Kadarisman Purwokusumo dan Adisumarto Yogyakarta, Sukarni, Chairul Saleh, Sjamsuddin Tjan dan Aidit Grup Menteng 31, Nona E. ratulangi grup Fakultas
Kedokteran serta kakak beradik Tjokroaminoto, Kusnandar dan Sidik Kertapati. Dalam pertemuan ini juga untuk pertama kalinya dinyanyikan lagu Indonesia raya
dan juga dipampangnya bendera Merah Putih di dalam ruangan. Dapat disimpulkan bahwa akibat Politik Etis ini telah melahirkan berbagai
tokoh mahasiswa dan pemuda Indonesia seperti Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Sutan Sjahrir, Tan Malaka, H.M Miscbah, E. F Douwes Dekker, Wahidin Soediro
Hoesodo dan lain lain yang menjadi cikal bakal gerakan mahasiswa dalam melakukan perubahan dan pemberi spirit hingga generasi ke generasi selanjutnya.
C. Gerakan Mahasiswa Pasca Kemerdekaan
Gerakan Mahasiswa tahun 1966 dan Lahirnya Orde Baru
Pasca proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 45, berdirilah berbagai organisasi kemahasiswaan dengan dasar ideologi yang berbeda-beda, diantaranya
Himpunan Mahasiswa Islam HMI yang dekat dengan partai Masyumi, Gerakan Mahasiswa Sosialis Gemsos yang berafiliasi dengan PSI,
62
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia GMNI yang berafiliasi dengan PNI, Consentrasi Gerakan
Mahasiswa Indonesia CGMI berafiliasi dengan PKI, Resimen Mahasiswa Menwa berafiliasi dengan TNI AD dan lain sebagainya.
63
62
Francoil Raillon, Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia. Jakarta. LP3ES. 1985 hal. 7
63
Suharsih dan Ign. Mahendra K. Op. Cit hal 69
Semua organisasi
Universitas Sumatera Utara
kemahasiswaan ini mengikuti konflik yang terjadi pada organisasi induknya yaitu partai politik dan TNI AD.
Antara tahun 1950 sampai 1960 an terjadi ledakan jumlah mahasiswa. Bila pada tahun 1946 sampai 1947 terdaftar 387 mahasiswa maka di tahun 1965 ada
sekitar 280 ribu mahasiswa yang terdiri dari mahasiswa perguruan negeri, swasta serta akademi atau institut yang dibawahi berbagai kementerian.
64
Pada tanggal 25 Oktober 1965 terjadi pertemuan tokoh-tokoh mahasiswa di rumah Brigjen Syarif Thayeb, Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu
Pengetahuan. Thayeb mengusulkan pembentukan sebuah organisasi yang bertujuan menyikapi G30S serta memiliki jaringan nasional agar lebih dapat
Karena jumlahnya yang besar ini lah semua kekuatan politik baik itu partai politik
maupun TNI mencoba merekrut kader dari mahasiswa. Setelah persaingan ideologi yang begitu panjang dan tak terbendung lagi
akhirnya meletuslah tragedi berdarah pada malam 30 September memasuki 1 Oktober 1965 yang merenggut nyawa tujuh perwira angkatan darat. Peristiwa
tragis yang merenggut nyawa para perwira TNI AD, langsung di respon oleh mahasiswa dengan membentuk kesatuan aksi pengganyang Gestapu KAP-
Gestapu pada tanggal 2 Oktober 1965 yang di pimpin oleh politikus NU Subchan dan aktivis Katolik Harry Tjan. Lima hari setelah pengangkatan jenazah para
perwira TNI AD, KAP-Gestapu mengadakan rapat akbar di Jakarta yang di akhiri dengan penyerangan markas-markas PKI.
64
Francoil Raillon, Op. Cit. hal. 9
Universitas Sumatera Utara
terkoordinir. Usulan Thayeb di terima mahasiswa dan akhirnya terbentuklah Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KAMI. Komposisi KAMI terdiri
organisasi keagamaan meliputi HMI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia PMII, Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia PMKRI, dan Gerakan
Mahasiswa Kristen Indonesia GMKI. Kemudian organisasi non keagamaan seperti Sekretariat Bersama Mahasiswa Lokal SOMAL, Pelopor Mahasiswa
Sosialis Indonesia PELMASI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Gemsos dan Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia IPMI.
