Hipotesis Penelitian Latar Belakang

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Proses pengelolaan pasca panen sayuran kubis ekspor di daerah penelitian adalah pembersihan, pencucian, sortasi, grading, pelilinan, dan pengemasan. 2. Biaya pengelolaan pasca panen sayuran kubis ekspor yang menggunakan packing house lebih rendah daripada pengelolaan pasca panen yang tidak menggunakan packing house di daerah penelitian. 3. Pendapatan pengelolaan pascapanen sayuran kubis ekspor yang menggunakan packing house lebih tinggi daripada pengelolaan pasca panen yang tidak menggunakan packing house di daerah penelitian 4. Ada pengaruh yang signifikan antara biaya pengemasan dengan pendapatan pengelolaan pasca panen sayuran kubis ekspor baik yang menggunakan packing house maupun yang tidak menggunakan packing house di daerah penelitian. 5. Ada perbedaan yang signifikan antara pendapatan pengelolaan pasca panen sayuran kubis ekspor yang menggunakan packing house dan tanpa menggunakan packing house di daerah penelitian. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produk hortikultura yang sering dijadikan sumber pendapatan petani adalah tanaman sayuran. Karena sayuran ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya, yaitu mempunyai produktivitas yang tinggi, pemasarannya yang cenderung murah, dan mempunyai harga yang relatif stabil, sehingga sangat menguntungkan kalau dilihat dari segi ekonomi. Namun, jika dilihat dari segi pengelolaan pasca panennya, pengetahuan dan kemampuan petani dalam pengelolaan sayuran yang ramah lingkungan dan lebih efisien sangat rendah sehingga dampak yang ditimbulkan adalah kualitas sayuran yang rendahkurang baik, biaya pengelolaan pasca panen tinggi, dan resiko gagal panen yang cukup tinggi. Produk sayuran terbesar di Sumatera Utara adalah tanaman kubis. Perkembangan produksi kubis ini selama empat tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan 8,42 persen per tahun. Pada tahun 2010, produksi kubis terbesar 196.718 ton BPS, 2011. Sampai sekarang kubis termasuk salah satu di antara 18 jenis sayuran komersial yang dihasilkan Indonesia dan mendapat prioritas pengembangan. Tanaman kubis mempunyai nilai ekonomi dan sosial cukup tinggi, karena dijadikan salah satu andalan sumber nafkah para petani dalam rangka meningkatkan pendapatan dan taraf hidup mereka, juga sebagai komoditas ekspor Rukmana, 1994. Universitas Sumatera Utara Salah satu sentra produksi tanaman kubis di Sumatera Utara adalah Kabupaten Simalungun. Kabupaten Simalungun sangat cocok untuk pengembangan tanaman kubis, karena didukung oleh letak geografisnya yang berbukit dan berada di atas ketinggian lebih kurang 1000 meter di atas permukaan laut. Di daerah Simalungun, produksi sayuran kubis yang dihasilkan sebagian ada yang dipasarkan ke luar negeri, yaitu ke Singapura dan sebagian lagi dipasarkan ke pasar lokal. Produk sayuran kubis yang diekspor tidak langsung dikirim ke luar negeri, akan tetapi dijual melalui eksportir. Penanganan pasca panen hasil hortikultura yang umumnya dikonsumsi segar dan mudah “rusak” perishable, bertujuan mempertahankan kondisi segarnya dan mencegah perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki selama penyimpanan, seperti pertumbuhan tunas, pertumbuhan akar, batang bengkok, buah keriput, polong alot, ubi berwarna hijau greening, terlalu matang, dll. Perlakuan dapat berupa: pembersihan, pencucian, pengikatan, curing, sortasi, grading, pengemasan, penyimpanan dingin, pelilinan, dll Mutiarawati, 2007 Dalam pengelolaan pasca panen sayuran kubis ekspor ini dibutuhkan biaya yang tidak sedikit, maka dari itu petani haruslah bersikap secara bijak dalam pengalokasian dana yang dikeluarkan sebagai biaya produksi khususnya untuk pasca panen ini, agar biaya yang dikeluarkan tidak berlebih melainkan efisien. Selain itu peran lembaga pemasaran juga sangat penting di sini. Bila mekanisme pasar berjalan dengan baik, maka semua pihak juga akan mendapatkan keuntungan. Universitas Sumatera Utara Lembaga pemasaran terdiri dari produsen, tengkulak, pedagang pengumpul, eksportir, dan importir. Lembaga pemasaran kubis ekspor di Kecamatan Silimakuta, yaitu Petani, Pedagang Pengumpul Gapoktan, dan Eksportir. Pedagang pengumpul sayuran kubis di Kecamatan tersebut adalah Gabungan Kelompok Tani Gapoktan itu sendiri yang bernama Gapoktan Dolok Mariah. Setelah kubis dari kelompok tani terkumpul, maka kubis akan dibawa ke tempat pengepakan packing house untuk disortir terlebih dahulu