Gerakan Mahasiswa Indonesia tahun 1998

C. Gerakan Mahasiswa Indonesia tahun 1998

Krisis Ekonomi tahun 1997 sebagai Momentum Perlawanan Gerakan Mei 98’ harus diakui adalah sebuah gerakan mahasiswa terbesar yang pernah terjadi di Indonesia, karena gerakan ini tidak hanya terjadi di Jakarta tetapi hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia, tidak seperti gerakan mahasiswa sebelumnya yang hanya terkonsentrasi di Jakarta sebagai pusat pemerintahan Indonesia maupun beberapa kota di Jawa seperti Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan kota besar lainnya di Indonesia. Banyak pihak yang menganggap mahasiswa adalah “bintang lapangan” ketika proses perlawanan untuk menumbangkan rezim ini berlangsung, walaupun diakui perlawanan ini bukan hanya menjadi milik mahasiswa “sendiri”, tetapi juga mendapat dukungan dari berbagai lapisan masyarakat dan kalangan profesi maupun tokoh-tokoh politik di Indonesia. Gerakan mahasiswa tahun 1998 yang berhasil menurunkan Soeharto dari kursi presiden tidak dapat kita pisahkan dari timbulnya krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Pada masa-masa awal pemerintahan Orde Baru 1971-1981, pertumbuhan ekonomi Indonesia sangatlah mengesankan, diatas 5 pertahun, hal ini bahkan sampai pada tahun 1997. Hal Hiil dari Australian Nastional University ANU menyatakan bahwa pertengahan tahun 1997 perekonomian Indonesia tetap Universitas Sumatera Utara kokoh. Bahkan menurut pemenang Nobel ekonomi, Joseph Stiglitz menyatakan bahwa Soeharto telah berhasil mengentaskan kemiskinan. 89 Indonesia adalah negara yang terparah dilanda kerisis ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Pada awal tahun 1998, harga-harga kebutuhan masyarakat menjadi tidak terkontrol lagi, bahkan pada sidang kabinet lengkap pertama pada Pada awal tahun 1997, pemerintah Indonesia tetap merasa percaya diri dengan kekuatan fundamental ekonomi Indonesia yang telah dibangun selama 30 tahun melalui tahapan pembangunan yang disebut pembangunan lima tahunan Pelita. Pada saat nilai mata uang di beberapa negara di Asia seperti Baht Thailand, Won Korea Selatan, Ringgit Malaysia dan Peso Filipina mengalami depresi, pemerintah dibawah pimpinan Soeharto tetap saja tenang dan berkeyakinan bahwa krisis yang melanda Asia tidak akan menimpa Indonesia. Ditengah ketenangan dan rasa percaya diri yang besar tersebut, tiba-tiba pada bulan Juli 1997 pemerintah dikejutkan dengan jatuhnya nilai mata uang rupiah terhadap dolar sebesar Rp 2.400. Semakin hari nilai mata uang rupiah semakin merosot sampai pernah menembus Rp 12.000 per dolar Amerika Serikat. Angka inflasi pada akhir ahun 1997 mencapai 11 pertahun dan terus meningkat menjadi 77,6 pertahun pada tahun 1998 dan membuat terus turunnya nilai mata uang rupiah terhadap dolar. Berkeyakinan bahwa krisis yang melanda Asia tidak akan menimpa Indonesia. 89 Fadli Zon, Politik Huru Hara Mei 1999, Jakarta : Institute For Policy Studies, 2004. hal. 3-4 Universitas Sumatera Utara tanggal 17 Maret 1998, Presiden Soeharto mengakui bahwa pemerintah belum bisa mencari cara untuk mengatasi krisis yang terjadi. Krisis ekonomi yang membawa pada keresahan dan kerusuhan ditengah- tengah masyarakat, ternyata direspon oleh mahasiswa serta civitas akademik secara umum sebagai momentum perlawanan terhadap Orde Baru yang telah berkuasa 32 tahun, karena segala kebijakan yang dijalankannya. Pada mulanya mahasiswa bergerak pada isu-isu penurunan harga. Isu-isu ekonomi tersebut berhasil dimajukan menjadi gerakan yang lebih bersifat politis. Isu yang diangkat kemudian tidak hanya terbatas pada tuntutan perbaikan ekonomi akan tetapi menuntut Presiden Soeharto untuk turun dari kekuasaannya serta pencabutan dwifungsi ABRI. Untuk merespon tuntutan-tuntutan diatas akhirnya banyak bermunculan nya organisasi-organisasi gerakan baik itu yang di gerakan oleh mahasiswa maupun bukan. Organisasi-organisasi yang berdiri tersebut antara lain : KPRP, SOMMASI, ARMY, FAMPERA di Yogyakarta, DRMS di Solo, FAMPR di Purwokerto, APR, ASPR di Surabaya, FKMM di Malang, AGRESU, DEMUD di Medan, FKSMS, FORKOT FAMRED, GERMPUR di Jakarta dan masih banyak yang lainnya. 