Pembatasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Metodologi Penelitian Lokasi Penelitian Bahan

1.3. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada : − Analisa kadar residu glifosat pada larutan standar glifosat dan sesudah pengontakan terhadap CPO dengan metode GC − Penentuan uji perolehan kembali kadar glifosat dari CPO setelah proses derivatisasi − Penentuan validasi metode analisis residu glifosat pada CPO meliputi akurasi dan presisi

1.4. Tujuan Penelitian

• Mengembangkan teknik analisis residu glifosat dalam CPO dengan metode GC • Menentukan kadar residu glifosat dalam CPO

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi masyarakat pengguna khususnya industri kelapa sawit tentang cara analisis residu glifosat dalam CPO sehingga dapat mendukung sistem keamanan pangan di industri minyak sawit.

1.6. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium yaitu : - Sampel • Sampel CPO diambil dari perkebunan yang memakai glifosat sebagai bahan aktif herbisida 3 Universitas Sumatera Utara - Analisis • Analisis menggunakan gas kromatografi dengan detektor penangkap elektron. Analisis dimulai dengan pembuatan derivatisasi glifosat dengan penambahan Trifluoroacetic Acid dan Ttifluoro Ethanol • Pembuatan kurva kalibrasi dimana standar glifosat kemudian dibuat dalam variasi konsentrasi 1; 0,75; 0,5; 0,25; 0,1; 0,075; 0,05; 0,025 µgmL dan diinjeksikan kedalam sistem GC • Dibuat konsentrasi dari 1; 0,8; 0,6; 0,4; 0,2; 0,1 µgmL yang dilarutkan dalam minyak kelapa sawit bebas cemaran residu glifosat untuk uji perolehan kembali kadar residu glifosat metode clean-up dan dianalisis dengan metode GC • Sampel CPO diambil secara purposetif kemudian diderivatisasi yang selanjutnya diinjeksikan kedalam sisem GC

1.7. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil dan Mutu PAHAM, Pusat Penelitian Kelapa Sawit PPKS. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kelapa Sawit

Salah satu dari beberapa tanaman golongan Palmae yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit Elaeis guineensis. Kelapa sawit adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili Palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaion atau minyak, sedangkan nama spesies Guineensis berasal dari kata guinea, yaitu tempat dimana seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman kelapa sawit pertama kali di pantai GuineaKetaren, 1986. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000 mmtahun dan kisaran suhu 22-23 C. Panen kelapa sawit terutama didasarkan pada saat kadar minyak mesokrap mencapai maksimum dan kandungan asam lemak bebas minimum yaitu pada saat buah mencapai tingkat kematangan tertentu. Kriteria kematangan yang tepat dapat dilihat dari warna kulit buah dan jumlah buah yang rontok pada tiap tandanKetaren,1986.