65
“Jagalah anak-anak muda ini mahasiswa jangan sampai mereka menjadi korban. Gerakan mereka adalah gerakan kita juga, kata Soeharto. Pak, saya telah mendahului
mengamankan mereka, jawab Kemal Idris. Oh baik, jangan sampai jatuh korban, pesan Soeharto”
Pendirian KAMI didukung penuh dari pihak militer dikarenakan bukan hanya ketuanya, David Napitupulu dekat dengan Brigjen Sukendro dan Jenderal
Nasution akan tetapi militer khususnya angkatan darat memiliki tujuan yang sama, hal ini secara gamblang di ucapkan Soeharto sendiri dalam percakapan nya
dengan Komandan Kostrad Kemal Idris :
66
Setelah terbentuknya KAMI, tuntutan-tuntutan mahasiswa menjadi lebih konkrit, yaitu Tri Tuntutan Rakyat Tritura yang berisi : pembubaran PKI, retool
kabinet dan turunkan harga. Pada saat Tritura tercetus pada tanggal 10 Januari 1966 dalam rapat akbar mahasiswa yang berlangsung di kampus UI Salemba, ikut
hadir juga Kolonel Sarwo Edhi. Di depan massa KAMI, Kolonel Sarwo Edi di
65
Francoil Raillon, Op. Cit. hal. 15
66
Rosihan Anwar dkk, Kemal Idris : Bertarung Dalam Revolusi. Jakarta : Penerbit Sinar Harapan. 1996 hal. 137-138
Universitas Sumatera Utara
daulat oleh mahasiswa untuk berbicara. Pada saat itu Sarwo Edhi mengatakan Tritura adalah hati nurani rakyat. Seandainya mahasiswa merasa yakin dengan
rumusan tersebut, maka saya anjurkan jalan terus.
67
Tepat pada tanggal 24 Februari 1966, KAMI dan Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia KAPPI memutuskan untuk memboikot pelantikan kabinet
Dwikora. Ketika demonstrasi mencapai jalan Merdeka Utara, pasukan Cakrabirawa menghalangi mereka dengan cara menembak ke arah demonstrasi.
Akibat tembakan itu, Arif Rahman Hakim mahasiswa Kedokteran UI dan Zubaedah pelajar sekolah menengah tewas tertembak pasukan Cakrabirawa.
Merasa telah mendapatkan dukungan militer, setelah rapat akbar di UI itu selesai, selanjutnya mahasiswa bergerak menuju istana negara untuk mengajukan
tuntutan trituta. Setelah sampai di istana negara, mahasiswa di terima oleh Waperdam III Chairul Saleh. Ketua KAMI, Cosmas Batubara membacakan
tuntutan Tritura yang dijawab oleh Chairul Saleh bahwa Tritura tidak benar dan menyerahkan keputusan kepada Presiden. Kecewa mendengar jawaban Chairul
Saleh, Cosmas Batubara tampil ke muka menyerukan agar mahasiswa mogok kuliah dan menganjurkan rakyat untuk membayar karcis bus sebesar RP 200,
bukan Rp 1.000 seperti yang ditetapkan pemerintah setelah keluar keputusan pemotongan nilai mata uang rupiah dan menaikan harga BBM guna mengatasi
inflasi.
68
67
Adi Suryadi Cula.Patah Tumbuh Hilang Berganti.Jakarta.PT RajaGrafindo Persada.1999 hal. 51
68
Suharsih dan Ign. Mahendra K. Op. Cit hal 73-74
Ia adalah pahlawan angkatan 66 pertama. Keesokan harinya Soekarno membubarkan
Universitas Sumatera Utara
KAMI dengan keputusan presiden No. 41 Kogam 1966, karena melihat semakin solidnya gerakan mahasiswa.
Menyikapi pembubaran KAMI, pada tanggal 4 Maret 1966, ribuan mahasiswa berkumpul di kampus UI untuk memproklamirkan organisasi baru
pengganti KAMI yang telah di bubarkan oleh Soekarno dengan nama Resimen Arif Rahman Hakim yang terdiri dari 42 universitas dan perguruan tinggi.
