BAB II BERDIRINYA AVROS
Bab ini membahas tentang berdirinya perhimpunan para pengusaha perkebunan Algemeene Vereeniging van Rubberplanters ter-Ooskust van Sumatera
atau biasa disingkat AVROS. Pembahasan ditujukan pada berdirinya AVROS yang dilatar belakangi oleh perkembangan industri perkebunan karet yang sangat pesat di
Sumatera Timur. Perkembangan yang dialami Sumatera Timur menjadi daerah perkebunan dapat terjadi karena terpenuhinya segala kebutuhan dan kepentingan yang
diperlukan oleh para pengusaha perkebunan. AVROS dianggap sangat bermanfaat bagi perkebunan dan pengusahanya, sebab dengan adanya perhimpunan ini
permasalahan maupun kebutuhan perkebunan dapat terpenuhi, terutama dalam urusan pengadaan buruh. Pada pembahasan ini juga dibahas mengenai pengertian dasar
AVROS hingga siapa saja yang pernah menjabat sebagai ketua AVROS selama masa Pemerintahan Hindia Belanda.
2.1 Lahirnya AVROS
Wilayah administratif Sumatera Timur memiliki luas 94.583 kilometer persegi yang dihitung sejak Bengkalis menjadi bagian dari Sumatera Timur. Bentuk
lahan dan keadaan tanah Sumatera Timur
19
19
Penjelasan mengenai keadaan tanah di Sumatera Timur dapat dilihat pada, Karl J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1985, hlm. 36-44.
yang sangat cocok untuk dijadikan lahan
Universitas Sumatera Utara
perkebunan membuat wilayah ini menjadi incaran atau wensareaalen bagi banyak investor asing yang ingin meraup keuntungan dari penanaman modal dalam sektor
perkebunan.
20
Mudahnya sultan dalam memberikan izin untuk pemakaian tanah di wilayah kekuasaannya untuk dijadikan perkebunan ternyata juga menjadi daya tarik tersendiri
yang membuat penanaman modal di Sumatera Timur terus mengalir. Penanaman modal ini menjadikan para investor asing sebagai pengusaha perkebunan di Sumatera
Timur. Pada awal masa pertumbuhan industri perkebunan, tembakau merupakan tanaman komersial utama yang dikembangkan yang kemudian laku di pasaran dunia
karena kualitasnya yang tinggi.
21
Pemerintah Hindia Belanda juga memiliki andil besar dalam pertumbuhan perkebunan di Sumatera Timur, salah satunya dengan mengeluarkan undang-undang
Agrarische Wet
22
pada tahun 1870, yang mengatur tentang kepemilikian tanah dan memberikan hak Erfpacht
23
20
Ibid, hlm. 31.
21
Ibid, hlm. 55.
22
Agrarische Wet bertujuan untuk membuka pintu bagi perusahaan swasta untuk menanamkan modalnya di Hindia Belanda terutama dalam bidang perkebunan. Pada awalnya undang-undang ini
berlaku hanya untuk daerah Jawa dan Madura, namun kemudian diberlakukan juga untuk daerah Sumatera Timur. T.Keizerina Devi, Poenale Sanctie: Studi tentang Globalisasi Ekonomi Dan
Perubahan Hukum di Sumatera Timur 1870-1950, Medan:Program Pascasarjana Sumatera Utara, 2004, hlm. 36.
23
Hak Erfpact adalah hak kebendaan untuk menikmati sebidang tanah milik orang lain. Mahadi, Sedikit Sejarah Perkembangan Hak-Hak Melayu atas Tanah di Sumatera Timur Tahun
1800-1975, Bandung: Penerbit Alumni. 1978, hlm. 240.
atas tanah selama 75 tahun. Peraturan-peraturan ini
Universitas Sumatera Utara
sengaja dikeluarkan pemerintah agar semakin menarik pengusaha menanamkan modalnya di Sumatera Timur dan sebagai pendukung kegiatan produksi
perkebunan.
