Parijs van Soematra

(1)

(ARSITEKTUR KONTEKSTUAL)

LAPORAN PERANCANGAN TKA 490 - TUGAS AKHIR

SEMESTER B TAHUN AJARAN 2012 / 2013

Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Arsitektur

Oleh

RAHARDIAN PRADITYO

090406055

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2013


(2)

(ARSITEKTUR KONTEKSTUAL)

Oleh :

RAHARDIAN PRADITYO 090406055

Medan, Juli 2013

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Arsitektur

Ir. N. Vinky Rahman, M.T.

NIP.196606221997021001 Ir. Rudolf Sitorus, M.L.A.

NIP : 195802241986011002

Beny O.Y. Marpaung, S.T., M.T., Ph.D.

NIP : 197110222002122001 Pembimbing I Pembimbing II


(3)

(SHP2A)

Nama : Rahardian Pradityo

NIM : 090406055

Judul Proyek Tugas Akhir : Parijs van Soematra

Tema : Arsitektur Kontekstual

Rekapitulasi Nilai :

Dengan ini mahasiswa yang bersangkutan dinyatakan :

No. Status

Waktu Pengumpulan

Laporan

Paraf Pembimbing

I

Paraf Pembimbing II

Koordinator TKA-490 1. Lulus Langsung

2. Lulus Melengkapi

3. Perbaikan Tanpa Sidang

4. Perbaikan Dengan Sidang

5. Tidak Lulus

Medan, Juli 2013

A B+ B C+ C D E

Ketua Departemen Arsitektur,

Ir.N.Vinky Rahman, M.T. NIP : 196606221997021001

Koordinator TKA-490,

Ir.Basaria Talarosha, M.T. NIP : 196501091995012001


(4)

Kata Pengantar

Bismillahirrahmanirrahim.

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur bagi

Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, yang telah melimpahkan kerunia-Nya sehingga Aku dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini demi melewati salah satu dari sekian banyak proses perjalanan hidupku di dunia.

Bermacam kesan; baik-buruk ataupun suka-duka telah kulewati (bersama rekan-rekan seperjuanganku) selama satu semester yang mudah-mudahan bernilai ini. Cukup singkat tanggal dan hari, minggu, serta bulan yang tercantum di kalender mulai dari awal Aku memutuskan mendaftar sebagai peserta tugas akhir sampai pada kuselesaikannya rangkaian kata singkat ini.

Selesainya serangkaian proses tugas akhirku termasuk hadirnya laporan ini sangat dipengaruhi oleh orang-orang yang ada di sekitarku. Terima kasihku paling khususnya kuucapkan kepada:

1. Nunu Hendrawanto dan Lisnawati, papa dan mamaku yang senantiasa mengiringi perjalanan hidupku dengan doa yang tiada henti,

2. Radika Pratama dan Radinda Syahira Pratiwi, saudara kandungku yang selalu menjadi semangat meski tak pernah terucap,

3. Keluarga besar Eyang Soeharto dan Kakek Abdul Moeis serta sanak saudara yang juga selalu memberi dukungan,

4. Rudolf Sitorus, dosen panutanku yang sejak awal Aku menginjakkan kaki di Arsitektur USU hingga akhir masa kuliahku selalu menginspirasi,

5. Seluruh dosen Arsitektur USU, yang selama ini telah menyediakan waktunya untuk mengajariku segala hal yang berkaitan dengan kearsitekturan,


(5)

6. Narosu Siregar ‘yang berharga’, beserta keluarga besar

‘Bagas Godang Perjuangan’ yang selama ini sudah mengisi

hari-hariku dan memunculkan semangat yang luar biasa,

7. Dwikiandri ‘kerjem’ Apriansyah, Haris ‘keleng’ Abadsyah,

Akhmad ‘apet’ Faisal Putra, Yudistira ‘parnab’ Julian Angkat, dan Willy Ardiles ‘wilken’ Sinaga, saudara-saudaraku,

8. Mukhtar Riyadi Nasution ‘K.O.K.’, sahabat kecil yang menjadi saudara seperjuanganku selama tugas akhir,

9. William Susanto ‘masbro’, sahabat yang selalu setia mejadi teman diskusiku,

10. Sahabat-sahabat seperjuanganku kelompok sidang Pak Rudolf dan kelompok sidang yang lain,

11. Ramadhoni Dwi Payana dan Rudi Hermanto, abang yang menjadi panutan dan sangat banyak menginspirasiku sebagai calon arsitek,

12. Abang-abang kakak-kakak alumni dan seniorku, yang telah banyak mengenalkanku kepada dunia arsitektur,

13. Arsitektur 2009, sahabat-sahabaku,

14. Arsitektur 2010, 2011, dan 2012, adik-adikku,

15. Rekan-rekan ‘dunia maya’ yang telah bersedia menjadi teman diskusi sekalipun tidak pernah bertatap muka.

Kemudian terima kasih khususnya kuucapkan kepada:

1. Kota Medan beserta kebisuan cagar budayanya yang telah menginspirasiku untuk mengambil judul tugas akhir Parijs van Soematra,

2. Pemerintah kolonial Belanda yang telah menyisakan keindahan kota yang menawan,

3. Siapapun itu yang pertama kali memberikan julukan Parijs van Soematra pada kota Medan,

4. Tengku Luckman Sinar dan Alexander Avan, serta penulis buku referensi lain yang bisa membuatku membayangkan


(6)

sekilas keindahan kota Medan pada era kolonial melalui bukunya.

Terima kasih juga untuk seluruh pihak yang terkait yang tidak bisa kusebutkan satu per satu.

Aku menyadari laporan ini sangat jauh dari yang namanya sempurna. Maka, besar harapan pada diriku sendiri dan para pembaca untuk dapat mengambil manfaat yang ada pada laporan ini.

Lebih khususnya lagi, mengaitkan rangkaian kata pengantar dengan isi laporan, harapanku semoga melalui laporan ini pembaca juga dapat sedikit membayangkan dan bernostalgia dengan keberadaan kota Medan tempo dulu yang konon memiliki keindahan yang mirip dengan kota Paris di Perancis.

Demikian, semoga tulisan ini dapat mewakilkan sedikit dari ungkapan hati mengenai perjalanan selama beberapa bulan untuk menyelesaikan pendidikan sarjanaku. Mohon maaf apabila terdapat kekeliruan dalam tulisan, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT.

Medan, Juli 2013


(7)

Daftar Isi

Kata Pengantar ...i

Daftar Isi ...iv

Daftar Gambar ...vii

Daftar Diagram & Tabel ...x

Abstrak ...xi

BAB I : Pendahuluan I.1 Latar Belakang ...1

I.2 Maksud dan Tujuan ...4

I.3 Masalah Perancangan ...4

I.4 Pendekatan ...5

I.5 Lingkup dan Batasan Masalah ...6

I.6 Kerangka Berpikir ...7

BAB II : Deskripsi Proyek II.1 Tinjauan Umum Proyek II.1.1 Revitalisasi ...8

II.1.2 Teori Revitalisasi ...10

II.1.3 Jenis Revitalisasi ...11

II.1.4 Tujuan Revitalisasi ...12

II.1.5 Sasaran Revutalisasi ...12

II.2 Tinjauan Khusus Proyek II.2.1 Tentang Proyek ...13

II.2.2 Julukan “Parijs van Soematra” ...16

II.2.3 Sejarah Kawasan ...18

II.3 Tinjauan Kelayakan II.3.1 Tinjauan Latar Belakang ...23

II.3.2 Tinjauan Lokasi ...24

II.3.2.1 Lokasi Proyek ...26

II.3.2.2 Kondisi di Sekitar Kawasan ..27

II.4 Tinjauan Fungsi II.4.1 Pengguna ...29


(8)

II.4.3 Alur Kegiatan Pengguna ...30

II.4.4 Struktur Organisasi ...31

II.4.5 Aktivitas ...31

II.4.6 Uraian Kegiatan ...32

II.4.7 Kebutuhan Ruang ...33

II.5 Studi Kasus Proyek Sejenis II.5.1 Kreta Ayer Road, Singapura ...38

II.5.2 Kota Tua Jakarta ...39

II.5.3 Paris van Java Mall, Bandung ...41

BAB III : Elaborasi Tema III.1 Pengertian Arsitektur Kontekstual ...42

III.2 Penerapan Kontekstual dalam Desain Arsitektur III.2.1 Ars. & Penciptaan Ruang dan Tempa..45

III.2.2 Ars. Kontekstual & Proses Pencarian Bentuk ...46

III.3 Konsep Arsitektur Konteksual ...46

III.4 Perkembangan Arsitektur Kontekstual ...48

III.5 Keterkaitan Tema dengan Judul ...49

III.6 Studi Banding Tema Sejenis III.6.1 Campus Center ITB ...51

III.6.2 Ponte Vecchio, Florence, Italia ....52

BAB IV : Analisa IV.1 Analisa Fungsional IV.1.1 Analisa Jumlah Pengunjung ...54

IV.1.2 Program dan Besaran Ruang ...56

IV.2 Analisa Lingkungan IV.2.1 Tata Guna Lahan ...69

IV.2.2 Generator Aktivitas ...70

IV.2.3 Pola Arsitektur ...71

IV.2.4 Sirkulasi dan Pencapaian ...72

IV.3 Analisa Tapak IV.3.1 Pergerakan Matahari ...73

IV.3.2 Vegetasi ...75


(9)

IV.3.4 Sirkulasi Pedestrian ...78

IV.3.5 Sirkulasi kendaraan ...79

IV.3.6 Keistimewaan Alami Tapak ...81

IV.3.7 Utilitas ...82

IV.3.8 View ke Dalam ...83

IV.3.9 View ke Luar ...84

IV.3.10 Skyline ...85

BAB V : Konsep Perancangan V.1 Konsep Sirkulasi Kendaraan ...86

V.2 Konsep Sirkulasi Pejalan Kaki ...87

V.3 Konsep Ruang Dalam ...87

V.4 Konsep Fasad ...88

BAB VI: Hasil Perancangan VI.1 Gambar Kerja ...92

VII.2 Perspektif Suasana ...157


(10)

Daftar Gambar

BAB I : Pendahuluan

Gambar 1.1 Kesawan pada tahun 1920-an ...1

BAB II : Deskripsi Proyek Gambar 2.1 Peta pembagian kawasan kelurahan Kesawan secara historis ...19

Gambar 2.2 Peta lokasi perkebunan pertama Nienhuijs di Labuhan Deli (sumber: ”Tabak Maatschappij Ardensburg (1877-1927)”, A. Hoynck, 1927, p. 44)..20

Gambar 2.3 Suasana di jalan Hüttenbach (sekarang jalan Ahmad Yani VII) (sumber: Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde) ...22

Gambar 2.3 Tjong A Fie dan Suasana Pasar Lama jalan Perdana(sumber: Koninklijk Instituut voor de Tropen)..22

Gambar 2.4 Peta Lokasi Proyek ...26

Gambar 2.5 Suasana jalan Ahmad Yani VII ...27

Gambar 2.6 Suasana jalan Kepribadian ...27

Gambar 2.7 Ruko Lama di jalan Ahmad Yani VII ...27

Gambar 2.8 Bangunan Bekas Gedung Depnakaer (Sekarang Digunakan oleh Organisasi AMPI) ...27

