Integrasi Ekonomi Sumatera Utara Dengan Singapura Dan Malaysia

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

SKRIPSI

INTEGRASI EKONOMI SUMATERA UTARA DENGAN SINGAPURA DAN MALAYSIA

Disusun Oleh:

AHMAT THOIB PASARIBU

060501084

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2011


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI

Nama : Ahmat Thoib Pasaribu NIM : 060501084

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan Pembangunan

Judul Skripsi : Integrasi Ekonomi Sumatera Utara Dengan Singapura dan Malaysia.

Tanggal: Pembimbing

Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirozujilam, SE


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

BERITA ACARA UJIAN

Hari :

Tanggal :

Nama : Ahmat Thoib Pasaribu NIM : 060501084

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan Pembangunan

Judul Skripsi : Integrasi Ekonomi Sumatera Utara Dengan Singapura dan Malaysia.

Ketua Program Studi Pembimbing

Irsyad Lubis SE, M.Soc.Sc, Ph.D Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirozujilam, SE NIP. 19710503 200312 1 003 NIP. 19630818 198803 1 005

Penguji I Penguji II

Kasyful Mahalli SE, M. Si Drs. Rahmat Sumanjaya, M. Si NIP. 19671111 200212 1 001 NIP. 19490808 198103 1 001


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK

Nama : Ahmat Thoib Pasaribu NIM : 060501084

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan Pembangunan

Judul Skripsi : Integrasi Ekonomi Sumatera Utara Dengan Singapura dan Malaysia.

Tanggal: Ketua

Irsyad Lubis SE, M.Soc.Sc, Ph.D NIP. 19710503 200312 1 003

Tanggal: Dekan

Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec NIP. 19550810 198303 1 004


(5)

ABSTRACT

This Research analyzes regional economic integration between North Sumatera with Singapore and Malaysia. This research aims to measure degree of openness among North Sumatera, Singapore, and Malaysia and its influence or benefit for North Sumatera.

This research uses the annual data from 2000 - 2009, by using quantitative approach method modestly used by former researcher that is Ivan Arribas, Fransisco Perez, and Emili Torotossa-Ausina to know the Degree of Openness of North Sumatera to Singapore and Malaysia and also compare the the openness with the other ASEAN nations. Other approach is the quantitative approach with the opened macro economic model by expenditure side. This method used to know the influence of openness of North Sumatra by Singapore and Malaysia to the trade balances of North Sumatra.

Result of this research indicates that the openness of North Sumatera by Singapore and Malaysia own the larger percentage ones compared to the other ASEAN nations. In 2009, Degree of Openness of North Sumatera to Singapore and Malaysia is equal to 0,12 percen. This matter indicates that the North Sumatera by Singapura and Malaysia own the stronger relation/link in compared to the other ASEAN nations, where in the same year, the Degree of Openness of North Sumatera to other ASEAN nations only equal to 0,002 percen, and so it is with previous years where Degree of Openness of North Sumatera by Singapura and Malaysia always larger compared to the Degree of Openness of North Sumatera with the other ASEAN nations.

The Degree of Openness of North Sumatra to Singapore gives the positive contributions to the North Sumatra trade balances, but do not that way in 2007, 2008, and 2009, where the North Sumatra trades with Singapore gives the negative contributions, that is -2 percen, -12,2 percen, and -9 percen . In the other side, the openness of North Sumatra to Malaysia still gives the positive contributions, although tend to downhill of last some years.


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur Tingkat Keterbukaan antara Sumatera Utara dengan Singapura dan Malaysia dan pengaruh atau manfaat dari keterbukaan tersebut terhadap Sumatera Utara.

Penelitian ini menggunakan data tahunan dari 2000 – 2009, dengan menggunakan metode pendekatan kuantitatif sederhana yang digunakan oleh peneliti terdahulu yaitu Ivan Arribas, Fransisco Perez, dan Emili Torotossa-Ausina untuk mengetahui Tingkat Keterbukaan Sumatera Utara terhadap Singapura dan Malaysia serta membandingkan keterbukaan tersebut dengan negara-negara ASEAN lainnya. Pendekatan lainnya yaitu pendekatan kuantitatif dengan model ekonomi makro terbuka dari sisi pengeluaran. Metode ini digunakan untuk mengetahui pengaruh keterbukaan Sumatera Utara dengan Singapura dan Malaysia terhadap neraca perdgangan Sumatera Utara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterbukaan Sumatera Utara dengan Singapura dan Malaysia memiliki persentase yang lebih besar dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Pada tahun 2009, Keterbukaan Ekonomi Sumatera Utara terhadap Singapura dan Malaysia adalah sebesar 0,12 persen. Hal ini menunjukkan bahwa, Sumatera Utara dengan Singapura dan Malaysia memiliki hubungan yang lebih kuat dalam integrasi ekonomi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, dimana pada tahun yang sama Tingkat Keterbukaan Sumatera Utara terhadap negara-negara ASEAN lainnya hanya sebesar 0,002 persen, dan demikian juga dengan tahun sebelumnya dimana Tingkat Keterbukaan Sumatera Utara dengan Singapura dan Malaysia selalu lebih besar dibandingkan dengan Tingkat Keterbukaan Sumatera Utara dengan negara-negara ASEAN lainnya.

