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslit Koka) Jember Tahun 1957-1962”, Skripsi belum diterbitkan, Jember: Universitas Jember, 2008.

Sato, Shigeru, “Labour Relation in Japanese Occupied Indonesia”, Amsterdam: Clara Working Paper, 2000, hlm. 16, 17, 18.

BUKU

Agustono, Budi dkk., Badan Perjuangan RakyatPenunggu Indonesia VS PTPN II:Sengketa Tanah di Sumatera Timur,Bandung: Wahana Informasi Masyarakat dan AKATIGA, 1997.


(19)

Basarshah, Tengku Luckman Sinar, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan: Tanpa Penerbit. 2007.

Devi, T.Keizerina, Poenale Sanctie:Studi tentang Globalisasi Ekonomi Dan Perubahan Hukum di Sumatera Timur (1870-1950), Medan: Program Pascasarjana Sumatera Utara, 2004.

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya, 1995.

Latief, Sjafrul dan Hendra Purba, 90 Tahun Penelitian Kelapa Sawit Indonesia, Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit(PPKS) dan Perisindo Jaya, Medan, 2007.

Mahadi, Sedikit Sejarah Perkembangan Hak-Hak Suku Melayu atas Tanah di Sumatera Timur (Tahun 1800-1975), Medan: Alumni, 1976.

Modderman, P.W., T. Volker, M.G.V.D. Veen, Gedenkboek Uitgegeven ter Gelegenheid van het Vijftig Jarig Bestaan van Deli Planters Vereeniging, Batavia: Gedrukt Bij G. Kolff en Co., 1929,

Mubyarto, dkk,Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan : Kajian Sosial Ekonomi, Yogyakarta: Penerbit Aditya Media, 1993.

Pelzer, Karl J., Sengketa Agraria : Pengusaha Perkebunan Melawan Petani, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1991.

, Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1985.

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto Nugroho, Sejarah Nasional Indonesia IV, Jakarta: PN Balai Pustaka. 1984.

Said, Mohammad, Koeli Kontrak Tempo Doeloe: Dengan Derita dan Kemarahannya, Medan: Percetakan Waspada, 1977.

Sinar, Tengku Lukman, Sejarah medan tempo doeloe, Medan: Perwira, 1994. Stoler, Ann Laura, Kapitalisme dan Konfrontasi: di Sabuk Perkebunan Sumatra, 1870-1979, Yogyakarta: KARSA, 2005.

Suprayitno, Mencoba (lagi) Menjadi Indonesia: Dari Federalisme ke Unitarisme: Studi tentang Negara Sumatera Timur 1947-1950, Yogyakarta: Yayasan


(20)

Tauchid, Mochammad, Masalah Agraria: Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia, Yogyakarta: STPN Press dan Persaudaraan Warga Tani (Pewarta), 2009.

Volker, T., Van Oerbosch Tot Cultuurgebied: Een Schets van de Betekenis van de Tabak, De Andere Cultures en De Industrie Ter Oostkust van Sumatra, Medan : TYP. Varekamp & Co, 1928,

SURAT KABAR

“Bisa Lebih Baik Lagi”, SARBUPRI, Mei 1957.

“Buruh Perkebunan Tembakau Sumatera Utara Juga Setengah Bulan Gaji”, SARBUPRI,September 1957.

“De AVROS”, De Sumatra Post, 1 November 1918. “De AVROS”, De Sumatera Post, 6 Januari 1919. “De AVROS”, De Sumatra Post, 26 Maret 1919. “De AVROS”, De Sumatra Post, 5 April 1929. “De AVROS”, De Sumatra Post, 19 Mei 1919. “De AVROS”, De Sumatra Post, 29 September 1927.

“De AVROS Proefstation”, De Sumatra Post, 27 November 1925.

“Delegasi Pusat SBII-Sarbupri-SOBSI-SOBRI dan Perbupri menghadap Menteri Perburuhan”, SARBUPRI, Mei 1957.

“Direktur van het AVROS-Proefstation”, De Sumatra Post, 6 Maret 1928. “Good Nieuws”, De Sumatra Post, 3 Februari 1919.

“Het AVROS Gebouw”, De Sumatra Post,15 Februari 1918. “ Het AVROS Gebouw”, De Sumatra Post,16 Februari 1918. “Het Rubber proefstation”, De Sumatra Post, 29 Juni 1917.


(21)

“Het Vertrek van dr. Buffart”, De Sumatra Post, 31 Oktober 1929.

“Menggalang Persatuan Untuk Melaksanakan Hak Buruh Wanita”, SARBUPRI, 5 januari 1956.

“Moelijk koelis te krijgen”, Bataviaasch niuewsblad, 15 September 1915. “Palmoliebereiding”, De Sumatra Post, 22 Agustus 1925.

“Permanente Arbeidscommisie”, De Sumatra Post, 14 Oktober 1929.

“Perundingan THR 1957 Buntu Sarbupri Akan Beraksi Terhadap ALS cs- AVROS-PPN”, SARBUPRI, Maret 1957.

“Rijst In Aantogt”, De Sumatra Post, 24 Maret 1919. “Straatnaam”, De Sumatra Post, 8 Juni 1918.

“Tuntutan Sarbupri Adil, Tetapi ALS dan AVROS Menolak dengan Alasan jang Ditjari-Tjari”, SARBUPRI, Maret 1957.

“Undang-Undang Pengawasan Terhadap Pemindahan Hak Atas Tanah-Tanah Perkebunan Djangan Didjadikan Untuk Kontjo-Sistim ”, SARBUPRI, Februari 1957.

“Voorzitter AVROS”, Het Nieuws van den dag voor Ned. Indie, 5 April 1929. “Weg naar het nieuw Proefstation” ,De Sumatra Post, 9 Maret 1914.

SUMBER INTERNET

“Art Nouveau di Riga”

“AVROS (Algemeene van Vereeniging Rubberplanters ter Ooskust van Sumatra): Organisasi Perkebunan Karet di Sumatera Timur, 1910-1958”, diunduh tanggal, 26 Desember 2015.


(22)

“Kondisi sosial ekonomi buruh di Indonesia mulai dari masa kolonial sampai masa reformasi”, Barok-barok.com/2013/03/Kondisi-sosial-ekonomi-buruh-di.html.diunduh pada tanggal, 15 Agustus 2014.

“Pengaruh Pertumbuhan Industri Karet Terhadap Kuli Kontrak Di Sumatera Timur 1904-1920”,

“Pertumbuhan dan Perkembangan Majalah Pertanian di Indonesia antara Tahun 1820-9142” April 2014.


(23)

BAB III

PERKEMBANGAN AVROS TAHUN 1910-1945

Pada bab ini dibahas tentang perkembangan AVROS tahun 1910-1945. Pembahasanan diawali dengan manajemen AVROS, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai peran AVROS dalam perusahaan perkebunan. Untuk peran AVROS diambil tiga perannya, yang pertama peran AVROS dalam perekrutan buruh, dimana buruh merupakan unsur pokok dalam menjalankan industri perkebunan. Dalam rangka memenuhi kebutuhan perkebunan akan buruh, AVROS nantinya menjalin kerjasama dengan pihak-pihak yang dapat mempermudah peran AVROS ini. Kedua, mengembangkan penelitian juga menjadi peran AVROS yang sangat penting.

Seperti yang telah diketahui, Sumatera Timur merupakan daerah yang dikonsentrasikan sebagai daerah perkebunan bagi tanaman komersial yang laku di pasaran dunia, sehingga sebagian besar lahan dan aktivitas produksi terpusat pada perkebunan. Sedangkan kebutuhan untuk penanaman bahan pangan terutama beras dikesampingkan. Hal ini membuat Sumatera Timur selalu menjadi daerah pengimpor beras. Kebutuhan akan beras yang sangat mendesak inilah yang membuat AVROS mengambilalih tanggung jawab menyediakan beras untuk perkebunan anggotanya yang membutuhkan. Penyaluran pangan ke perkebunan merupakan peran AVROS yang selanjutnya. Pada bagian akhir bab ini dipaparkan pula sedikit mengenai keadaan AVROS pada masa pendudukan Jepang. Walaupun tidak banyak sumber


(24)

yang dapat menceritakan keadaannya pada masa pendudukan, namun setidaknya dapat mewakili gambaran dari keadaan perhimpunan ini pada saat itu.

3.1 Manajemen AVROS

Sebagai sebuah perhimpunan yang memiliki ratusan anggota dari perusahaan perkebunan yang berskala besar maupun kecil, AVROS tentunya memiliki manajemen sendiri agar dapat menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin. Pembuatan manajemen ini tentunya dilakukan dengan adanya perundingan antara pihak pengurus AVROS dengan para anggotanya, berikut merupakan manajemen AVROS:

3.1.1Pengurus dan Anggota AVROS

Pengelolaan dari perhimpunan AVROS diserahkan kepada pengurus yang diberi tanggung jawab oleh para anggotanya. Pengurus AVROS diangkat melalui pemilihan dalam rapat umum anggota yang diadakan satu tahun sekali. Pengurus terdiri dari 6 hingga 10 orang maksimal. Pada awal berdirinya AVROS, pengurus dapat berasal dari kalangan anggota AVROS maupun tidak.55

55

Besluit van den Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie van den 31 Oktober 1910 No. 34.

Pengurus bertugas untuk mempersiapkan rapat bagi para anggota AVROS. Untuk pelaksanaan keputusan rapat umum anggota dan rapat pengurus diserahkan kepada ketua AVROS sebagai pimpinan rapat, atau bila tidak hadir maka akan diserahkan kepada wakilnya


(25)

dan akan dibantu oleh satu atau dua orang anggota yang dipilih oleh pengurus dari kalangan mereka dan dibantu oleh sekretaris.56

Untuk urusan surat-menyurat dan berkas-berkas yang keluar atas nama pengurus akan ditandatangani oleh ketua AVROS dan sekretaris. Semua berkas mengenai penyesuaian anggaran seperti cek, kuitansi dan sebagainya akan ditandatangani oleh pengurus, namun pengurus dapat menyerahkannya kepada orang yang diserahi khusus dengan pengelolaannya.57

AVROS menerima para pengusaha perkebunan maupun industri baik secara individu maupun badan hukum sebagai anggotanya. Pada awalnya pengusaha perkebunan yang menjadi telah anggota dari AVROS dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anggota biasa dan anggota luar biasa. Anggota biasa adalah anggota yang perusahaannya berada di dalam rayon yang telah ditetapkan oleh rapat umum, artinya anggota biasa tersebut tidak dapat kehilangan hak keanggotaannya. Sedangkan anggota luar biasa adalah anggota yang disebabkan oleh letak perusahaannya, mengalami kesulitan untuk berkomunikasi ataupun karena adanya kondisi lain di luar rayon. Sehingga menurut pengurus, anggota luar biasa ini dapat dibebastugaskan dari sebagian kewajiban anggota biasa atau dengan kata lain anggota luar biasa tidak dapat sepenuhnya menikmati hak sebagai anggota biasa.58

56

Besluit van den Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie van den 25 Juli 1919 No. 47.

57

Ibid.