24
Semakin lama jumlah perusahaan perkebunan asing di Sumatera Timur semakin bertambah banyak. Oleh karena itu, kebutuhan dari para pengusaha
perkebunan juga semakin banyak dan harus terpenuhi, salah satunya persoalan tenaga kerja perkebunan buruh. Untuk menangani hal ini maka didirikanlah Deli Planters
Vereeniging DPV
25
24
Devi, op.cit.,hlm. 1.
pada tahun 1879. DPV merupakan Perhimpunan Para
25
Pada awal berdirinya DPV, perhimpunan ini diketuai oleh tiga orang perwakilan perusahaan tembakau yang berada pada landscape berbeda antara lain, Deli, Langkat, dan Serdang. Para
perwakilan perusahaan yang menjadi ketua DPV ini kemudian disebut sebagai Planters Comite atau komite para pengusaha kebun, yang terdiri dari J. T. Cremer Deli Maatschappij,H. J. L. Leyssius
Deli Batavia Maatschappij, dan Albert Breker. Planters Comite ini dipilih dalam rapat umum pertama yang diadakan bersamaan dengan didirikannya DPV. Anggota DPV tidak hanya berasal dari
orang-orang Belanda saja, tetapi juga negara-negara lain di Eropa seperti Inggris, Prancis, Swiss, Belgia, Polandia, Jerman, dan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari hasil rapat pertama yang diadakan oleh
DPV, dimana hasil notulennya ditulis dalam dua bahasa yaitu Belanda dan Inggris.Tidak semua dari anggota DPV mengerti bahasa Belanda sehingga hasil rapat ini disalin dalam dua bahasa. Pendirian
DPV sendiri sebenarnya merupakan upaya yang dilakukan oleh para pengusaha perkebunan untuk menjalin komunikasi antar pengusaha perkebunan dan juga sebagai wadah untuk menyatukan para
pengusaha perkebunan, sehingga akan lebih mudah bagi mereka untuk mendapatkan informasi dan solusi atas masalah yang mereka hadapi. Selain itu, DPV memiliki tugas untuk mengatur dan
melaksanakan semua ketentuan dan juga keperluan perkebunan. Namun, dari keseluruhan sebab pendirian DPV, yang menjadi alasan langsung dan pokok berdirinya perhimpunan ini adalah
permasalahan tenaga kerja atau buruh.DPV merupakan perhimpunan yang eksklusif.Tidak semua hal dapat langsung di publikasikan kepada umum.Pembatasan publisitas menjadi salah satu hal yang
sangat penting bagi DPV.Dalam rapat yang pertama kali diadakan oleh DPV, masalah publisitas menjadi pandangan pertama dalam pertemuan tersebut. Publisitas yang tidak melalui pemeriksaan dari
pihak perhimpunan dianggap dapat menjadi sebuah bumerang yang dapat menyerang balik pihak perkebunan dan tentu saja akan sangat merugikan. Pembahasan mengenai publisitas ini merupakan
gagasan dari H. J. L. Leyssius. Hasil pembahasan rapat mengenai publisitas menyatakan bahwa segala artikel yang menyangkut urusan perkebunan dipublikasikan kepada umum, maka para anggota
dianjurkan agar menyampaikan terlebih dahulu artikel tersebut kepada Planters Comite untuk diperiksa terlebih dahulu. DPV tidak menginginkan adanya pemberitaan negatif yang keluar dari area
perkebunan karena dikahawatirkan akan memberikan pengaruh yang buruk. Leyssius sendiri memberikan sedikit penjelasan mengenai artikel-artikel yang dapat merugikan pihak perkebunan, salah
Universitas Sumatera Utara
Pengusaha Deli, tugas utama perhimpunan ini yaitu untuk mengurusi masalah- masalah agraria, peraturan perburuhan dan pengimporan buruh dari Malaya dan Cina,
belakangan dari Jawa .
26
Tembakau yang merupakan produk unggulan dari Sumatera Timur, ternyata juga harus mengalami kemunduran. Hal ini terjadi karena menurunnya kualitas
tembakau Deli sehubungan dengan tanah yang digunakan sebagai lahan tempat tumbuhnya.
27
Selain faktor tanah, faktor lain yang mempengaruhi penurunan dalam industri tembakau adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam pasaran
tembakau.