Keesokan harinya mahasiswa melakukan aksi dengan membawa patung Soebandrio, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri dengan teriakan
“anjing Peking” serta mengutuk hubungannya dengan Peking. Mulai saat itu gerakan mahasiswa mendapatkan simpati masyarakat secara luas. Di Bandung
para staf pegajar ITB dan Unpad mendirikan kesatuan aksi sarjana Indonesia KASI yang bertujuan membantu perjuangan mahasiswa.
Pada tanggal 11 Maret 1966 mahasiswa memcoba memboikot sidang kabinet seperti peristiwa 24 Februari 1966 dan dengan dibantu 6 bataliyon
Siliwangi. Merasa khawatir terhadap keselamatan dirinya akhirnya Soekarno bersama Chairul Saleh dan Soebandrio meninggalkan istana negara menuju istana
Bogor dengan menggunakan helikopter. Pada saat Soekarno berada di Istana Bogor tiga perwira tinggi menemui Soekarno yang memintanya untuk
memberikan kekuasaan yang dibutuhkan guna mengendalikan ketertiban. Setelah didesak akhirnya Soekarno menandatangani surat perintah yang memberikan
Universitas Sumatera Utara
kekuasaan kepada Soeharto untuk memulihkan ketertiban dan stabilitas negara.
69
Setelah peristiwa G 30 S, gerakan mahasiswa cenderung memakai konsep
gerakan moral moral force. Dalam konsepsi ini, mahasiswa bertindak sebagai kekuatan moral daripada sebagai kekuatan politik, dalam arti bahwa mahasiswa
muncul sebagai aktor politik ketika situasi bangsa sedang krisis, setelah krisis berlalu kemudian kembali ke kampus untuk belajar. Arief Budiman menyebut
gerakan ini sebagai Gerakan Koreksi. Gerakan ini sifatnya hanya melakukan kritik terhadap suatu permasalahan. Gerakan ini merasa tidak perlu
mengumpulkan massa yang besar dan melengkapi dirinya dengan ideologi alternatif. Bagi gerakan ini, pemerintahan Soeharto saat itu sudah baik, hanya
perlu dikoreksi kebijakannya. Di kemudian hari surat perintah itu kita kenal dengan nama Surat Perintah Sebelas
Maret atau Supersemar dan menandai lahirnya rezim Orde Baru dengan Soeharto menjadi presiden Republik Indonesia menggantikan Soekarno, yang kemudian
memimpin selama 32 tahun dan dikenal sebagi rezim paling korup, otoriter serta berdarah sepanjang sejarah bangsa Indonesia.
Gerakan Moral Sebagai Awal Perlawanan Mahasiswa Indonesia tahun 1974
70
69
Francoil Raillon, Op. Cit. hal. 19
70
Suharsih dan Ign. Mahendra K. Op. Cit hal 78
Konsep gerakan yang dicetuskan oleh Arief Budiman mengambil contoh dari seorang tokoh koboi Shane. Shane datang ke
kota kecil yang penuh dengan bandit yang kejam, lalu berhasil menghabisi bandit- bandit itu. Tetapi ketika ia diminta untuk menjadi sheriff di kota itu, ia menolak.
Shane lalu pergi begitu saja. Makna dari ilustrasi ini adalah bahwa gerakan
Universitas Sumatera Utara
mahasiswa tidak boleh pamrih dengan kekuasaan dan tidak boleh memiliki vested interest. Seperti Shane, gerakan mahasiswa harus tulus.
71
Meskipun banyak yang menganggap pemerintahan Soeharto sudah baik, awal tumbuhnya kritik atau kekecewaan kepada pemerintahan Soeharto juga
sudah ada pada masa ini, terutama dalam hal korupsi. Selain korupsi, masih banyaknya pelanggaran HAM diberbagai tempat, pembangunan aliansi dengan
tokoh politik dan pengusaha besar pada era Soekarno, serta slogan-slogan politik kosong. Nasib tahanan yangt belum diputuskan, pembantaian massal setelah
peristiwa 65, dan penangkapan Yap Thiam Hien, seorang pembela Dr. Soebandrio. Penangkapan ini menimbulkan berbagai reaksi dari sesama
pengacara, intelektual, editor surat kabar dll.