(26)

pula satu kategori anggota lagi dalam AVROS yaitu anggota kehormatan. Anggota kehormatan adalah anggota yang telah banyak membantu dan berjasa kepada AVROS.59

Pemilik perkebunan-perkebunan yang ada di Sumatera Timur berasal dari berbagai bangsa di dunia antara lain Belanda, Amerika, Inggris, Belgia, Norwegia, Prancis, Swiss, Polandia, Jepang.60 Sedangkan nama perusahaan-perusahaan yang menjadi anggota AVROS antara lain, yaitu Hollandsch Americansche Plantage Maatschappij(HAPM), Handels Vereeniging Amsterdam (HVA), Rubber Culture Maatschappij Amsterdam (RCMA), Algemeene Cultuur Maatschappij., Amalgamated Rubber Estates Ltd., Ampat Sumatra Rubber Ests. Ltd., Amsterdam Bedagei Tabak Cie., Amsterdam Langsa Rubber. Mij., Anglo Sumatra Rubber Cult. Mij., Asahan Sumatra Rubber Coy. Ltd. Bah Lias Rubber Estates Ltd., Bandar Rubber Mij., Bandar Sumatra Rubber Mij., Batoe Rata, Bila Sumatra Rubber Lands Ltd., Borneo Rubber Company Ltd., Boven Panei (Siantar) Tea Lands., Bruinier A. E., Caoutchouc Cultuur Mij. Kalitengah., Caoutchouc Plantage Mij. Tapanoeli.61

Hak dan kewajiban dari pihak AVROS maupun anggota telah disetujui dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, antara lain :

59

Anggaran dasar Serikat-Serikat dalam Tambahan Berita Negara R.I. tanggal 16/12-1952 NR. 101 “ Kutipan dari Daftar Penetetapan Menteri Kehakiman tanggal 20 November 1952 No. J. A. 5/139/17”, dalam Inventaris AVROS No., hlm. 93.

60

Uraian Ringkas Mengenai Tujuan dan Pekerjaan AVROS, Medan, 6 Januari 1958, dalam Inventaris AVROS No. 46, hlm. 1.

61

Jaarverslag van de Algemeene Vereeniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatra 1 Juli 1925 -30 Juni 1926, Medan: TYP. Varekamp & Co, 1926, hlm. 5-6.


(27)

1. Memperhatikan kepentingan dan kebutuhan semua perkebunan dan industri terkait di Hindia Belanda pada umumnya di Sumatera khususnya, terkecuali tanaman tembakau di Pantai Timur Sumatera. 2. Dapat mencapai tujuan dengan pembahasan ilmiah untuk semua

permasalahan erkebunan, termasuk juga memperhatikan kepentinga para pekerja, dengan mendirikan pusat percobaan, penyediaan informasi dan nasehat, mendorong imigrasi dan kolonisasi buruh, melalui pengaturan pengangkutan buruh. Dan sejauh diperlukan mendorong pengangkutan secara rutin bahan makanan dan kebutuhan-kebutuhan lain bagi perkebunan yang telah menjadi anggota. Pada akhirnya memperjuangkan kepentingan perkebunan dalam arti luas.62

Bila dalam perjalanannya pengusaha yang telah bergabung dalam AVROS, keluar dari keanggotaannya, maka anggota tersebut dapat mengajukan pengunduran diri atau dengan melakukan pembatalan keanggotaan dalam keputusan rapat umum.63

3.1.2 Bagian-Bagian dalam Tubuh AVROS

62


(28)

Dalam menjalankan tugas-tugasnya, AVROS memiliki beberapa lembaga yang telah diatur posisi dan tugasnya sehingga lebih fokus dalam memenuhi perannya sebagai perhimpunan.

1. Dalam bidang perekrutan buruh AVROS memiliki tiga agen perekrutan, yaitu:

Java Immigratie Bureau (JIB), yaitu agen perekrutan buruh pertama

yang dimiliki AVROS. JIB berdiri pada tahun 1912, tepatnya dua tahun setelah berdirinya AVROS. JIB berkedudukan di daerah Medan, tepatnya di daerah Glugur.64

Algemeene Delisch Emigratie Kantoor (ADEK), yaitu agen perekrutan

buruh yang didirikan pada 1915. ADEK merupakan agen perekrutan buruh buruh pertama hasil dari kerjasama antara DPV dan AVROS. Kantor ADEK berada di Bandung, Jawa Barat.65

Vrij Emigratie der DPV en AVROS (VEDA), yaitu agen perekrutan

buruh juga merupakan kerjasama dari DPV dan AVROS dan didirikan pada tahun 1928. Setelah Veda didirikan, maka secara otomatis VEDA merupakan satu-satunya yang menjadi agen perekrutan buruh AVROS maupun DPV.66 2. Balai Penyelidikan

64

Jaarverslag van de Algemeene Vereeniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatra 1 Juli 1914 - Juni 1915, Medan: TYP.Varekamp, Tanpa Tahun Terbit, hlm.8.

65

Modderman, P.W., T. Volker, dan M.G.V.D. Veen, Gedenkboek Uitgegeven ter Gelegenheid van het Vijftig Jarig Bestaan van Deli Planters Vereeniging, Batavia: Gedrukt Bij G. Kolff en Co., 1929, hlm.166. Lihat juga, lampiran III.

66


(29)

Penelitian yang dilakukan balai penyelidikan AVROS yaitu Algemeene Proefstation der AVROS(APA) sangat dibutuhkan oleh para anggota dengan tujuan untuk memperoleh hasil yang sebanyak-banyaknya dan pelaksanaan perusahaan yang seefisien mungkin. Untuk melaksanakan hal ini maka, APA selalu mempunyai suatu staf yang besar dan tenaga-tenaga ahli serta dilengkapi dengan alat-alat ilmiah yang canggih. Tidak hanya memiliki balai penyelidikan tetapi AVROS juga memiliki kebun-kebun percobaan.67

3. Bagian Urusan Keuangan dan Perekonomian

Bagian ini bertugas untuk mengatur seluruh penyediaan beras bagi perkebunan, menjadi perantara dalam pembelian maupun pembagian natura, pembelian mobil jeep, untuk kepentingan perkebunan, mengadakan pembicaraan mengenai biaya pengangkutan dengan kereta api, mengumpulkan informasi mengenai keperluan penyusunan bea keluar bagi pemerintah, dan mengadakan perundingan dengan organisasi-organisasi eksportir guna menetapkan syarat-syarat penjualan dari hasil perkebunan.68

4. Bagian Public Relations

Bagian public relations bertugas untuk memelihara hubungan antara AVROS, pengusaha perkebunan, pemerintah, dan juga pers. Hal ini dilakukan untuk

67


(30)

meminimalisir dan menghindari kesalahpahaman yang terjadi baik dalam tugas maupun tujuan organisasi dalam arti yang seluas-luasnya.69

5. Bagian Agraria

Tugas dari bagian agraria adalah mengurusi segala permasalahan agraria yang tidak sah dan mengurus peraturan canon dan cijn yangdiadakan bersama para anggota maupun pemerintah. 70

6. Bagian Dactyloscopie

Bagian dactyloscopie(daktiloskopi) bertugas untuk melaksanakan pendaftaran pada setiapa buruh yang bekerja di perkebunan-perkebunan. Bagian ini akan mengambil sidik jari dari setiap buruh yang bekerja di perkebunan dan kemudian menyimpannya. Sistem pengambilan sidik jari dilakukan, selain sebagai pengganti tanda tangan dari buruh karena tidak dapat menulis, tetapi juga sebagai bukti untuk mempermudah pencarian buruh apabila ada yang melarikan diri dari perkebunan ataupun beralih untuk bekerja di perkebunan lain.71

3.1.3 Sarana dan Prasarana

1. Gedung, Perumahan, Gudang (hong)

Gedung (kantor) merupakan sarana penting yang dibutuhkan sebagai sarana penunjang bagi AVROS. Gedung menjadi tempat bertemunya para pegawai AVROS

69

Ibid.

70

Ibid.

71


(31)

untuk bekerja, mengadakan rapat, dan lain-lain. Gedung yang dibangun dengan indah juga dapat menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mengalami perkembangan dan kemajuan yang baik, sehingga dapat memberikan kebanggaan bagi pemiliknya.

Sama halnya seperti AVROS yang memiliki beberapa gedung yang tidak hanya berada di Sumatera Timur tetapi juga di daerah Jawa (Semarang dan Bandung). Di Sumatera Timur, AVROS memiliki gedung yang dijadikan sebagai kantor, antara lain gedung AVROS di jalan Sukamulia72 dan gedung penelitian APA di Kampung Baru.73

1. Perusahaan Langereis dengan tawarannya sebesar 119.000 gulden.

Pembangunan gedung AVROS di jalan Sukamulia dimulai sejak bulan Februari 1918, dimana AVROS melakukan tender untuk proyek pembangunan gedung AVROS. Beberapa perusahaan kontraktor terlihat mengikuti tender ini, perusahaan-perusahaan tersebut antara lain:

2. Perusahaan Metz dengan tawarannya 138.000 gulden. 3. Perusahaan Bennik dengan tawarannya 142.000 gulden, dan

4. Perusahaan Meeuwse dengan tawarannya sebesar 187.000 gulden. 74

Angka-angka yang ditawarkan pada tender proyek ini jelas menunjukkan bahwa untuk pembangunan gedung AVROS diserahkan kepada Perusahaan

72

Lihat lampiran II. 73


(32)

Langereis.75 Sebagai arsitek pembangunan gedung AVROS diserahkan kepada G. H. Mulder. Di tangan arsitek ini, gedung AVROS dibangun dengan gaya art- neauvo yang pada saat itu gaya ini memang sedang sangat minati.76

Pembangunan gedung AVROS memakan waktu tiga bulan lamanya. Setelah selesai gedung AVROS diperindah dengan perabotan dan perlengkapan kayu untuk ruang bagian dalam. Untuk perabotan AVROS, sebagaian besar di pesan dari Firma Andriessen di Semarang. Seluruh gedung di cat berwarna kuning yang ditambah dengan hiasan hijau dan putih.77

Pada saat itu, gedung AVROS memang menjadi salah satu bangunan yang terindah di daerah kesawan, sampai ada pernyataan yang dikeluarkan oleh sebuah surat kabar yang mengusulkan untuk memberi nama di sekitar jalan dekat gedung AVROS dengan nama jalan AVROS.78

75

“Het AVROS Gebouw”, De Sumatra Post, 16 Februari 1918.

Pernyataan ini tentunya tidak hanya mengacu pada keindahan gedung AVROS, tetapi lebih dari itu kontribusi AVROS terhadap perkembangan ekonomi perkebunan yang sebenarnya membuatnya lebih dikenal.