Besarnya keterbukaan Sumatera Utara terhadap Singapura memberikan kontribusi yang positif terhadap neraca perdagangan Sumatera Utara, namun tidak demikian halnya pada tahun 2007, 2008, dan 2009, dimana perdagangan luar negeri Singapura memberikan kontribusi yang negatif, yaitu -2 persen, -12,2 persen, dan -9 persen. Sedangkan keterbukaan Sumatera Utara dengan Malaysia masih memberikan kontribusi yang positif, walaupun cenderung menurun beberapa tahun terakhhir.


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu

Wata’ala Tuhan Yang maha Esa, karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Integrasi Ekonomi Sumatera Utara dan Semenanjung Malaysia”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keterbukaan ekonomi antara Sumatera Utara, Singapura, dan Malaysia karena semakin terbuka ekonomi suatu wilayah/negara maka semakin besar tingkat integrasi ekonomi yang terjadi di wilayah/negara tersebut. Disamping itu, penulisan skripsi ini juga ditujukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi dari program pendidikan Strata-1 Fakultas ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam rangka penulisan skripsi ini tidak dapat bekerja sendiri karena keterbatasan pengetahuan, maka penulis banyak bertanya kepada pihak-pihak yang dianggap mengetahui atau menguasai bidang pembahasan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua penulis yang tercinta yaitu H. Perayaan Raya Pasaribu dan Hj. Nurhayani Ritonga, yang telah banyak mendukung penulis dalam berbagai hal sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, serta kepada seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan motivasi selama masa perkuliahan dan pengerjaan skripsi ini.


(8)

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M. Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Irsyad Lubis PhD, sebagai Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirozujilam, SE selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan masukan, saran, dan bimbingan yang baik mulai dari awal penulisan hingga skripsi ini selesai.

5. Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan petunjuk, saran , dan kritik dalam penyusunan skripsi ini. 6. Bapak Drs. Rahmat Sumanjaya, M.Si selaku Dosen Penguji II yang juga

telah memberikan petunjuk, saran, dan kritik dalam penyusunan skripsi ini. 7. Ibu Dra. T Diana bakti, M.Si selaku Dosen Wali penulis yang telah

memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.

8. Seluruh staf pengajar dan karyawan pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

9. Kepada saudara Syaeruddin Dalimunthe, SE , Ardiansyah Tanjung, SE, Abdul Azis Nasution, SE, dan Ari Suhana serta teman-teman Ekonomi Pembangunan 2006 lainnya yang tidak sempat disebutkan yang telah banyak meluangkan waktunya dan berbagi pemikiran dengan penulis.


(9)

10.Kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga Allah membalas segala kebaikan yang telah diberikan. Akhir kata penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan kiranya dapat memberikan manfaat dan membantu pihak yang memerlukannya.

Medan, Juni 2011

Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT………. i

ABSTRAK……….... ii

KATA PENGANTAR………. iii

DAFTAR ISI……….... vi

DAFTAR TABEL………... ix

DAFTAR GAMBAR.………... x

DAFTAR LAMPIRAN……….... xii

BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang………... 1

1.2. Perumusan Masalah……….. 4

1.3. Hipotesis………... 4

1.4. Pembatasan Masalah………. 5

1.5. Tujuan Penelitian……….. 5

1.6. Manfaat Penelitian………... 5

BAB II : URAIAN TEORITIS 2.1. Integrasi Ekonomi……… 7

2.1.1. Teori Integrasi Ekonomi……… 7

2.1.2. Proses Terbentuknya Integrasi Ekonomi………... 8

2.1.3. Sekilas Tentang AFTA……….. 9

2.1.4. Metode Pengukuran Integrasi Ekonomi.………... 13

2.1.5. Dampak Integrasi Ekonomi………... 14

2.2. Teori Perdagangan Internasional………. 17

2.2.1. Teori Klasik………... 17

2.2.2. Teori Modern………. 19

2.2.3. Ekspor……… 27


(11)

