tinjauan awal kondisi K3 dan memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus-menerus.
Ramli 2010 juga menyatakan bahwa sebelum mulai mengembangkan sistem manajemen K3, organisasi perlu melakukan tinjauan awal sebagai base
line assesment untuk mengetahui kondisi K3. Penetapan kebijakan K3 OHS policy merupakan perwujudan dari komitmen top manajemen yang memuat visi
dan tujuan organisasi dan tekad untuk melaksanakan K3 dan menjadi landasan utama yang mampu menggerakkan semua partikel yang ada dalam organisasi
sehingga program K3 yang diinginkan dapat berhasil dengan baik.
5.1.2 Perencanaan K3
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa perencanaan K3 di Bunut Rubber Factory PT. Bakrie Sumatera Plantations, Tbk disusun dengan
mengacu pada kebijakan K3. Rencana K3 disusun untuk menetapkan tujuan, sasaran, dan program sistem manajemen perusahaan. Rencana K3 disusun
berdasarkan hasil identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko di tempat kerja, biaya, teknologi dan sumber daya manusia yang dimiliki dan
persyaratan perundangan yang terkait. Perencanaan K3 yang dilakukan sudah sesuai dengan PP RI No. 50 Tahun
2012 Lampiran 1 poin 1 dan 2 tentang perencanaan K3 yang menyatakan bahwa rencana K3 dan ditetapkan oleh pengusaha dengan mengacu pada kebijakan K3,
harus mempertimbangkan hasil penelahaan awal, identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko, peraturan perundang-undangan dan persyaratan
lainnya dan sumber daya yang dimiliki. Rencana K3 harus memuat tujuan dan
Universitas Sumatera Utara
sasaran K3, skala prioritas, upaya pengendalian bahaya, dan penetapan sumber daya. Hal ini juga sama dengan Ramli 2010 yang menyatakan bahwa
perencanaan K3 yang baik dimulai dengan melakukan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan penentuan pengendaliannya. Dalam melakukan hal tersebut,
harus dipertimbangkan berbagai persyaratan perundangan K3 yang berlaku bagi organisasi serta persyaratan lainnya yang terkait atau berlaku bagi organisasi.
5.1.3 Pelaksanaan Rencana K3
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan rencana K3 Bunut Rubber Factory PT. BSP, Tbk belum sesuai dengan PP RI No. 50 Tahun
2012 Lampiran 1 pada pelaksanaan rencana K3 poin 1 dan 2 yang menyatakan pelaksanaan rencana K3 harus dilaksanakan dengan menyediakan sumber daya
manusia yang mempunyai kualifikasi dan pengadaan prasarana dan sarana harus memadai. Pelaksanaan rencana K3 seharusnya mempunyai SDM yang berwenang
di bidang K3 dilengkapi dengan sistem izin kerjaoperasi untuk tugas berisiko tinggi seperti operator mesin, operator bejana uap, penggunaan bahan kimia
berbahaya, sesuai juga dengan yang dinyatakan Elisabeth 2012 bahwa pekerjaan yang memiliki tingkat risiko yang tinggi harus memiliki izin kerja work permit
dan prosedur pemberian izin tersebut ditetapkan di perusahaan. Pengetahuan mengenai izin kerja work permit sangat diperlukan untuk mempersiapkan
kondisi kerja yang aman yang dibutuhkan sebelum pekerjaan dimulai, selama dan setelah pekerjaan selesai dilakukan.
Upaya pengendalian bahaya dan risiko K3 saat ini yang dilakukan perusahaan adalah berupa work instruction seperti pembuatan job description
Universitas Sumatera Utara
masing-masing pekerjaantugas atau aturan perintah kerjainstruksi kerja misalnya: aturan penggunaan APD, instruksi kerja pada operator boiler, instruksi
kerja pada operator pembuat lauric acid, dan lainnya serta ditempelkannya work insruction singkat sekedar mengingatkan karyawan di pabrik seperti yang
terlampir di lampiran 13, Gambar 8,9 dan 13, penggunaan APD yang sesuai dengan sifatjenis pekerjaannya misalnya: operator pembuatan lauric acid wajib
menggunakan APD seperti safety shoes, sarung tangan, dan masker, perawatan mesin yang dilakukan dengan waktu yang berbeda untuk setiap mesin, namun
perawatanperbaikan dilakukan secara serentak setiap sebulan sekali pada saat semua mesin tidak beroperasi. Penyediaan rambu-rambu K3 dan bahan kimia
berbahaya termasuk salah satu pelaksanaan K3. Berdasarkan hasil audit internal SMK3, rambu peringatan bahaya sudah
terpasang sesuai persyaratan peraturan perundang-undangan namun belum ada rambu BKB Bahan Kimia Berbahaya di gudang Sulphuric Acid. Seharusnya
gudang penyimpanan BKB tersebut diberikan pemberian penandaan secara jelas bahwa ruangan tersebut merupakan tempat penyimpanan BKB untuk menjamin
tidak ada kesalahan dalam pekerja memasuki ruangan di tempat kerja, dan dalam pemberian pelabelan pada semua bahan kimia berbahaya harus diawasi oleh
petugas yang mempunyai otoritas assisten lapangan, dan membuat dokumen sistem identifikasi dan pengawasan pelabelan BKB yang sesuai dengan Lampiran
II PP RI No. 50 Tahun 2012 terdapat sistem untuk mengidentifikasi dan pemberian label secara jelas pada bahan kimia berbahaya BKB.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, perlengkapan K3 seperti Alat Pelindung Diri juga perlu disediakan sesuai dengan kebutuhan menurut kondisi, sifat dan lingkungan kerja
masing-masing untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja,
s
esuai dengan Permenakertrans No. PER.08MENVII2010 tentang Alat Pelindung Diri pada pasal 2 menyebutkan pengusaha wajib menyediakan APD
bagi pekerjaburuh di tempat kerja dan pasal 6 menyebutkan pekerjaburuh dan orang lain yang memasuki tempat kerja wajib memakai atau menggunakan APD
sesuai dengan potensi bahaya dan risiko.