76

Art Nouveau adalah sebuah gaya arsitektur yang muncul pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Prinsip dasar dalam gaya arsitektur ini adalah ekspresi unsur-unsur utilitarian dari suatu bangunan (perencanaan, metode konstruksi, dan bahan) melalui citra artistik. Dalam sintesis artistik bangunan-bangunan yang memakai gaya art-nouveau, dekor ornamental tidak begitu menentukan esensi dari gayanya. Ornamen-ornamen dekoratif justru lebih sering mengambil bentuk dan merupakan

ciri khas dari art nouveau. “Art Nouveau di Riga”

diunduh tanggal 20 Januari 2015. 77

“De AVROS”, De Sumatra Post, 26 Maret 1919. 78


(33)

Selain pembangunan gedung AVROS di jalan Sukamulia, AVROS juga melakukan pembangunan gedung laboratorium APA yang ditujukan sebagai balai penyelidikan AVROS. Pembangunan gedung ini diserahkan kepada seorang arsitek yang sama dengan yang membangun gedung AVROS di jalan Sukamulia, yaitu G.H. Mulder. Bangunan ini bergaya klasik Eropa (art- neauvo juga)yang dibangun pada tahun 1917-1918. Di lingkungan bangunan APA ini juga dilengkapi dengan rumah-rumah dinas yang dibangun untuk para pegawainya dan berada tepat di depan gedung APA.79

“Seluruh kompleks bangunan yang didirikan oleh AVROS mencapai harga seperempat juta gulden. Menurut apa yang diketahui, di sana ada sebuah gedung yang digunakan bagi pusat percobaan, sebuah rumah direktur, rumah-rumah bagi para asisten, dan sebagainya. Seluruhnya dikerjakan oleh Firma J.W. Metz dan berada di bawah pengawasan arsitek G.H. Mulder.”

Berikut mengenai keterangannya:

80

Selain kedua gedung ini, AVROS juga memiliki gedung atau kantor lain seperti kantor JIB di Glugur, kantor ADEK di Bandung, kantor VEDA di Semarang, serta kantor AVROS di Jakarta dan Kotaraja yang bertindak sebagai kantor perwakilan.81

79

Lucas Partanda Koestoro, dkk., Medan, Kota di Pesisir Timur Sumatera dan Peninggalan Tuanya, dalam Berita Penelitian Arkeologi Medan No. 28, Medan: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan - Balai Arkeologi Medan, Medan, hlm. 71-72.

80


(34)

Gudang (hong) juga merupakan merupakan salah satu fasilitas yang dibutuhkan dan dimiliki oleh AVROS. Gudang yang dimiliki oleh AVROS berada di Glugur, fungsi dari gudang tersebut adalah sebagai tempat penyimpanan beras ataupun sebagai depot penampungan sementara bagi para buruh yang baru tiba dari luar Sumatera Timur.82

2. Kereta Api, Kapal laut, dan Kereta yang Menggunakan Hewan Penarik. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting bagi perkebunan. Dengan adanya transportasi, maka akan lebih memudahkan dan mempercepat proses pengangkutan barang maupun jasa keluar maupun kedalam lingkungan perkebunan. Transportasi-transportasi yang dimaksud ini bukan merupakan transportasi milik AVROS, tetapi sarana ini digunakan oleh AVROS. Transportasi ini biasanya mengangkut hasil panen perkebunan, barang-barang yang dibutuhkan perkebunan ataupun pengangkutan buruh. Transportasi yang digunakan oleh AVROS berupa kereta api, Deli Spoorweg Maatschappij (DSM). DSM yang telah berdiri sejak 1883, pada awalnya membuka jalur-jalurnya untuk wilayah perkebunan tembakau. Kemudian pada tahun 1903 dibukalah jalur ke wilayah-wilayah perkebunan karet, jalur yang dibuka dari Lubuk Pakam ke Tebing Tinggi kemudian ke Bangun Purba. Pada tahun 1904 di buka lagi jalur dari Binjai ke Pangkalan Brandan. Jalur baru kemudian dibuka kembali untuk tanaman baru dari Tebing Tinggi ke Tanjung Balai

82


(35)

sepanjang 110 km dan dari Tebing Tinggi ke Siantar sepanjang 46 km.83

Perjalanan yang tidak dapat ditempuh melalui jalur darat, membuat jenis tranportasi laut menjadi pilihan yang tepat. Dalam hal pengangkutan buruh yang berasal dari luar Sumatera Timur seperti Pulau Jawa, maka dilakukan penyebrangan melalui jalur ini dilakukan dengan menggunakan jasa dariKoninklijke Paketvaart Maatschappij atau KPM. Kepentingan seperti pengangkutan buruh dari satu daerah ke daerah lain atau pengangkutan buruh Jawa ke Sumatera Timur, memang sangat dibutuhkan. Sehingga dalam hal ini, AVROS menjalin kerjasama dengan KPM untuk memastikan bahwa AVROS akan selalu mendapatkan tempat untuk pengangkutan buruhnya masuk dan keluar Sumatera Timur.

Pembukaan jalur-jalur kereta api yang menuju area perkebunan karet ini menunjukkan bahwa adanya kerjasama atau hubungan antar AVROS dan DSM yang tentunya akan mempermudah proses pengangkutan barang maupun manusia.

84

Perkembangan yang dialami oleh perkebunan sejak masa kolonial sangatlah penting. Walaupun telah bermunculan sarana transportasi modern pada saat itu, namun kereta yang biasa ditarik dengan tenaga hewan seperti sapi, ternyata masih digunakan pada saat itu. Pada tahun 1910, di Sumatera Timur sempat diberlakukan larangan impor ternak dari Asia maupun Afrika dengan pengecualian hewan ternak biak yang terhitung sejak 1911. Hal ini diberlakukan sehubungan dengan

83

Descriptive Catalogue of Their Exhibit with a Short Review of the Agricultural District of the East Sumatra and Acheen. Batavia: International Rubber Congress, 1914, hlm. 6-7


(36)

mewabahnya penyakit pes pada hewan ternak saat itu. Seperti yang telah disebutkan, bahwa kebutuhan akan hewan penarik yaitu sapi sangat mendesak pada saat itu. Dalam masalah ini, ketua AVROS yaitu Van Ris, mencoba untuk membuat permohonan sekaligus pengajuan keberatan kepada Gubernur Jendral Hindia Belanda atas larangan impor ternak ini.85

Sebagai hewan penarik kereta yang mengangkut hasil panen, sebenarnya larangan impor hewan ternak ini tidak begitu berdampak pada tanaman karet. Justru lebih berdampak pada tanaman tembakau dan kopi, karena hasil panennya harus secepatnya diolah. Sedangkan pada perkebunan karet, sebenarnya yang menjadi permasalahan adalah kondisi dari perkebunan karet yang pada saat itu masih dalam tahap perkembangan, membuat jalan-jalan menuju daerah yang baru dieksploitasi letaknya sangat jauh dan sulit dilalui, sehingga jumlah hewan penarik yang dibutuhkan juga tiga kali besarnya seperti dalam kondisi normal.86

Penyakit pes yang menjangkiti hewan ternak, pada saat itu memang sedang mewabah dan penyebarannya juga cepat sekali, sehingga membuat Pemerintah Hindia Belanda memberlakukan larangan impor sapi terutama dari India. Hewan ternak impor ini ditakutkan akan menularkan penyakitnya pada hewan ternak lokal. Untuk memenuhi kebutuhan hewan ternak yang terhambat akibat larangan impor ini,

85

Besluit van den Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie van den 11 Januari 1911 No.14.

86


(37)

maka pernah dilakukan impor hewan ternak dari Bali, Madura, dan Australia, namun tidak berhasil karena tingkat kematian tinggi, yang disebabkan oleh kurangnya daya tahan tubuh hewan ternak sehingga terkena penyakit ternak. Kendati gagal, namun percobaan ini terus dilakukan.87

Alternatif lain yang dilakukan adalah dengan menggantikan sapi dengan kerbau. Bagi perkebunan karet tidak terjadi keberatan atas hal ini. Kerbau memang dapat dibeli dalam jumlah memadai dan ketersediaannya juga banyak di seluruh Hindia Belanda, namun hal ini akan menjadi masalah untuk perkebunan kopi maupun tembakau. Hewan kerbau lebih cepat kehabisan tenaga saat menarik beban daripada sapi. Sedangkan hasil panen kopi maupun tembakau harus segera disimpan di gudang ataupun segera difermentasikan, dan tidak boleh sampai malam hari, sehingga sapi lebih dipilih sebagai hewan penarik.88

Buruh merupakan salah satu faktor pokok dalam menjalankan industri perkebunan, namun faktor pokok ini juga sangat sulit untuk didapatkan di SumateraTimur. Untuk mengatasi persoalan pengadaan buruh ini, maka didatangkanlah buruh dari Jawa maupun Cina. Dalam mendatangkan buruh-buruh ini

3.2 Peran AVROS dalam Perusahaan Perkebunan 3.2.1 Perekrutan Buruh

87


(38)

dibutuhkan biaya yang besar. Pengeluaran yang besar untuk mendatangkan buruh, membuat pihak perkebunan harus mengikat mereka dengan kontrak kerja. Untuk mendapatkan buruh, pada awalnya perkebunan menggunakan jasa broker, tetapi sering sekali buruh-buruh yang direkrut oleh broker ini adalah orang-orang buangan yang tak diinginkan di tempat asalnya, maupun perkebunan karena dianggap merugikan.89

Pada akhir abad ke-19, mulai bermunculan lembaga-lembaga perekrutan barat, atau biasa disebut juga agensi pribadi perekrut buruh, diantaranya Indrapoera Trading Company, kantor imigrasi J.C.De. Jong, dan A. Siemsens & Co. Agensi-agensi pribadi ini biasanya mengiklankan jasanya lewat surat kabar seperti Deli Courant.Setelah adanya AVROS, maka perusahaan-perusahaan perkebunan yang memutuskan bergabung menjadi anggota AVROS sudah tidak lagi menggunakan jasa broker maupun agensi-agensi pribadi ini. AVROS mengambilalih penanganan pengadaan buruh untuk para anggotanya.90

Untuk melihat perekrutan yang dilakukan oleh AVROS, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

89

Mubyarto, dkk,Tanah dan tenaga Kerja Perkebunan : Kajian Sosial Ekonomi, Yogyakarta: Penerbit Aditya Media, 1993, hlm. 29. Lihat juga, Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto Nugroho, Sejarah Nasional Indonesia IV, Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984, hlm. 142-143.

90

Yoko Hayashi, , “Agencies and Clients: Labour Recruitment in Java 1870s-1950s”, dalam


(39)

Tabel. I : Jumlah Buruh Kontrak Jawa yang Direkrut oleh AVROS

No. Tahun Buruh Kontrak Jawa

1. 1911 34.926 orang

2. 1912 27.360 orang

3. 1913 22.861 orang

4. 1914 13.845 orang

Sumber: Jaarverslag van de Algemeene Vereeniging van Rubberplanters ter Oostkust

van Sumatra 1 Juli 1914 - Juni 1915, Medan: TYP.Varekamp, Tanpa Tahun Terbit,hlm. 8.

Dari tabel diatas, dapat diterangkan bahwa perekrutan yang dilakukan oleh AVROS sejak tahun 1911 hingga tahun 1914, jumlahnya terus berkurang. Hal ini disebabkan oleh dampak dari mulai pecahnya Perang Eropa (Perang Dunia I). Pecahnya perang dunia pertama ternyata mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan perkebunan, kemampuan perusahaan untuk membayar upah buruh semakin menurun sehingga, perekrutan buruh yang dilakukan oleh AVROS juga semakin menurun.91

Selain itu, terjadi persaingan antara perhimpunan-perhimpunan pengusaha perkebunan dan agensi pribadi dalam hal perekrutan buruh. Hal ini dapat dilihat pada tahun 1919, sebanyak 42.500 orang buruh kontrak Jawa yang berada di bawah kontrak yang bekerja pada perkebunan-perkebunan yang ada di Sumatera Timur. Dimana buruh yang direkrut oleh ADEK sebanyak 35.959 orang, yang direkrut oleh


(40)

DPV melalui laukehsebanyak 2.037 orang, dan Agensi pribadi sebanyak 4.504 orang. Dari jumlah buruh kontrak yang dapat direkrut oleh ADEK, DPV, maupun agensi pribadi ini, dapat dilihat AVROS tetap menjadi agen perekrut buruh yang paling diminati.92

Seperti yang kita sebutkan di sebagian penerbitan sebelumnya, menurut sebuah berita telegram dari Surabaya, Tuan C.F.B. Watrin, ajun inspektur dinas tenaga kerja, akan memegang jabatan dalam dinas emigrasi AVROS.