2.2.5. Perekonomian Terbuka……… 33

2.2.6. Keuntungan Melakukan Perdagangan Internasional... 33

2.3. Globalisasi………. 35

2.3.1. Defenisi Globalisasi………. 35

2.3.2. Ciri-ciri Globalisasi……….. 36

2.3.3. Kebaikan dan Keburukan Globalisasi………. 37

2.4. Pendapatan Nasional………... 41

2.4.1. Pengertian Pendapatan Nasional……….. 41

2.4.2. Istilah Pendapatan Nasional………. 41

2.4.3. Cara Penghitungan Pendapatan Nasional………. 43

2.6. Penelitian Terdahulu……….. 46

2.6. Kerangka Pemikiran………... 47

BAB III : METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian………. 49

3.2. Pendekatan Penelitian………... 49

3.3. Jenis dan Sumber Data……….. 50

3.4. Teknik Pengolahan Data……… 50

3.5. Metode Analisis Pengolahan Data………. 50

3.6. Defenisi Operasional……….. 52

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian……….. 53

4.1.1. Sumatera Utara………. 53

4.1.2. Singapura...………... 61

4.1.3. Malaysia..……….. 64

4.2. Hasil Penelitian……… 71

4.2.1. Tingkat Keterbukaan Sumatera Utara Terhadap Singapura dan Malaysia, serta perbandingannya Dengan Negara-Negara ASEAN lainnya………….. 71


(12)

4.2.2. Pengaruh Keterbukaan Sumatera Utara Dengan Singapura dan Malaysia Terhadap Neraca

Perdagangan Sumatera Utara……….. 75

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan………. 80

5.2. Saran………... 80 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Impor Sumatera Utara Menurut Negara Asal Utama

Mei 2011 ………. 2 1.2 Ekspor Sumatera Utara Menurut Negara Tujuan Utama

Mei 2011……….……….... 3 4.1 Perdagangan Luar Negeri Sumatera Utara Dengan Malaysia... 72 4.2 Perdagangan Luar Negeri Sumatera Utara Dengan Singapura... 73 4.3 Kontribusi Perdagangan Luar Negeri Singapura dan Malaysia

Terhadap Neraca Perdagangan Sumatera Utara………..… 78 4.4 Neraca Perdagangan Sumatera Utara Dengan Singapura,


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Efek Kreasi dan Efek Diversi Integrasi Ekonomi…………... 16 2.2 Teori Perdagangan Internasional Rybczynsky………. 27

2.3 Kerangka Pemikiran………. 48

4.1 Perkembangan Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi

Sumatera Utara (Rp.Milyar)……….... 55 4.2 Perkembangan Perdagangan Luar Negeri Sumatera Utara…. 61 4.3 Perkembangan PDB Singapura Menurut Harga Berlaku

(US$ milyar)………. 63 4.4 Total Belanja dan Pendapatan Malaysia (milyar Ringgit)….... 67 4.5 Perbandingan Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi

Malaysia dan Dunia... 68 4.6 Perkembangan Perdagangan Luar Negeri Malaysia

(milyar Ringgit)………..…………. 69 4.7 Perkembangan PDB Malaysia (US$ milyar)..………. 70 4.8 Tingkat Keterbukaan Sumatera Utara Terhadap


(15)

4.9 Tingkat Keterbukaan Sumatera Utara Terhadap


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul

1 Perdagangan Luar Negeri Sumatera Utara Dengan Negara-Negara ASEAN Lainnya.

2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Utara Menurut Sudut Penggunaan Atas Dasar Harga berlaku 2000-2009 (Milyar Rp).

3 Rata-rata Nilai Tukar Mata Uang Rupiah Terhadap Mata Uang Dollar 2000-2009.


(17)

ABSTRACT

This Research analyzes regional economic integration between North Sumatera with Singapore and Malaysia. This research aims to measure degree of openness among North Sumatera, Singapore, and Malaysia and its influence or benefit for North Sumatera.

This research uses the annual data from 2000 - 2009, by using quantitative approach method modestly used by former researcher that is Ivan Arribas, Fransisco Perez, and Emili Torotossa-Ausina to know the Degree of Openness of North Sumatera to Singapore and Malaysia and also compare the the openness with the other ASEAN nations. Other approach is the quantitative approach with the opened macro economic model by expenditure side. This method used to know the influence of openness of North Sumatra by Singapore and Malaysia to the trade balances of North Sumatra.

