Sejarah Gerakan Mahasiswa Di Indonesia

penting dalam berbagai perubahan politik di negaranya masing-masing. Berakar dari Manifesto Cordoba di Argentina tahun 1918 mengenai tuntutan otonomi universitas dan keterlibatan mahasiswa dalam mengelola administrasi universitas, lalu Amerika Latin yang mengalami puncak dari sebuah gerakan mahasiswa pada gerakan Mei 1968 di Perancis hingga seluruh Eropa. Dalam kaca mata internasional pemberontakan mahasiswa bukanlah hal yang mudah di pahami, tidak ada benang merah yang begitu saja bisa ditarik, sehingga ketika coba diterapkan pengalam tersebut di suatu negara pada negara lainnya tanpa mempertimbangkan konteks dan karakteristiknya, adalah naif dan hanya akan menghasilkan kebingungan. Walaupun demikian, pemaparan singkat dan selektif tentang pengalaman perjuangan mahasiswa di seluruh dunia bagaimanapun juga akan memberikan gambaran berbagai kemungkinan dan pelajaran yang sistematis. 52 Gerakan mahasiswa di Indonesia tahun 1998 tidak bisa terlepas dari sejarah panjang gerakan mahasiswa yang terdapat di Indonesia. Sejarah panjang ini bahkan telah di mulai jauh sebelum Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, yaitu ketika pemerintahan Hindia Belanda mulai menerapkan Politik Etis atau Politik Balas Jasa terhadap negara jajahannya yaitu Indonesia, sehingga melahirkan kaum terpelajar Indonesia imbas dari diterapkannya Politik Etis ini.

B. Sejarah Gerakan Mahasiswa Di Indonesia

Lahirnya Kaum Terpelajar Indonesia 52 Alex Supartono. Op. Cit Pengantar hal viii-ix Universitas Sumatera Utara Politik etis atau politik balas jasa yang didukung oleh Van Deventer yang kemudian mendorong munculnya perguruan tinggi di Hindia Belanda. Politik etis yang terdiri dari 3 aspek yaitu edukasi, emigrasi dan irigasi pada dasarnya bukan politik balsa jasa dari kolonial belanda untuk masyarakat pribumi. Hal ini dapat dilihat dari motifnya yang lebih merupakan dorongan ekonomi eksploitasi dan akumulasi modal dari rejim kolonial belandam setelah hancurnya monarkhi di Belanda dan digantikan dengan monarkhi parlementer yang berisi orang-orang liberal dengan menuntut perluasan peran swasta di Hindia Belanda. Politik etis hanya merupakan taktik dari kolonial untuk mendapatkan tenaga terdidik yang murah, membuka lahan perkebunan di luar jawa dengan memanfaatkan tenaga pribumi dan juga irigasi yang akan meningkatkan hasil pertanian dan perkebunan yang tentu saja hanya menguntungkan kolonial Belanda. Walaupun demikian, perannya tetap saja besar bagi kemunculan kaum terpelajar yng pada awalnya masih didominasi oleh putra – putri priyayi. 53 Kaum terpelajar Indonesia ini muncul seiring dibangunnya sekolah- sekolah oleh Belanda pada abad ke 18. Pada tahun 1819, Belanda membangun sekolah militer di Semarang, kemudian sekolah-sekolah umum, seperti Sekolah Tinggi Leiden 1826, Institut Bahasa Jawa Surakarta 1832, Sekolah Pegawai Hindia Belanda di Delfit 1842, dan Sekolah Guru Bumiputra di Surakarta 1852. Sekolah-sekolah tersebut diperuntukkan bagi anak-anak Belanda dan pegawai tinggi Pribumi. Selain membuka sekolah-sekolah tinggi, sekolah dasar 53 Suharsih dan Ign. Mahendra K. Op. Cit hal 50 Universitas Sumatera Utara juga mulai didirikan seperti di Weltervreden pada tanggal 24 Februari 1817. Sekolah-sekolah itu hanya dapat diakses oleh anak-anak Belanda dan juga anak pegawai tinggi Pribumi. Baru pada tahun 1871 dikeluarkan UU Pendidikan pertama yang membuka akses pendidikan bagi kaum Pribumi. 