AVROS selalu menjalin dan menjaga hubungan baik dengan pemerintah Hindia Belanda, hal ini karena AVROS dan pemerintah saling membutuhkan. Selain itu, hubungan ini juga dijalin untuk mempermudah lobi yang dilakukan AVROS dalam menjalankan perekrutan buruh.

93

92

Hayashi, op.cit.,hlm. 10.

93

De AVROS”, De Sumatera Post, 6 Januari 1919.

Dari keterangan tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa AVROS juga menjadikan pejabat-pejabat pemerintahan sebagai anggota dari perhimpunannya. Jabatan yang diberikan oleh AVROS kepada seorang pejabat pemerintahan tersebut bukanlah tanpa sebab, dilihat dari keterangannya bahwa pejabat tersebut merupakan seorang inspektur dinas tenaga kerja yang masih aktif, maka sangat tepat untuk menempatkannya dibagian emigrasi AVROS. Hal ini dikarenakan dengan menempatkan orang tersebut, maka mempermudah AVROS di bidang emigrasi buruh.


(41)

Walaupun DPV tidak bersedia untuk bersatu dengan AVROS, namun bukan berarti kedua organisasi ini tidak menjalin kerja sama. Agar perusahaan-perusahaan perkebunan yang ada di Sumatera Timur masuk menjadi anggota kedua perhimpunan ini, maka AVROS dan DPV membuat kesepakatan sebagai berikut:

Menurut sebuah surat yang diterima di sini dari kantor perekrutan kuli di Jawa, kesepakatan dicapai antara AVROS dan DPV pertama-tama untuk melaksanakan pesanan mereka, sehingga perusaaan-perusahaan yang tidak ikut bergabung akan mengalami kesulitan dalam merekrut tenaga kuli.94

Tidak hanya melakukan perekrutan buruh untuk dipekerjakan pada perkebunan yang telah menjadi anggotanya, AVROS juga bertugas untuk mengembalikan atau memulangkan kembali buruh-buruh perkebunan ke daerah asalnya. Salah satu contoh yaitu pada saat terjadi krisis ekonomi dunia. Akibat dari krisis ekonomi ini, banyak industri-industri di Eropa, Amerika, atau dunia ketiga lainnya mengambil kebijakan untuk melakukan pemecatan dalam skala besar terhadap para buruh kontrak.

Keterangan diatas tidak hanya memperlihatkan kerja sama yang dilakukan oleh AVROS, tetapi juga memperlihatkan salah satu “trik” atau cara yang digunakan AVROS agar para pengusaha perkebunan masuk dan menjadi anggota AVROS. Dengan cara ini AVROS akan menjadi perhimpunan yang lebih besar lagi dan keuntungannya juga akan semakin bertambah.

95

94


(42)

Takut kalau nantinya akan terjadi peningkatan kemiskinan yang signifikan di Sumatera Timur, maka pengusaha mengambil langkah untuk memulangkan sebagian besar buruh yang telah dipecat ke tempat asalnya. Keputusan pengusaha ini didukung penuh oleh pemerintah. Karena jika tingkat kemiskinan semakin tinggi di suatu daerah, maka dapat dipastikan bahwa tingkat kejahatan akan meningkat juga. Untuk memulangkan buruh ke tempat asalnya, maka AVROS meminta data jumlah buruh yang akan dipulangkan. Kemudian AVROS akan berkoordinasi dengan pihak KPM yang akan dipakai jasanya untuk memulangkan buruh ke daerahnya masing-masing. Jumlah buruh yang ada di Sumatera Timur sebelum terjadinya krisis ekonomi dunia yaitu 336.000 orang. Antara tahun 1930-1933 hampir 50% buruh telah dipecat atau diputus kontraknya, sehingga tinggal 170.000 orang saja yang masih bekerja sebagai buruh di perkebunan-perkebunan Sumatera Timur.96

Sudah menjadi tugas AVROS untuk memberikan kemajuan pada perusahaan perkebunan yang telah menjadi anggotanya. Untuk itu salah satu cara yang digunakan oleh AVROS dengan membuka sebuah kebun percobaan (proeftuin) di daerah Aek Pantjur atau Sungai Pancur yang nantinya dapat dijadikan contoh bagi anggotanya. Pembukaan kebun percobaan ini ternyata juga berdampak positif terhadap daerah sekitar tempat kebun percobaan tersebut

3.2.2 Penelitian

96


(43)

berada yaitu dibukanya jalan baru menuju kebun percobaan tersebut. Dengan dibukanya jalan ini, maka lebih memudahkan prasarana di daerah tersebut.97

AVROS juga memiliki balai penyelidikan98 sendiri yang diberi nama Algemeene Proefstation der AVROS (APA) dan didirikan pada tanggal 26 September 1916.99Untuk mendukung kegiatan penelitian yang dilakukan oleh APA, maka dibangun gedung APA yang berfungsi sebagai laboratorium penelitian (proefstation) . Laboratorium ini dibangun di daerah Kampung Baru yang terletak di Jalan Istana (paleis).100

Pendirian APA juga terinspirasi peningkatan yang dialami oleh industri perkebunan tembakau setelah DPV mendirikan balai penyelidikannya sendiri dengan nama Deli Proef Station (DPS). Perbaikan metode produksi yang diadakan oleh DPS berhasil untuk meningkatkan kualitas tembakau Deli. Pendirian balai penyelidikan seperti APA maupun DPS tentunya bertujuan untuk menghasilkan informasi serta

97

“Weg naar het nieuw Proefstation” ,De Sumatra Post, 9 Maret 1914. 98

Sejak tahun 1887 sebenarnya sudah banyak bermunculan balai penyelidikan di Hindia belanda seperti s’Land Plantetuin (Kebun Raya Bogor), Deli Proefstation di Medan,

Tabakproefstation te Klaten, Proefstation voor Cacao di Salatiga yang kemudian berganti nama menjadi Algemeene Proefstation voor de Bergcultures, dan Proefstation voor Thee di Sukabumi. Kemunculan dari balai-balai penyelidikan ini kemudian menarik perhatian dari Gubernur Jendral Hindia Belanda Joannes Benedictus Van Heutsz yang kemudian memerintahkan kepada G.H.Ch.Hart dan W.J. de Jonge untuk mengadakan penyelidikan terhadap balai penelitian yang ada pada saat itu. Perjalanan penyelidikan ini berlangsung hingga tahun 1933.Ujang Rumanto, “Nasionalisasi Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslit Koka) Jember Tahun 1957-1962”, Skripsi belum diterbitkan, Jember: Universitas Jember, 2008, hlm. 30-32.

99

Sjafrul Latif dan Hendra Purba, 90 Tahun Penelitian Kelapa Sawit Indonesia, Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit(PPKS) dan Perisindo Jaya, Medan, 2007, hlm.31.


(44)

penemuan-penemuan baru yang berguna bagi perkebunan. Hasil dari penelitian-penelitian ini digunakan untuk mempercepat dan mempermudah proses produksi, sehingga nantinya memberikan keuntungan yang lebih besar dan cepat pula pada pengusaha. Semakin cepat pengusaha mendapatkan keuntungan maka semakin cepat pula keuntungan didapatkan oleh pengusaha yang kemudian sebagian keuntungannya akan diberikan sebagai devisa kepada negara induk.101

Direktur pertama APA bernama A.A.L. Rutgers dan staf yang dipekerjakan untuk melakukan penelitian merupakan tenaga-tenaga ahli dan peneliti-peneliti yang handal.102

Aneta mengabari kita bahwa menurut Soerabajasch Handelsblad, Tuan Ultee direktur pusat percobaan di Malang menerima jabatan sebagai direktur pusat percobaan AVROS.

Pemilihan yang selektif juga dilakukan APA untuk memberikan posisi yang strategis sebagai pimpinan balai penyelidikan ini. Hal ini dapat terlihat pada potongan berita berikut:

103

Pengangkatan Ultee sebagai direktur pusat percobaan AVROS dianggap tepat karena Ultee sendiri sebelumnya pernah menjadi direktur di pusat penelitian Besoekisch Proefstation sejak tahun 1911. Pengalaman yang dimiliki oleh Ultee selama menjabat sebagai pimpinan di Besoekisch Proefstation dan ditambah lagi

101

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto Nugroho, Sejarah Nasional Indonesia IV, Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984, hlm. 141.

102

Sjafrul Latif, loc.cit. 103


(45)

dengan keahliannya sebagai seorang ahli kimia (scheikundige) membuatnya menjadi orang yang tepat untuk menjadi direktur di pusat percobaan AVROS.104

APA bertugas untuk melakukan investigasi terhadap botani, kimia dan pertanian.105 APA terbukti sangat berguna bagi perkebunan dengan mengadakan penelitian mengenai aspek-aspek perkaretan, menyediakan bibit-bibit unggul untuk para anggotanya, menangani masalah hama penyakit, pemeliharaan tanaman, dan mengembangkan metode-metode baru untuk pengembangbiakan tanaman dengan tepat dan efektif.106

Balai penyelidikan AVROS sering kali mengadakan pertemuan-pertemuan dengan tujuan untuk memberikan ceramah-ceramah dan pandangan mengenai keuntungan dalam industri perkebunan. Salah satunya memberikan pandangan Pendirian APA sebenarnya merupakan hal yang sangat menguntungkan bagi anggota AVROS. Dengan adanya lembaga ini, maka anggota AVROS akan dapat menghemat biaya pengeluaran perkebunan, karena untuk melakukan dan membuat sebuah tempat penelitian pasti memakan biaya yang sangat besar, belum lagi kemungkinan-kemugkinan kegagalan dalam melakukan penelitian, sehingga pasti akan menelan banyak biaya.

104

Rumanto, op.cit.,hlm. 36. 105

J. Paulus., 1917, Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie, Deel II,‘s-Gravengage: Martinus Nijhoff; Leiden: Brill, hlm.1507.