2.1.1. Minyak Sawit

Produk utama yang diperoleh dari tanaman kelapa sawit adalah minyak sawit dan minyak inti sawit yang tergolong lipida. Lipida adalah suatu senyawa heterogen yang berhubungan dengan asam lemak, termasuk biomolekul yang tidak larut atau sebagian larut di dalam air, larut di dalam pelarut organik non polar seperti eter, kloroform dan lain-lain Naibaho, 1998. Pembentukan minyak dalam buah kelapa sawit mulai berlangsung beberapa minggu sebelum matangpenentuannya adalah pada saat panen. Universitas Sumatera Utara Kandungan minyak tertinggi dalam buah adalah pada saat buah akan membrondolyaitu 19 minggu setelah penyerbukan. Minyak yang terbentuk baru 6- 7. Pada hari-hari terakhir menjelang pematangannya, pembentukan minyak berlangsung dengan cepat sehingga mencapai maksimumnya, yaitu sekitar 50 berat daging buah segar pada minggu ke-20 setelah penyerbukan Mangoensoekarjo, 2003. Minyak sawit mentah atau CPO adalah minyak yang berasal dari daging buah mesokrap kelapa sawit yang dikempa. Untuk kegunaan makanan, minyak sawit mentah umumnya dimurnikan untuk memisahkan fraksi minyak cair yang mengandung sebagian besar asam lemak tak jenuh dari fraksi yang mengandung sebagian besar asam lemak tak jenuh Winarno, 1999. 2.1.2.Produk Minyak Sawit Produk minyak sawit dapat dikelompokkan dalam : 1. Bahan Makanan Minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan pangan diperoleh melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenasi. Pada umumnya CPO sebagian difraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Fraksi olein digunakan untuk bahan pangan, sedang fraksi stearin untuk keperluan nonpangan. Pangan dengan bahan baku olein antara lain : minyak goreng, mentega margarine, lemak untuk masak shortening, bahan pengisi aditif, dan industri makanan ringan roti dan kue-kue dan lain-lain. 2. Bahan Bukan Bahan Makanan Oleochemical Minyak kelapa sawit dapat dipakai untuk bahan industri berat ataupun ringan, antara lain untuk industri penyamakan kulit agar menjadi lebih lembut dan fleksibel. Dalam industri tekstil minyak sawit dipakai sebagai minyak pelumas yang tahan terhadap tekanan dan suhu tinggi; pada industri kawat dipakai dalam cold rolling dan fluxing agent; pada industri perak sebagai bahan flotasi pada pemisahan bijih tembaga dan cobalt. Pada 6 Universitas Sumatera Utara industri ringan minyak kelapa sawit dipakai sebagai sabun, deterjen, semir sepatu, lilin, tinta cetak, dan lain-lain. 3. Bahan Kosmetik dan Farmasi Minyak sawit juga mempunyai potensi yang cukup besar untuk industri kosmetik dan industri farmasi. Karena mempunyai sifat sangat mudah diabsorpsi oleh kulit, minyak kelapa sawit banyak dipakai untuk pembuatan shampo, krim, minyak rambut, sabun cair, lipstik, dan lain-lain Mangoensoekarjo, 2003.

2.1.3. Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit akan berproduksi optimal jika dipelihara dengan baik. Pemeliharaan pada tanaman menghasilkan meliputi pengendalian gulma, penunasan pelepah, pegendalian hama dan penyakit, pengawetan tanah dan air, pemupukan serta pemeliharaan jalan Sutarta, dkk, 2008. Gulma merupakan pesaing bagi tanaman kelapa sawit dalam penyerapan unsur hara, air, dan cahaya matahari. Areal yang didominasi oleh gulma yang berbahaya atau pesaing berat seperti sembung rambat Mikania micantha, alang- alang Imperata cylindrica, dan Arystasia coromandeliana dapat menurunkan produksi sampai 20.Pengendalian gulma perlu dilaksanakan di piringan pohon, jalan pikul, dan di gawangan. Pengendalian gulma di piringan pohon dapat dilakukan secara manual atau kimia dengan rotasi berturut-turut 1 atau 3 bulan Sutarta, dkk, 2008. Terdapat beberapa metodecara pengendalian gulma yang dapat dipraktekkan di lapangan. Sebelum melakukan tindakan pengendalian gulma sangat penting bagi kita mengikuti cara-cara tersebut guna memilih cara yang tepat untuk suatu jenis tanaman budidaya dan gulma yang tumbuh di suatu daerah Sukman, 1995. 7 Universitas Sumatera Utara Ditinjau dari berbagai teknik pengendalian yang tersedia biasanya cara yang digunakan tergantung tingkat usaha tani, tanaman yang diusahakan, kultur teknis, kemampuan teknologi dan status ekonomi petani. Pengendalian gulma yang sangat diminatiakhir-akhir ini, terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas adalah secara kimia yang dapat dilakukan dengan cara penyemprotan. Senyawa kimia yang dipergunakan untuk proses ini disebut dengan pestisida karena mudah didapat dan efisienSukman, 1995.