Gambar 2.9 Suasana jalan Hindu ...27

Gambar 2.10 Reruntuhan Bekas Bangunan PT. Yuki Taxi dan Borsumij ...27

Gambar 2.11 Ruko-Ruko di jalan Hindu ...27

Gambar 2.12 Restoran Delima dan Yoga Life ...27

Gambar 2.13 Suasana jalan Hindu ...28

Gambar 2.14 Suasana Pasar Hindu ...28


(11)

Gambar 2.16 Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang

Menempati Ruko Tua...28

Gambar 2.17 Usaha Percatakan yang Menempati Ruko Tua 28 Gambar 2.18 Ruko di Seberang Kawasan (jalan Jenderal Sutoyo Siswomihardjo) ...28

Gambar 2.19 Ruko di Seberang Kawasan (jalan Jenderal Sutoyo Siswomihardjo) ...28

Gambar 2.20 Ruko-Ruko Tua Peninggalan Era Kolonial Belanda di Dalam Lokasi Poryek ...28

Gambar 2.21 Kreta Ayer Road, Singapura ...38

Gambar 2.22 Kawasan Wisata Kota Tua Jakarta ...40

Gambar 2.23 Suasana Paris van Java Mall, Bandung .41 BAB III : Elaborasi Tema Gambar 3.1 ITB Campus Center ...50

Gambar 3.2 Ponte Vecchio, Florence, Italia ...52

BAB IV : Analisa BAB V : Konsep Gambar 5.1 Konsep masuk dan keluar kendaraan ...85

Gambar 5.2 Konsep arcade dan pedestrian .... ...86

Gambar 5.3.1 Zonasi lantai basement ...87

Gambar 5.3.2 Zonasi lantai dasar ...87

Gambar 5.3.3 Zonasi lantai 2 ...88

Gambar 5.3.4 Zonasi lantai 3 ...88

Gambar 5.3.5 Zonasi lantai tower ...89

Gambar 5.4 Penerapan Golden Ratio pada fasad ...89

BAB VI : Hasil Perancangan Gambar 6.1 Huttenbach Hotel Main Entrance ...154

Gambar 6.2 Parijs van Soematra Shopping Arcade ..154


(12)

Gambar 6.4 Amphiteatre & Public Space ...155 Gambar 6.5 Swimming Pool ...156 Gambar 6.6 Convention Hall ...156


(13)

Daftar Diagram & Tabel

Diagram 1.1 Kerangka berpikir ...7

Diagram 2.1 Alur kegiatan kelompok pengawas ...30

Diagram 2.2 Alur kegiatan kelompok pengelola ...30

Diagram 2.3 Alur kegiatan kelompok penjual ...30

Diagram 2.4 Alur kegiatan kelompok pengunjung/pembeli ...30

Diagram 2.5 Struktur organisasi ...30

Tabel 2.1 Tabel Aktivitas ...31

Tabel 2.2 Tabel Kebutuhan Ruang ...33

Tabel 4.1 Jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke kota Medan ...53

Tabel 4.2 Proyeksi jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke kota Medan dalam beberapa tahun ke depan ...54


(14)

ABSTRACT

The past nostalgia as an awesome Medan was not just a dream and nonsense, but it really was, and obvious. Looking at the current state of Medan, it seemed impossible that was once called Parijs van Soematera. Thus, Parijs van Soematera needs to be declared again in the middle of the city of Medan as a form of preservation of historical heritage as the identity of Medan. Parijs van Soematra project then proposed to be a solution of existing problems. The planning is focused on Hindu Road and Ahmad Yani VII Road which have goods. With this revitalization through the addition of new functions yet retaining the existance of heritage buildings, This area will become a new magnet for the city of Medan and “reborn” as the embodiment of Parijs van Soematra that ever popular in the past colonial period.

Keyword : Nostalgia, Parijs van Soematra, Revitalization, Heritage

ABSTRAK

Nostalgia masa lalu berupa tata Kota Medan nan mengagumkan bukanlah mimpi dan sekedar omong kosong belaka, namun memang benar-benar pernah ada dan nyata. Melihat kondisi terkini Kota Medan sepertinya mustahil jika Kota Medan dahulunya pernah dijuluki Parijs van Soematera. Untuk itu, julukan Parijs van Soematera perlu dideklarasikan kembali di tengah masyarakat kota Medan sebagai bentuk pelestarian terhadap warisan peninggalan bersejarah sebagai identitas kota Medan. Proyek Parijs van Soematra kemudian diusulkan untuk menjadi solusi permasalahan yang ada. Perencanaan difokuskan pada kawasan jalan Hindu dan jalan Ahmad Yani VII yang memiliki potensi. Dengan merevitalisasi melalui penambahan fungsi-fungsi baru namun tetap mempertahankan keeksistensian bangunan-bangunan peninggalan sejarah, kawasan ini akan menjadi magnet baru bagi masyarakat

kota Medan dan kembali “hidup” sebagai perwujudan Parijs van Soematra yang pernah populer pada era kolonia Belanda dahulu.

Kata Kunci : Nostalgia, Parijs van Soematra, Revitalisasi, Peninggalan Sejarah


(15)

ABSTRACT

The past nostalgia as an awesome Medan was not just a dream and nonsense, but it really was, and obvious. Looking at the current state of Medan, it seemed impossible that was once called Parijs van Soematera. Thus, Parijs van Soematera needs to be declared again in the middle of the city of Medan as a form of preservation of historical heritage as the identity of Medan. Parijs van Soematra project then proposed to be a solution of existing problems. The planning is focused on Hindu Road and Ahmad Yani VII Road which have goods. With this revitalization through the addition of new functions yet retaining the existance of heritage buildings, This area will become a new magnet for the city of Medan and “reborn” as the embodiment of Parijs van Soematra that ever popular in the past colonial period.

Keyword : Nostalgia, Parijs van Soematra, Revitalization, Heritage

ABSTRAK

Nostalgia masa lalu berupa tata Kota Medan nan mengagumkan bukanlah mimpi dan sekedar omong kosong belaka, namun memang benar-benar pernah ada dan nyata. Melihat kondisi terkini Kota Medan sepertinya mustahil jika Kota Medan dahulunya pernah dijuluki Parijs van Soematera. Untuk itu, julukan Parijs van Soematera perlu dideklarasikan kembali di tengah masyarakat kota Medan sebagai bentuk pelestarian terhadap warisan peninggalan bersejarah sebagai identitas kota Medan. Proyek Parijs van Soematra kemudian diusulkan untuk menjadi solusi permasalahan yang ada. Perencanaan difokuskan pada kawasan jalan Hindu dan jalan Ahmad Yani VII yang memiliki potensi. Dengan merevitalisasi melalui penambahan fungsi-fungsi baru namun tetap mempertahankan keeksistensian bangunan-bangunan peninggalan sejarah, kawasan ini akan menjadi magnet baru bagi masyarakat

kota Medan dan kembali “hidup” sebagai perwujudan Parijs van Soematra yang pernah populer pada era kolonia Belanda dahulu.

Kata Kunci : Nostalgia, Parijs van Soematra, Revitalisasi, Peninggalan Sejarah


(16)

BAB I

Pendahuluan

“Di masa pemerintahan kolonial Belanda, kota Medan pernah dijuluki sebagai Parijs van Soematra. Ketika itu, kota Medan memang memiliki keindahan yang mirip seperti kota Paris di Perancis”

Gambar 1.1 Kesawan pada tahun 1920-an

I.1 Latar Belakang

Parijs van Soematra” sebagai sebuah sebutan kebanggaan yang pernah ada bagi kota Medan kini hanya tinggal nama. Di masa pemerintahan kolonial Belanda, Kota Medan pernah dijuluki sebagai Parijs van Soematra. Ketika itu, kota Medan memang memiliki keindahan yang mirip seperti kota Paris di Perancis. Keindahan, ketertiban, kebersihan, ketentraman, dan tata kota teratur yang ada di Kota Paris, Perancis pernah melekat di Kota Medan. Suatu kenyataan bahwa kota terindah di Eropa tersebut pernah ada di Pulau Sumatera dalam bentuk jelmaan Kota Medan. Akses berupa trotoar lebar sepanjang jalan untuk pejalan kaki, Sungai Seine yang begitu bersih, pola arsitektur, dan kebersihan lingkungan kota yang ada di Kota Paris pernah begitu nyata hadir di kota Medan. Kesawan sebagai suatu kawasan yang pernah mendapat julukan ini memang pada zaman kolonial Belanda memiliki keidentikan dengan kota Paris. Bangunan-bangunan di sepanjang jalan Ahmad Yani


(17)

dulunya merupakan bangunan yang memiliki arcade yang banyak dilewati oleh pejalan kaki. Sungai Deli yang melintas di kawasan Kesawan menjadi suatu pemandangan yang menarik. Pola arsitektur, serta kebersihan lingkungan seperti halnya kota Paris pernah ada di kawasan ini. Namun itu dulu, gelar Parijs van Soematra tersebut sekarang hilang hanya tinggal kenangan. Sangat bertolak belakang bila kita membandingkan kondisi zaman dahulu dengan kondisi sekarang. Ketimpangan bangunan, jalanan, kebersihan lingkungan, dan kondisi tiga sungai besar selaku urat nadi yang ada di Kota Medan begitu memprihatinkan dan tidak bisa dibanggakan. Rasanya begitu berat membangkitkan ruh dan kharisma Kota Medan sebagai Parijs van Soematera tempo dulu di masa kini.

Keberadaan warisan bersejarah peninggalan era kolonial Belanda hingga saat ini masih dapat dirasakan meskipun sudah terancam hilang. Warisan berupa arsitektur, kawasan, kebudayaan, serta sosial masyarakat masih dapat dirasakan oleh generasi kita. Namun, bukan tidak mungkin keberadaannya secara perlahan akan menghilang. Warisan bersejarah yang menjadi identitas kota Medan sedikit demi sedikit menghilang. Kondisi ini dibuktikan dengan semakin banyaknya bangunan tua peninggalan era kolonial Belanda yang tidak terawat dan diterlantarkan. Meskipun ada beberapa bangunan tua yang digunakan kembali dengan pengalihfungsian, tidak terlihat adanya kegiatan perawatan. Pengguna bangunan-bangunan tersebut hanya sekedar menempati, tidak merawatnya. Inilah yang kemudian mengakibatkan semakin banyaknya bangunan peninggalan era kolonial Belanda yang menjadi identitas kota hilang satu per satu.

Selain bangunan, beberapa kawasan bersejarah khususnya di sekitar pusat kota Medan juga dibiarkan terbengkalai. Kawasan jalan Hindu dan jalan Ahmad Yani VII misalnya. Pada kawasan ini tidak terlihat adanya generator aktivitas yang jelas. Pada sore hingga malam hari, kawasan ini mulai sepi.


(18)

Kondisi seperti sangat memungkinkan terjadainya tindak kejahatan. Padahal, kawasan ini memiliki potensi yang sangat besar menarik masyarakat kota Medan untuk mengunjunginya. Adanya keberadaan bangunan peninggalan era kolonial Belanda yang megah seperti gedung bekas kantor Depnaker (sekarang digunakan oleh organisasi AMPI), ruko-ruko bergaya khas Eropa, Melayu, dan China, serta keberadaan sungai Deli yang melintas tepat di sisi kawasan ini, seharusnya dapat menjadi suatu tempat yang menjadi magnet bagi masyarakat untuk melakukan aktivitasnya. Apabila kawasan ini telah kembali

“hidup”, maka kekhawatiran akan masalah keamanan di kawasan

ini dapat diatasi.