(46)

mengenai prospek dari tanaman karet yang merupakan tanaman yang banyak sekali memberikan keuntungan besar kepada pengusahanya, sehingga banyak sekali yang tertarik untuk melakukan pembudidayaan tanaman ini. Untuk itu AVROS sering sekali mengadakan pertemuan untuk membahas tentang keuntungan yang dapat diperoleh oleh tanaman karet. Hal ini dapat terlihat dari kutipan salah satu surat kabar berikut :

Pada pagi hari ini AVROS mengadakan sebuah rapat yang banyak pengunjungnya. Setelah Selesai, A.W.K. de Jong mengadakan sebuah ceramah yang sangat menarik: ekonomi dalam usaha karet. Suatu tinjauan tentang ceramah ini akan kami terbitkan besok pagi.107

Prospek tanaman karet yang terlihat semakin menjanjikan membuat peminatnya juga semakin bertambah banyak, sehingga AVROS semakin sering memberikan informasi yang membahas tentang tanaman tahunan. Sebagai lanjutan dari ceramah yang disampaikan oleh A.W.K. de Jong yang diadakan pada tanggal 29 September 1927, direktur balai penyelidikan ini kembali mengadakan ceramah yang membahas tentang kesuburan tanah khususnya sehubungan dengan pembibitan tanaman tahunan.108

Zaman malaise yang merupakan masa-masa sukar yang sempat melanda dunia ternyata juga berdampak pada APA. Di bawah kepemimpinan A.W.K. de Jonge, APA sempat menghadapi tekanan pada zaman yang terjadi pada tahun

107

“De AVROS”, De Sumatra Post, 29 September 1927. 108


(47)

an. Setelah melewati masa-masa sukar ini, APA kembali berkembang di bawah pimpinan A.D. d’Angremond hingga pecahnya perang dunia kedua.109

Dalam perkembangannya APA tidak hanya melakukan penelitian pada tanaman karet (rubber research), tetapi juga dalam penelitian kelapa sawit (oil palm research). Penelitian terhadap kelapa sawit ini sejalan dengan awal penanaman kelapa sawit di Sumatera Timur. Sebelum kelapa sawit ditanam sebagai tanaman komersial, tanaman ini sebenarnya sudah ada ditanam di Sumatera Timur, tetapi hanya dijadikan sebagai tanaman hias (ornamental). Pada tahun 1911 tercatatlah bahwa perkebunan kelapa sawit pertama di Sumatera Timur berada di Tanah Itam Ulu dan Karang Inom di Aceh.110

Seiring dengan semakin tingginya pasar permintaan untuk kelapa sawit, maka penelitian kelapa sawit pada saat itu difokuskan pada peningkatan produksi dari tanaman ini. Salah satu penyebab dari semakin tingginya permintaan akan kelapa sawit adalah peralihan dari penggunaan minyak kelapa ke minyak kelapa sawit. Mengerti akan semakin tingginya permintaan minyak yang berasal dari kelapa sawit, maka APA juga memberikan ceramah yang disampaikan oleh H.R. Blommendaal

yang merupakan kepala ahli kimia(Hoofd Scheikundige

109


(48)

Afdeeling)111

Ceramah yang disampaikan oleh H.R. Blommendaal dari pusat percobaan AVROS, pada rapat umum luar biasa tanggal 5 Juni mengenai pengolahan minyak kelapa sawit dan kami telah menerbitkan laporan panjang lebar dalam koran kita, kini dicetak sebagai penerbitan dari pusat percobaan AVROS, seri umum nomor 21.

membahastentang pengolahan minyak kelapa sawit. Berita mengenai hal ini dapat dilihat pada potongan surat kabar berikut ini:

112

Hasil dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh lembaga penelitian AVROS kemudian akan dipublikasikan. Lembaga penelitian milik AVROS tidak hanya berjasa pada penelitian karet tetapi juga pada penelitian kelapa sawit dan tanaman keras lainnya, yang akhirnya memiliki banyak sekali manfaat. Hasil dari penelitian AVROS diterbitkan dalam bentuk buku maupun laporan dan diterjemahkan dalam berbagai bahasa, antara lain, Belanda, Inggris, Jerman, dan Perancis. Hasil dari penelitian yang dipublikasikan ini telah menjadikan APA terkenal di kalangan dunia internasional sebagai salah satu balai penyelidikan yang berjasa dalam “estate agricultural research”.113

Seperti yang telah diketahui bahwa pada masa kolonial, daerah Sumatera Timur dieksploitasi menjadi perkebunan yang ditanami oleh tanaman-tanaman

3.2.3 Penyaluran Pangan Bagi Perkebunan

111

J. Paulus., loc.cit.

112

“Palmoliebereiding”, De Sumatra Post, 22 Agustus 1925. 113


(49)

komersial. Pada saat itu para pengusaha perkebunan hanya memusatkan perhatiannya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari tanaman komersial, namun pihak perkebunan kurang memberikan perhatiannya terhadap kebutuhan tanaman pangan di Sumatera Timur. Akibatnya daerah Sumatera Timur menjadi daerah yang kekurangan bahan pangan terutama beras. Namun, tidak semua daerah di Sumatera Timur mengalami kekurangan pangan. Ada beberapa daerah di Sumatera Timur yang memang memiliki lahan untuk menanam tanaman pangan guna memenuhi kebutuhan pangan mereka, diantaranya Serdang, Langkat, Asahan, dan Simalungun. Setelah AVROS didirikan, maka urusan untuk memenuhi kebutuhan pangan terutama beras bagi para anggotanya telah menjadi salah satu tugas dari AVROS.114

Pada awalnya, AVROS tidak memiliki tugas untuk memenuhi kebutuhan pangan di perkebunan.115

….dan sejauh diperlukan mendorong pengangkutan rutin bahan makanan dan kebutuhan lainnya bagi perkebunan yang bergabung….

Tetapi dalam perkembangannya, AVROS memasukkan kegiatan penyaluran bahan pangan ini ke dalam pasal 2 yang ada pada anggaran dasarnya. Hal ini terdapat pada kutipan berikut :

116

114

Karl J. Pelzer, Toean Keboen Dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria,

Jakarta: Sinar Harapan, 1985, hlm.155-156. 115

Lihat Besluit pertama AVROS, di dalam pasal-pasalnya belum tertera tugas AVROS untuk menyalurkan pangan (beras) kepada anggotanya.Besluit van den…31 OKT 1910.No.34.


(50)

AVROS melakukan pengangkutan beras secara rutin bagi anggotanya yang memang membutuhkan. Impor beras ke Sumatera Timur biasanya dilakukan oleh beberapa daerah yang memang surplus beras. Daerah-daerah tersebut antara lain, Penang, Bangkok, Rangon, Saigon, dan Jawa.117

Pada awal pecahnya perang di Eropa (perang dunia pertama) tahun 1914, yaitu di saat Jerman, Rusia, dan Prancis mulai bermusuhan, ternyata berdampak terhadap kemampuan perkebunan untuk melakukan pembayaran upah buruh dan pembelian beras. Pada tanggal 3 Agustus 1914, diadakan sebuah pertemuan besar di Medan yang membahas tentang langkah-langkah yang akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan beras bagi daerah Sumatera Timur. Pertemuan besar ini dipimpin oleh residen Sumatera Timur dan dihadiri oleh perwakilan dari pengusaha perkebunan (dalam hal ini diwakili oleh AVROS dan DPV).118

Dari hasil pertemuan ini, maka diputuskan untuk melakukan pembelian beras yang setidaknya cukup untuk persediaan mereka selama dua bulan. Jumlah beras yang diputuskan untuk dibeli sebanyak 120.000 karung beras yang nantinya akan dibagi menjadi tiga. Pambagiannya yaitu sebagai berikut, 50.000 karung

117

Jaarverslag van de….1 Juli 1914 -Juni 1915,op.cit.,hlm. 7. 118


(51)

diperuntukkan bagi anggota AVROS, 40.000 karung untuk anggota DPV, dan 30.000 untuk pemerintah.119

Atas permohonan dari mereka yang telah membeli beras dari Bangkok, AVROS menerima berita telegram bahwa harganya turun sampai f 12,80 per pikul dan pasar perlahan-lahan membaik….

Pada tahun 1919, perkebunan-perkebunan yang ada di Sumatera Timur mendapat kabar baik mengenai harga beras. Dengan turunnya harga beras, artinya perkebunan akan dapat lebih menghemat pengeluarannya.

120

Kebutuhan beras impor dari luar wilayah Hindia Belanda ternyata tidak hanya dirasakan oleh Sumatera Timur, Jawa yang juga menjadi salah daerah penghasil beras ternyata juga masih membutuhkan beras impor untuk memenuhi kebutuhan pangannya. AVROS sendiri dengan jumlah anggota yang terhitung besar juga terus melakukan impor beras. Pada bulan Maret 1919, AVROS menerima beras yang baru tiba dari Bangkok dengan diangkut oleh kapal Van Cloon sebanyak 5000 ton atau sama dengan 50.000 karung beras. Seperti yang telah disinggung bahwa daerah lain diluar Sumatera Timur juga melakukan impor beras. Terlihat sesaat setelah kapal Van Cloon mengantarkan beras untuk AVROS, kapal ini segera kembali ke Bangkok untuk mengambil beras baik bagi Jawa maupun Deli.121

119

1 karung = 100 kg. Ibid.

120


(52)

Mengingat ketergantungan Sumatera Timur pada beras impor yang begitu besar, maka pada tahun 1939 pemerintah kolonial memutuskan untuk memerintahkan perkebunan-perkebunan agar menyisihkan tanahnya seluas 40.000 hektar untuk ditanami tanaman pangan. Sedangkan impor beras terutama untuk kebutuhan perkebunan masih terus berlanjut hingga menjelang masuknya Jepang ke Hindia Belanda.122

Masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda dimulai sejak keberhasilan Penguasa Jepang mengeluarkan pasukan kolonial Belanda pada tahun 1942. Sumatera Timur yang merupakan wilayah perkebunan besar dan pertambangan dianggap sebagai lahan potensial oleh Jepang untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan bahan mentah yang sangat diperlukan dalam Perang Asia Timur Raya.Kemenangan Jepang atas perang tersebut, membuat pihak sekutu mengalami kerugian yang sangat besar. Seluruh aset milik Belanda diambil alih penguasa Jepang. Hal ini terjadi karena pihak sekutu harus merelakan hartanya dikuasai Jepang, termasuk didalamnya perkebunan dan industri asing lainnya yang ada di Sumatera Timur. Orang-orang sipil Belanda atau orang asing lainnya yang ikut berperang menjadi tahanan Jepangataupun kembali ke negara asalnya. Namun, sebahagian kecil dari para

3.3 AVROS PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG

122


(53)

pengusaha perkebunan asing ini tetap dipertahankan sebagai administratur perkebunan.123

Setelah Jepang berhasil menguasai harta dari pihak kolonial, Jepang lalu mendirikan perusahaannya sendiri di Medan yang diberi nama Tekisan Kanri Bu.Beberapa administratur perkebunan yang berasal dari perusahaan-perusahaan besar seperti HAPM, SOCFIN dan HVA yang notabenenya merupakan anggota AVROS tetap tinggal dan ikut bergabung dalam suatu badan yang dibentuk oleh Jepang pada pertengahan tahun 1942 yaitu Noyen Renggo Kai.124Badan ini bertugas untuk mengurusi urusan perkebunan dan menjual hasilnya kepada pembeli yang sudah ditentukan. Badan ini memiliki tugas sebagai konsultan dalam perencanaan manajemen baru Jepang. Noyen Renggo Kaiberkantor pusat di Medan, yang dipimpin oleh sekelompok orang Jepang dan staf-stafnya sebagian besar terdiri dari orang-orang Eropa yang bertindak selaku penasihat yang berada di bawah pembinaan perusahaan besar swasta milik Jepang.125

Selain mengambil alih perkebunan dan juga industri lainnya, Jepang juga mengambil alih aset lainnya milik Belanda, salah satunya perhimpunan AVROS. Pada masa pemerintahan kolonial, AVROS merupakan suatu badan yang memiliki peran sangat penting di dalam perkebunan. AVROS juga memiliki hubungan yang