72
Jika ditelusuri, bangkitnya gerakan mahasiswa pada saat itu tidak bisa dilepaskan dari kondisi konstelasi sosial politik dan ekonomi nasional yang
sedang terjadi. Beberapa alasan yang menyebabkan terjadinya gerakan ini adalah faktor obyektif seperti jumlah mahasiswa bertambah terus, tetapi anggaran
pendidkan relatif kurang dan tidak sepadan dibandingkan dengan fasilitas yang tersedia, meningkatnya inflasi dan bertambahnya kesulitan hidup sehari-hari,
semua itu menimbulkan ketegangan. Ditambah lagi dengan merajalelanya korupsi ditahun 1970 yang mengiringi pertumbuhan ekonomi di samping munculnya
tanda-tanda pertama dari boom oil. Selain itu, pembangunan ternyata tidak
71
Muridan S. Widjojo. Penakluk Orde Baru. Gerakan Mahasiswa ’98. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan. 1999. hal 236-237
72
Suharsih dan Ign. Mahendra K. Op. Cit hal 78
Universitas Sumatera Utara
membuat sejahtera seluruh lapisan masyarakat, pembangunan hanya dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat.
73
Bulan Oktober 1973 para mahasiswa mengadakan aksi ke gedung MPRDPR untuk menyampaikan “Petisi 24 Oktober”. Isi petisi tersebut adalah
kritik terhadap kebijakan pembangunan yang dianggap tidak populis dan hanya Menjelang pemilu tahun 1971, Arief Budiman melakukan gerakan yang
disebut Golongan Putih Golput. Gerakan ini dimaksudkan untuk menghimpun orang-orang yang tidak ikut pemilu. Selain itu, dia juga melakukan kritik terhadap
aktivis mahasiswa yang mendukung pemilu bahkan menyuarakan untuk mencoblos Golkar. Tidak itu saja, sepanjang tahun 1972, Soeharto menekan
sembilan partai politik yang ada untuk bergabung menjadi dua partai besar, yaitu Partai Persatuan Pembangunan PPP untuk partai Islam dan Partai Demokrasi
Indonesia PDI untuk partai Nasionalis dan Kristen. Selain juga ide rejim Soeharto tentang “massa mengambang” dimana penduduk di pedesaan hanya
dimungkinkan mengikuti pemilu tiap lima tahun sekali dan tidak boleh berhubungan dengan politik.
Protes mahasiswa kembali muncul ketika Ibu Tien Soeharto mengusulkan pembangunan Taman Mini Indonesia Indah TMII tahun 1973. Pembangunan ini
menurut kelompok Arief Budiman dianggap tidak sesuai dengan situasi Indonesia. Pada waktu itu beberapa gerakan yang muncul mengatasnamakan Gerakan
Penghemat, Gerakan Akal Sehat GAS dan Gerakan Penyelamat Uang Rakyat.
73
Francois Raillon, Op. Cit. hal 78
Universitas Sumatera Utara
menguntungkan kelompok yang kaya. Pada waktu itu, mahasiswa Jakarta dan Bandung melancarkan kritik terhadap pembangunan yang berlandaskan bantuan
asing yang akhirnya melahirkan pemerasan Negara dan ketidakadilan sosial, karena orang-orang Jepang dan Cina bekerjasama dengan beberapa tokoh nasional
yang menjual Indonesia.
74
Memasuki tahun 1974, suasana semakin memanas. Tanggal 9 Januari para mahasiswa melanjutkan demonstrasi menentang para Aspri dan negara Jepang. Di
Jakarta dan Bandung, terjadi pembakaran boneka-boneka yang menggambarkan Soedjono Humardani dan Perdana Menteri Jepang, Tanaka. Para mahasiswa
melalui sebuah Apel Siaga Mahasiswa di kampus UKI tanggal 12 Januari kemudian mengajak masyarakat untuk menyambut Tanaka dengan gerakan aksi,
memasang bendera setengah tiang di hari kedatangan Tanaka dan mengadakan aksi total tanggal 15 Januari serta mengajak koran untuk memboikot
memberitakan Tanaka.