Nostalgia masa lalu berupa tata Kota Medan nan mengagumkan bukanlah mimpi dan sekedar omong kosong belaka, namun memang benar-benar pernah ada dan nyata. Melihat kondisi terkini Kota Medan sepertinya mustahil jika Kota Medan dahulunya pernah dijuluki Parijs van Soematra. Untuk itu, julukan Parijs van Soematra perlu dideklarasikan kembali di tengah masyarakat kota Medan sebagai bentuk pelestarian terhadap warisan peninggalan bersejarah sebagai identitas kota Medan. Proyek Parijs van Soematra (Revitalisasi kawasan bersejarah di jalan Ahmad Yani VII dan jalan Hindu, Medan) kemudian diusulkan untuk menjadi solusi permasalahan yang ada. Perencanaan difokuskan pada kawasan jalan Hindu dan jalan Ahmad Yani VII yang memiliki potensi. Dengan merevitalisasi kawasan ini dengan penambahan fungsi-fungsi baru namun tetap mempertahankan keeksistensian bangunan-bangunan peninggalan sejarah, kawasan ini akan menjadi magnet

baru bagi masyarakat kota Medan dan kembali “hidup” sebagai

perwujudan Parijs van Soematra yang pernah populer pada era kolonia Belanda dahulu.


(19)

I.2 Maksud dan Tujuan

Maksud:

1. Menjaga identitas kota dengan mempertahankan eksistensi bangunan peninggalan era kolonial Belanda di kawasan jalan Ahmad Yani VII dan jalan Hindu,

2. Memuculkan lagi julukan “Parijs van Soematra” yang

pernah tersemat bagi kota Medan,

3. Menghidupkan lagi kawasan jalan Ahmad Yani VII dan jalan Hindu yang hingga sekarang belum memiliki generator aktivitas yang membuat kawasan ini menjadi daya tarik masyarakat,

4. Menyediakan pariwisata baru yang khas bagi kota Medan,

5. Menyediakan ruang publik bagi masyarakat kota ataupun wisatawan lokal dan mancanegara,

Tujuan:

1. Menjaga keutuhan bangunan dan kawasan bersejarah di kawasan jalan Ahmad Yani VII dan jalan Hindu,

2. Menarik minat wisatawan lokal dari luar kota ataupun wisatawan mancanegara untuk mengunjungi kota Medan umumnya, dan kawasan ini khususnya,

3. Menumbuhkan ketertarikan masyrakat akan sejarah kota Medan,

4. Menambah jumlah pariwisata kota Medan,

I.3 Masalah Perancangan

1. Bagaimana merencanakan sebuah solusi desain serta seluruh elemen-elemennya pada kawasan bersejarah yang

“mati suri” agar menjadi hidup kembali,

2. Bagaimana menentukan fungsi-fungsi yang akan dimasukkan ke dalam desain baru dan bangunan


(20)

eksisting agar kawasan menjadi daya tarik baru bagi masyarakat kota dan wisatawan lokal ataupun mancanegara,

3. Bagaimana menyelaraskan desain baru dengan kondisi eksisting berupa bangunan-bangunan bersejarah agar tercipta suatu keharmonisan arsitektur pada kawasan,

4. Bagaimana menerapkan struktur baru ke dalam kawasan sekitar bangunan eksisting tanpa mengganggu struktur lamanya tersebut dengan tetap memperhatikan keselarasan bangunan,

I.4 Pendekatan

1.Pendekatan Fungsi

Pendekatan fungsi yang dilakukan adalah merencanakan suatu fungsi baru dalam bentuk desain serta elemen-elemennya yang mengacu kepada tren masyarakat kota Medan sekarang ini, namun tetap disesuaikan dengan kondisi eksisting berupa bangunan-bangunan bersejarah.

2.Pendekatan Desain

Pendekatan desain yang dilakukan adalah dengan mendesain suatu bangunan baru berdasarkan fungsi-fungsi yang telah ditetapkan namun tetap mempertimbangkan bangunan eksisting pada kawasan bersejarah sebagai acuan mendesain agar produk baru yang dihasilkan dapat manjadi selaras dengan bangunan-bangunan bersejarah.

3.Pendekatan Literatur

Pendekatan literatur yang dilakukan adalah dengan mempelajari proyek-proyek dengan fungsi sejenis yang sudah ada, mencari referensi mengenai penataan suatu kawasan bersejarah, dan mencari teori-teori yang berkaitan dengan judul proyek.


(21)

I.5 Lingkup dan Batasan Masalah

Proyek ini bersifat fiktif. Lingkup kajian proyek ini meliputi perencanaan “Parijs van Soematra (Revitalisasi kawasan bersejarah di jalan Ahmad Yani VII dan jalan Hindu, Medan)” yang merupakan suatu kegiatan merevitalisasi salah satu kawasan bersejarah yang ada di kota Medan yang sekarang belum memiliki generator aktivitas untuk menarik masyarakat kota Medan ke kawasan ini. Lingkup kajian pada revitalisasi kawasan ini adalah bagaiman memugar bangunan bersejarah sebagai eksisting dan membangun sebuah bangunan baru yang kontekstual terhadap lingkungan di sekitarnya.

Perencanaan proyek ini akan dibatasi pada kawasan jalan Ahmad Yani VII dan jalan Hindu yang diatas lahannya terdapat bangunan bekas kantor Depnaker, reruntuhan bangunan bekas PT. Yuki Taxi, restoran Delima, Yoga Life, Lembaga Bantuan Hukum, serta ruko-ruko tua yang sebagian besar disewakan sebagai toko percetakan. Fungsi-fungsi yang ada pada kawasan ini akan dibatasi pada sebuah penginapan, shopping arcade, café, restoran, galeri, fungsi-fungsi eksisting yang ada pada kawasan, serta penambahan fungsi-fungsi lain sesuai dengan kebutuhan ruang.


(22)

I.6 Kerangka Berpikir

Adapun kerangka berpikir dari penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:


(23)

BAB

Deskripsi Proyek

“Suasana kota begitu nyaman dan tidak bising oleh suara-suara klakson, apalagi sampai macet. Maklumlah, di zaman itu kendaraan bermesin seperti kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat masih sangat sedikit. Hanya pengendara sepeda saja yang banyak terlihat hilir mudik di dalam kota untuk beraktivitas..”

II.1 Tinjauan Umum Proyek

II.1.1 Revitalisasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Revitalisasi 1 berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya. Sebenarnya revitalisasi 2 berarti menjadikan sesuatu atau perbuatan menjadi vital. Sedangkan kata vital mempunyai arti sangat penting atau perlu sekali (untuk kehidupan dan sebagainya). Pengertian melalui bahasa lainnya revitalisasi bisa berarti proses, cara, dan atau perbuatan untuk menghidupkan atau menggiatkan kembali berbagai program kegiatan apapun. Atau lebih jelas revitalisasi itu adalah membangkitkan kembali vitalitas. Jadi, pengertian revitalisasi ini secara umum adalah usaha-usaha untuk menjadikan sesuatu itu menjadi penting dan perlu sekali.

Revitalisasi, termasuk di dalamnya adalah konservasi-preservasi, merupakan bagian dari upaya perancangan kota untuk mempertahankan warisan fisik budaya masa lampau yang memiliki nilai sejarah dan estetika-arsitektural. Tepatnya, revitalisasi merupakan upaya pelestarian lingkungan binaan agar tetap pada kondisi aslinya yang ada dan mencegah

1 http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php

2


(24)

terjadinya proses kerusakan. Tergantung dari kondisi lingkungan binaan yang akan dilestarikan, maka upaya ini biasanya disertai pula dengan upaya restorasi, rehabilitasi dan rekonstruksi. Jadi, revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital/hidup, akan tetapi kemudian mengalami kemunduran/degradasi. Selain itu, revitalisasi adalah kegiatan memodifikasi suatu lingkungan atau benda cagar-budaya untuk pemakaian baru. Revitalisasi fisik diyakini dapat meningkatkan kondisi fisik (termasuk juga ruang-ruang publik) kota, namun tidak untuk jangka panjang. Untuk itu, tetap diperlukan perbaikan dan peningkatan aktivitas ekonomi (economic revitalization) yang merujuk kepada aspek sosial-budaya serta aspek lingkungan (environmental objectives). Hal ini mutlak diperlukan karena melalui pemanfaatan yang produktif, diharapkan akan terbentuklah sebuah mekanisme perawatan dan kontrol yang langgeng terhadap keberadaan fasilitas dan infrastruktur kota.

Skala revitalisasi ada tingkatan makro dan mikro. Proses revitalisasi sebuah kawasan mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi dan aspek sosial. Pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan potensi lingkungan. Revitalisasi sendiri bukan sesuatu yang hanya berorientasi pada penyelesaian keindahan fisik saja, tapi juga harus dilengkapi dengan peningkatan ekonomi masyarakatnya serta pengenalan budaya yang ada. Untuk melaksanakan revitalisasi perlu adanya keterlibatan masyarakat. Keterlibatan yang dimaksud bukan sekedar ikut serta untuk mendukung aspek formalitas yang memerlukan adanya partisipasi masyarakat, selain itu masyarakat yang terlibat tidak hanya masyarakat di lingkungan tersebut saja, tapi masyarakat luas. Ada beberapa aspek lain yang penting dan sangat berperan dalam revitalisasi, yaitu penggunaan peran teknologi informasi, khususnya dalam mengelola keterlibatan


(25)

banyak pihak untuk menunjang kegiatan revitalisasi. Selain itu revitalisasi juga dapat ditinjau dari aspek keunikan lokasi dan tempat bersejarah, atau revitalisasi dalam rangka untuk mengubah citra suatu kawasan.

Dengan dukungan mekanisme kontrol/pengendalian rencana revitalisasi harus mampu mengangkat isu-isu strategis kawasan, baik dalam bentuk kegiatan sosial ekonomi maupun karakter fisik kota. Rancang kota merupakan perangkat pengarah dan pengendalian untuk mewujudkan lingkungan binaan yang akomodatif terhadap tuntutan kebutuhan dan fungsi baru.

II.1.2 Teori Revitalisasi3

Sebagai sebuah kegiatan yang sangat kompleks, revitalisasi terjadi melalui beberapa tahapan dan membutuhkan kurun waktu tertentu serta meliputi hal-hal sebagai berikut :

1 .

1.Intervensi Fisik

Intervensi fisik mengawali kegiatan fisik revitalisasi dan dilakukan secara bertahap, meliputi perbaikan dan peningkatan kualitas dan kondisi fisik bangunan, tata hijau, sistem penghubung, sistem tanda/reklame dan ruang terbuka kawasan (urban realm). Mengingat citra kawasan sangat erat kaitannya dengan kondisi visual kawasan, khususnya dalam menarik kegiatan dan pengunjung, intervensi fisik ini perlu dilakukan. Isu lingkungan (environmental sustainability) pun menjadi penting, sehingga intervensi fisik pun sudah semestinya memperhatikan konteks lingkungan. Perencanaan fisik tetap harus dilandasi pemikiran jangka panjang.

22.Rehabilitasi Ekonomi

3


(26)

. Revitalisasi yang diawali dengan proses peremajaan artefak urban harus mendukung proses rehabilitasi kegiatan ekonomi. Perbaikan fisik kawasan yang bersifat jangka pendek, diharapkan bisa mengakomodasi kegiatan ekonomi informal dan formal (local economic development), sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi kawasan kota (P. Hall/U. Pfeiffer, 2001). Dalam konteks revitalisasi perlu dikembangkan fungsi campuran yang bisa mendorong terjadinya aktivitas ekonomi dan sosial (vitalitas baru).