123

Ibid., hlm.152. 124

Tengku Lukman Sinar, Sejarah medan tempo doeloe, Medan: Perwira, 1994, hlm.112. ,


(54)

baik serta menjalin kerjasama dengan pemerintah kolonial. Pada masa pendudukan, perhimpunan AVROS dibekukan oleh Jepang, namun pembekuan terhadap perhimpunan ini tidak lantas membuat seluruh bagian AVROS tidak berfungsi dan berperan sama sekali. Jepang juga memanfaatkan dan tetap mempertahankan apa yang mereka anggap penting dan bermanfaat untuk mereka. Salah satu bagian dari AVROS yang dianggap penting oleh Jepang pada saat itu adalah lembaga penelitian milik AVROS yaitu APA. APA merupakan lembaga penelitian yang didirikan oleh AVROS dan masih tetap dipertahankan dan dimanfaatkan oleh Jepang. Hanya saja, pada masa pendudukan Jepang APA berganti nama menjadi Gunseibu Medan Nogyo Kenkyusyo.126

Berbeda dengan masa kolonial dimana lembaga penelitian yang dibangun oleh AVROS digunakan untuk melakukan penelitian terhadap tanaman-tanaman yang dapat laku di pasaran dunia atau yang biasa disebut tanaman-tanaman komersial, pada masa pendudukan Jepang perhatian lebih ditujukan pada tanaman-tanaman untuk keperluan pangan seperti padi, jagung, kacang, umbi-umbian, dan ada juga pembuatan arak dari padi maupun jagung. Selain untuk tanaman pangan, Jepang juga melakukan penanaman tanaman serat untuk pembuatan kertas, barang-barang tembikar (potten bakkerij), rami, jarak, dan kapas. Tidak mengherankan jika Jepang lebih memprioritaskan tanaman-tanaman pangan daripada tanaman komersial,

126


(55)

mengingat pada saat itu Jepang sedang menghadapi Perang Asia Timur Raya, dimana Jepang harus memenuhi kebutuhan perang tersebut.127

Mengingat akan ketergantungan Sumatera Timur terhadap impor beras dari luar wilayah ini, membuat Jepang memperluas program produksi pangan secara besar-besaran. Jepang memerintahkan pada perkebunan-perkebunan yang ada di Sumatera Timur untuk melepaskan tanah seluas 160.000 hektar untuk ditanami tanaman pangan. Dengan diberlakukannya peraturan untuk memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri di setiap daerah, maka artinya peran AVROS untuk memenuhi kebutuhan pangan di perkebunan-perkebunan yang menjadi anggotanya sudah tidak berjalan lagi. Luas lahan yang diminta oleh Jepang untuk ditanami tanaman pangan ini empat kali lipat dari kewajiban yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial, sehingga perkebunan tembakau maupun tanaman keras lainnya harus dikorbankan agar lahannya dapat dijadikan sawah dan ladang jagung.128

Hasil panennya harus diserahkan pada Jepang yang kemudian akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan logistik perang. Penanaman bahan pangan ini dilakukan oleh bekas buruh perkebunan yang memang ditugaskan untuk melakukan penanaman tanaman pangan oleh Jepang. Hal inilah yang kemudian mengubah bekas buruh perkebunan ini menjadi penanam pangan. Hasil panen yang ternyata harus diserahkan

127

Ibid. 128


(56)

kepada Jepang akhirnya menimbulkan kelaparan bagi buruh dan membuat buruh harus memperluas cakupan lahan pertaniannya hingga ke tanah-tanah perkebunan. Pada masa pendudukan ini, Jepang juga banyak memobilisasi para imigran dari luar Sumatera Timur untuk datang dan ikut menduduki dan menggarap tanah-tanah perkebunan dan selanjutnya banyak tanah perkebunan yang dijadikan pemukiman bagi bekas buruh maupun para imigran ini.129

Selain tanaman pangan, tanaman lain yang tidak kalah pentingnya untuk ditanam adalah pohon jarak, dan kapas.130

129

Agustono, Budi, dkk., Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia vs PTPN II: Sengketa Tanah di Sumatera Utara, Bandung:AKATIGA Pusat Analisis Sosial. 1997, hlm.49.

130

Sebenarnya penanaman kapas telah dilakukan beberapa tahun sebelum sebelum masa pendudukan Jepang dimulai.Penanaman kapas ini telah ditanam di berbagai daerah dalam kawasan Hindia Belanda. Selama masa pendudukan Jepang, penduduk di Pulau Salier diperintahkan kepada penduduk Hindia Belanda untuk meningkatkan produksi kapas sekitar sepuluh kali lipat dan hasil dari panen kapas tersebut harus diserahkan kepada Jepang sebanyak 90% dengan harga yang telah ditetapkan.Shigeru Sato, “Labour Relation in Japanese Occupied Indonesia”, Amsterdam: Clara Working Paper, 2000, hlm. 16.

Sesuai dengan situasi perang saat itu, pohon jarak yang ditanam diolah menjadi minyak dan dijadikan sebagai bahan bakar untuk pesawat terbang, sedangkan kapas diolah menjadi bahan baku tekstil. `Penanaman kapas yang gencar dilakukan, ternyata hasilnya tidak dinikmati oleh penduduk, sehingga pada saat itu penduduk menggunakan pakaian yang terbuat dari karung goni. Jepang berusaha untuk menumbuhkan rami sebagai bahan baku pembuatan karung goni, namun usahanya masih jauh dari kata memuaskan. Akhirnya Jepang memutuskan untuk membuat karung goni yang berbahan baku sisal. Sisal merupakan serat yang sangat kasar dan biasanya digunakan untuk pintal. Sebagian


(57)

besar karung goni yang dibuat pada masa itu berbahan baku dari sisal dan dilengkapi dengan serat lainnya seperti sabut kelapa, daun nanas, dan rosella.131

Pengeboman kota Hiroshima dan Nagashaki yang dilakukan oleh Amerika pada tanggal 9 dan 14 Agustus 1945 telah menjadi awal berakhirnya masa pendudukan Jepang. Pada tahun itu juga Indonesia mendapatkan kemerdekaannya, dan AVROS diaktifkan kembali, sehingga seluruh bagian dalam tubuh AVROS juga kembali menjalankan tugasnya masing-masing. APA yang merupakan lembaga penelitian AVROS juga kembali untuk melakukan kegiatan penelitian seperti semula. Setelah masa pendudukan Jepang, APA dipimpin oleh Van Hell pada tahun 1945-1949 dan J. A. Maas pada tahun 1950-1951.132

131


(58)

BAB IV

AVROS PASCA KEMERDEKAAN INDONESIA

Pada bab IV ini membahas tentang AVROS pasca Indonesia merdeka hingga perubahan nama AVROS menjadi Gabungan Pengusaha Perkebunan Sumatera atau GAPPERSU. Pembahasannya diawali dengan situasi perkebunan pasca kemerdekaan yang mengalami perubahan besar sejak ditinggalkan oleh pengusaha perkebunan. Perkebunan yang menjadi latar belakang diberdirinya AVROS, pada pasca kemerdekaan mengalami permasalahan yang dapat mengganggu aktivitas maupun kelangsungan produksi industri perkebunan. Masalah yang datang justru berasal dari faktor-faktor pokok yaitu lahan dan buruh yang dapat mengancam kelangsungan perusahaan, sehingga sangat sulit untuk dapat berproduksi kembali seperti semula. Para pengusaha yang sudah tidak lagi menjadi tuan besar saat Indonesia telah merdeka, tidak dapat lagi dengan mudah dan leluasa untuk mendapatkan segala yang mereka inginkan.

Keadaan AVROS juga belum stabil setelah diaktifkan kembali dari pembekuan yang terjadi pada masa Jepang. Dalam keadaan seperti ini, AVROS tetap berperan sebagai wakil dari anggotanya yang terus melakukan upaya dengan meminta bantuan dan bekerja sama dengan pemerintah agar dapat mempertahankan kelangsungan perkebunan. Tidak hanya keberadaan para pengusaha dan perusahaan perkebunan yang terancam, tetapi juga eksistensi AVROS. Pada masa nasionalisasi,


(59)

AVROS yang notabene terdiri dari perusahaan-perusahaan asing ternyata masuk dalam daftar yang harus segera dinasionalisasikan, sehingga AVROS melakukan upaya untuk menyelamatkan diri. Pembahasan mengenai perubahan nama AVROS menjadi GAPPERSU merupakan penutup dari bab ini.

4.1 Situasi Perkebunan Pasca Kemerdekaan

Kekalahan yang dialami oleh Jepang saat melawan sekutu pada tahun 1945, membuat Jepang harus “angkat kaki” dari Indonesia. Berakhirnya kekuasaan Penguasa Jepang di Indonesia bukan berarti segala permasalahan yang dihadapi juga ikut berakhir, tetapi justru meninggalkan masalah-masalah baru, salah satunya terjadi di wilayah Sumatera Timur. Di Sumatera Timur telah terjadi kekacauan-kekacauan yang diakibatkan selama masa pendudukan Jepang. Di antara kekacauan yang paling parah terjadi pada lingkungan perkebunan.133

Dapat dilihat dari jumlah perkebunan yang ada di seluruh Indonesia tepatnya sebelum perang berjumlah sekitar 1530 buah. Perkebunan-perkebunan ini dimiliki oleh para pengusaha yang berasal dari berbagai bangsa, antara lain Belanda memiliki 673 kebun, Inggris dengan 204 kebun, Amerika 9 kebun, Belgia 45 kebun, Prancis 26 kebun, Swiss 36 kebun, warga negara asing lainnya 32 kebun, Tionghoa 314 kebun, Arab 26 kebun, warga negara Indonesia 83 kebun dan semuanya meliputi 2.026.506

133


(60)

ha. Dari keseluruhan luas tanah perkebunan di Indonesia, perkebunan karet mengambil tempat untuk tanamannya dengan luas 372.143 ha.134

Luas seluruh areal perkebunan karet di Indonesia dan disertai juga dengan jumlah produksi getah karet yang dihasilkan, telah menjadikan Indonesia sebagai produsen karet terbesar kedua setelah daerah Malaya yang memang sudah terkenal dengan perkebunan karetnya. Walaupun karet merupakan tanaman yang sangat diminati oleh orang-orang Amerika, namun pada kenyataannya Belanda tetap mendominasi kepemilikan perkebunan karet. Hal ini dapat dilihat dari luas arealnya yang mencapai 171.608 ha atau sekitar 48% dari seluruh luas perkebunan di Indonesia. Luasnya areal perkebunan Belanda ini, membuatnya menjadi pemilik sekaligus produsen karet terbesar bila dibandingkan dengan modal-modal asing lainnya di Indonesia. Namun, akibat dari pendudukan Jepang (dalam hal ini khususnya di Sumatera Timur), luas tanah-tanah perkebunan mengalami penciutan yang disebabkan oleh pengubahan fungsi tanah perkebunan dari tanaman komersil menjadi tanaman pangan dan penyerobotan tanah perkebunan yang dilakukan oleh para penanam pangan.135

Setelah beberapa tahun meninggalkan perkebunan karena diambil alih oleh penguasa Jepang, maka pasca Indonesia merdeka para pengusaha memutuskan untuk

134

“Undang-Undang Pengawasan Terhadap Pemindahan Hak Atas Tanah-Tanah Perkebunan Djangan Didjadikan Untuk Kontjo-Sistim”,SARBUPRI, Februari 1957.