75
Tanggal 14 Januari mahasiswa berdemonstrasi di lapangan terbang Halim Perdana Kusuma sebagai protes atas kedatangan Perdana Menteri Jepang, Tanaka,
tetapi tidak terjadi bentrokan pada waktu itu. Hari berikutnya, tanggal 15 Januari para mahasiswa berkumpul di Fakultas Kedokteran UI jalan Salemba. Mereka
menyusun kembali Tritura yang berisi 1. Bubarkan Aspri, 2. Turunkan Harga, 3. Ganyang Korupsi. Setelah itu mahasiswa bergerak ke Monumen Nasional di
Lapangan Merdeka. Dalam perjalanan, jumlah massa aksi semakin bertambah
74
Francois Raillon, Op. Cit. hal 103
75
Muridan S. Widjojo. Op.cit hal 53
Universitas Sumatera Utara
karena para pelajar ikut bergabung dalam barisan. Mereka juga menurunkan bendera-bendera penyambutan tamu negara yang berada di sepanjang jalan
menjadi setengakah tiang sebagai tanda duka cita karena datangnya Tanaka. Ketika demonstran mendekati Istana Presiden, massa menjadi tidak
terkontrol dan meletuslah kerusuhan besar. Massa membakar mobil-mobil Jepang dan mengobrak-abrik pertokoan. Kerusuhan yang terjadi pada tanggal 15 Januari
ini membuat pusat kota Jakarta sempat terhenti aktivitasnya selama dua hari. Hampir 1.000 mobil, kebanyakan buatan Jepang, 144 gedung dibakar atau
dirusak, 9 orang meninggal, seratus lebih cedera dan 820 orang ditangkap. Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai peristiwa ‘Malari’ atau Malapetaka 15
Januari. Setelah peristiwa ini beberapa koran ditutup seperti Nusantara, Mahasiswa Indonesia, Harian KAMI, Indonesia Raya, Abadi, The Jakarta
Express, Pedoman dan Ekspress. Alasan dari pemerintah atas pencabutan Surat Ijin Terbit adalah karena karena mingguan ini terus melakukan provokasi-
provokasi yang mengganggu ketertiban dan keamanan. Dari jumlah ratusan yang ditangkap, 45 orang diantaranya tetap ditahan. Di antara mereka adalah Rahman
Tolleng, Hariman Siregar, Subadio Sastrosatomo dan Prof. Sarbini Sumawinata mantan pemimpin PSI, Adnan Buyung Nasution, Dorodjatun Kuntjoro Jakti, H.J
Princen Ketua Liga Hak-hak Asasi Manusia serta aktivis-aktivis muda Islam.
Universitas Sumatera Utara
Tuduhan bagi mereka adalah orang-orang tersebut dianggap sebagai otak dari demonstrasi Malari yang mengakibatkan terjadinya kerusuhan.
76
Setelah peristiwa ‘Malari’, kontrol terhadap Dewan Mahasiswa dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa MPM, juga makin ketat diberlakukan
dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Pemerintah No. 0281974. SK ini memberi kewenangan lebih besar kepada pimpinan perguruan tinggi untuk
mengontrol mahasiswa. Langkah-langkah lain yang diambil diantaranya mahasiswa harus mendapatkan izin untuk semua aktivitas di dalam kampus, pers
mahasiswa harus diawasi oleh Menteri Penerangan dan birokrat kampus, dan peraturan yang mengharuskan organisasi mahasiswa yang berafiliasi dengan
partai untuk bergabung menjadi satu oganisasi yang diatur oleh rejim. Ini ditambah dengan pencucian otak para mahasiswa dengan pembentukan komisi
yang merubah Pancasila menjadi alat kontrol politik.
77
Situasi ekonomi politik tahun 1977 mulai membuat gerakan mahasiswa muncul kembali. Kondisi ekonomi semakin buruk, dengan ditunjukkan oleh
disparitas distribusi penghasilan nasional dimana 40 penduduk miskin menguasai kekayaan nasional sebesar 15, 40 penduduk menengah memegang
kekayaan nasional sebesar 40 dan 20 penduduk lapisan atas menguasai 45 kekayaan negara. Jumlah pengangguran sebanyak 8.300.00 orang, meningkat jauh
Gerakan Mahasiswa Tahun 1978 dan Munculnya NKKBKK
76
Francois Raillon, Op. Cit. hal 113
77
Suharsih dan Ign. Mahendra K. Op. Cit hal 84
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan pada tahun 1961 yang hanya berjumlah 3,6 juta. Jumlah hutang luar negeri juga meningkat tajam dibandingkan ketika masa Orde Lama. Mahasiswa
menilai bahwa memburuknya situasi ekonomi merupakan bukti kebohongan penguasa dan pemerintah yang pasca peristiwa Malari telah berjanji akan
memperbaiki distribusi kesempatan dan hasil pembangunan.
