C. Gerakan Mahasiswa Perancis tahun 1968
Euphoria Protes Berkeley
Kondisi mengenai gerakan mahasiswa seperti di atas tidak hanya terjadi di Indonesia. Jauh sebelumnya Perancis, yang secara kondisi kultur masyarakat,
politik maupun keadaan ekonomi lebih maju daripada Indonesia juga mengalami hal yang sama. Terjadi gerakan mahasiswa Perancis , yang lebih dikenal dengan
Pemberontakan Mahasiwa, Mei 1968, yang pada awal mulanya mengangkat masalah pendidikan, selaras dengan kondisi pendidikan yang terjadi pada negara
itu, maupun gerakan-gerakan mahasiswa di benua Amerika maupun Eropa yang pada saat itu sangat concern mengenai pendidikan.
Pada era 1960-an, isu utama dari gerakan mahasiswa adalah pendidikan. Hal ini bermula dari protes Berkeley tahun 1964 di Universitas California di
Berkeley, Amerika Serikat. Sasarannya adalah birokrasi otokratis dari administrasi Universitas, yang mengabaikan kebutuhan pendidikan dari
mahasiswa belum bergelar, mengeksploitasi anggota staf yang lebih muda dan mempertahankan kepentingan elit akademis yang kecil, protes mengambil bentuk
Perjuangan untuk Kemerdekaan Berbicara, dengan aksi protes duduk yang tanpa kekerasan di gedung administrasi. Protes Berkeley memunculkan solidaritas
beratus-ratus Universitas di Amerika Serikat dan menyebar ke negara-negara dari Jepang, Polandia dan ke Perancis
100
100
Ibid hal 39
.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini menjadi pemicu awal dimana gerakan mahasiswa bergerak yang pada awalnya menggunakan isu pendidikan, ditambah kondisi pada masa itu,
masyarakat Perancis sangat tertutup dan kaku. Tata cara hidup masih diatur sesuai dengan agama Katolik yang keras. Banyak masalah yang tidak bisa untuk dibahas
secara bebas, dan masalah seks salah satu diantaranya
101
Keadaan lain yang mempertebal ketidakpuasaan mereka adalah cara penguasa memperlakukan mereka seperti halnya memperlakukan anak-anak.
Rektor di banyak universitas merupakan jenis orang tua angkat yang lalim, diangkat oleh Paris, banyak dosen dengan keterbatasan profesionalitas mereka,
minta diperlakukan secara berbeda, menolak dialog, peraturan dan regulasi yang mengatur kehidupan mahasiswa berkaitan dengan perilaku sehari-hari dan
kedewasaan yang terlampau cepat. Penjelasan yang menarik untuk ketidaksensitifan ini adalah bahwa peraturan-peraturan yang direncanakan akan
. Selain itu, terdapat frustasi yang mendalam dikalangan mahasiswa atas ketidakberdayaan mereka
untuk mengambil bagian dalam pengambilan keputusan yang menentukan hidup mereka. Negara menjalankan universitas dengan imajinasi yang sama sedikitnya
dengan cara mereka mengelola jasa pelayanan pos. Apa yang diinginkan mahasiswa diatas segalanya adalah memaksa negara untuk datang dan
berkonsultasi dengan mereka dalam posisi yang sejajar. Ini bukanlah harapan yang selalu disadari, tetapi ia tetap merupakan motif yang mendalam untuk
memberontak.
101
Majalah TEMPO, Edisi 9 April 2006 hal 103-104
Universitas Sumatera Utara
diberlakukan oleh departemen asrama mahasiswa, ketika isu netralitas agama dan politik pada pendidikan negara mengguncangkan semangat dengan kejam dan
sebagai isu perlawanan, perlambang ketidakpuasaan mereka, mahasiswa memilih untuk mempertanyakan pemisahan yang kaku antara blok tempat tinggal
mahasiswa dan mahasiswi.
Fase Tumbuhnya Gerakan Mahasiswa Perancis tahun 1968
Sebelum peningkatan militansi mahasiswa Perancis yang memuncak dalam barikade-barikade Paris dan perjuangan di jalan-jalan di seluruh kota di
Perancis Mei 68’, gerakan mahasiswa Perancis sudah terlihat agak merosot dari titik tertingginya setelah perang di Aljazair. Tahun 1961 serikat mahasiswa, Union
National des Etudiants de France UNEF telah mempunyai 100.00 anggota, dari total jumlah 240.00 mahasiswa Perancis. Pada masa ini, mereka berhasil menjadi
kekuatan yang bergengsi dalam menentang perang di Aljazair dan kebijakan Algerie Francaise. Ketika itu UNEF berhasil mengorganisir demonstrasi, konsep
perlawanan dan kampanye menentang penyiksaan, pemboman, perang psikologi dan perkampungan-perkampungan penjara yang secara sistematis digunakan oleh
pengganti pemerintah. Prestasi yang hanya bisa dicapai oleh kemampuan yang mereka miliki, ditunjukkan ketika pada bulan Oktober 1960, UNEF berhasil
membawa seluruh kekuatan kiri dalam demonstrasi besar-besaran menentang perang.