135


(61)

kembali keperkebunannya dengan harapan dapat kembali berproduksi. Harapan pengusaha tersebut ternyata belum dapat terealisasi karena tertahan di Medan dan tidak memiliki akses untuk masuk ke perkebunan karena sedang perang. Tidak dapatnya para pengusaha ini masuk ke lingkungan perkebunan dikarenakan kedatangannya yang tidak diharapkan oleh laskar-laskar rakyat.136

Selama masa perang berlangsung, tentara dan laskar-laskar ini membutuhkan logistik dan senjata. Untuk mendapatkan persediaan logistik dan senjata ini, maka para tentara dan laskar harus menguasai perkebunan terutama perkebunan karet. Perkebunan karet pada saat itu memang memiliki peran yang sangat besar, karena hasil panennya dijarah dan kemudian dibawa ke Singapura yang pada saat itu menjadi “pasar gelap”. Di Singapura, karet hasil penjarahan ini ditukar dengan bahan logistik dan senjata-senjata modern yang akan digunakan untuk melawan musuh mereka.137

Pada tahun 1948, masa-masa perang telah berakhir. Para pengusaha berbondong-bondong kembali ke perkebunannya masing-masing, namun situasi diperkebunan sudah berbeda. Perkebunan terlihat kacau, sehingga membuat mereka hampir tidak mengenali tanah-tanah perkebunannya sendiri. Hal ini disebabkan oleh

136

Karl J. Pelzer, ToeanKeboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria,

Jakarta: Sinar Harapan, 1985, hlm.164. 137

Budi Agustono, dkk.,Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia vs PTPN II: Sengketa Tanah di Sumatera Utara, Bandung : AKATIGA, 1997, hal. 52. Lihat juga, Suprayitno, Mencoba


(62)

pengubahan lahan perkebunan yang tadinya ditanami dengan tanaman komersil menjadi tanaman pangan.138

Pada perkebunan karet selain getahnya dijual, banyak pula pohon-pohon karet yang ditebang selama masa pendudukan Jepang. Penebangan ini membuat para pengusaha harus melakukan penanaman kembali pohon-pohon pada daerah yang telah kosong. Untuk perkebunan karet yang tidak ditebang, dalam beberapa saat para pengusaha dapat langsung mengambil getahnya. Hal ini dapat dilihat dari perkebunan karet milik perusahaan The United Sumatra Rubber Estates,Ltd., yang kembali menduduki perkebunan pada tanggal 2 April 1948 dan pada bulan Agustus 1948 sudah kembali mendapatkan hasil dari perkebunannya139

1. Sejak April 1948 sampai akhir Maret 1949 menghasilkan sebanyak 227.730 lbs.

dengan angka-angka penghasilan sebagai berikut:

2. April 1949 sampai Maret 1950 menghasilkan getah sebanyak 532.595 lbs. 3. April 1950 sampai Maret 1951 menghasilkan getah sebanyak 344,179 lbs.140

Kerusakan ternyata tidak hanya terjadi lahan perkebunan, tetapi juga tetapi juga meliputi hampir seluruh lingkungan perkebunan. Pada perusahaan The United

138

Karl J. Pelzer, Sengketa Agraria : Pengusaha Perkebunan Melawan Petani, Jakarta: Sinar Pustaka, 1991, hlm.25-26.

139

Surat Permohonan dari Per Pro Sandilands Buttery & Co. Kepada Kementerian Dalam Negeri Bagian Agraria Tentang Permintaan Perpanjangan konsesi lahan perkebunan, bertanggal 20 September 1951, dalam Inventaris AVROS No.306, hlm.1.

140


(63)

Sumatra Rubber Estates, Ltd., yang juga memilki perkebunan kelapa, kerusakan meliputi fabrik getah, bangsal tempat kopra rusak seluruhnya, bangsal tempat getah dan kopra petikan, rumah-rumah pengasapan, rumah-rumah manajer dan pembantu, serta kantor, bahkan pondok untuk buruh juga dirusak. Atas segala kerusakan ini, para pengusaha harus mengeluarkan biaya yang besar untuk melakukan perbaikan pada lingkungan perkebunan. Sejak 1948-1951 perusahaan telah mengeluarkan biaya sebesar Rps. 582.361.59.141

Permasalahan yang dihadapi oleh perkebunan sebenarnya telah lebih rumit lagi. Para pengusaha perkebunan kebingungan untuk menjalankan kembali aktivitas produksi perkebunannya, masalahnya tanah-tanah luas yang masih menjadi hak konsesi mereka dibagikan kepada penanam pangan yang kemudian semakin lama semakin bertambah jumlahnya. Pada awalnya para penanam tanaman pangan ini hanya berasal dari kalangan buruh Jawa, Cina yang pada pada kolonial bekerja di perkebunan, namun kemudian bertambah dengan orang Cina yang bekerja sebagai tukang kebun dan peternak babi, penduduk desa setempat, dan kelompok imigran dari Tapanuli Utara yang semakin banyak, dan yang terakhir adalah orang-orang yang datang dari bagian Sumatera lainnya. Orang-orang inilah yang kemudian disebut sebagai penduduk liar.142

141


(64)

Seakan tidak cukup dengan hanya menduduki lahan-lahan perkebunan, penduduk liar yang sangat menginginkan tanah ini akhirnya merambah ke daerah hutan-hutan cadangan yang sengaja disediakan oleh pihak perkebunan. Selain itu, seolah tidak lagi memikirkan alasan-alasan hidrologis, para penghuni liar ini juga terus melakukan penebangan hutan baik itu di dalam tanah perkebunan maupun di hutan cadangan yang berfungsi sebagai penyerap air. Hal inilah yang kemudian dipermasalahkan oleh pengusaha perkebunan karena telah menyebabkan erosi berat pada tanah.143

Pendudukan2 tanah liar di tanah2 perkebunan tidak sadja dilakukan oleh penduduk di tanah-tanah yang belum ataupun yang akan diusahai oleh perkebunan, akan tetapi pengambilan2 tanah liar djuga dilakukan mereka didalam hutan-hutan hudjan (regen bossen) dari perkebunan-perkebunan bersangkutan dan kedjadian2 demikian bukan sedikit terdjadi di Sumatera Timur ini dengan segala akibatnya.

Permasalahan mengenai hal ini dapat dilihat pada sepenggal pernyataan dari salah satu perkebunan yang menjadi anggota AVROS, sebagai berikut :

144

Para pengusaha perkebunan ini tidak terima dengan yang dilakukan oleh para penghuni liar ini. Mereka mengacu pada akta konsesi yang mereka sepakati pada masa Pemerintahan Hindia Belanda dimana konsesi yang mereka peroleh tidak

143

Mochammad Tauchid, Masalah Agraria: Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia, Yogyakarta: STPN Press bekerjasama dengan Persaudaraan Warga Tani “Pewarta”, 2009, hlm. 260.

144

Surat Permohonan dari Perkebunan Boeloe Telang Estates (Langkat) kepada Kepala Daerah Hutan Sumatera Timur Tentang Luas hutan dalam Konsesi-Konsesi Pertaian , bertanggal 11 Maret 1958, dalam Inventaris AVROS No. 77.


(65)

pernah diukur berapa luasnya, dan hutan-hutan yang ada sampai saat itu adalah hutan-hutan yang sengaja dipelihara atau ditinggalkan sebagai hutan cadangan yang nantinya akan digunakan untuk kepentingan perkebunan.145

Kondisi perkebunan ternyata semakin diperparah dengan masalah minimnya ketersediaan buruh yang mengakibatkan industri perkebunan kekurangan buruh.146 Kemunculan dari berbagai serikat buruh di Indonesia yang berkembang dengan sangat pesat juga telah mengganggu aktivitas perkebunan. Serikat-serikat buruh ini muncul karena adanya kesadaran dan keinginan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Serikat-serikat buruh ini menuntut kenaikan upah dan taraf hidup yang lebih baik kepada pihak perkebunan. Rendahnya upah yang mereka terima dari hasil menjadi seorang buruh perkebunan dapat digambarkan seperti berikut, upah seorang buruh laki-laki yang bekerja pada perkebunan hanya sebesar 0,70 rupiah setiap hari. Inspektorat Perburuhan pada saat itu menyampaikan bahwa dengan upah tersebut, buruh hanya dapat menghidupi dirinya sendiri, sedangkan untuk anak dan istri mereka upah ini tidak mencukupi.147

Kebutuhan hidup yang semakin mendesak dan keinginan untuk mendapatkan hidup yang lebih baik telah membuat mereka melakukan aksi mogok kerja dengan

145

Ibid.

146

Aan Laura Stoler, Kapitalisme dan Konfrontasi: di Sabuk Perkebunan Sumatera, 1870-1997, Yogyakarta: Karsa, 2005, hlm.201.

147


(66)

tujuan agar tuntutan mereka direalisasikan. Aksi mogok kerja dan keengganan bekas-bekas buruh ini untuk kembali bekerja di perkebunan telah membuat para pengusaha perkebunan ini memilih untuk melakukan perekrutan buruh kembali.148

Sama halnya dengan situasi perkebunan yang masih belum stabil untuk berproduksi kembali walaupun Indonesia telah merdeka dan perang juga sudah berakhir, AVROS pun juga mengalami hal yang sama. AVROS yang sempat dibekukan selama penguasa Jepang menduduki Sumatera Timur, pasca kemerdekaan perhimpunan ini kembali diaktifkan. Walaupun telah aktif kembali, namun keadaannya perhimpunan ini juga belum kembali stabil seperti pada masa pemerintahan kolonial.

4.2 Kondisi AVROS dan Masalah-Masalah yang Muncul Pasca Kemerdekaan

149

Pasca kemerdekaan, AVROS kembali diketuai oleh seorang Belanda, C.J.J.Maassen.150

148

T.Keizerina Devi, Poenale Sanctie: Studi tentang Globalisasi Ekonomi Dan Perubahan Hukum di Sumatera Timur (1870-1950), Medan: Program Pascasarjana Sumatera Utara, 2004, hlm. 362-364.

149

Sjafrul Latif dan Hendra Purba, 90 Tahun Penelitian Kelapa Sawit Indonesia, Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dan Perisindo Jaya, Medan, 2007, hlm.32.

150

Surat Pemberitahuan dari Ketua Dewan Sementara Sumatera Timur Kepada Ketua AVROS C.J.J.Maassen Tentang Mengirimkan Notulen Rapat Badan Amanah Tanggal 14 Juni 1949 No. 40/XII/C, Medan, 22 Juni 1949, dalam Inventaris AVROS No. .