78
Pemilu 1977 menjadi momentum kembalinya gerakan mahasiswa. Di Jakarta mahasiswa melakukan aksi protes atas pelaksanaan pemilu yang tidak
jujur karena birokrasi sipil dan militer yang memihak Golkar. Mereka menolak kemenangan Golkar yang dihasilkan oleh pemilu yang cacat. Sementara di
Bandung, mahasiswa ITB membentuk Gerakan Anti Kebodohan GAK karena mereka meyakini bahwa semua proses pemilu telah berfungsi sebagai upaya
sistemik untuk membodohi rakyat oleh penguasa. Di samping itu, berbagai komite aksi dibentuk oleh mahasiswa ITB dan mahasiswa universitas lainnya di
Bandung. Atas rangsangan mahasiswa Jakarta dan Bandung itu mahasiswa di berbagai kampus di Indonesia kembali memainkan peran politiknya.
79
Pada bulan Januari 1978, dalam rangka memperingati Tritura di kampus ITB digelar spanduk yang bertuliskan pernyataan “tidak mempercayai dan tidak
menginginkan Soeharto kembali menjadi presiden”. Disamping itu Dewan Mahasiswa ITB juga menerbitkan Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978 yang
dinyatakan sebagai kritik Indonesia pertama terhadap kebijakan Rejim “Orde Baru”. Buku tersebut mencerca pemerintah untuk korupsi yang meluas, kebijakan
78
Suharsih dan Ign. Mahendra K. Op. Cit hal
79
Muridan S. Widjojo hal 57-58
Universitas Sumatera Utara
ekonomi yang memfasilitasi kepentingan memperkaya diri sendiri dengan biaya kesejahteraan sosial, represi terhadap suara politik independen dan kehilangan
hubungan dengan rakyat. Di Jakarta mahasiswa UI menggunakan momentum Tritura untuk tirakat
di makam pahlawan Ampera dengan dukungan 200 orang yang datang dengan beberapa bus. Di Yogya mahasiswa UGM mengusung keranda “Matinya
Demokrasi” sambil membacakan tuntutan Suara Rakyat yang ditujukan kepada DPRD setempat. Di Surabaya malah demo mahasiswa terlibat bentrokan dengan
aparat keamanan, sehingga terjadi korban di pihak mahasiswa. Ketua DM UI Lukman Hakim berhasil mengadakan pertemuan 67 Dewan Mahasiswa dan Senat
Mahasiswa se-Indonesia dengan menggunakan dana kegiatan mahasiswa yang berasal dari SPP.
80
Menjelang pertemuan parlemen untuk pemilihan presiden pada maret 1978, pemimpin dewan mahasiswa di Universitas di Jakarta, Bandung,
Yogyakarta, Surabaya, Palembang dan Medan mengeluarkan statemen bersama dan berdemonstrasi menuntut secara tegas penggantian Soeharto, orientasi ulang
sistem ekonomi dan politik serta penegakan negara hukum. Mahasiswa juga mengkritik aliansi dekat antara Golkar dan tentara maupun peran tentara dalam
politik. Aksi-aksi kemudian terjadi di beberapa kota kota seperti Yogyakarta dan Bandung, tetapi lemah di Jakarta. Reziim Orde Baru kemudian menumpas
gerakan tersebut dengan kekuatan militer dan para pemimpinnya dipenjarakan
80
Suharsih dan Ign. Mahendra K. Op. Cit hal 85
Universitas Sumatera Utara
selama beberapa tahun. Kampus Institut Teknologi Bandung ITB dikepung panser, bahkan di Universitas Gajah Mada UGM, mahasiswa sampai dikejar ke
dalam kampus.