dan dikemas. Lalu setelah dikemas, eksportirlah yang akan menjemput kubis langsung ke tempat pengepakan tersebut. Packing House yang berada di Desa Seribudolok ini merupakan bantuan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian kepada Gapoktan Dolok Mariah untuk meningkatkan mutu sayuran kubis dalam pasar ekspor. Peningkatan mutu ini dilakukan dengan cara pembinaan manajemen dan pengolahan hasil hortikultura. Diharapkan dengan bantuan packing house ini dapat menekan biaya dan meningkatkan pendapatan petani yang tergabung dalam anggota Gapoktan Dolok Mariah tersebut. Proses pengelolaan pasca panen di desa Seribudolok ada yang melalui packing house dan ada juga yang tidak melalui packing house. Pengelolaan pascapanen kubis ekspor yang menggunakan packing house ini adalah petani yang berstatus aktif tergabung di dalam kelompok tani anggota dari Gapoktan Dolok Mariah yang telah ikut menandatangani kontrak kemitraan. Kontrak kemitraan ini adalah salah satu upaya untuk menekan biaya pascapanen dan meningkatkan pendapatan petani Universitas Sumatera Utara kubis yang ada di desa Seribudolok serta menjaga pasokan kubis agar setiap minggu ada untuk diekspor. Pengelolaan pascapanen kubis ekspor yang tidak menggunakan packing house juga dilakukan oleh petani yang berstatus aktif di dalam kelompok tani anggota dari Gapoktan Dolok Mariah. Mereka lebih memilih tidak menggunakan packing house dikarenakan mereka tidak mempunyai modal untuk menanam kubis, sehingga mereka meminjam modal untuk menanam kubis kepada tengkulak rentenir. Di dalam peminjaman antara petani dan rentenir telah disepakati bahwa hasil panen dari petani nanti harus dijual kepada pemodal tengkulakrentenir dengan harga yang murah di bawah harga rata-rata di pasar, sehingga pendapatan petani yang tidak menggunakan packing house selalu rendah. Adapun harga yang disepakati oleh petani yang menggunakan packing house dan pihak gapoktan adalah sebesar Rp 1.800,00 kg. Harga ini sudah tercantum di dalam isi kontrak kemitraan. Harga yang disepakati antara petani yang tidak menggunakan packing house dan tengkulak bervariasi, sesuai dengan negosiasi di antara kedua belah pihak. Eksportir yang telah terjalin kerja sama dengan Gabungan Kelompok Tani Gapoktan di daerah Simalungun adalah PT. Alamanda Sejati Utama yang berpusat di Kota Bandung, sedangkan cabangnya terletak di Kabupaten Karo. Kerja sama antara Gapoktan dengan eksportir memiliki ketentuan atau kontrak kerja, seperti berat kubis yang layak untuk diekspor 1.5 kg-2 kg, harga jualnya sebesar Rp 1,800.00kg, dan volume penjualan ke eksportir sebanyak 15 ton per minggu. Namun, antara petani dengan eksportir sering terjadi kesenjangan. Kesepakatan harga yang telah ditentukan antara Gapoktan dan ekportir tidak berpengaruh pada Universitas Sumatera Utara fluktuasi harga kubis. Apabila harga kubis di pasaran lokal meningkat, misalnya Rp 2,800.00kg, maka harga ke ekportir akan tetap dengan harga kontrak yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu Rp 1,800.00kg. Inilah yang menyebabkan petani merugi. Sementara kubis harus dipasok setiap minggunya. Peluang ekspor sayur dan buah Indonesia ke Singapura terbuka lebar. Pemerintah Indonesia dan Singapura sepakat, pada 2014 ada peningkatan pangsa pasar ekspor buah dan sayur Indonesia ke Singapura sebesar 30 persen. Untuk memenuhi target peningkatan itu, diperlukan produksi yang berkesinambungan dalam kualitas, kuantitas, penerapan praktik pertanian yang baik, keamanan pangan, dan rantai pasok yang memadai Kompas, 2011. Menteri Pertanian Suswono menyampaikan itu disela peluncuran ekspor buah dan sayur ke Singapura oleh PT. Alamanda Sejati Utama selaku perusahaan eksportir yang bermitra dengan petani sayur dan buah di Sumatera Utara. Selain itu, juga dilakukan penandatanganan kontrak dagang pemasaran sayuran untuk ekspor ke Singapura antara Gabungan Kelompok Tani Gapoktan Dolok Mariah. Suswono menyatakan peningkatan ekspor melalui kerja sama pemasaran antara petani dan eksportir merupakan bentuk terobosan pemerintah dalam meningkatkan pendapatan petani. Hal itu juga merupakan upaya menjaga harga di tingkat petani agar tidak terlalu fluktuatif. Suswono berharap kepada petani dan perusahaan eksportir untuk menjaga kerjasama yang telah dirintis. Universitas Sumatera Utara Dari permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam menganalisis biaya pengelolaan pasca panen sayuran kubis ekspor di daerah penelitian.

1.2 Identifikasi Masalah