Kalau poin penting UNEF diraih ketika mahasiswa memainkan peran yang vital dalam politik nasional Perancis, maka naiknya militansi diantara mahasiswa
Universitas Sumatera Utara
di akhir tahun 1960-an justru dipicu oleh keadaan mereka sendiri sebagai mahasiswa. Mahasiswa Perancis telah lama tanpa henti berperang melawan
disiplin asrama. Di tahun 1968, 72 mahasiswi dan 52 mahasiswa tinggal di asrama. Peraturan disiplin dalam asrama sangatlah refresif dan kuno, pertemuan
dan propaganda politik dilarang dan mahasiswa tidak diijinkan masuk ke asrama putri. Mereka dilarang mendekorasi kamarcdan menancapkan apa pun di dinding,
di banyak asrama mereka hanya boleh terima tamu di ruang tamu. Awal 1967 dimulailah kampanye, pertama di Lyon, menentang “penindasan psikologi dan
seksual dan UNEF bergabung dalam perjuangan ini. Dimulai pada bulan Desember 1967 dengan pemogokan delapan sekolah
tinggi lanjutan setingkat SLTA untuk mendukung sebuah demonstrasi menentang kebijakan pemerintah yang memotong anggaran jaminan sosial. Aksi
tersebut diikuti oleh sekolah-sekolah lainnya di bulan Januari 1968, para demonstran, di aksi lanjutan ini, melakukan protes atas dikeluarkannya para
aktivis dari sekolah. Para siswa yang dikeluarkan adalah anggota dari the Jeunesses Communistes Revolutionnaires JCR, sebuah Organisasi Pemuda
Sosialis Revolusioners yang bergabung dengan Internasional Keempat.
102
Februari 1968 menandai fase ketika mereka memulai kampanye nasional untuk membebaskan berbagai aturan di asrama, khususnya agar mahasiswa
diijinkan mengunjungi mahasiswi di kamarnya sendiri. Perjuangan mahasiswa Perancis dalam menuntut kebebasan dalam asrama mengindikasikan pentingnya
102
Doug Lorimer, Pelajaran dari Revolusi yang gagal 1968, http:www
. Indomarxis.org
Universitas Sumatera Utara
kebebasan seksual sebagai salah satu elemen perjuangan mahasiswa. Salah satu cara paling fundamental dalam mengontrol warganya dan kaum mudanya, dalam
sebuah masyarakat otoriter adalah represi seksual. Kebebasan seksual yang utuh merupakan tuntutan utama dalam setiap gerakan mahasiswa. Semua bentuk
pengekangan seksual dan disiplin puritan harus dihapuskan. Kebebasan seksual sering disalah artikan sebagai pertanyaan yang tidak politis dan tidak dilihat
sebagai hak yang penting. Hal ini disebabkan oleh tekanan seksual yang mereka terima sejak kecil dan “paksaan” untuk menerima larangan tanpa boleh bertanya.
Mahasiswa Perancis telah membuat jelas bahwa kebebasan seksual, seperti perwakilan mahasiswa, merupakan hak yang harus dituntut dan bertujuan
mengaktifkan mahasiswa.
103
Pada tanggal 3 Mei, Universitas Nanterres di Paris ditutup oleh administrasi untuk menghentikan kegiatan ”studi anti imperialis” yang tengah
memasuki hari kedua. Di halaman Sorbonne, universitas yang terletak di tengah kota Paris, 500 mahasiswa sayap kiri berkumpul melancarkan protes menentang
penutupan dan tindakan disipliner yang dikenakan kepada sejumlah mahasiswa Nanterres. Penutupan ini mengikuti direbutnya sebuah ruang kelas oleh
mahasiswa hari sebelumnya untuk memutar film tentang pejuang revolusioner dari Kuba, Che Guevara. Ini adalah aksi langsung oleh kaum enrages, sebutan
bagi mahasiswa militan di Nanterres. Kelompok mahasiswa ini dalam perjuangan untuk mengubah sistem pendidikan tinggi yang tengah dikembangkan di sejumlah
103
Alex Supartono .op.cit hal 42-43
Universitas Sumatera Utara
universitas. Di antara 500 kelompok di Sorbonne, ada sejumlah organisasi
mahasiswa radikal dengan latar belakang Trotskyis dan Maois.