90 Dalam kurun waktu Februari sampai Mei 1998, secara kuantatif dan kualitas gerakan mahasiswa naik secara drastis. Isu-isu yang banyak diangkat 90 Suharsih dan Ign Mahendra K, Op. Cit. hal. 102 Universitas Sumatera Utara selama bulan Februari tersebut adalah isu turunkan harga atau dengan kata lain masih mengangkat isu-isu ekonomi. Pelaku-pelaku gerakan ini bukan hanya organisas-organisasi yang sudah lama bergerak sejak tahun 1980-an akan tetapi juga dari aktivis kampus dari organisasi-organisasi seperti Senat Mahasiswa, BEM, KM dan Senat-Senat Fakultas. Mereka juga didukung penuh oleh staf pengajar, pimpinan perguruan tinggi yang menjadikan gerakan ini sebagai gerakan civitas akademica. Kerja sama gerakan mahasiswa dan civitas academica di tandai dengan aksi mimbar bebas di kampus UI Salemba, Jakarta pada tanggal 25 Februari 1998. Mahasiswa bergabung dengan Ikatan Alumni UI ILUNI UI yang dipimpin oleh Irjen Kehutanan Mayjen Purn Hariadi Darmawan serta didukung oleh mantan rektor UI Prof. Mahar Marjono dan guru besar UI Prof. Selo Soemardjan dan Prof. Emil Salim yang menuntut pemerintah agar segera mengatasi krisis yang melanda bangsa Indonesia. 91 Memasuki bulan Maret, diadakan Sidang Umum MPR SU MPR yang dimulai pada tanggal 1 Maret sampai 11 Maret 1998. Penjagaan SU MPR ini sangatlah ketat karena melibatkan 25 ribu personel yang berjaga siang dan malam. Sebelum diadakan SU MPR, jauh-jauh hari Abdul Gafar mengancam akan Aksi ini ditutup dengan simbolis oleh mahasiswa UI dengan memasang spanduk “Selamat Datang di Kampus Perjuangan Orde Baru”. Peristiwa ini secara simbolis menandakan berkurangnya dukungan mahasiswa dan civitas academica UI terhadap kekuasaan Orde Baru. 91 Muridan S. Widjojo, Op. Cit. hal. 160 Universitas Sumatera Utara merecall anggota Fraksi Karya Pembangunan FKP yang berani interupsi dan mewajibkan anggotanya itu untuk menandatangani dukungan untuk Soeharto dan BJ Habibie sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Menurut Wiranto Panglima ABRI, Danjen Kopassus Prabowo memerintahkan Mayor Bambang Kristiano beserta 10 anggota tim mawar untuk melakukan upaya pengungkapan adanya ancaman terhadap stabilitas keamanan nasional dari gerakan-gerakan radikal yang bertujuan untuk menggagalkan SU MPR 1998. Tugas tim mawar ini di implementasikan dalam bentuk penangkapan serta penculikan terhadap aktivis-aktivis. 92 Beberapa orang aktivis yang diculik oleh tim mawar tersebut antaranya adalah sebagai berikut : Faisol Reza, Andi Arif, Desmond J. Mahesa, Rahardja Waluya Jati, Gilang, Pius Lustrilanang dan lain sebagainya. Hingga saat ini masih 15 aktifis yang belum di temukan, sedangkan mayat gilang ditemukan di Madiun. Adapu ke 15 aktivis tersebut ialah, Wiji Thukul Wiji Widodo, A. Nasir, Hendra Hambalie, Ucok Munandar Siahaan, Yadin Muhidin, Herman Hendrawan, Petrus Bimo Anugrah, Aristoteles Masoka, Suyat, Dedy Hamdun, Ismail, Noval Alkatiri, M. Yusuf, Sonny, Yani Avri. 93 Pasca SU MPR dan pembentukan kabinet pembangunan VII aksi-aksi mahasiswa semakin meluas. Dari 49 aksi mahasiswa pada bulan Februari 1998 langsung melonjak mencapai 247 aksi mahasiswa pada Maret 1998. Aksi 92 Fadli Zon, Op.Cit. hal 30 93 Suharsi dan Ign Mahendra K, Op .Cit. hal. 105 Universitas Sumatera Utara mahasiswa merata di 20 kota dari 10 provinsi. Rekor terbesar dibuat oleh mahasiswa Surabaya 35 aksi, Diikuti Ujunga Pandang 32 aksi, Bandung 28 aksi, Yogyakarta 25 aksi, Solo 19 aksi, Malang 17 aksi dan Semarang 16 aksi. Aktivitas mahasiswa kota-kota kecil semacam Tegal, Ungaran, Salatiga, Wonosobo, Jombang dan Jember juga mulai mengadakan aksi demonstrasi. 