3.Revitalisasi Sosial/Institusional

Keberhasilan revitalisasi sebuah kawasan akan terukur bila mampu menciptakan lingkungan yang menarik (interesting), jadi bukan sekedar membuatnya menjadi

beautiful place. Maksudnya, kegiatan tersebut harus berdampak positif serta dapat meningkatkan dinamika dan kehidupan sosial masyarakat (public realms). Sudah menjadi sebuah tuntutan yang logis, bahwa kegiatan perancangan dan pembangunan kota untuk menciptakan lingkungan sosial yang berjati diri (place making) dan hal ini pun selanjutnya perlu didukung oleh suatu pengembangan institusi yang baik.

II.1.3 Jenis Revitalisasi4

Ditinjau dari fungsi kawasan, revitalisasi terbagi menjadi:

1. Revitalisasi kawasan perniagaan, 2. Revitalisasi kawasan perumahan, 3. Revitalisasi kawasan perindustrian,

4. Revitalisasi kawasan perkantoran pemerintah,

4


(27)

5. Revitalisasi kawasan olahraga dan fasilitas sosial lainnya,

6. Revitalisasi kawasan khusus (misalnya kawasan pertambangan).

Ditinjau dari letak kawasan, revitalisasi terbagi menjadi:

1. Revitalisasi kawasan pegunungan/perbukitan,

2. Revitalisasi kawasan tepi air (sungai, laut, danau), 3. Revitalisasi kawasan perairan/rawa,

4. Revitalisasi kawasan khusus lainnya,

Ditinjau dari usia dan sejarahnya, revitalisasi terbagi menjadi:

1. Revitalisasi kawasan bersejarah, 2. Revitalisasi kawasan baru.

II.1.4 Tujuan Revitalisasi

Revitalisasi kawasan diarahkan untuk memberdayakan daerah dalam usaha menghidupkan kembali aktivitas dan vitalitas kawasan untuk mewujudkan kawasan yang layak huni (livable), mempunyai daya saing pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal, berkeadilan sosial, berwawasan budaya serta terintegrasi dalam kesatuan sistem kawasan.

II.1.5 Sasaran Revitalisasi

Sasaran yang ingin dicapai dalam revitalisasi antara lain:

1. Mencegah terjadinya penurunan produksi ekonomi melalui penciptaan usaha lapangan kerja dan pendapatan ekonomi daerah,


(28)

2. Meningkatkan stabilitas ekonomi kawasan dengan upaya mengembangkan daerah usaha dan pemasaran serta keterikatan dengan kegiatan lain,

3. Meningkatkan daya saing ekonomi kawasan dengan mengatasi berbagai bpermasalahan lingkungan dan prasarana sarana yang ada,

4. Meningkatkan pelayanan prasarana sarana di kawasan kumuh,

5. Mengembangkan amenitas5 kawasan,

6. Mengkonservasi aset warisan budaya kawasan lama,

7. Mendorong partisipasi komunitas, investor dan pemerintah lokal dalam revitalisasi kawasan.

II.2 Tinjauan Khusus Proyek

II.2.1 Tentang Proyek

Judul proyek ini adalah “Parijs van Soematra (Revitalisasi kawasan bersejarah di jalan Ahmad Yani VII dan jalan Hindu, Medan)”.

Proyek ini merupakan sebuah solusi dari permasalahan yang ditemukan di kawasan jalan Ahmad Yani VII dan jalan Hindu. Parijs van Soematra berdiri diatas lahan milik Pemerintah Kota Medan yang disewa oleh pihak swasta yang sangat peduli akan nilai-nilai sejarah yang ada di kota Medan. Proyek ini kemudian dikelola oleh pihak swasta tersebut dengan maksud agar kawasan ini dapat menjadi magnet baru masyarakat kota Medan dan wisatawan lokal/mancanegara. Dengan itu, kawasan ini menjadi hidup kembali dan nilai-nilai sejarah yang terkandung didalamnya pun akan tetap ada. Sejalan dengan itu, keuntungan yang akan diperoleh dari pariwiasata baru ini akan diterima oleh pengelola yang memiliki niat luhur ini.

5 Komponen pendukung dari kegiatan pariwisata untuk memudahkan pengunjung


(29)

Parijs van Soematra merupakan suatu kawasan di kota Medan yang menjadi percontohan revitalisasi kawasan bersejarah. Parijs van Soematra terletak di jalan Ahmad Yani VII dan Jalan Hindu, dimana kawasan ini memiliki beberapa bangunan eksisting yang merupakan bangunan peninggalan era kolonial Belanda. Bangunan-bangunan bersejarah seperti gedung bekas kantor Depnaker (sekarang ditempati oleh organisasi AMPI), reruntuhan bekas gedung PT. Yuki Taxi, Yoga Life, restoran Delima, kantor LBH, serta ruko-ruko bergaya Eropa yang didominasi oleh wirausaha percetakan sebagian besar masih digunakan sampai sekarang meskipun tidak ada tindakan perawatan yang dilakukan oleh penggunanya.

Revitalisasi kawasan ini yang kemudian dinamakan

Parijs van Soematra direncanakan dengan fungsi-fungsi yang saling terintegerasi hasil dari penggabungan fungsi yang sudah ada dan fungsi baru yang ditawarkan. Kawasan ini akan dijadikan pusat perbelanjaan dan kuliner dengan konsep terbuka serta hotel berbintang di atas lahan yang memiliki nilai sejarah tinggi. Selain itu, fungsi-fungsi lain yang ditawarkan seperti galeri, area promenade, serta amphiteatre

dapat sangat mendukung fungsi utama. Perencanaan proyek ini sangat mempertimbangkan kondisi eksisting yang ada. Keberadaan bangunan-bangunan bersejarah di atas lahannya sama sekali tidak dihilangkan, melainkan tetap dipertahankan serta dipugar. Keberadaan bangunan-bangunan bersejarah ini yang kemudian menjadi bahan pertimbangan dalam memunculkan konsep desain bangunan yang baru, sirkulasi, serta lansekap kawasan. Kehadirannya diharapkan dapat menghidupkan kembali kawasan yang pada era kolonial dahulu pernah menjadi kawasan yang selalu ramai disinggahi masyarakat kota, namun sekarang kondisinya bertolak belakang. Hadirnya suatu magnet baru di kawasan ini akan menarik masyarakat kota dan wisatawan lokal ataupun mancanegara untuk mengunjunginya. Generator aktivitas baru akan muncul di kawasan ini sebagai suatu daya tarik


(30)

wisatawan untuk mengunjungi kota Medan. Selain itu, kekhasan kawasan ini akan peninggalan sejarahnya senantiasa akan menjadi suatu tempat baru yang menarik untuk dikunjungi oleh siapapun.

Deskripsi singkat tentang proyek ini adalah sebagai berikut:

 Judul Proyek : Parijs van Soematra (Revitalisasi Kawasan Bersejarah di jalan Ahmad Yani VII dan jalan Hindu, Medan)

 Fungsi : Komersil, kawasan konservasi, ruang terbuka publik

 Lokasi : Jalan Ahmad Yani VII dan jalan Hindu, Kelurahan Kesawan, Kecamatan Medan Barat, Medan, Sumatera Utara

 Luas Lahan : ± 25000 m2 / ± 2.5 Ha

 Pemilik Lahan : Pemerintah Kota Medan (dikelola oleh swasta)

 Pengelola : Swasta

 Pengguna : Pengelola, penjual, masyarakat kota Medan, wisatawan lokal maupun mancanegara

 Karakteristik Site :

 Lokasi perencanaan merupakan kawasan yang memiliki nilai historis yang tinggi,

 Di atas lahan masih berdiri bangunan-bangunan peninggalan era kolonial Belanda dan beberapa reruntuhan bangunan peninggalan,

 Lokasi perencanaan terletak di kawasan yang didominasi oleh fungsi komersil (percetakan, rumah makan, kantor, dan lain-lain)


(31)

 Kawasan di sekitar lokasi ramai dilintasi kendaraan mulai pukul 5 pagi hingga pukul 6 sore, selebihnya kawasan mulai sepi.

II.2.2 Julukan “Parijs van Soematra”

“Kota Medan pernah dijuluki Parijs van Soematra. Itu

mungkin karena pada masa itu kota ini begitu mulus, indah, dan tertib. Setiap hari mobil penyapu jalan dengan sapunya yang bundar, berkeliling menyusuri sudut kota untuk membersihkan jalan dari segala macam sampah, termasuk kotoran kuda dan lembu. Di belakangnya menyusul mobil mengangkut sampah dan kotoran tersebut untuk dibawa ke tempat pembuangannya.

Jalan di masa itu pun masih sangat mulus. Kalau pun ada yang berlubang segera ditambal, tanpa harus menunggu bopeng tersebut membesar dan parah baru diperbaiki. Suasana kota begitu nyaman dan tidak bising oleh suara-suara klakson, apalagi sampai macet. Maklumlah, di zaman itu kendaraan bermesin seperti kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat masih sangat sedikit. Hanya pengendara sepeda saja yang banyak terlihat hilir mudik di dalam kota untuk beraktivitas.

Bila ada yang mengendarai sepeda ‘Fongrer’, maka dia pun

pantas untuk membusungkan dadanya penuh rasa bangga, karena di masa itu sepeda ini termasuk kendaraan yang mahal.

Di antara decitan rem sepeda, derap tapak kaki kuda menarik sado yang menjadi angkutan umum dalam kota juga menjadi hal yang biasa. Sesekali lonceng sado yang dipijak oleh sais untuk meminta jalan atau memanggil penumpang bisa menjadi irama yang indah. Jejeran sado di depan stasiun besar kereta api Medan yang menunggu penumpang turun dari kereta api, merupakan pemandangan yang biasa.


(32)

Selain sado ada juga ‘angkong’, yakni kereta yang ditarik oleh manusia sambil berlari kecil. Banyak masyarakat yang

mengumpamakan orang yang menarik angkong itu ibarat ‘kuda merokok’ …”6

Demikianlah penuturan dari seorang sejarahwan kota Medan Drs.H.Muhammad TWH. Kota Medan pada zaman penjajahan Belanda pernah mendapat julukan Parijs van Soematra. Nama besar yang disandang kota ini dulunya tak hanya ditujukan pada satu wilayah, namun menyeluruh. Hanya saja yang menjadi pusat perhatian julukan Parijs van Soematra saat itu berada di sekitar kawasan Kesawan. Keindahan, ketertiban, kebersihan, ketentraman, dan tata kota yang teratur pada zaman dahulu membuat kota Medan mendapat julukan ini. Tidak ada yang mengetahui darimana julukan ini berasal. Julukan ini seakan-akan muncul dengan sendirinya sebagai apresiasi dari kota Medan pada era kolonial Belanda. Menurut seorang sejarahwan Tengku Luckman Sinar, SH, Istilah Parijs van Soematra merupakan istilah yang digunakan oleh kalangan pers. Karena julukan ini dibesarkan dari bahasa pers pada masa itu, maka istilah ini pun hanya beredar di kalangan masyarakat kota Medan. Belanda ataupun wisatawan mancanegara tidak mengetahui apapun mengenai julukan kota Medan ini.

Kota Medan 7 pada era kolonial Belanda direncanakan sebagai sebuah kota modern. Dalam bingkai itu, termasuklah taman-taman, alokasi perumahan bagi orang-orang Eropa dan beberapa kawasan untuk kelompok orang Tionghoa, India dan pribumi. Ini merupakan hasil dari model quarter system, dimana tiap-tiap populasi tinggal di lokasi yang sudah ditentukan. Sistem seperti ini memunculkan suatu peraturan ketat berupa perizinan untuk meninggalkan wilayah populasi tiap-tiap etnis.