28
satunya adalah artikel yang memaparkan tentang pemuliaan dan penyalahgunaan otoritas sipil yang terjadi di perkebunan.Penjelasan mengenai DPV ini disebabkan oleh sejak AVROS berdiri tahun 1910
AVROS banyak menjalin kerjasama dengan DPV. Hingga pada tahun-tahun pasca kemerdekaan DPV menyatukan diri dengan AVROS. Penjelasan lengkap mengenai pembentukan DPV dan kerjasamanya
dengan AVROS baca, Modderman, P.W., T. Volker, M.G.V.D. Veen, Gedenkboek Uitgegeven ter Gelegenheid van het Vijftig Jarig Bestaan van Deli Planters Vereeniging, Batavia: Gedrukt Bij G.
Kolff en Co., 1929.
26
Pelzer,Toean Keboen…op.cit., hlm. 59.
27
Tembakau merupakan tanaman yang banyak menyerap unsur hara dan air yang ada di dalam tanah, sehingga tanah yang telah digunakan untuk menanami tembakau, harus dipulihkan
kembali sebelum ditanami dengan tanaman yang sama. Jenis tanah yang dapat ditanami oleh tanaman tembakau juga menentukan hasil dari produksi. Jenis tanah dasitik atau dasitik-andesistik yang
membentang sepanjang Sungai Ular hingga Sungai Wampu merupakan tanah terbaik untuk ditanami tembakauIbid.,hlm. 41 dan 72-74.
28
Pasaran tembakau jatuh pada 1891 yang disebabkan oleh penawaran tembakau Deli di pasaran dunia yang berlebih karena jumlah produksinya meningkat, selain itu diberlakukannya tarif
bea masuk Mc. Kinley yaitu tarif bea masuk yang sangat tinggi untuk impor tembakau ke Amerika Serikat membuat tembakau Deli semakin terpuruk. Sejak saat itu banyak perusahaan perkebunan yang
menderita kerugian dan kemudian beberapa pengusaha perkebunan memilih untuk mengalihkan jenis tanaman perkebunannya dengan tanaman keras.Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto
Nugroho, Sejarah Nasional Indonesia IV, Jakarta: PN Balai Pustaka. 1984, hlm.140-141. Lihat juga, Aan Laura Stoler, Kapitalisme dan Konfrontasi: di Sabuk Perkebunan Sumatera, 1870-1979,
Yogyakarta: KARSA, 2005, hlm. 28, dan juga Pelzer, Toean Keboen…, op.cit., hlm. 74.
Universitas Sumatera Utara
Penurunan yang dialami industri tembakau, ternyata menjadi awal baru bagi perkembangan industri tanaman keras seperti kopi dan karet Hevea Brasiliansis.
29
Para pengusaha perkebunan kopi membentuk Perhimpunan Para Pengusaha Kopi Serdang atau Serdang Koffie Planters Vereeniging. Selain itu ada pula
perhimpunan lain yang disebut Landbouw Vereeniging Asahan, akan tetapi kedua perhimpunan ini juga tidak bertahan lama.
Diversifikasi tanaman komersial yang terjadi pada lingkungan perkebunan di Sumatera Timur, akhirnya juga membuat pengelompokan pada jenis perkebunannya.
Mengetahui bahwa banyak hal harus dilakukan untuk memenuhi segala kepentingan yang dibutuhkan oleh perkebunannya, para pengusaha perkebunan ini pun mengambil
langkah seperti yang sebelumnya telah dilakukan oleh industri perkebunan tembakau, dengan membentuk perhimpunan masing-masing.
30
Selain itu ada pula Plantersbond atau Serikat Para Pengusaha yang dididikan pada tahun 1904. Plantersbond merupakan
serikat para pengusaha tembakau maupun kopi yang bukan berasal dari kalangan pengusaha yang memiliki modal besar dan juga tidak bersedia untuk bergabung
perhimpunan para pengusaha yang telah ada.
31
29
Pelzer, Toean Keboen…, loc.cit. li
30
T. Volker, Van Oerbosch Tot Cultuurgebied: Een Schets van de Betekenis van de Tabak, De Andere Cultures en De Industrie Ter Oostkust van Sumatra, Medan : TYP. Varekamp Co, 1928,
hlm. 83.
31
Ibid, hlm. 81.
Universitas Sumatera Utara
Penanaman kopi sebagai tanaman komersial perkebunan ternyata tidak begitu berhasil. Hal ini berbeda dengan yang terjadi pada tanaman karet. Karet merupakan
tanaman tahunan yang membutuhkan waktu lama agar dapat diperoleh hasilnya, namun karet memiliki prospek yang lebih baik dan menguntungkan di kemudian hari.