2.1.4. Pestisida

Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, memikat atau membasmi organisme pengganggu. Pestisida biasanya, tapi tak selaluberacun. Berdasarkan kegunaannya pestisida ada dikelompokkan dalam insektisida, fungisida, bakterisida, rodentisida, nematisida dan herbisida.Dalam pemberantasan gulma yang umum digunakan adalah herbisida. Herbisida adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantastumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil gulmahttp:zaifbio.wordpress.com20100531pestisida. Pada umumnya herbisida bekerja dengan mengganggu proses anabolisme senyawa penting seperti pati, asam lemak atau asam amino melalui kompetisi dengan senyawa yang ”normal” dalam proses tersebut. Herbisida menjadi kompetitor karena struktur yang mirip dan menjadi konstrat yang dikenali oleh enzim yang menjadi sasarannya. Cara kerjanya adalah dengan mengganggu keseimbangan produksi bahan-bahan kimia yang diperlukan tumbuhan http:zaifbio.wordpress.com20100531pestisida. Herbisida yang digunakan tergantung kepada jenis gulma yang akan diberantas. Ada beberapa jenis pembagian herbisida yakni: 1 Herbisida yang aktif untuk semua kelompok gulma yang disebut sebagai herbisida nonselektif. Herbisida jenis ini mampu membunuh 8 Universitas Sumatera Utara semua tumbuhan hijau termasuk tanaman pokok, misalnya glifosat, glufosinat, dan paraquat 2 Herbisida aktif pada gulma yang sudah tumbuh yakni herbisida yang ditranslokasikan ke seluruh bagian gulma sistemik yang disebut pula sebagai translocated herbicides. Karena sifatnya yang sistemik, herbisida ini mampu membunuh jaringan gulma yang ada di bawah tanah rimpang,umbi. Contoh herbisida ini adalah 2,4-D, glifosat 3 Herbisida yang mempunyai efek terhadap sintesis asam amino, misalnya glifosat organofosfatDjojosumarto, 2000.

2.1.5. Batas Residu Pestisida

Pengertianresiduadalah sisa herbisida yang ditinggalkan sesudah perlakuan dalam jangka waktu yang telah menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa kemis dan fisis mulai bekerja. Karena residu mempunyai pengertian bahan sisa yang telah ditinggal cukup lama, maka bahan residu sudah tak efektif lagi sebagai racun langsung, namun masih berbahaya karena dapat terakumulasi. Oleh karena itu diperlukan suatu cara untuk mendeteksi atau menganalisisnya, menggunakan metode-metode tertentu yang umumnya telah dibakukan Martono, 2009. Penggunaan pestisidadalam proses produksi pertanian dapat mengakibatkan terdapatnya residu pestisida pada hasil pertanian. Residu itu dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan masyarakat. Oleh karena itu untuk mencegahdan melindungi kesehatan masyarakat dari kemungkinan terjadinya bahaya pestisida, maka perlu ditetapkan Batas Maksimum Residu BMR pestisida pada hasilpertanianataudisebutBMRhttp:zaifbio.wordpress.com20100531pestisida . Standar Codex tentang residu pestisida mengatakan bahwa Batas Maksimum Residu Pestisida BMR adalah konsentrasi maksimum residu pestisida dalam mgkg. Dalam penetapan BMR harus didukung dengan data 9 Universitas Sumatera Utara yang berdasarkan penelitiandapat dipertanggungjawabkan dan mengutamakan keamanan dan kesehatan pada manusiahttp:zaifbio.wordpress.com20100531pestisida.

2.2. Glifosat

Nama IUPAC : N-phosphonomethylglycine Nama Umum : Glifosat Rumus Molekul : C 3 H 8 NO 5 P Massa Relatif : 169.01 Struktural formula : Glifosat atau N-phosphonomethylglycinemerupakan bahan aktif. Herbisida berspektrum luas dapat mematikan sebagian besar tipe tanaman yang dapat mengendalikangulma semusim atau tahunan di daerah tropis pada waku pasca-tumbuh. Glifosat sangat potensial digunakan untuk pengendalian tanaman pengganggu atau digunakan sewaktu pengolahan lahan Eddowes, 1976. Glifosat merupakan senyawa kristal padat yang berbau dengan titik leburnya 185 o C dan terurai pada suhu 187 o C yang menghasilkan gas beracun seperti nitrogen oksida dan fosfor oksida. Larutan glifosat sangat korosif terhadap besi. Glifosat murni larut dengan sempurna dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik WHO, 2004. Universitas Sumatera Utara

2.2.1. Cara Kerja Glifosat

Cara kerja glifosat adalah dengan menghambat enzim 5-enolpiruvil- shikimat-3-fosfat sintase EPSPS yang berperan dalam pembentukan asam amino aromatik, seperti triptofan, tirosin dan fenilalanin. Tumbuhan akan mati jika kekurangan asam amino yang penting untuk melakukan berbagai proses hidupnyahttp:zaifbio.wordpress.com20100531pestisida. Glifosat dapat masuk ke dalam tumbuhan karena penyerapan yang dilakukan tanaman dankemudian diangkut ke pembuluh xylem. Glifosat ini dapat meyebabkan gangguan kesehatan seperti iritasi mata, penglihatan menjadi kabur, kulit terbakar atau gatal, mual, sakit tenggorokan, asma, kesulitan bernafas, sakit kepala, mimisan dan pusing http:zaifbio.wordpress.com20100531pestisida.