6 Tuturan kisah dari sejarahwan Medan, Drs.H.Muhammad TWH

7 A plantation City on the East Coast of Sumatra 1870-1942 (Planters, the


(33)

Pemerintah kolonial Belanda kemudian merencanakan wilayah Kota Medan dengan mengadopsi gaya Eropa dengan mempergunakan aturan-aturan yang ada di dalamnya. Belanda kemudian membangun gedung-gedung bernuansa Eropa di seputar kawasan Lapangan Merdeka (dulu bernama Esplanade), Kesawan dan sekitarnya, yang kemudian dipadukan dengan perumahan elit bangsa Belanda. Karena banyaknya perumahan Belanda yang dibangun, maka kawasan pusat kota Medan pernah mendapat julukan “Garden City”. Keasrian dan keteraturan Kota Medan tempo dulu, juga diakui orang-orang Eropa pada zaman dahulu, terbukti dengan hadirnya kota Medan dalam beberapa buku karangan penulis-penulis Eropa pada masa itu.

Istilah Parijs van Soematra kemudian hilang secara perlahan saat Belanda meninggalkan kota Medan. Kedatangan bangsa Jepang pada masa itu membawa dampak dan perubahan yang signifikan pada perkembangan kota Medan yang sudah terlebih dahulu dikembangkan oleh bangsa Belanda. Sejak itu, istilah

Parijs van Soematra tidak pernah terdengar lagi di kalangan masyarakat kota Medan hingga sekrang, yang tersisa hanya peninggalan-peninggalan bekas keindahan kota Medan pada era kolonial Belanda yang dibiarkan terbengkalai.

II.2.3 Sejarah Kawasan

Kawasan yang menjadi objek pembahasan ini terletak pada Kelurahan Kesawan, Kecamatan Medan Barat. Kawasan ini merupakan salah satu kawasan yang memiliki nilai historis yang sangat tinggi, karena pada masa kolonial Belanda dan bahkan sebelumnya pun telah berkembang menjadi suatu kawasan yang telah banyak dipadati penduduk. Kelurahan ini secara historisnya dibagi kedalam beberapa kawasan (lingkungan) yang mencakup beberapa segmen berdasarkan fungsi dari kawasan itu sendiri.


(34)

Gambar II.1 Peta pembagian kawasan kelurahan Kesawan secara historis

Pembagian kawasan berdasarkan peta diatas meliputi: 1. Kawasan Putri Hijau (Boolweg/Laboeanweg) merupakan kawasan

yang memiliki banyak bangunan untuk fasilitas kesehatan (rumah sakit, laboratorium patologi, barak kuli dan asilum).

2. Kawasan Tembakau Deli (Deli Mijlaan/Serdangweg) merupakan kawasan tempat berdirinya kantor perusahaan perkebunan Deli (Deli Maatschappij) dan rumah manajernya, serta lokasi perusahaan Deli Atjeh Maatschappij dan perusahaan percetakan N.V. De Deli Courant.

3. Kawasan Lapangan Merdeka (Cremerweg/Societeitweg/ Stationweg/Nienhuijsweg) merupakan kawasan sentral tempat didirikannya sarana publik (balaikota, bank sentral, kantor pos, stasiun kereta api, pusat perkumpulan, hotel, lapangan terbuka).

4. Kawasan Pasar Lama (Oude Markt/Huttenbachstraat/ Moskeestraat) merupakan kawasan yang terbentuk oleh Pasar Lama/Pasar Hindu serta mesjid tua. Kawasan ini sekarang banyak ditempati oleh penjual aksesoris sepeda motor dan percetakan.

5. Kawasan Kesawan (Kesawan/Nieuwemarkt/Spoorstraat) merupakan kawasan perdagangan yang didominasi oleh ruko serta pasar tradisional.

1

2

3

4

5


(35)

Pasar Lama sendiri tidak dapat dilepaskan dari sejarah Kesawan. Menurut sejarahwan Tengku Luckman Sinar, SH, kata

“Kesawan” berasal dari kata “Kesawahan” yang berarti pergi ke

sawah, de naam spreekt van een landelijk verleden (nama itu berbicara mengenai pedesaan di masa lampau) [“Gids voor de

Oostkust van Sumatra”, 1940:28]. Penduduk pindah dari Labuhan–kawasan yang lebih dahulu berkembang sebelum Medan, terletak di sumbu Belawan-Medan pada pertengahannya yang termasuk kota tua sebelum akhirnya wilayahnya juga dimasukkan ke administrasi Medan– pindah ke Kesawan dengan menaiki kereta lembu karena jalan dipenuhi lumpur setinggi lutut. Selain menaiki kereta, tuan-tuan besar Belanda ditandu oleh

“orang-orang setrapan” (orang yang dihukum) melewati jalan raya ini dengan memakan waktu kurang lebih 5 jam.

Nienhuijs, sang pionir pembentukan perusahaan perkebunan Deli, mula-mula mendirikan kantor pusat Deli Maatschappij di kampung Medan Putri untuk pindah dari Labuhan, dengan alasan letaknya agak lebih tinggi dan tidak mudah terkena banjir pada saat musim hujan serta lokasinya yang berada di tengah pusat perkebunannya (Gambar 2.2). Karena pusat perkebunan berada di situ, maka semakin ramai lah jumlah orang yang berdatangan dan pada akhirnya menetap di kampung Kesawan.

Gambar 2.2 Peta lokasi perkebunan pertama Nienhuijs di Labuhan Deli

(sumber: ”Tabak Maatschappij

Ardensburg (1877-1927)”, A. Hoynck, 1927, p. 44)


(36)

Pasar Lama sendiri mengacu pada Pasar Hindu yang sudah lama terbentuk seiring dengan berkembangnya kawasan Kesawan sebagai pasar yang menaungi kawasan sekitarnya sebelum pada akhirnya dibangun suatu pasar baru, yaitu Pasar Ikan Lama di seputaran jalan Perniagaan sekarang. Pasar Lama dalam Bahasa Belanda disebut Oude Markt.

Etnis Tionghoa sendiri juga menyebutnya hingga sekarang sebagai 杀 (Hanyu Pinyin: Lǎo Bāshā; Hokkian

Peh-ōe-jī: Lāu Pa-sat), dikarenakan etnis Tionghoa pada tahun

1900-an umumnya menyebut nama suatu kawasan ataupun jalan dengan sebutan yang digunakan sejak zaman kolonial Belanda.

Beberapa penduduk di sana menyebutkan bahwa bangunan-bangunan yang masih menghadap ke arah sisi jalan Ahmad Yani masih belum termasuk kawasan Pasar Lama (walaupun persepsi ini bukan menjadi patokan mutlak). Beberapa penanda/landmark

dari kawasan ini antara lain: 1. Masjid Lama Gang Bengkok, 2. Pasar Hindu,

3. Ruko bekas bengkel reparasi Ford (sekarang percetakan Bin Harun),

4. Bioskop Deli (sekarang menjadi ruko), 5. Yayasan Perguruan Kebudayaan,

6. Kedai Kopi Apek, 7. Restoran Delima, 8. Yoga Life,

9. Gedung bekas Royal Dutch Shell/PT. Yuki Taxi (sudah

diruntuhkan),

10.Gedung bekas Borsumij (sudah diruntuhkan),

11.Gedung bekas Depnaker (sekarang ditempati oleh organisasi AMPI),


(37)

Gambar 2.3 Suasana di jalan Hüttenbach (sekarang jalan Ahmad Yani VII) (sumber: Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde)

Kesawan sendiri pada awalnya merupakan kampung etnis Melayu, tetapi sejak 1873 orang-orang etnis Tionghoa yang berdagang semakin banyak berdatangan dari seberang (umumnya dari Malaka, Semenanjung Malaya) dan dari China yang kemudian membuat suasana kawasan ini menjadi seperti daerah pecinan/Chinatown, terutama disebabkan oleh pihak perkebunan memberikan kesempatan kepada mereka menjadi leveransir perkebunan (sayur-sayuran, ternak babi, barang-barang kedai sampah, dan lain-lain) dengan terlebih dahulu menyetor persekot. Pada tahun 1889 sempat terjadi kebakaran besar yang menghancurkan 67 rumah kayu dan toko-toko (Naudin ten Cate, 1905:43).

Sejak saat itu, terjadi pertumbuhan pesat bangunan-bangunan ruko dengan bahan batu bata dengan suatu

“galeri” di bawahnya.

Gambar 2.3 Tjong A Fie dan Suasana Pasar Lama jalan Perdana(sumber: Koninklijk Instituut voor de Tropen)


(38)

Bangunan di kawasan ini pada umumnya berlantai dua, dengan papan nama toko bertuliskan nama toko dan apa-apa saja yang mereka perdagangkan dengan aksara Mandarin. Hal ini berlangsung hingga tahun 1960 karena munculnya larangan menggunakan aksara Mandarin karena alasan politik negara pada saat itu.

Seluruh pasar yang ada di Medan saat itu dioperasikan oleh Tjong Bersaudara (Tjong Yong Hian dan Tjong A Fie). Pada tahun 1886, Pasar Lama didirikan di jalan Mayjend Sutoyo Siswomihardjo (dulu jalan Perdana), kemudian Pasar Ikan Lama pada tahun 1888 di jalan Kereta Api, dan Pasar Baru pada tahun 1906 di jalan Perniagaan.

II.3 Tinjauan Kelayakan

II.3.1 Tinjauan Latar Belakang

Proyek Parijs van Soematra memiliki dasar pemikiran bahwa pada kelurahan Kesawan khususnya sekitar jalan Ahmad Yani VII dan jalan Hindu sekarang seakan-akan mati suri. Kawasan ini memang masih dilewati kendaraan yang berasal dari jalan Raden Saleh dan seputaran Lapangan Merdeka, namun sama sekali tidak menjadi suatu titik yang disinggahi, sehingga kawasan ini tidak memiliki aktivitas yang membuatnya menjadi tempat yang vital. Kawasan ini memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi tempat kunjungan pariwisata yang diandalkan kota Medan. Potensi yang paling nyata adalah kandungan nilai historis yang tinggi pada kawasan ini. Bangunan peninggalan era kolonial Belanda yang masih asli membuatnya menjadi suatu bukti kawasan yang pernah disebut sebagai kota Paris-nya Sumatra. Selain itu, kawasan ini juga berbatasan langsung dengan aliran sungai Deli yang berpotensi untuk dijadikan sebuah pemandangan menarik bagi masyarakat yang mengunjungi kawasan ini.


(39)

Dengan direalisasikannya proyek ini, akan banyak pihak yang diuntungkan. Kota Medan tentunya akan mendapatkan keuntungan dari segi pariwisata, selain identitasnya tetap akan terjaga. Masyarakat kota juga akan merasakan keuntungan dari direalisasikannya proyek ini karena adanya pariwisata alternatif terbaru yang sesuai dengan gaya hidup, namun tetap mempertahankan secara utuh nilai sejarah. Wisatawan lokal dan mancanegara juga akan diuntungkan dengan adanya tujuan pariwisata baru sehingga tidak mudah bosan saat berada di kota Medan. Pemerintah Kota Medan juga akan mendapatkan keuntungan dari segi pariwisata kota yang dipimpinnya. Pihak swasta yang mengelola kawasan ini tentunya mendapatkan keuntungan langsung dari dibukanya kawasan revitalisasi ini.