54 Selain sekolah-sekolah yang dibangun oleh Belanda, juga terdapat sekaolah yang dibangun oleh penduduk Tionghoa ataupun Arab. Pada tahun 1900 penduduk Tionghoa di Hindia, telah berhasil mendirikan perhimpunan modern pertama, Tiong Hoa Hwee Koan. Perhimpunan tersebut dengan kekuatan sendiri, yang diperoleh dari para donatur dan kontribusi, mendirikan sekolah-sekolah swasta di seluruh Jawa dan Hindia. Pada tahun 1915, organisasi-organisasi tersebut mendirikan dan memiliki tidak kurang dari 442 sekolah di seluruh hindia dengan murid tidak kurang dari 19.000. Pada Juli 1905 para bangsawan Arab, Hingga tahun 1920-an tidak terdapat universitas di Hindia Belanda. Hanya pribumi kaya, umumnya bupati yang mampu mengirim anak mereka belajar di Eropa. Perguruan pertama muncul pada tahun 1920, yakni sekolah Tinggi Teknik di Bandung. Ini disusul dengan dengan Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta pada tahun 1924. STOVIA kemudian berubah menjadi Fakultas Kedokteran pada tahun 1927. Perkembangan tersebut selain karena Politik Etis juga dikarenakan kebutuhan Belanda untuk memperoleh tenaga-tenaga menengah lokal yang diperlukan untuk perluasan ekonomi kolonial, yang kurva pertumbuhannya berpuncak pada 1920-an. 54 Ibid hal 49 Universitas Sumatera Utara Sayid al-Fakri bin Abdurrahman al-Mansyur, Sayid muhammad bin Abdullah bin Syihab, Sayid Idrus bin Ahmad bin Syihab dan Sayid Syehan bin Syihab, mendirikan sekolah di Tanahabang dan Krukut, Betawi. 55 Selain itu, juga muncul lembaga pendidikan yang dikelola oleh bangsa sendiri. Pertama kali oleh R.A Kartini, pada tahun 1903 dengan mendirikan sebuah kelas kecil bagi kepentingan gadis-gadis yang diselenggarakan empat kali seminggu dan mendapat pelajaran membaca, menulis, kerajinan tangan, memasak dan menjahit. Lalu tahun 1904 didirikan sekolah oleh R. Dewi Sartika, awalmya bernama Sekolah Istri kemudian berubah menjadi Keutamaan Istri. Pada tahun 1912 terdapat sembilan sekolah gadis yang tersebar di berbagai kabupaten. Munculnya sekolah-sekolah yang didirikan oleh kaum perempuan tersebut juga menandai dimulainya gerakan perempuan di Indonesia. Berbagai organisasi perempuan seperti putri Mardika pada tahun 1912 dan pendidikan oleh kaum perempuan sendiri mulai tumbuh. Gerakan perempuan menjadi semakin politik setelah anbil bagian dalamn kegiatan SI, PKI, PNI dan PERMI. 56 Munculnya kaum terpelajar turut mendorong berkembangnya organisasi- organisasi sosial. Yang pertama adalah Sarikat Priyayi pada tahun 1906. Organisasi ini didirikan oleh Tirtho Adhi Soerjo, termasuk juga Thamrin Mohammad Thabrie dan R.A.A Prawiradiredja. Organisasi ini tidak berkembang karena sudah arivee atau mapan dan tidak mampu bergerak tanpa restu dari pemerintah. Kemudian pada tahun 1908 berdirilah Boedi Oetomo, dengan tokoh- 55 Ibid hal 51-52 56 Ibid hal 52 Universitas Sumatera Utara tokohnya antara lain E. Douwes Dekker dan Wahidin Soediro Hoesoedo. Boedi Oetomo dimotori oleh pemuda dan mahasiswa dari STOVIA, sebuah sekolah kedokteran di Jakarta. Tujuan didirikannya organisasi ini adalah menghendaki kemajuan bagi Hindia. 57 Selain Boedi Oetomo, pada tahun 1911 di Solo berdiri sebuah perkumpulan bernama Sarekat Islam SI. Organisasi ini didirikan bukan semata- mata sebagai perlawanan terhadap para pedagang-pedagang Cina, tetapi juga digunakan sebagai front untuk melawan semua bentuk penghinaan terhadap rakyat Bumiputra. Organisasi ini merupakan reaksi terhadap rencana krestenings- politiek politik pengkristenan dari kaum zending, perlawanan terhadap penindasan pihak kolonial. Dengan kata lainnya SI hadir untuk melawan segala bentuk penindasan dan kesombongan rasial. SI berbeda dengan boedi Oetomo yang elitis karena hanya berada dilingkungan priyayi. SI mampu menjamah lapisan masyarakat bawah yang waktu itu paling menderita dan tidak mengalami perubahan. 