81
Banyak lagi upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengebiri mahasiswa. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan
instruksi No. 1U1978 dan SK No. 037U1979 yang berisi pembubaran Dewan Mahasiswa dan pembatasan aktivitas mahasiswa. Mahasiswa hanya diizinkan
beraktivitas seputar kesejahteraan, rekreasi dan persoalan akademik atau intelektual. Upaya ini semakin kuat dengan ketika pada tanggal 19 April 1978,
Mendikbud yang saat itu dijabat oleh Daoed Joesoef menerapkan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus NKK yang berarti menata ulang dan redefenisi
kampus secara mendasar, fungsional dan bertahap. Kebijakan ini dituangkan dalam SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.0156V1978 yang
menyatakan bahwa aktivitas dan ekspresi politik mahasiswa di dalam kampus adalah tidak sah dan hanya mengizinkan adanya diskusi ”akademik” tentang
subjek politik. Lewat pembahasan intensif antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bersama para rektor, tanggal 24 Februari menteri mengeluarkan SK
No.037U1979 yang mengatur Bentuk Susunan LembagaOrganisasi Kemahasiswaan di lingkungan Perguruan Tinggi Departemen P dan K. dengan
begitu di tiap perguruan tinggi di bentuk Badan Koordinasi Kemahasiswaan BKK sebagai badan non struktural yang berfungsi membantu rektor
81
Ibid hal 85
Universitas Sumatera Utara
merencanakan kegiatan mahasiswa. Dengan begitu maka sejak peraturan- peraturan itu dimunculkan, praktis semua kegiatan mahasiswa baik kurikuler
maupun non kurikuler dikontrol oleh pimpinan perguruan tinggi.
82
Selain itu, di bidang penyelenggaraan pendidikan tinggi, Menteri P dan K mengeluarkan SK No. 0124 yang mewajibkan diberlakukannya Sistem Kredit
Semester SKS dengan mekanisme mengajar dan belajar terprogram secara intensif. Mahasiswa diwajibkan menyelesaikan sejumlah beban studi untuk setiap
semester yang secara keseluruhan terdiri dari 8 sampai 12 semester untuk jenjang S-1. Meskipun demikian ketatnya peraturan tersebut, mahasiswa mencoba
menyiasatinya dengan mengkombinasikan perhatian kepada masyarakat bersama kegiatan kritik lewat pembentukan kelompok studi, selain berkiprah lewat
Lembaga Swadaya Masyarakat LSM untuk mempraktekkan pemikiran kritis dalam memberdayakan masyarakat.
83
Pada akhir 80-an, perubahan perspektif terhadap paradigma mitos
gerakan moral mulai tampak dikalangan aktivis yang berkiprah di luar kampus. Pilihan untuk mengangkat tema populis kerakyatan sekaligus merupakan kritik
dan penolakan terhadap kecenderungan elitis dan ekslusif, yang dipandang inheren dengan angkatan 66. Mahasiswa banyak melakukan diskusi dengan
elemen-elemen yang termarjinalisasi oleh model pembangunan rezim Orde Baru,
Konsolidasi Gerakan Mahasiswa Kembali Ke Rakyat
82
Suharsih dan Ign. Mahendra K. Op. Cit hal 86-87
83
Muridan S. Widjojo hal 59-60
Universitas Sumatera Utara
seperti kaum miskin kota, buruh, petani dan sebagainya. Mereka menolak segala bentuk turunan produk Orde Baru, dengan memfokuskan pada kegagalan Orde
Baru menjalankan ideologi pembangunanisme. Gerakan moral berintikan “kemurnian” mahasiswa, tulus, non partisan. Disisi lain, Orde Baru juga
melakukan reduksi terhadap makna politik sehingga berkonotasi negatif dan “kotor”. Ajang mahasiswa demikian umumnya seruan pejabat di masa OB,
bukanlah di bidang ”politik praktis”.
84
Sebagai akibat dari peraturan mengenai kehidupan berorganisasi NKKBKK, terdapat tiga bentuk umum dari organisasi yang muncul yaitu yang
representasi organ formal universitas, organisasi mahasiswa intra kampus, serta organisasi pemuda yang disponsori oleh pemerintah. Konteks politik yang
cenderung refresif menyebabkan mahasiswa mencari format baru untuk mewadahi kegiatan mereka. Era ini mencatat awal pembentukan Kelompok Studi KS,
Lembaga Swadaya Masyarakat dan Komite-Komite aksi pada pertengahan 80- an.