II.3.2 Tinjauan Lokasi

II.3.2.1 Lokasi Proyek

Lokasi proyek terletak di jalan Ahmad Yani VII dan jalan Hindu, Kelurahan Kesawan, Kecamatan Medan Barat, Medan, Sumatera Utara. Lokasi proyek memiliki luas lahan sebesar ± 25000 m2 / ± 2.5 Hektar. Di atas lahan pada lokasi proyek masih terdapat beberapa bangunan peninggalan era kolonial Belanda yang masih utuh ataupun sudah menjadi reruntuhan. Bangunan eksisting yang terdapat di atas lahan ini antara lain gedung bekas kantor Depnaker (sekarang digunakan oleh organisasi AMPI), reruntuhan gedung bekas PT. Yuki Taxi,, restoran Delima, Yoga Life, ruko yang digunakan oleh LBH, serta ruko-ruko bergaya khas kolonial yang sebagian besar digunakan oleh wirausaha percetakan.

Kawasan ini memiliki nilai sejarah yang sangat kental. Pada era kolonial Belanda, kawasan ini menjadi salah satu kawasan yang sangat ramai dikunjungi. Kawasan ini menjadi daya tarik masyarakat pada masa itu untuk


(40)

mengunjunginya. Kawasan ini memiliki beberapa generator aktivitas yang menarik pengunjung. Bangunan yang sekarang digunakan oleh organisasi AMPI pada masa kolonial Belnada merupakan satu-satunya department store (Medan’s Warenhuis) yang ada di kota Medan yang menyediakan kebutuhan-kebutuhan masyarakat kota pada masa itu. Selain itu, pasar Hindu sebagai pasar pertama yang hadir di kota Medan juga menjadi generator aktivitas di kawasan ini. Kawasan ini pernah menjadi kawasan yang sangat hidup pada masa Medan masih mendapat julukan Parijs van Soematra, berbeda dengan sekarang. Kawasan ini sekarang seakan-akan terlantar. Bangunan-bangunan peninggalan sejarah dibiarkan terlantar tanpa ada perawatan, padahal apabila ada tindakan pelestarian yang serius, kawasan ini bisa menjadi pariwisata baru kota Medan dan menarik masyarakat serta wisatawan untuk mengununginya.

Berdasarkan RUTRK (Rencana Umum Tata Ruang Kotamadya Medan), lokasi termasuk dalam WPP E (Wilayah Pengembangan Pembangunan E) dengan kegiatan utama yang ditujukan adalah sebagai pertokoan-perdagangan dan daerah konservasi.


(41)

(42)

(43)

(44)

II.4 Tinjauan Fungsi

II.4.1 Pengguna

Ada 4 pengelompokkan pengguna pada proyek Parijs van Soematra ini:

1.Kelompok pengawas (pihak Pemerintah Kota Medan), 2.Kelompok pengelola (pihak swasta),

3.Kelompok penjual/pedagang/penyewa retail, 4.Kelompok pengunjung/pembeli.

II.4.2 Karakteristik Pengguna

Ada 4 pengelompokkan karakteristik pengguna pada proyek Parijs van Soematra ini:

1.Kelompok pengawas (pihak Pemerintah Kota Medan)

Pihak Pemerintah Kota Medan sebagai pemilik lahan bertugas untuk mengawasi secara langsung ataupun tidak langsung keberlangsungan Parijs van Soematra.

2.Kelompok pengelola (pihak swasta)

 Memanajemen seluruh keberlangsungan Parijs van Soematra,

 Mengawasi keutuhan bangunan-bangunan peninggalan sejarah di kawasan proyek,

 Melakukan perawatan secara berkala pada bangunan-bangunan peninggalan sejarah di kawasan proyek,

 Melakukan koordinasi dengan pemilik lahan (Pemerintah Kota Medan) mengenai perkembangan proyek Parijs van Soematra,

 Mempromosikan Parijs van Soematra kepada masyarakat kota Medan khususnya dan wisatawan lokal maupun mancanegara umumnya,

 Mengatur jalannya operasional bangunan-bangunan pada kawasan,


(45)

 Membayar biaya hak pemakaian lahan kepada Pemerintah Kota Medan,

3.Kelompok penjual/pedagang/penyewa retail

 Menggunakan fasilitas yang ada di kawasan Parijs van Soematra,

 Berwirausaha yang sesuai dengan fungsi kawasan, dengan cara menyewa salah satu retail yang telah disediakan oleh pihak pengelola,

 Membayar biaya sewa retail kepada pihak pengelola. 4.Kelompok pengunjung/pembeli

 Menggunakan fasilitas yang ada di kawasan Parijs van Soematra,

 Berbelanja di kawasan Parijs van Soematra,

 Menginap di kawasan Parijs van Soematra  Berwisata di kawasan Parijs van Soematra,

 Menyewa beberapa fasilitas (misalnya amphiteatre) untuk mengadakan kegiatan kepada pihak pengelola.

II.4.3 Alur Kegiatan Pengguna

Berikut ini adalah diagram alur pengguna pada proyek

Parijs van Soematra ini:

1.Kelompok pengawas (pihak Pemerintah Kota Medan)

Diagram 2.1 Alur kegiatan kelompok pengawas

2.Kelompok pengelola (pihak swasta)


(46)

Diagram 2.2 Alur kegiatan kelompok pengelola

3.Kelompok penjual/pedagang/penyewa retail

Diagram 2.3 Alur kegiatan kelompok penjual

4.Kelompok pengunjung/pembeli

Datang

Berbelanja Menginap Makan & minum Kegiatan lain

Pulang

Diagram 2.4 Alur kegiatan kelompok pengunjung/pembeli

II.4.4 Struktur Organisasi

Berikut ini adalah diagram struktur organisasi pada proyek Parijs van Soematra ini:

Diagram 2.5 Struktur organisasi

II.4.5 Aktivitas

No. Aktivitas Umum Sifat Aktivitas Khusus

1. Kegiatan Utama Kegiatan utama pada kawasan Parijs van

 Pengelolaan kawasan Datang Ke Ruangan

Rapat

Mengawasi

Istirahat Pulang

Datang Ke Retail

(Berjualan) Pulang

General Manager

Bag. Finansial

Bag. Fungsional


(47)

Soematra adalah pertokoan dan

pariwisata sejarah.

 Menginap di kawasan

 Kegiatan jual beli

 Menikmati

suasana kawasan bersejarah

2. Kegiatan Penunjang

Kegiatan penunjang pada kawasan Parijs van Soematra adalah mengunjungi galeri sejarah, dan membuat suatu acara/kegiatan .

 Pameran galeri sejarah,

 Membuat suatu acara/kegiatan misalnya acara musik, talkshow, dan lain-lain. 3. Kegiatan

Pelayanan Kegiatan ini merupakan bentuk pelayanan kepada para pengguna kawasan.

 Pelayanan toilet,

 Pelayanan fasilitas ibadah,

 Pelayanan informasi Tabel 2.1 Tabel Aktivitas

II.4.6 Uraian Kegiatan

Berikut ini merupakan uraian kegiatan berdasarkan keutamaannya:

1. Kegiatan Utama

Parijs van Soematra merupakan proyek revitalisasi kawasan bersejarah untuk tujuan pariwisata dan pelestaraian sejarah kota Medan. fungsi utama yang ada pada Parijs van Soematra adalah area perbelanjaan, wisata kuliner, penginapan, dan pariwisata kawasan bersejarah. Sasaran kegiatan ini ditujukan kepada seluruh masyarakat kota


(48)

Medan khususnya dan wisatawan lokal maupun mancanegara pada umumnya.

2.Kegiatan Penunjang

Sebagai sebuah kawasan yang dikelola dengan tetap mempertahankan unsur-unsur sejarah, sudah sepantasnya

Parijs van Soematra memfasilitasi jenis kegiatan yang berbasis sejarah. Fasilitas penunjang galeri sejarah, dan

amphiteatre menampung kegiatan-kegiatan yang sangat mendukung tercapainya tujuan dari revitalisasi kawasan ini.

3.Kegiatan Pelayanan

Kegiatan pelayanan merupakan kegiatan yang ditujukan untuk memberikan pelayanan dan membantu pengguna yang mengunjungi kawasan ini. Fasilitas seperti toilet, tempat ibadah, mesin ATM, pusat informasi, dan lain-lain dapat memudahkan pengunjung untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan pelayanan ini.

II.4.7 Kebutuhan Ruang

Berikut ini merupakan uraian kebutuhan ruang berdasarkan aktivitas, perilaku, dan sifatnya:

1.Kelompok pengelola

No. Aktivitas Pelaku Sifat Ruang

1. Mengelola

keberlangsungan proyek

 General

Manager (GM)

 Sekretaris

 Staff GM

Privat  Ruang kerja GM

 Ruang tamu

 Ruang rapat

 Ruang

sekretaris 2. Mengelola

finansial

 Kabag financial

Privat  Ruang kerja kabag


(49)

 Sekretaris

 Staff bagian finansial

 Ruang tamu

 Ruang

sekretaris

3. Mengelola pemasaran

 Kabag pemasaran

 Sekretaris

 Staff bagian pemasaran

Privat Ruang kerja kabag

 Ruang tamu

 Ruang

sekretaris

4. Mengelola bimbingan edukasi

 Kabag edukasi

 Sekretaris

 galeri

 Staff galeri

Privat  Ruang kerja kabag

 Ruang tamu

5. Mengawasi dan merawat cagar budaya

 Kepala bagian

konservasi & preperasi

 Sekretaris

 Staff bagian konservasi dan

preperasi

Privat  Ruang kerja kabag

 Ruang tamu

 Ruang

sekretaris

6. Mengawasi

kinerja teknis sarana dan prasarana

 Kepala bagian teknisi

 Sekretaris

 Staff bagian teknisi

Privat Ruang kerja kabag

 Ruang tamu

 Ruang

sekretaris


(50)

No. Aktivitas Pelaku Sifat Ruang 1. Berjualan

souvenir

 Pemilik usaha yang menyewa retail

Publik  Retail/toko

 Gudang

penyimpanan

2. Berjualan kuliner

 Pemilik usaha yang menyewa retail

Publik  Retail/toko

 Pantry

 Gudang

penyimpanan 3. Usaha-usaha

pada ruko eksisting

 Penyewa ruko eksisting

Publik Disesuaikan dengan kondisi eksisting ruko

2.Kelompok pengunjung/pembeli

No. Aktivitas Pelaku Sifat Ruang

1. Berwisata sejarah,

melihat galeri

Pengunjung Publik Bangunan eksisting peninggalan sejarah

 Ruang terbuka publik di dalam kawasan

 Galeri 2. Berbelanja Pengunjung /

pembeli

Publik  Retail/toko

3. Berbelanja kuliner, makan dan minum, menggunakan fasilitas Wi-Fi sambil makan dan minum Pengunjung / pembeli

Publik  Retail/toko

 Café

 Restoran

Coffee shop Bakery shop  Bar


(51)

menggunakan fasilitas-fasilitas di hotel

berbintang

Publik Restoran hotel

Coffee shop  Fasilitas

Olahraga

Convention Hall dan

Ballroom

5. Bersantai,

nongkrong, menggunakan fasilitas Wi-Fi sambil

bersantai

Pengunjung Publik  Ruang terbuka publik di dalam kawasan

 Area promenade  Café

Coffee shop Amphiteatre

6. Berfoto-foto Pengunjung Publik Entrance kawasan

 Bangunan eksisting peninggalan sejarah

 Ruang terbuka publik di dalam kawasan

 Galeri

 Area promenadeAmphiteatre

7. Berkumpul komunitas, mengadakan acara,

menyaksikan acara

Pengunjung Publik  Bangunan eksisting peninggalan sejarah

 Ruang terbuka publik di


(52)

dalam kawasan

 Area promenade  Restoran

Coffee shop Amphiteatre Convention

Hall dan

Ballroom

3.Kegiatan pelayanan

No. Aktivitas Pelaku Sifat Ruang

1. Mencari informasi

 Pengunjung / pembeli

 Penjual / pedagang

Publik  Pusat informasi

 Kantor pengelola 2. Beribadah Pengelola

 Pengunjung / pembeli

 Penjual / pedagang

Semi Publik

 Musholla:

 Tempat sholat

 Ruang wudhu

 Tempat penitipan alas kaki 3. Buang air  Pengunjung

/ pembeli

 Penjual / pedagang

Privat Toilet

4. Maintenance

kebutuhan mekanikal elektrikal di kawasan

 Kepala bagian teknisi

 Staff bagian teknisi

Privat  Ruang kontrol

 Ruang genset & trafo

 Ruang tanki BBM


(53)

 Ruang chiller

 Ruang AHU

 Ruang grand water tank

 Ruang pompa

 Ruang PABX

 Ruang

septictank 5. Keamanan  Satpam Privat  Ruang keamanan 6. Menjaga

kebersihan kawasan, membersihkan kawasan

 Seluruh pengguna kawasan

Cleaning service

Privat  Loker cleaning

service  Toilet

cleaning service  Ruang

peralatan

cleaning service

7. Mengambil uang di ATM

 Pengelola

 Pengunjung / pembeli

 Penjual

Semi publik

ATM Center

Tabel 2.2 Tabel kebutuhan ruang

II.5 Studi Kasus Proyek Sejenis

II.5.1 Kreta Ayer Road, Singapura8

Kreta Ayer Road merupakan sebuah jalan di kawasan Chinatown yang menghubungkan Neil Road dengan New Bridge Road. Kreta Ayer Road merupakan suatu kawasan revitalisasi yang memiliki nilai historis yang tinggi bagi Singapura. Pada

8


(54)

abad ke-19, Kreta Ayer pernah mendapat sebutan “Greater Town

District”, dan merupakan warisan sejarah yang penting karena pernah menjadi hampir sebagian kemakmuran Singapura.

Jalan ini merupakan salah satu area konservasi Singapura yang terdapat di kawasan pecinan. Kawasan ini merupakan salah satu daerah komersil yang direvitalisasi dengan tetap mempertahankan bangunan bersejarahnya. Fungsi-fungsi seperti tempat perbelanjaan, wisata kuliner, fasilitas umum, serta permukiman terdapat di kawasan ini. Kondisi bangunan peninggalan sejarah terawat dengan baik. Selain itu, pedestrian yang sangat bersih dengan penataan vegetasi yang baik juga menambah keindahan kawasan ini.

Gambar 2.21 Kreta Ayer Road, Singapura

Tanggapan : Revitalisasi kawasan Kreta Ayer Road ini menitikberatkan pada perlindungan warisan sejarah Singapura, terbukti dengan terjaganya bangunan-bangunan bersejarah. Selain itu, kawasan ini juga direncanakan sebagai tempat pariwisata kota tua Singapura di kawasan pecinan.

II.5.2 Kota Tua Jakarta9

Kota Tua Jakarta juga dikenal dengan sebutan Batavia

Lama (Oud Batavia). Kota Tua Jakarta atau yang akrab disebut

Kota Tua adalah sebuah wilayah kecil di Jakarta yang memiliki luas 1,3 kilometer persegi yang melintasi Jakarta Utara dan

9


(55)

Jakarta Barat, mencakup daerah Pinangsia, Taman Sari dan Roa Malaka.

Kota Tua Jakarta merupakan sebuah kawasan yang masih kental unsur sejarah dan budaya baik itu peninggalan Belanda maupun China. Wilayah Kota Tua ini telah resmi dijadkan sebagai situs warisan oleh Gubernur Jakarta Ali Sadikin pada tahun 1972. Peresmian Kota Tua sebagai situs budaya ini bertujuan untuk menjaga arsitektur yang berada di dalam wilayah Kota Tua. Arsitektur bangunan yang berada di kawasan ini memang sangat melegenda dan kental dengan nuansa Belanda. Ada banyak kegiatan yang dapat dilakukan di Kota Tua. Pengunjung yang datang tak hanya bisa menikmati sejarah serta arsitektur kota tempo dulu. Banyak penjual jasa yang

menawarkan ‘suasana’ bak Jakarta tempo dulu dengan menyewakan

sepeda ontel atau kostum menyerupai orang-orang Belanda seperti baju atau topi. Tak hanya itu, Kota Tua merupakan tempat yang bagus untuk berfoto, apalagi di malam hari. Selain karena arsitektur bangunannya yang sangat bersejarah, pemandangan Kota Tua di malam hari dengan lampu-lampu khas Belanda menambah suasana romantis. Selain menjadi tempat wisata, kawasan Kota Tua juga sering menjadi tempat digelarnya berbagai festival budaya.

Revitalisasi Kota Tua Jakarta memiliki visi

Terciptanya kawasan bersejarah Kota Tua Jakarta sebagai daerah tujuan wisata budaya yang mengangkat nilai pelestarian dan memiliki manfaat ekonomi yang tinggi”. Hal ini

menunjukkan Jakarta ingin menghidupkan kawasan bersejarahnya sebagai pariwisata yang diandalkan. Dengan pelestarian kota tua ini, Jakarta memiliki pariwisata yang diunggulkan dan dapat menarik masyarakat kotanya serta wisatawan.


(56)

Gambar 2.22 Kawasan wisata Kota Tua Jakarta

Tanggapan : Revitalisasi kawasan Kota Tua Jakarta merupakan upaya mempertahankan warisan sejarah kotanya, sekaligus menjadi pariwisata untuk meningkatkan perekonomian kota. Untuk menarik pengunjung, program revitalisasi Kota Tua Jakarta juga didukung oleh pihak-pihak yang menyelenggarakan kegiatan pendukung dan menyediakan fasilitas pendukung seperti jasa penyewaan sepeda ontel dan fotografi bertema kolonial.

II.5.3 Paris van Java mall, Bandung

Paris van Java10 Resort Lifestyle Place (juga dikenal dengan nama Paris van Java Mall) adalah sebuah pusat perbelanjaan yang terletak di Bandung, Jawa Barat. Mall yang diresmikan pada bulan Juli 2006 ini dirancang dengan nuansa open air yang alami serta pemandangan burung-burung merpati hias yang berterbangan bebas. Faktor lain yang menjadi daya tariknya adalah konsep bangunan yang kental dengan desain Eropa.

Paris van Java pada dibangun diatas kawasan bersejarah. Namun perencanaan proyek ini tidak melibatkan bangunan eksisting, melainkan membuat bangunan baru dengan tema kolonial. Fungsi utamanya adalah shopping center, pusat wisata kuliner, serta fungsi lifestyle masyarakat kota. Konsep shopping mall terbuka dengan bangunan bergaya kolonial membuat suasana kolonialnya kian terasa. Suasana berjalan

10


(57)

dibawah arcade di antara bangunan kolonia dapat dirasakan disini.

Gambar II.23 Suasana Paris van Java mall, Bandung

Tanggapan : Konsep open shopping mall pada Paris van Java mall memunculkan suasana alami bagi pengunjungnya. Selain itu, bangunan baru yang didesain dengan gaya kolonial memunculkan kembali nilai sejarah pada kawasan ini meskipun bukan bangunan peninggalan sejarah.


(58)

BAB

Elaborasi Tema

III.1 Pengertian Arsitektur Kontekstual

Pengertian Arsitektur Kontekstual berdasarkan penjabaran per kata adalah:

1. Arsitektur

Arsitektur 11 adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut.

Menurut Vitruvius di dalam bukunya De

Architectura (yang merupakan sumber tertulis paling tua yang masih ada hingga sekarang), bangunan yang baik haruslah memilik Keindahan / Estetika (Venustas), Kekuatan (Firmitas), dan Kegunaan / Fungsi (Utilitas); arsitektur dapat dikatakan sebagai keseimbangan dan koordinasi antara ketiga unsur tersebut, dan tidak ada satu unsur yang melebihi unsur lainnya. Dalam definisi modern, arsitektur harus mencakup pertimbangan fungsi, estetika, dan psikologis. Namun, dapat dikatakan pula bahwa unsur fungsi itu sendiri di dalamnya sudah mencakup baik unsur estetika maupun psikologis.

Arsitektur adalah holak, termasuk di dalamnya adalah matematika, sains, seni, teknologi, humaniora, politik , sejarah, filsafat, dan sebagainya. Mengutip Vitruvius, "Arsitektur adalah ilmu yang timbul dari ilmu-ilmu lainnya, dan dilengkapi dengan proses belajar, dibantu dengan

11


(59)

penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni". Ia pun menambahkan bahwa seorang arsitek harus fasih di dalam bidang musik, astronomi, dan sebagainya. Filsafat adalah satu yang

utama dalam pendekatan arsitektur.

Rasionalisme, empirisisme, fenomenologi strukturalisme, post-strukturalisme, dan dekonstruktivisme adalah beberapa arahan dari filsafat yang memengaruhi arsitektur.

2. Kontekstual

Kontekstual 12 adalah sebuah situasi yang tidak memungkinkan sebuah objek ada di suatu tempat tanpa mengindahkan objek-objek yang sudah ada di tempat itu lebih dahulu. Perancangan kontekstual memusatkan perhatian utama pada karakteristik objek-objek yang sudah ada tersebut pada objek yang akan dibuat.

Kontekstual menekankan bahwa sebuah bangunan harus mempunyai kaitan dengan lingkungan (bangunan yang berada di sekitarnya). Keterkaitan tersebut dapat dibentuk melalui proses menghidupkan kembali nafas spesifik yang ada dalam lingkungan (bangunan lama) ke dalam bangunan yang baru sesudahnya. (Bill Raun)

Dalam merancang suatu kota, kontekstualisme memiliki kekuatan dan kelemahan. Kekuatannya adalah kemampuannya secara potensial meredam lingkungan yang tidak tanggap atau liar. Kelemahannya adalah rancangan seolah-olah harus menerima keterikatan pada kondisi statis; bertentangan dengan produk-produk baru yang diinginkan yang lantas terpaksa dimanipulasi untuk menjaga selera keterkaitan. (Robi Sularto Sastrowardoyo, 1993)

Jadi, arsitektur kontekstual merupakan sebuah metode perancangan yang mengkaitkan dan menyelaraskan bangunan baru dengan karakteristik lingkungan sekitar. Gerakan pengusung

12


(60)

paham arsitektur kontekstual sendiri muncul dari penolakan dan perlawanan terhadap arsitektur modern sebagai ikon gaya internasional yang antihistoris, monoton, bersifat industrialisasi, dan kurang memerhatikan kondisi bangunan lama di sekitarnya. Sehingga, kontekstualisme selalu dihubungkan dengan kegiatan konservasi dan preservasi karena berusaha mempertahankan bangunan lama khususnya yang bernilai historis dan membuat koneksi dengan bangunan baru atau menciptakan hubungan yang simpatik, yang akan menghasilkan sebuah kontinuitas visual.