Gambar 5.1 Laporan Check List Perlengkapan APD dan Perlengkapan Kerja
Berdasarkan laporan check list perlengkapan APD dan perlengkapan kerja dalam gambar di atas yang dipersiapkan oleh mandor bawahan langsung Assistan
diketahui bahwa sudah dilaksanakannya inspeksi APD dan didapatkan dari 12 orang pekerja Cenex hanya 5 orang pekerja menggunakan APD yang diperlukan
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan pekerjaannya, hal ini menjelaskan bahwa tingkat kesadaran pentingnya penggunaan APD untuk mencegah KK dan PAK pada pekerja masih
rendah. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa di Bunut Rubber Factory
PT. BSP, Tbk juga belum sesuai dengan PP RI No. 50 Tahun 2012 Lampiran 1 tentang pelaksanaan rencana K3 pada poin 7 dimana upaya menghadapi keadaan
darurat kecelakaan dan bencana industri harus diuji secara berkala oleh personil yang memiliki kompetensi kerja. Prosedur menghadapi keadaan darurat oleh Tim
Tanggap Darurat yang terdiri dari Tim Bakortiba Badan Koordinator Ketertiban Kebakaran dan Group Leader Komandan Satuan Pengamanan Satpam
Security seharusnya dilakukan simulasi sekali setahun yang melibatkan seluruh tenaga kerja dan dibuat pelaporan kegiatannya serta didokumentasikan. Hal ini
juga sesuai dengan Ramli 2010 yang menyatakan penanggulangan keadaan darurat tidak akan berhasil jika tidak ditangani oleh petugas atau SDM yang
kompeten dengan melakukan upaya pembinaan dan pelatihan yang terencana dan berkesinambungan dikemas dalam bentuk permainan peran atau uji coba dalam
kondisi berbagai bentuk skenario sehingga mengetahui peran dan tanggung jawabnya masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.2 Struktur Organisasi Tim Bakortiba PT. BSP, Tbk
Selain pembentukan Tim Tanggap Darurat, perusahaan juga perlu menyediakan peralatan darurat sesuai dengan PP RI No. 50 Tahun 2012 yang
menyatakan peralatan, dan sistem tanda bahaya keadaan darurat harus disediakan, diperiksa, diuji dan dipelihara secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, standar dan pedoman teknis yang relevan. Adapun peralatan dan sistem tanda bahaya yang tersedia di Cenex antara lain :
1. APAR Alat Pemadam Api Ringan, di letakkan di pintu utama dan di pintu darurat dekat area rawan kebakaran. Dari hasil check list APAR diketahui
bahwa telah dilaksanakannya pemeriksaan APAR secara rutin yaitu setiap bulan oleh mandorassistan dan menunjukkan bahwa kondisi APAR yang
tersedia dalam kondisi baik.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.2 Check list APAR
2. Hydrant, sudah tersedia namun masih ada komponennya yang belum lengkap sehingga saat ini belum ada bukti dokumen laporan pemeriksaan instalansi
hydrant, ditunjukkan dalam lampiran 13, Gambar 14. Pemeriksaan dan pengujian instalansi hydrant seharusnya dilakukan setiap bulan sesuai dengan
prosedur perusahaan. 3. Kotak P3K, ditempelkan di dinding pabrik, kantor, dan tempat lain yag
mudah dijangkau seperti yang ditunjukkan di lampiran 13, Gambar 11. Mandorassistan selalu memeriksa ketersediaan daftar obat-obat yang ada di
dalam kotak P3K setiap bulannya.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.3 Daftar obat di dalam kotak P3K
4. Layout, Petunjuk rambu dan titik evakusi, ditunjukkan di lampiran 10 yang ditempelkan di ruang kantor, pabrik, dan ruang tamu. Rambu evakuasi di
dinding pabrik dibuat tampak jelas. 5. Fasilitas sarana dan prasarana, perusahaan menyediakan poliklinik dan rumah
sakit milik sendiri RS Kartini untuk pelayanan kesehatan pekerjanya. Pelaksanaan rencana K3 perlu juga mempertimbangkan jumlah dan
kemampuan personil organisasi yang terlibat dalam menangani masalah K3 di perusahaan seperti assisten lapangan cenex seharusnya dipegang oleh satu orang
agar bisa fokus menanggunggjawabi seluruh kegiatan K3 di unitnya dan jumlah staf dalam organisasi K3 departemen QHSE perlu dipertimbangkan dengan
tugas dan fungsi organisasi yang mengontrol dokumen mutu, lingkungan dan K3 dari seluruh unit perusahaan. Hal ini sesuai dengan Ramli 2010 yang
menyatakan bahwa kebijakan K3 yang dibuat tanpa mempertimbangkan kemampuan organisasi serta sumber daya yang tersedia mengakibatkan kebijakan
K3 tidak mampu direalisir yang menekankan peningkatan K3. Pihak manajemen
Universitas Sumatera Utara
harus memastikan ketersediaan sumberdaya yang penting untuk menetapkan, menjalankan, memelihara dan meningkatkan sistem manajemen K3.
5.1.4 Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3