Sama halnya dengan ketua AVROS, pegawai yang bekerja pada AVROS, terutama yang menempati posisi tertinggi masih merupakan orang-orang Belanda. Kemudian ada pula pegawai AVROS yang berasal dari orang-orang


(67)

Indonesia, maupun orang Indonesia keturunan Tionghoa. Pada tahun 1957, pegawai kantor AVROS berjumlah 87 orang, dan 52 orang diantaranya merupakan orang Indonesia termasuk orang Indonesia keturunan Tionghoa. Pegawai AVROS yang berada pada lapisan atas terdiri dari 44 orang dan sepertiga diantaranya merupakan warga negara Indonesia, dan seperti yang telah disebutkan bahwa yang memegang posisi tertinggi tetap merupakan orang-orang Belanda.151

Salah satu lembaga milik AVROS yang memiliki peran penting, yaitu balai penyelidikan APA, pada saat itu cenderung tidak begitu diperhatikan. Hal ini terjadi karena pada saat itu perusahaan-perusahaan perkebunan sedang sibuk dengan rekonsolidasinya masing-masing. Pasca kemerdekaan APA berturut-turut dipimpin oleh Van Hell dari tahun 1945-1949 dan kemudian J. A. Maas dari tahun 1950- 1951. Selanjutnya AVROS diketuai oleh R. Nolen.152 Pada masa Nolen tepatnya tahun 1952, AVROS kembali mengajukan perubahan anggaran dasar yang kemudian disetujui dan masuk dalam daftar Penetapan Menteri Kehakiman tanggal 20 November 1952 No. J. A. 5/139/17.153

Nolen tidak hanya berhasil dalam mengubah anggaran dasar AVROS, tetapi juga mampu untuk mengembalikan perhatian para anggota AVROS terhadap APA.

151

J. Thomas Linblad., “The Economic Decolonization of Sumatra”, dalam New Zealand

Journal of Asian Studies 11, 1 (June 2009)., hlm.186. 152

Sjafrul Latif, loc.cit. 153

Anggaran dasar Serikat-Serikat dalam Tambahan Berita Negara R.I. tanggal 16/12-1952 NR.101 “Kutipan dari Daftar Penetetapan Menteri Kehakiman tanggal 20 November 1952 No. J. A.


(68)

Bersamaan dengan Nolen, membaiknya APA didukung pula oleh V.Schmidt yang memimpin APA sejak tahun 1952 hingga 1958 yang kemudian berhasil menciptakan suasana kerja yang baik, sehingga lembaga penelitian AVROS ini dapat dengan cepat berkembang lagi.154

Pengembalian perusahaan-perusahaan asing kepada pemiliknya (pengusaha asing) yang dilakukan oleh pemerintah pasca kemerdekaan merupakan tindakan yang sudah melalui pertimbangan terlebih dahulu. Aspek ekonomi menjadi alasan pokok dari hal ini. Indonesia yang pada saat itu baru menjadi sebuah negara yang merdeka, tentunya sangat membutuhkan pemasukan untuk kelangsungan dan pembangunan negara yang baru berdiri ini. Pada saat itu pemasukan ini berasal dari industri-industri penting salah satunya perkebunan. Pengelolaan industri ini ditangani oleh pengusaha-pengusaha asing yang memang sudah telaten dalam menanganinya, serta didukung

AVROS yang sejak awal berdirinya telah berperan sebagai perwakilan dan lembaga yang mengurusi segala kepentingan dan permasalahan yang dihadapi oleh para anggotanya, maka pada masa-masa sulit pasca kemerdekaan ini juga tetap memiliki peran yang sama. Permasalahan tersebut antara lain penduduk liar yang mengokupasi tanah perkebunan dan tuntutan kenaikan upah dari serikat-serikat buruh yang banyak terbentuk setelah masa kemerdekaan.

4.2.1 Okupasi Tanah Perkebunan oleh Penghuni Liar

154


(69)

juga oleh kelengkapan dari perlengkapan alat dan pengetahuan mereka. Indonesia yang pada saat itu belum memiliki semua yang dibutuhkan untuk menjalankan industri ini, kemudian mengambil keputusan untuk mengembalikan pengelolaannya ke tangan asing dengan syarat keuntungan dari produksi perkebunan tersebut juga diberikan kepada Indonesia sebagai devisa asing maupun pajak.155

Keinginan pengusaha untuk dapat segera mungkin beroperasi kembali seperti sebelumnya, tampaknya agak sulit untuk terealisasikan. Masalahnya, tanah-tanah perkebunan terutama tembakau telah banyak yang diokupasi oleh penghuni liar dengan dalih bahwa mereka memiliki hak atas tanah-tanah tersebut. Tindakan okupasi ini tidak hanya menjadi masalah bagi pengusaha perkebunan tetapi juga Pemerintah Republik Indonesia. Penghuni liar ini menjadikan dasar hukum yang semu untuk melakukan okupasi tanah, mulai dari peraturan wajib tanam tahun 1939, dekrit-dekrit yang dikeluarkan oleh penguasa Jepang, hingga perintah Residen kepada Dinas Pertanian Republik Indonesia.156

Kedudukan para pengusaha asing ini kemudian diperkuat dengan ditandatanganinya persetujuan Konfrensi Meja Bundar (KMB)157

155

Pelzer, Sengketa…, op.cit., hlm.26-27. 156

Ibid., hlm.27.

pada tahun 1949.

157

KMB sebenarnya sebagai “Konfrensi Damai” untuk tawar-menawar yang dilakukan agar Belanda mau memberikan pengakuan atas kemerdekaan Indonesia.Persetujuan KMB dibuat tidak


(70)

Persetujuan ini yang mengandung pengakuan hak para pengusaha atas tanah perkebunan ini semakin memicu pertentangan dan pertikaian atas tanah antara pengusaha dan penduduk liar yang harus dihadapi oleh pemerintah. Di satu sisi pemerintah harus menghadapi tuntutan para pengusaha yang masih ingin menguasai tanah-tanah perkebunan yang menghasilkan keuntungan ekonomi yang besar, dan sisi lain pemerintah harus menghadapi penduduk yang menuntut keadilan dan pengembalian tanah sebagai tuntutan dari kemerdekaan seperti yang tertera pada Undang-Undang Dasar 1950 bahwa seluruh bumi, air dan segala kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.158

Pada permasalahan okupasi tanah yang dilakukan oleh penduduk liar ini, perkebunan tembakau diwakili oleh DPV dan industri tanaman keras diwakili AVROS, tetapi dalam pembahasan ini lebih ditekankan pada AVROS. Hamparan luas tanah milik perusahaan perkebunan yang tergabung dalam anggota AVROS menjadi sasaran para buruh maupun imigran. Sebagai contoh kasus yang dialami oleh industri tanaman keras (perkebunan karet), maka dipaparkan kasus okupasi tanah sekaligus penderesan getah karet perkebunan yang dialami oleh salah satu anggota AVROS yaitu perkebunan Bukit Lembasa milik perusahaan Geowehry.Pada perkebunan karet banyak ditemukan kasus-kasus okupasi tanah yang disertai dengan

Belanda.Sehingga dengan diadakannya persetujuan ini, maka Belanda kembali memiliki hak-hak istimewa di Indonesia. Tauchid, op.cit., hlm, 263.

158


(1)

Ampera yang telah banyak membantu penulis selama penulis menjadi mahasiswa.

8. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) khususnya Ibu Hapsari dan juga Bapak Harto Juwono, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan USU, dan lainnya yang telah memberikan data dan pelayanan yang sangat memuaskan selama penulis melakukan penelitian.

9. Keluarga Ana Vawariza Berutu (Berutu), Ibunda Ana, Fandi, Santi, Tona, Meida dan lainnya terimah kasih sudah menerima penulis dengan baik selama penulis melakukan pencarian data di ANRI dan PNRI.

10. Rekan-rekan stambuk 2010, Jojo, Putri, Malik, Vila, Bebe, Wina, Lony, Evi, Fahri, Moses, Doko, Ardi, Suhek, Harun, Yana, Andreas dan seluruh mahasiswa Departemen Sejarah atas dukungan dan perhatian kalian semua.

11. Teman-teman lainnya Ningsih, Kak Indah, Via, Siti, terima kasih karena selalu mengingatkan dan memberikan semangat dan dorongan yang amat besar bagi penulis.

Akhirnya dengan rasa suka cita penulis mengucapkan terima kasih banyak atas segala kontribusi yang diberikan dari semua pihak baik yang sudah disebutkan maupun yang belum tak sempat tersebutkan karena adanya keterbatasan. Semoga kebaikan saudara-saudariku yang telah penulis terima sampai saat ini dapat


(2)

Medan, Maret 2015 Penulis,


(3)

ABSTRAK

Secara umum skripsi ini bertujuan untuk mengetahui peran yang dilakukan oleh AVROS sebagai sebuah perhimpunan para pengusaha perkebunan di Sumatera Timur pada tahun 1910-1958. Dengan latar belakang sebagai sebuah wadah yang menampung segala permasalahan yang dihadapi oleh para pengusaha, mulai dari permasalahan buruh, lahan, penelitian hingga penyediaan pangan bagi perkebunan. AVROS juga menjaga hubungan dengan Pemerintah Hindia Belanda maupun Pemerintah Republik Indonesia setelah kemerdekaan Indonesia.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah, yaitu pengumpulan sumber (heuristik), kritik sumber (verifikasi) yang terdiri dari kritik ekstern dan kritik intern, penafsiran sumber (interpretasi), dan penulisan sejarah (historiografi). Dalam tahap pertama yaitu pengumpulan sumber, penulis menggunakan dua tahap yaitu studi kepustakaan dan studi arsip . Sumber utama yang digunakan dalam penulisan ini yaitu sumber primer atau arsip AVROS, pemberitaan dari surat kabar lama yang berkenaan dengan AVROS. Serta buku-buku pendukung yang meyinggung tentang AVROS.

Penelitian ini menjelaskan tentang berdirinya AVROS yang ternyata sangat membantu bagi pihak perkebunan untuk terus menjalankan industri perkebunannya. Tidak hanya itu, AVROS juga menjalin hubungan simbiosis mutualisme dan juga saling membutuhkan antara AVROS sendiri dengan Pemerintah Hindia Belanda maupun dengan Pemerintah Republik Indonesia pasca kemerdekaan Indonesia.


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ...vii

BAB I PENDAHULUAN………..……1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...6

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian...7

1.4 Tinjauan Pustaka ... 7

1.5 Metode Penelitian ...10

BAB II BERDIRINYA AVROS………..………..…….……15

2.1 Lahirnya AVROS ……….………….…………..15

2.2Algemeene Vereeniging van Rubberplanters ter-Oostkust van Sumatera (AVROS)……….……….…...……..22

BAB III PERKEMBANGAN AVROS TAHUN 1910-1945………… ………..30


(5)

3.1.1 Pengurus dan Anggota AVROS………...………31

3.1.2 Bagian-Bagian dalam Tubuh AVROS………..35

3.1.3 Sarana dan Prasarana………37

3.2 Peran AVROS dalam Perusahaan Perkebunan………44

3.2.1 Perekrutan Buruh………44

3.2.2 Penelitian………...………….49

3.2.3 Penyaluran Pangan Bagi Perkebunan……..…………...………55

3.5 AVROS Pada Masa Pendudukan Jepang………..……….59

BAB IV AVROS PASCA KEMERDEKAAN INDONESIA………65

4.1 Situasi Perkebunan Pasca Kemerdekaan……….…………..…………66

4.2 Kondisi AVROS dan Masalah-Masalah yang Muncul Pasca Kemerdekaan……….………...………73

4.2.1 Okupasi Tanah Perkebunan Oleh Penduduk Liar………..…..75

4.2.2 Tuntutan Kenaikan Upah dari Serikat Buruh………...………...88

4.3 Meleburnya DPV Ke dalam AVROS………...105


(6)

BAB V KESIMPULAN ………..121

DAFTAR PUSTAKA………...125