Mahasiswa mulai berhimpun di luar Sorbonne. Polisi dipanggil dan diperintahkan untuk mengelilingi lantas membubarkan himpunan itu Para
demonstarn setuju untuk pergi. Akan tetapi terjadi bentrokan ketika mereka digiring untuk memasuki mobil-mobil polisi yang sudah menunggu. Bentrokan ini
berlangsung dan terus malam harinya. Ratusan orang terluka dan 596 di antaranya ditangkap. Kampus Sorbonne ditutup oleh pihak administrasi kampus. UNEF
menyerukan dilangsungkannya demonstrasi tanggal 6 Mei dan serikat pengajar universitas pada saat yang sama menyerukan mogok. Hal ini berlanjut hingga
tanggal 7 Mei, ketika 30.000 mahasiswa menduduki jalan-jalan di kota Paris selama lima jam penuh, menuntut agar kampus dibuka kembali dan para aktivis
yang ditahan di bebaskan. Sebuah pelajaran bagi massa aksi berhasil dipetik di tanggal 9 Mei di
daerah Latin Quarter, daerah sekitar Sorbonne. Ketika itu massa memaksa untuk bertahan sampai besok, jumat 10 Mei, dan kejadian itu menjadi terkenal dengan
sebutan malam barikade-barikade night of barricades ketika 35.000 demonstran merusak barikade dan terjadi perang batu dengan CRS polisi anti huru-hara
Perancis. Sekitar 400 mahasiswa masuk rumah sakit. Dan banyak lainnya yang terluka akibat tindakan CRS. Meskipun begitu, para mahasiswa tidak kalah.
Masyarakat mengecam tindakan brutal polisi yang ditayangkan oleh stasiun televisi dan mendesak pemerintah untuk memenuhi tuntutan mereka.
Universitas Sumatera Utara
Tanggal 11 Mei, para pemimpin buruh dari tiga konfederasi serikat buruh merespon opini publik yang sedang berkembang atas tindakan represif yang
dilakukan polisi, dan mereka merencanakan aksi mogok nasional selam 24 jam penuh yang akan diadakan pada hari senin tanggal 13 Mei.
Di hari itu sekitar satu juta buruh dan mahasiswapelajar berjalan menuju kota Paris. Mereka secara eksplisit menyatakan untuk mengakhiri kepemimpinan
rezim semi Bonarpatis Charles de Gaulle sambil menyanyikan lagu “sepuluh hari sudah cukup”. Bendera Tricolore diturunkan dari gedung-gedung pemerintahan
dan diganti dengan bendera MERAH. Akan tetapi aksi di 13 Mei ini tidak direspon lebih lanjut oleh para aristokrat-aristokrat serikat buruh dan mereka pun
kecuali perintah untuk membubarkan diri. Bagaimanapun, aksi para pekerja tersbut telah membesarkan hati para mahasiswa, dan sekita 20-25 ribu buruh
bertemu dan memutuskan untuk bergabung dengan para mahasiswa dan menguasi Sorbonne.
Tanggal 14 Mei para pekerja kembali ke pabriknya masing-masing, tapi mereka kembali dengan rasa percaya terhadap kekuatan dari mobilisasi massa.
Kejadian ini terutama sekali dialami para buruh-buruh muda, yang banyak dari mereka telah bergabung dalam aksi protes mahasiswa mulai tanggal 3-10 dan ikut
bertempur bersama mahasiswa di malam barikade. Secara spontan, para pekerja mulai mengambil alih pabrik. Pada tanggal ini juga para pekerja pabrik Sud
Aviation di Nanterre mengunci manajer di ruang kerjanya dan menyatakan mereka telah mengambil alih pabrik.