94 Menyadari makin besarnya aksi mahasiswa, pada tanggal 14 Maret 1998 Panglima ABRI Jenderal Wiranto memperingatkan agar aksi mahasiswa tidak anarkis dan destruktif. Melihat keadaan semakin parah, Pangab Jenderal Wiranto menawarkan dialog dengan mahasiswa. Akan tetapi tawaran dialog Jenderal Wiranto ditanggapi dengan dingin oleh mahasiswa bahkan sejumlah Senat mahasiswa menolak berdialog dengan ABRI. Melihat tawaran dialog dari Jenderal Wiranto, ketua umum PB HMI Anas Urbaningrum melontarkan gagasan kritis bahwa berdialog tidak saja dengan ABRI akan tetapi yang lebih penting lagi dengan Presiden. Jika selama ini hanya laporan masyarakat yang bisa berdialog dengan Presiden, mengapa mahasiswa tidak bisa berdialog langsung dengan Presiden. 95 Tuntutan-tuntutan mahasiswa pun mulai menemukan bentuk yang konkrit pada bulan April, yaitu dengan secara tegas meminta dan menuntut Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden, sebagai konsekuensi dari kegagalannya memimpin bangsa Indonesia dalam melewati krisis yang melanda maupun 94 Muridan S. Widjojo, Op. Cit. hal. 165 95 Ibid hal 108 Universitas Sumatera Utara kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dalam mengatasi gerakan mahasiswa ini. Kejadian yang kemudian menjadi sorotan publik ialah aksi mimbar bebas mahasiswa Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998 denga tema “Pemberdayaan MPRDPR dan koreksi terhadap eksekutif” yang berakhir dengan jatuhnya korban korban tewas. 96 Pada aksi 12 Mei tersebut mahasiswa di kejar dan ditembaki sampai kedalam kampus oleh aparat dibawah pimpinan Kol. Pol. Arthur Damanik. 97 Akibat penembakan tersebut, 4 orang mahasiswa tewas yaitu Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Hery Hartanto dan Hendriawan Sie. Mereka kemudian dijuluki pahlawan reformasi. 98 Peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti oleh aparat keamanan ternyata memiliki efek domino yang cukup luas. Kejadian ini diikuti oleh kerusuhan massal di pusat-pusat kegiatan ekonomi di Jakarta. Massa menjarah, membakar, melakukan kekerasan dan memperkosa etnis Tionghoa. Korban secara material maupun non material sangat besar. Terdapat 250 mayat hangus di Jakarta,119 di Tanggerang dan 90 di Bekasi. Paling tidak 4.939 bangunan rusak terbakar, 1.119 mobil hangus, 66 unit angkutan umum dan 821 unit sepeda motor menjadi kerangka besi gosong. Total kerugian yang di taksir oleh Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso sebesar Rp 2,5 Triliun lebih. 99 96 Fadli Zon, Op.Cit. hal. 43 97 Www. Indoprotest.Tripod.Com 98 Fadli Zon, Op.Cit. hal. 46 99 Gatra“Mereka Ingin Reformasi Tapi Jakarta di Jilat Api”, 2351998, hal. 25 Universitas Sumatera Utara Selain peristiwa kerusuhan-kerusuhan sosial di atas, peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998 ternyata menyulut solidaritas dan perlawanan dari masyarakat dan mahasiswa lebih tinggi. Tanggal 13 Mei, lebih dari 32 aksi di 16 kota di Indonesia dilakukan serentak untuk menunjukkan solidaritas terhadap peristiwa penembakan tersebut dan kian membuat Soeharto makin terjepit kondisinya. Selain aksi-aksi besar dengan ribuan massa yang terjadi di berbagai kota di Indonesia, peristiwa lain yang mempercepat proses turunnya Soeharto adalah pendudukan terhadap gedung MPRDPR yang dilakukan oleh puluhan ribu mahasiswa sejak tanggal 18 Mei 1998, yang memaksa Soeharto untuk menyatakan mundur dari kekuasaannya sebagai presiden tanggal 21 Mei 1998, untuk kemudian digantikan oleh wakilnya B.J Habibie, yang disambut gembira oleh mahasiswa dan masyarakat. Universitas Sumatera Utara

C. Gerakan Mahasiswa Perancis tahun 1968