2.2.2. Analisis Residu Glifosat dengan Kromatografi

Secara umum, analisa glifosat yang paling sering digunakan adalah HPLC, karena termasuk mudah namun kurang bagus mengingat bahawa glifosat termasuk kepada senyawa mikro. Jadi alat yang harus digunakan harus sensitif agar bisa mendeteksi kadar glifosat walau dalam kadar sekecil apapun. Analisis glifosat dapat dilakukan dengan menggunakan HPLC dengan fase geraknya buffer fosfat dan pH-nya diatur 2,0. Dalam analisanya, standar glifosat dilarutkan dalam buffer fosfat kemudian dibuat dalam variasi konsentrasi tertentu untuk dapat dibuat sebagai standar dalam pengukuran kadar glifosat dalam sampel Siahaan, 1999.

2.2.3. Derivatisasi Pada Glifosat

Glifosat adalah jenis herbisida yang larut dalam air yang terdiri dari fosporik dan grup asam amino dalam molekulnya. Sebuah multimetode dilakukan untuk dapat mendeterminasi glifosat. Pencampuran dengan trifluoroacetat 11 Universitas Sumatera Utara anhidrat TFAA dan trifluoro ethanol TFE membantu glifosat dalam reaksi derivatisasi menjadi senyawa yang lebih volatil dalam analisa GC dengan detektor tangkap elektron Stalikas, 2000. Dalam studi terakhir ini, reaksi derivatisasi sangat berguna dalam analisis glifosat dan metabolitnya Amino Methyl Phosponic Acid AMPA. Kombinasi dari fluorinasi anhidrat lainnya dengan alkohol dapat diupayakan untuk fluoroasetilasi dan fluoroesterifikasi dari amino, hidroksi, dan karbosilik untuk analisis glifosat dan AMPA Stalikas, 2000.

2.3. Kromatografi Gas

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat.Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk memisahkan dan mengkuantifikasi berbagai macam komponen yang kompleks,baik komponen organikmaupun komponen anorganikRohman, 2007. Gas Chromatography GC merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam suatu campuran. GC merupakan teknik instrumental yang saat ini merupakan alat utama yang digunakan oleh laboratorium unuk melakukan analisis. GC dapat diotomatisasi untuk analisis sampel-sampel padat, cair dan gas. Sampel padat dapat diekstraksi atau dilarutkan dalam suatu pelarut sehingga dapat diinjeksikan ke dalam sistem GC demikian juga sampel gas dapat langsung diambil dengan penyuntik yang ketat terhadap gas Rohman, 2007. Universitas Sumatera Utara