58 Pada tahun 1908, mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang berada di Belanda membuat organisasi bernama Indische Vereeniging. Pada mulanya organisasi ini hanya bersifaat organisasi sosial. Tetapoi sejak berakhirnya Perang Dunia I dan tahanan-tahanan politik yang diasingkan datang, terutama Suwardi Surjaningrat bergabung, organisasi ini makin bersifat politis. Perkembangan itu membuat organisasi ini berganti nama dengan Indonesiche Vereeniging pada 57 Ibid hal 54-55 58 Ibid hal 55-56 Universitas Sumatera Utara tahun 1922. Kemudian pada tahun 1925 di samping menggunakan nama dalam bahasa Belanda, juga digunakan nama Perhimpunan Indonesia. Perhimpunan Indonesia menyerukan kesatuan di antara organisasi-organisasi yang ada. Dari persatuan tersebut diharapkan terbentuk front tunggal yang dapat menarik dukungan massa atas dasar nasionalisme. Metode yang digunakan untuk mendapatkan pengaruh adaloah melalui boycott terhadap dewan tuan-tuan tanah kolonial, mengikuti contoh India dengan gerakan non-cooperation, dan secara umum bergantung pada kekuatan dan kemampuan bangsa sendiri. 59 Ketika para mahasiswa Indonesia di Belanda kembali ke tanah air, mereka mempraktekkan ide-ide mereka dengan membuat study clubs untuk berdiskusi dengan pimpinan-pimpinan partai dan intelektual. Salah satu study club tersebut adalah Algemeene Studie Club di bandung yang didirikan pada tahun 1925 oleh Ir. Soekarno. Pada tanggal 4 Juli 1927 atas inisiatif study club tersebut diadakanlah rapat pendirian Perserikatan Nasional Indonesia. Perhimpunan Indonesia juga menjalin kerjasama dengan berbagai organisasi internasional. Diantara organisasi tersebut adalah Liga Penentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial, Komunis Internasionl Komintern dll. Pada kongres keenam Liga Demokratik Internasional untuk Perdamaian pada bulan Agustus 1926 di Perancis, Moh. Hatta menyatakan tuntutan kemerdekaan Indonesia. 60 59 Ibid hal 58-59 60 Ibid hal 59 Universitas Sumatera Utara Pada tahun 1930 hampir semua perkumpulan pemuda Indonesia mempersatukan diri dalam Indonesia Muda. Ketika Jepang masuk ke Indonesia tahun 1942, terjadi pelarangan semua kegiatan yang berbau politik dan membubarkan semua organisasi pelajar dan mahasiswa, serta partai politik. Banyak perguruan tinggi juga ditutup. Jumlah mahasiswa sendiri sangatlah kecil, pada waktu itu hanya 637 orang. Angka lain menyebutkan sekitar 387 orang. Karena kondisi yang sangat refresif itu, mahasiswa dan pemuda memilih melakukan kegiatan berkumpul dan berdiskusi di asrama-asrama. Tiga asrama yang terkenal dalam sejarah kemerdekaan adalah Asrama “Angkatan Baru Indonesia Menteng 31, Asrama “Fakultas Kedokteran”, dan Asrama “Indonesia Merdeka” Kebon Sirih. 61 Pada akhir tahun 1944, berdiri sebuah organisasi bernama “Angkatan Muda” yang memiliki pengaruh cukup luas di kalangan pemuda. Organisasi ini tersebar di daerah-daerah dan menjadi forum wakil-wakil dan tokoh bermacam- macam grup dan golongan yang saling bertukar pikiran secara bebas. Pada tanggal 16-18 Mei 1945, di Vila Isola Bandung telah diadakan konferensi Pemuda yang dihadiri oleh lebih dari 100 orang utusan yang datang dari berbagai tempat di Jawa.Pengambil inisiatif dari konferensi ini adalah angkatan muda Bandung seperti Djama Ali, Hamid dan M. Tahir. Beberapa orang yang hadir dalam konferensi itu antara lain, Suwarto, Suharti dan Karsono Solo, S. Karna Semarang, Drajat dan Surjono “Pak Kasur” Surabaya, Handoko Kediri, Mr. 61 Ibid hal 60 Universitas Sumatera Utara Kadarisman Purwokusumo dan Adisumarto Yogyakarta, Sukarni, Chairul Saleh, Sjamsuddin Tjan dan Aidit Grup Menteng 31, Nona E. ratulangi grup Fakultas Kedokteran serta kakak beradik Tjokroaminoto, Kusnandar dan Sidik Kertapati. Dalam pertemuan ini juga untuk pertama kalinya dinyanyikan lagu Indonesia raya dan juga dipampangnya bendera Merah Putih di dalam ruangan. Dapat disimpulkan bahwa akibat Politik Etis ini telah melahirkan berbagai tokoh mahasiswa dan pemuda Indonesia seperti Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Sutan Sjahrir, Tan Malaka, H.M Miscbah, E. F Douwes Dekker, Wahidin Soediro Hoesodo dan lain lain yang menjadi cikal bakal gerakan mahasiswa dalam melakukan perubahan dan pemberi spirit hingga generasi ke generasi selanjutnya.

C. Gerakan Mahasiswa Pasca Kemerdekaan