III.2 Penerapan Kontekstual dalam Desain Arsitektur13

III.2.1 Arsitektur & Penciptaan Ruang dan Tempat

Ruang (space) pada dasarnya terbentuk dari titik yang bergerak menjadi garis, yang lalu bergerak dan membentuk sebuah bidang, dan akhirnya bertemu dengan bidang lain sehingga menghasilkan sebuah ruang tiga dimensi. Sedangkan tempat (place) merupakan ruang yang dihidupkan oleh interaksi atau kegiatan manusia.

Ruang yang baik ditentukan oleh kualitas lingkungan di sekelilingnya. Temperatur, matahari, angin, dan kelembaban sangat mempengaruhi nyaman atau tidaknya ruang tersebut, yang tentunya menjadi berpengaruh terhadap kegiatan manusia di dalamnya. Kualitas ruang yang baik akan membuat manusia betah berkegiatan, sehingga akhirnya ruang tersebut hidup dan

menjadi sebuah ’tempat’ yang lebih dari layak.

Namun selain hal tersebut di atas, yang tidak kalah

penting dalam menciptakan sebuah ’tempat’,—contohnya adalah ruang publik di kawasan perkotaan—adalah tiga potensi strategis yang disebut sebagai Three Theories of Urban Spatial Design; yaitu massa dan ruang (figure), jejalur atau

13


(61)

keterhubungan (linkage), dan tempat (place). Kualitas sebuah ruang publik dipengaruhi oleh bentuk dan tatanan ruang, dan juga harus dapat dicapai dengan mudah melalui jaringan infrastruktur yang jika dirancang dengan benar akan menghasilkan ruang berkegiatan yang tak hanya nyaman, tetapi juga membentuk perilaku positif bagi manusia di dalamnya. Selain itu, konteks budaya, sejarah, dan ekologi juga perlu diperhatikan dengan menyatukan bentuk, detail, ornamen yang unik sesuai nilai sosial, budaya dan persepsi visual; sehingga menghasilkan ruang publik yang memiliki karakteristik lokal.

III.2.2 Arsitektur Kontekstual & Proses Pencarian Bentuk

Sering orang beranggapan kontekstualisme hanya berusaha meniru bangunan lama sehingga terlihat sama pada bangunan baru atau hanya untuk memopulerkan langgam historis arsitektur tertentu. Namun, sebenarnya tidaklah seperti itu.

Bila melihat definisi sebelumnya, secara umum ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, kondisi bangunan lama yang bisa dilihat dari bentuk, material, dan skala bangunan. Kedua, karakter dan jiwa tempat bangunan tersebut berada yang bisa dilihat dari motif atau pola desain setempat. Dari beberapa hal tersebut dapat dijabarkan beberapa pendekatan desain arsitektur kontekstual yang bervariasi atau tidak sekedar meniru.

III.3 Konsep Arsitektur Kontekstual14

Konsep kontekstualisme dalam arsitektur mempunyai arti merancang sesuai dengan konteks yaitu merancang bangunan dengan menyediakan visualisasi yang cukup antara bangunan yang sudah ada dengan bangunan baru untuk menciptakan suatu efek yang

14


(62)

menyatu. Rancangan bangunan baru harus mampu memperkuat dan mengembangkan karakteristik dari penataan lingkungan, atau setidaknya mempertahankan pola yang sudah ada. Suatu bangunan

harus mengikuti lambang dari lingkungannya agar dapat

menyesuaikan diri dengan banguna lama dan memiliki kesatuan

desain dengan lbanguna lama tersebut dan memiliki

karakteristik yang sama. Desain yang kontekstual merupakan alat pengembangan yang bermanfaat karena memungkinkan bangunan yang dimaksud untuk dapat dipertahankan dalam konteks yang baik. Arsitektur Kontekstual dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu:

1. Kontras

Kontras sangat berguna dalam menciptakan lingkungan urban yang hidup dan menarik, namun yang perlu diingat bahwa kontras dapat dianalogikan sebagai bumbu yang kuat dalam makanan yang harus dipakai dalam takaran secukupnya dan hati-hati. Kontras menjadi salah satu strategi desain yang

paling berpengaruh bagi seorang perancang. Apabila

diaplikasikan dengan baik dapat menjadi fokus dan citra aksen pada suatu area kota. Sebaliknya jika diaplikasikan dengan cara yang salah atau sembarangan, maka akan dapat merusak dan menimbulkan kekacauan. Hal ini sesuai dengan pendapat Brent C. Brolin, bahwasanya kontras bangunan modern

dan kuno bisa merupakan sebuah harmoni, namun ia

mengingatkan bila terlalu banyak yang timbul sebagai akibat kontras, maka efektifitas yang dikehendaki akan menurun sehingga yang muncul adalah kekacauan.

2. Harmonis

Ada kalanya suatu lingkungan menuntut keserasian/keselarasan, hal tersebut dilakukan dalam rangka menjaga keselarasan dengan lingkungan yang sudah ada. Bangunan baru lebih menghargai dan memperhatikan bangunan sudah ada , kemudian bersama-sama dengan bangunan yang baru untuk menjaga dan melestarikan “tradisi” yang telah berlaku sejak dulu. Sehingga kehadiran satu bangunan baru lebih menunjang dari


(63)

pada menyaingi karakter bangunan yang sudah ada walaupun terlihat dominan.

III.4 Perkembangan Arsitektur Kontekstual

Antara tahun 1880-1890 terjadi revolusi Industri kedua dalam bentuk rasionalisasi dan penggunaan mesin produksi. Dampak yang timbul akibat revolusi industri diantaranya adalah timbulnya sistem fabrikasi di mana sebagian besar elemen bangunan dibuat dipabrik, penggunaan mesin-mesin, teknologi baja tulangan, dsb. Sistem fabrikasi tersebut memungkinkan pembangunan dalam waktu yang relatif singkat.

Antara tahun 1890-1910 gerakan yang menentang peniruan dan pengulangan bentuk kaidah dan teori lama semakin meluas ke seluruh dunia. Dalam masa modernisasi awal teori-teori keindahan dalam arsitektur berkembang secara radikal menentang klasikisme. Sejalan dengan hal itu berlangsung pemasyarakatan fungsionalisme yang mengakibatkan lahirnya gerakan arsitektur modern.

Gaya arsitektur modern muncul sebagai gaya internasional yang cukup memiliki kemiripan di semua tempat, semua negara. Setidaknya, gaya modern tetap mengusung fungsi ruang sebagai titik awal desain sehingga, pada zaman itu bangunan-bangunan yang muncul mempunyai style yang hampir sama meskipun diberbagai tempat yang berbeda. Bahkan, bangunan-bangunan yang muncul terkadang tidak memperhatikan kondisi lokal lingkungan sekitar. Sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa arsitektur pada masa itu tidak mempunyai ruh.

Pada saat-saat seperti itulah, muncul gerakan arsitektur kontekstualime. Kontekstualisme muncul dari penolakan dan perlawanan terhadap arsitektur modern yang antihistoris, monoton, bersifat industrialisasi, dan kurang memerhatikan kondisi bangunan lama di sekitarnya.


(64)

Kontekstualisme selalu berhubungan dengan kegiatan konservasi dan preservasi karena berusaha mempertahankan bangunan lama khususnya yang bernilai historis dan membuat koneksi dengan bangunan baru atau menciptakan hubungan yang simpatik, sehingga menghasilkan sebuah kontinuitas visual.

Kontekstualisme berusaha untuk menciptakan arsitektur yang tidak hanya berdiri sendiri, namun bisa memberikan kontribusi terhadap lingkungan sekitarnya. Brent C Brolin dalam bukunya Architecture in Context (1980) menjelaskan, kontekstualisme adalah kemungkinan perluasan bangunan dan keinginan mengaitkan bangunan baru dengan bangunan lama.

Berbicara mengenai kontekstualisme, berarti membicarakan suatu bangunan dalam keterkaitannya dengan bangunan lama. Kontekstual, sesuai dengan pengertian diatas, berarti meningkatkan kualitas bangunan yang telah ada sebelumnya menjadi lebih baik. Untuk mewujudkan hal ini, sebuah desain tidak harus selamanya kontekstual dalam aspek fisik saja, akan tetapi kontekstual dapat pula dihadirkan melalui aspek non fisik, seperti fungsi, filosofi, maupun teknologi. Kontekstual pada aspek fisik, dapat dilakukan dengan cara :

1. Mengambil motif-motif desain setempat : bentuk massa, pola atau irama bukaan, dan ornamen desain,

2. Menggunakan bentuk-bentuk dasar yang sama, tetapi mengaturnya kembali sehingga tampak berbeda,

3. Melakukan pencarian bentuk-bentuk baru yang memiliki efek visual sama atau mendekati yang lama,

4. Mengabstraksi bentuk-bentuk asli (kontras).

III.5 Keterkaitan Tema dengan Judul

Parijs van Soematra merupakan sebuah proyek untuk memvitalkan kembali kawasan Kesawan (seputaran jalan Ahmad Yani VII dan jalan Hindu) yang sekarang seakan-akan mati,


(65)

tidak ada generator aktivitas disana. Proses revitalisasi kawasan bersejarah ini tentunya mengacu pada kondisi lingkungan eksisting yang memiliki nilai historis yang tinggi.

Kawasan ini, sebagaimana yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, merupakan kawasan bersejarah yang di atasnya masih berdiri beberapa bangunan peninggalan era kolonial Belanda. Tipologi bangunan era kolonial yang mendominasi kawasan ini tentunya menjadi modal utama dalam merevitalisasi dengan pendekatan arsitektur kontekstual, dengan tujuan agar keselarasan visual yang paling utama akan terlihat secara jelas, meskipun bangunan baru tidak secara utuh mengambil bagian-bagian bangunan lama.

Dengan pendekatan arsitektur kontekstual, yang notabene merupakan pendekatan dengan mengkaitkan dan menyelaraskan bangunan baru dengan karakteristik lingkungan sekitar, diharapkan tercipta suatu kawasan yang terintegrasi dengan baik, baik dari segi penampilan fisik dan juga fungsinya.

Dalam arsitektur kontekstual, hubungan yang selaras tidak selalu ditunjukkan dengan desain yang menerapkan kembali elemen-elemen bangunan lama kepada bangunan baru. Hubungan selaras tersebut juga dapat dicapai dengan solusi desain yang kontras. Bentuk-bentuk asli pada bangunan lama tidak digunakan langsung, namun dapat diabstraksikan ke dalam bentuk baru yang berbeda.


(1)

(2)

(3)

VI.2 Perspektif Suasana

Gambar VI.1 Huttenbach Hotel Main Entrance


(4)

Gambar VI.3 Promenade Area


(5)

Gambar VI.5 Swimming Pool


(6)

Daftar Pustaka

Tengku Luckman Sinar. 2011. Sejarah Medan Tempo Doeloe. Medan

: Sinar Budaya Group.

Neufert, Ernst dan Sunarto Tjahjadi. 1997. Data Arsitek Jilid

1 Edisi 33. Jakarta : Erlangga.

Neufert, Ernst dan Sjamsu Amril. 1995. Data Arsitek Jilid 2

Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga.

Alexander Avan. 2012. Parijs van Soematra. Medan : Rainmaker

Publishing.

Diunduh dari :

http://staffsite.gunadarma.ac.id/agus_dh/

http://architecturejournals.wordpress.com/2010/10/28/campus-center-itb-kontekstual-di-antara-bangunan-kolonial/

http://arsitekturbicara.wordpress.com/2012/05/19/studi-literatur-mengenai-arsitektur-kontekstual/