Pada tahun 1907 keuntungan yang diperoleh dari hasil perkebunan karet sangat besar. Selain itu, pertumbuhan industri mobil dan manufaktur di Amerika Utara juga
menjadi suatu pemicu semakin berkembangnya perkebunan karet di daerah-daerah yang memberikan tenaga kerja murah dan pemerintahan kolonial yang kuat. Pada
tahun 1910 karet tampil sebagai tanaman komersial yang memiliki harga sangat tinggi, sehingga terlihat prospek yang semakin cerah untuk industri perkebunan karet.
Hal ini membuat perkebunan karet dengan cepat meluas di Sumatera Timur.
32
Perluasan sangat cepat yang terjadi pada perkebunan karet tidak hanya dialami oleh Sumatera Timur, tetapi juga bagian Selat Malaka dan Malaya Barat.
Kesempatan bagi kedua wilayah ini semakin terbuka lebar karena pada saat itu juga karet alam yang dihasilkan oleh Brazil mengalami penurunan yang bersamaan
produksi karet alam dari Brazil mengalami penurunan, sehingga Sumatera Timur dan Malaya secepatnya menjadi pusat dari produksi karet dunia pada saat itu.
33
32
Stoler, op.cit., hlm. 29. Lihat juga, Poesponegoro, op.cit., hlm.142.
33
Yoko Hayashi, , “Agencies and Clients: Labour Recruitment in Java 1870s-1950s”, dalam ClaraWorkingPaper, No. 14, hlm.5.
Universitas Sumatera Utara
Dapat dilihat dari pertumbuhan industri karet di Sumatera Timur pada tahun 1902, 1905, 1907, 1909, 1910, masing-masing luasnya 176 hektar, 1.337 hektar,
6.873 hektar, 21.926 hektar, 29.471 hektar. Terlihat dari beberapa sampel tahun yang diambil, luas industri karet dari tahun ke tahun mengalami perluasan yang
signifikan.
34
Hal ini juga menunjukkan bahwa dibutuhkan tanah yang luas untuk membuka sebuah perkebunan. Ketersediaan tenaga kerja atau buruh yang sudah lebih
dahulu menjadi permasalahan bahkan sejak pembukaan pertama lahan perkebunan di Sumatera Timur juga harus segera diatasi, agar kelangsungan produksi perkebunan
dapat terjamin. Dibutuhkan buruh dalam jumlah besar dan murah menjadikan tanah- tanah Sumatera Timur yang masih hutan belantara menjadi perkebunan karet yang
memberi keuntungan besar bagi pengusahanya. Selain itu, dibutuhkan penelitian untuk menghasilkan bibit-bibit unggul untuk tanaman perkebunan, belum lagi banyak
kepentingan yang harus dipenuhi agar produksi perkebunan dapat tetap berjalan. Para pengusaha perkebunan akan merasa kesulitan untuk menangani semua hal yang
menyangkut urusan perkebunan.
35
Perkebunan karet merupakan perkebunan mengalami perkembangan sangat pesat bila dibandingkan dengan perkebunan dengan jenis tanaman lainnya, oleh
karena itu, dibutuhkan sebuah wadah yang mampu untuk menangani kepentingan-
34
Pelzer, op.cit., hlm. 76.
35
“Pengaruh Pertumbuhan Industri Karet Terhadap Kuli Kontrak Di Sumatera Timur 1904- 1920”,
http:repository.usu.ac.idbitstream12345678917021sejarah-indera.pdf . diunduh pada
tanggal, 3 Januari 2014, hlm. 7.
Universitas Sumatera Utara
kepentingan perkebunan karet. Selain itu para pengusaha dari kalangan perkebunan karet juga merasa bahwa Plantersbondsudah tidak mampu lagi untuk menangani
masa-masa sulit ini dengan tenaga yang diperlukan baginya.
36
Maka, atas dasar ini, maka pada tahun 1910 didirikanlah Algemeene Vereeniging van Rubberplanters ter
Ooskust van Sumatra atau biasa disingkat dengan AVROS.
37
2.2 Algemeene Vereeniging van Rubberplanters ter-Ooskust van