2.3.1. Prinsip Dasar Kromatografi Gas

Dasar pemisahan secara kromatografi gas ialah penyebaran sampel diantara dua fase, yaitu fase diam yang permukaannya luas dan fase lain berupa gas yang melewati fase diam. Kromatografi gas ialah suatu cara untuk memisahkan senyawa atsiri dengan mengalirkan arus gas melalui fase diam berupa zat padat kromatografi gas padat. Jika fase diam berupa zat cair, cara tadi disebut kromatografi gas cair. Fase cair diselaputkan berupa lapisan tipis pada zat padat yang lembam dan pemisahan didasarkan pada partisi sampel yang masuk dan keluar dari lapisan zat cair ini Bonelli, 1988. Dalam kromatografi gas, fase gerak berupa gas lembam seperti helium, nitrogen, argon, atau bahkan hidrogen yang digerakkan dengan tekanan melalui pipa yang berisi fase diam. Untuk pemisahan secara kromatografi, fase diam cair berada sebagai lapisan tipis yang diserap atau diikat secara kimia oleh penyangga padat yang dikemas di dalam pipa logam, kaca, atau plastik yang berdiameter kecil 2-8 mm dan panjangnya sedang 1-10 m. Ini disebut kolom kemas. Dalam sistem lain disebut kolom kapiler atau pipa terbuka fase diam berupa film tipis 0,1-2 µ m yang melekat pada dinding dalam pipa logam kapiler atau pipa kaca kapiler berdiameter sangat kecil 0,2-1 mm dan sangat panjang 10-100 m Gritter, 1991. Alat GLC atau GC terdiri atas 7 bagian, yaitu: 1. Silinder tempat gas pembawapengangkut 2. Pengatur aliran dan pengatur tekanan 3. Tempat injeksi sampel 4. Kolom 5. Oven kolom 6. Detektor 7. Rekorder 13 Universitas Sumatera Utara Gambar 1. Diagram Blok Kromatografi Gas Bagian-bagian dari kromatografi gas : 1. Gas pengangkutpemasok gas Gas-gas yang sering dipakai adalah : helium, argon, nitrogen, karbon dioksida dan hidrogen. Gas helium dan argon sangat baik, tidak mudah terbakar, tetapi sangat mahal. H 2 mudah terbakar, sehingga harus berhati-hati dalam pemakaiannya. Kadang-kadang digunakan juga CO 2 Madbardo, 2010. 2. Pengatur aliran dan pengatur tekanan Ini disebut pengatur atau pengurang Drager. Drager bekerja baik pada 2,5 atm, dan mengalirkan massa aliran dengan tetap. Tekanan lebih pada tempat masuk dari kolom diperlukan untuk mengalirkan sampel masuk ke dalam kolom. Ini disebabkan, kenyataan lubang akhir dari kolom biasanya mempunyai tekanan atmosfir biasa.Kecepatan gas akan mempengaruhi effisiensi kolom Madbardo, 2010. 3. Tempat injeksisampel Tempat injeksi dari alat GLC selalu dipanaskan. Dalam kebanyakan alat, suhu dari tempat injeksi dapat diatur. Aturan pertama untuk pengaturan suhu ini adalah suhu tempat injeksi sekitar 50°C lebih tinggi dari titik didih campuran dari sampel yang mempunyai titik didih yang paling tinggi. Bila 14 Universitas Sumatera Utara kita tidak mengetahui titik didih komponen dari sampel maka kita harus mencoba-coba. Sebagai tindak lanjut suhu dari tempat injeksi dinaikkan. Jika puncak-puncak yang diperoleh lebih baik, ini berarti bahwa suhu percobaan pertama terlalu rendah. Namun demikian suhu tempat injeksi tidak boleh terlalu tinggi, sebab kemungkinan akan terjadi perubahan karena panas atau penguraian dari senyawa yang akan dianalisis. Biasanya jumlah sampel yang diinjeksikan pada waktu kita mengadakan analisa 0,5-50 ml gas dan 0,2-20 ml untuk cairanMadbardo, 2010. 4. Kolom Ada 2 jenis kolom pada kromatografi gas yaitu kolom kemasdan kolom kapiler. Kolom kemas terdiri atas fase cair yang tersebar pada permukaan penyangga yang lembam inert yang terdapat dalam tabung yang relatif besar diameter dalam 1-3 mm. Kolom kapiler jauh lebih kecil diameter dalam 0,10-0,53 mm dan dinding kapiler bertindak sebagai penyangga lembam untuk fase diam cair. Fase diam ini dilapiskan pada dinding kolom atau bahkan dapat bercampur dengan sedikit penyangga lembam yang sangat halus untuk memperbesar luas permukaan efektif. Tabung terbuat dari Silika SiO 3 dengan kemurnian yang sangat tinggi. Panjang kolom 5-60 m dengan tebal lapisan film 0,05-1 mikron Rohman, 2007. Gambar2. Jenis Kolom Kromatografi Gas 5. Oven kolom 16 Universitas Sumatera Utara Kolom terletak didalam sebuah oven dalam instrumen. Suhu oven harus diatur dan sedikit dibawah titik didih sampel. Jika suhu diset terlalu tinggi, cairan fase diam bisa teruapkan, juga sedikit sampel akan larut pada suhu tinggi dan bisa mengalir terlalu cepat dalam kolom sehingga menjadi terpisah Madbardo, 2010. 