Universitas Sumatera Utara
Dihari yang sama, para pekerja pabrik Renault meninggalkan peralatannya dan mendeklarasikan perebutan pabrik. Besoknya mogok menjalar ke dua pabrik
Renault lainnya dan sorenya pabrik terbesar Renault di Parisian Suburban dari Biliancout tidak bisa menjalankan prose produksi karena 30 ribu pekerjanya
melakukan aksi mogok. Dari kejadian tersebut, aksi mogok terjadi di hampir seluruh daerah di Perancis. Dalam waktu seminggu aksi mogok ini telah
melibatkan 10 juta dari 15 juta pekerja yang ada di Perancis. Gerakan ini mencapai puncaknya di minggu terakhir di bulan Mei, ketika
terdapat sekitar 450 komite yang ada di Paris belum daerah lainnya. Bagaimanapun, mereka tetap terlokalisir dan hanya kehilangan koordinasi di kota-
kota yang mempunyai basis besar. Di luar Paris perkembangan yang sama juga terjadi. Yang paling bagus adalah apa yang terjadi di Nantes, utara Brittany di 23
Mei. Sebuah komite sentral pemogokan yang terdiri dari serikat buruh, petani dan mahasiswa mengadakan aksi di balai kota, dan mendeklarasikan dirinya sebagai
penguaa baru kota praja tersebut. Dan di gedung-gedung sentral pemerintahan, terutama di kota Paris, sudah ditinggalkan oleh para penghuninya, hanya ada para
penjaga pintu dan polisi yang kekuatannya sangat kecil. Selama seminggu, dari 24-30 Mei, pemerintahan De Gaulle mengalami
kegoncangan yang cukup hebat. Akan tetapi sayangnya, pemimpin-pemimpin serikat buruh menolak untuk melakukan penggantian atau sebuah insureksi
pemerintahan. Dan yang lebih parah lagi, ketika 10 juta pekerja sedang menjalankan aksi mogok, para aristokrat-aristokrat serikat buruh ini menolak
Universitas Sumatera Utara
rancangan diadakannnya sebuah aksi mogok nasional. Mereka membatasi diri hanya pada tuntutan ekonomis seperti kenaikan upah, jam kerja yang lebih
pendek, dll. Bahkan mereka bekerja sama dengan rezim De Gaulle dengan mengatakan mahasiswa-mahasiswa yang radikal sebagai provokator.
Di 29 Mei, pemimpin federasi serikat buruh CGT membuat aksi sejuta massa di jalan-jalan kota Paris dimana, untuk pertama kalinya, pemimpin-
pemimpin Stalinis mengikuti slogan-slogan politik yang ada. Mereka juga berada di barisan yang sama dengan para demonstran yang menuntut sebuah
Pemerintahan Rakyat. Malam itu De Gaulle berkonsultasi dengan para jendralnya. Sebuah rencana telah berhasil disusun, dan para tentara yang paling
loyal kepadanya telah di mobilisasi. Markas besar oprasi militer mengambil tempat di Verdun. Besoknya pada pukul 04.30 pagi, muncul di televisi dengan
mengabarkan bahwa pertemuan nasional yang terjadi tidak berhasil menghasilkan solusi dan menawarkan pemilu untuk memilih anggota parlemen di tanggal 23
Juni.
Akhir Gerakan Mahasiswa Perancis Mei 68’.
Pada tanggal 30 Mei, pukul 4.31 sore de Gaulle berpidato. Ia menolak untuk mundur. Sebaliknya ia justru membubarkan Majelis Nasional dan
mengumumkannya pemilu tanggal 23 dan 30 Juni. Ia mengisyaratkan akan mengirim tentara jika pemberontakan terus berlangsung. PCF menyatakan bahwa
tawaran pemilu sudah memenuhi tuntutan mereka. Semua serikat buruh
Universitas Sumatera Utara
menawarkan perundingan dengan pemerintah tentang tuntutan ekonomi mereka, yang berarti dicoretnya pemogokan dengan tuntutan politik.
Mahasiswa menanggapi pidato de Gaulle dengan demonstrasi yang diikuti 20.000 sampai 30.000 ribu orang. Seruan-seruan mahasiswa menunjukkan pikiran
mereka bahwa peristiwa-peristiwa di bulan Mei hanya satu permulaan saja. Yang harus dicatat adalah menghilangnya buruh-buruh muda yang semula mendukung
demonstrasi-demonstrasi ini. CGT telah memerintahkan anggotanya untuk tidak terlibat lagi.
Meninggalnya seorang buruh yang ikut dalam demonstrasi solidaritas dengan buruh mogok yang bertempur melawan polisi anti huru hara tanggal 10
Juni sekali lagi membuat mahasiswa turun ke jalan. Dua hari kemudian semua bentuk demonstrasi dinyatakan terlarang. Ini adalah periode kampanye sebelum
diselenggarakannya “pemilihan bebas”. Organisasi mahasiswa yang radikal seperti Trotskyis, Maois dan anarkis dinyatakan ilegal hari itu juga.
Puncak dari gerakan mahasiswa Perancis ini terjadi pada tanggal 16 Juni ketika ditangkap dan dipenjarakannya Alain Krivine pemimpin JCR, serta polisi
menerobos masuk Sorbonne dan mengusir mahasiswa yang mendudukinya. Dapat dikatakan ini merupakan tanda berakhirnya gerakan Mei 68’. Dua minggu
kemudian rezim Gaullist kembali terpilih dengan dukungan mayoritas.
104
104
Alex Supartono .op.cit hal 60-61
Universitas Sumatera Utara
BAB III GERAKAN REFORMASI MAHASISWA INDONESIA