85
Dengan semakin dipagarinya kampus dari dunia politik, mahasiswa menemukan format baru gerakan mahasiswa, yaitu dengan terbentuknya
Kelompok Studi KS. Kelompok Studi merupakan arena untuk mengasah kemampuan kritis mahasiswa atas persoalan sosial dan politik. KS muncul
sebagai alternatif akibat ketidakmampuan organisasi formal di kampus untuk menyalurkan ide-ide kritis mahasiswa mengenai perubahan sosial. Dalam
84
Ibid hal 103-104
85
Ibid hal 66-67
Universitas Sumatera Utara
perkembangannya, KS tidak hanya berfungsi sebagai arena untuk diskusi melainkan juga melakukan aksi-aksi advokasi.
Gerakan mahasiswa yang bangkit kembali melalui kelompok-kelompok diskusi tersebut kemudian melakukan konsolidasi dan kemudian mengambil
strategi melingkar, yang melahirkan berbagai macam organisasi mahasiswa, seperti Forum Komunikasi Mahasiswa Surabaya FKMS, Forum Komunikasi
Mahasiswa Yogyakarta FKMY, GM Forsal di Semarang, SEMESTA di Salatiga, KPMB, KPMURI, KPMB di Bandung, FKMM di Malang dan Forum
Komunikasi Senat Mahasiswa Se-Jakarta FKSMJ. Selain kemunculan berbagai macam organisasi mahasiswa tersebut,
gerakan mahasiswa pada masa ini juga mengaplikasikan hasil diskusinya dengan cara melakukan pengorganisiran di basis-basis massa rakyat. Demonstrasi-
demonstrasi kampus pertama muncul kembali pada 1987, yang memuncak pada tahun 1989 dalam rangkaian protes mahasiswa mengenai isu-isu tanah dan
kekerasan kepada rakyat sipil. Seperti yang terjadi di Kedung Ombo, Kaca Piring, Blangguan, Pandega dan lain-lain. Kasus Kedung Ombo patut diberi catatan
tersendiri karena kasus ini yang membawa mahasiswa kembali keluar dari ruang kuliahnya dan terlibat dalam masalah-masalah sosial politik.
86
Meskipun demikian, selama periode ini juga terjadi penangkapan terhadap para aktivis mahasiswa. Kasus yang menonjol adalah ditangkapnya Bambang Isti
Nugroho, Bonar Tigor Naipospos dan Bambang Subono. Selain itu juga terdapat
86
Suharsih dan Ign. Mahendra K. Op. Cit hal 91-92
Universitas Sumatera Utara
beberapa aktivis mahasiswa yang ditangkap menggunakan pasal penghinaan kepala negara seperti Heri Akhmadi tahun 1979, Lukman Hakim tahun 1981,
Agus Salim tahun 1984, Yeni Rosa Damayanti dan Nuku Soelaiman tahun 1994, Sri Bintang Pamungkas tahun 1996 dan sebagainya.
Selain penangkapan aktivis, pembredelan atau penutupan terhadap majalah kampus yang mendukung aksi-aksi mahasiswa juga terjadi. Peristiwa Penyerbuan
Kantor PDI pimpinan Megawati Sokarno Putri pada tanggal 27 Juli 1996 menjadi sorotan selain peristiwa lainnya seperti di Makassar “Tragedi Makassar Berdarah”
tanggal 22-25 April 1996, maupun peristiwa kekerasan-kekerasan negara lainnya terhadap rakyatnya yang merupakan peristiwa pelanggaran HAM berat.
87
Menurut Edward Aspinall, advokasi yang dilakukan oleh mahasiswa terhadap permasalahan rakyat menjadi ciri gerakan mahasiswa era 1990-an.
Advokasi “turun ke bawah” yakni bekerja sama dan mendampingi kaum buruh dan petani. Pada intinya, proses ini merupakan awal kemunculan suatu orientasi
massa. Pada dekade 90-an, suara-suara yang mengkritisi peranan ABRI makin mengental. Tuntutan berbagai aksi mahasiswa dan intelektual kampus, bertumpu
pada ; Pencabutan Dwi Fungsi ABRI, Pencabutan 5 paket UU Politik maupun Turunkan Soeharto.
88
87
Ibid hal 89-90
88
Ibid hal 92-93
Universitas Sumatera Utara
C. Gerakan Mahasiswa Indonesia tahun 1998