6. Detektor Detektor berfungsi sebagai pendeteksi komponen-komponen yang telah dipisahkan dari kolom secara terus-menerus, cepat, akurat, dan dapat digunakan pada suhu yang lebih tinggi. Detektor harus dapat dipercaya dan mudah digunakan. Fungsi umumnya mengubah sifat-sifat molekul dari senyawa organik menjadi arus listrik kemudian arus listrik tersebut diteruskan ke rekorder untuk menghasilkan kromatogramMadbardo, 2010. Detektor yang digunakan pada analisa residu glifosat adalah electron capture detector ECD. ECD merupakan modifikasi dari Flame Ionisation Detector FID yaitu pada bagian tabung ionisasi. Dasar dari ECD ialah terjadinya absorbsi e- oleh senyawa yang mempunyai afinitas terhadap e-bebas senyawa-senyawa elektronegatif. Dalam detektor gas terionisasi oleh partikel yang dihasilkan dari 3 H atau 63 Ni. Detektor ini mengukur kehilangan sinyal ketika analit terelusi dari kolom kromatografi. Detektor ini peka terhadap senyawa halogen, karbonil terkoyugasi, nitril, nitro, dan organo logam, namun tidak peka terhadap hidrokarbon, keton, dan alkohol Madbardo, 2010. 7. Rekorder Rekorder berfungsi sebagai pengubah sinyal dari detektor yang diperkuat melalui elektrometer menjadi bentuk kromatogram. Dari kromatogram yang diperoleh dapat dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dengan cara membandingkan waktu retensi sampel dengan standar. Analisis kuantitatif dengan menghitung luas area maupun tinggi dari kromatogram. Sinyal analitik yang dihasilkan detektor dikuatkan oleh rangkaian elektronik agar bisa diolaholeh rekorder atau sistem data. Hasil Universitas Sumatera Utara rekorder adalah sebuah kromatogram berbentuk puncak-puncak dengan pola yang sesuaidengankondisi sampel dan jenis detektor yang digunakan.Rekorder biasanya dihubungkan dengansebuah elektrometer yang dihubungkan dengan sirkuit pengintregrasi yang bekerja dengan menghitung jumlah muatan atau jumlah energi listrik yang dihasilkan oleh detektor. Elektrometer akan melengkapi puncak-puncakkromatogram dengan data luas puncak atau tinggi puncak lengkap dengan biasnya Madbardo, 2010. Sistem data merupakan pengembangan lebih lanjut dari rekorder dan elektrometer dengan melanjutkan sinyal dari rekorder dan elektrometer ke sebuah unit pengolah pusat CPU, Central Processing Unit Madbardo, 2010. 2.3.2.Derivatisasi pada Kromatografi Gas Derivatisasi merupakan proses kimiawi untuk mengubah suatu senyawa menjadi senyawa lain yang mempunyai sifat-sifat yang sesuai untuk dilakukan analisis menggunkan kromatografi gas. Alasan dilakukannya derivatisasi : • Senyawa - senyawa tersebut tidak memungkinkan dilakukan analisis dengan KG terkait dengan volatilitas dan stabilitasnya • Untuk meningkatkan batas deteksi dan bentuk kromatogram beberapa senyawa tidak menghasilkan bentuk kromatogram yang bagus atau sampel yang dituju tidak terdeteksi, karenanya diperlukan derivatisasi sebelum dilakukan analisis dengan KG • Meningkatkan volatilitas senyawa yang tidak mudah menguap • Meningkatkan deteksi • Meningkatkan stabilitas beberapa senyawa volatil mengalami dekomposisi parsial karena panas sehingga diperlukan derivatisasi untuk meningkatkan stabilitasnya • Meningkatkan batas deteksi pada penggunaan detektor tangkap elektron 17 Universitas Sumatera Utara Ada beberapa cara derivatisasi yang dilakukan pada kromatografi gas, serta gugus-gugus fungsional yang bereaksi seperti asilasi, alkilasi, siliasi, esterifikasi, kondensasi dan siklisasi Rohman, 2007.

2.3.3 Asilasi

Jika sampel yang diuji mengandung fenol, alkohol, atau amin primer atau sekunder maka sering digunakan derivatisasi dengan asilasi yang merupakan reaksi yang paling umum. Derivatisasi dengan cara ini dilakukan dengan menggunakan asam asetat anhidrat dan katalis sebelum penyuntikan di dalam kolom. Asilasi pada umumnya memberi bentuk kromatogram yang baik. Trifluoro asetat TFA, Pentafluoropropianat PFP, atau heptafluorobutirat HFB digunakan untuk meningkatkan sensitifitas analisis. Asilasi dilakukan dengan menggunakan perfluoroanhidrida yang murni atau dalam pelarut, misalkan dalam asetonitril atau etil asetat. Penambahan amin tersier seperti trimetil amin atau trietil amin akan meningkatkan reaktifitasnya dan berfungsi sebagai penerima asam Rohman, 2007.

2.4. Pengembangan Metode Analisis

Pengembangan metode analisis biasanya didasarkan pada literatur yang sudah ada menggunakan instrumen yang sama atau hampir sama. Saat ini jarang kita temui pengembangan suatu metode yang tidak menggunakan pendekatan dengan menghubungkan atau membandingkan metode yang eksisRohman, 2007. Pengembangan metode biasanya membutuhkan pemilihan syarat-syarat metode tertentu dan memutuskan jenis alat apa yang akan digunakan dan kenapa. Pada tahap pengembangan, keputusan yang terkait dengan pemilihan kolom, fase gerak, detektor, dan metode kuantifikasi harus diperhatikanRohman, 2007. 18 Universitas Sumatera Utara Ada beberapa alasan valid untuk mengembangkan suatu metode analisis baru, yaitu: • Tidak ada metode yang sesuai untuk analit tertentu dalam matriks tertentu • Metode yang ada terlalu banyak menimbulkan kesalahan atau metode yang sudah ada tidak ada reliable • Metode yang ada terlalu mahal, membutuhkan waktu yang banyak, membutuhkan banyak energi, atau tidak dapat diotomatisasikan • Metode yang telah ada tidak memberikan sensitivitas dan spesifitas yang mencukupi pada sampel yang dituju • Instrumentasi danteknik yang baru memberikan kesempatan untuk meningkatkan kinerja metode tersebut • Ada suatu kebutuhan untk mengembangkan metode alternatif, baik untuk alasan legal atau saintifikRohman, 2007.

2.4.1. Validasi Metode Analisis

Sebelum diadakan validasi metode maka perlu dilakukan pendekatan validasi metode. Salah satu diantaranya adalah metode spiking yakni metode spiking buta nol zero blind spiking method. Pendekatan metode ini melibatkan analisis tunggal menggunakan suatu metode yang akan divalidasi untuk melakukan analisis suatu sampel yang megandung level analit tertentu yang sudah diketahui Rohman, 2007. Validasi metode menurut United States Pharmacopeia USP dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisisRohman, 2007. 19 Universitas Sumatera Utara

2.4.2. KetepatanAkurasi

Akurasi merupakan ketelitian metode analisis satu kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai rujukan. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampelRohman, 2007. Persen perolehan kembali digunakan untuk menyatakan kecermatan. Kecermatan merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Kecermatan dapat ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi spiked-placebo recovery dan metode penambahan baku standard addition method. Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni pembanding kimia ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa placebo lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan.Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu padasampel yang diperiksa lalu dianalisis lagi dengan metode tersebut WHO, 1992. Perolehan kembali = A F C C x 100 Keterangan : C F =konsentrasi analit yang diperoleh setelah penambahan larutan baku C A =konsentrasi larutan baku yang ditambahkan Harmita, 2004.

2.4.3. Presisi

Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik. Sesuai dengan International Conference on Harmonization ICH, presisi harus dilakukan pada tiga tingkatan yang berbeda yaitu : keterulangan repeatbility, presisi antara intermediate precision, dan ketertiruan reproducibility Rohman, 2007. 20 Universitas Sumatera Utara

2.4.4. Batas Deteksi Limitof detection,LOD

Batas deteksi didefenisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. LOD merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentuRohman, 2007. Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blanko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku SB respon blanko Harmita, 2004. Batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Batas Deteksi = Slope SB 3 WHO, 1992.

2.4.5. Batas Kuantifikasi limit of quantification,LOQ

Batas kuantifikasi didefenisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakanRohman, 2007. Simpangan baku SB respon dapat ditentukan berdasarkan simpangan baku blanko, simpangan baku residual dari garis regresi atau simpangan baku intersep y pada garis regresi Rohman, 2007. Batas Kuantitasi = Slope SB 10 WHO, 1992 21 Universitas Sumatera Utara BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Bahan

− CPO dari beberapa perkebunan yang menggunakan herbisida glifosat − Glifosat p.a E.Merck − Trifluoroacetic acid anhydrat TFA p.a E,Merck − Trifluoroethanol TFE p.a E.Merck − Aqubidestilat − Etil asetat p.a E.Merck − Minyak kelapa sawit bebas cemaran residu glifosat − Silika Gel 60 0,063 – 0,300 mm E.Merck − Metanol p.a. E.Merck − Natrium Sulfat E.Merck

3.2. Alat-alat