Result of this research indicates that the openness of North Sumatera by Singapore and Malaysia own the larger percentage ones compared to the other ASEAN nations. In 2009, Degree of Openness of North Sumatera to Singapore and Malaysia is equal to 0,12 percen. This matter indicates that the North Sumatera by Singapura and Malaysia own the stronger relation/link in compared to the other ASEAN nations, where in the same year, the Degree of Openness of North Sumatera to other ASEAN nations only equal to 0,002 percen, and so it is with previous years where Degree of Openness of North Sumatera by Singapura and Malaysia always larger compared to the Degree of Openness of North Sumatera with the other ASEAN nations.

The Degree of Openness of North Sumatra to Singapore gives the positive contributions to the North Sumatra trade balances, but do not that way in 2007, 2008, and 2009, where the North Sumatra trades with Singapore gives the negative contributions, that is -2 percen, -12,2 percen, and -9 percen . In the other side, the openness of North Sumatra to Malaysia still gives the positive contributions, although tend to downhill of last some years.


(18)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur Tingkat Keterbukaan antara Sumatera Utara dengan Singapura dan Malaysia dan pengaruh atau manfaat dari keterbukaan tersebut terhadap Sumatera Utara.

Penelitian ini menggunakan data tahunan dari 2000 – 2009, dengan menggunakan metode pendekatan kuantitatif sederhana yang digunakan oleh peneliti terdahulu yaitu Ivan Arribas, Fransisco Perez, dan Emili Torotossa-Ausina untuk mengetahui Tingkat Keterbukaan Sumatera Utara terhadap Singapura dan Malaysia serta membandingkan keterbukaan tersebut dengan negara-negara ASEAN lainnya. Pendekatan lainnya yaitu pendekatan kuantitatif dengan model ekonomi makro terbuka dari sisi pengeluaran. Metode ini digunakan untuk mengetahui pengaruh keterbukaan Sumatera Utara dengan Singapura dan Malaysia terhadap neraca perdgangan Sumatera Utara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterbukaan Sumatera Utara dengan Singapura dan Malaysia memiliki persentase yang lebih besar dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Pada tahun 2009, Keterbukaan Ekonomi Sumatera Utara terhadap Singapura dan Malaysia adalah sebesar 0,12 persen. Hal ini menunjukkan bahwa, Sumatera Utara dengan Singapura dan Malaysia memiliki hubungan yang lebih kuat dalam integrasi ekonomi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, dimana pada tahun yang sama Tingkat Keterbukaan Sumatera Utara terhadap negara-negara ASEAN lainnya hanya sebesar 0,002 persen, dan demikian juga dengan tahun sebelumnya dimana Tingkat Keterbukaan Sumatera Utara dengan Singapura dan Malaysia selalu lebih besar dibandingkan dengan Tingkat Keterbukaan Sumatera Utara dengan negara-negara ASEAN lainnya.

Besarnya keterbukaan Sumatera Utara terhadap Singapura memberikan kontribusi yang positif terhadap neraca perdagangan Sumatera Utara, namun tidak demikian halnya pada tahun 2007, 2008, dan 2009, dimana perdagangan luar negeri Singapura memberikan kontribusi yang negatif, yaitu -2 persen, -12,2 persen, dan -9 persen. Sedangkan keterbukaan Sumatera Utara dengan Malaysia masih memberikan kontribusi yang positif, walaupun cenderung menurun beberapa tahun terakhhir.


(19)

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Integrasi ekonomi, Sesuai dengan tujuan pembentukannya, yaitu untuk menurunkan hambatan perdagangan dan berbagai macam hambatan lainnya diantara satu negara dengan negara lainnya. Dengan demikian, integrasi ekonomi akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga (karena tarif berkurang), meningkatkan daya saing antara mitra dagang melalui biaya-biaya yang lebih rendah dan dengan skala ekonomi yang lebih luas. Untuk beberapa pengaturan integrasi ekonomi, tujuan akhirnya adalah pasar tunggal dimana di dalam pasar tersebut terdapat arus barang yang bebas, jasa-jasa, modal, dan tenaga kerja, dan penyelarasan kebijakan ekonomi dan moneter antar negara/wilayah (USITC Publication,2010: 24).

Berkaitan dengan integrasi ekonomi, pada tahun 1992 diciptakan area perdagangan bebas antara sesama negara ASEAN yang bernama Asean Free

Trade Area (AFTA) sebagai bentuk kerjasama di bidang ekonomi yang bertujuan

untuk mengurangi atau menghapuskan hambatan-hambatan perdagangan yang berlaku di negara-negara ASEAN yang diharapkan akan meningkatkan arus lalu lintas barang antar negara-negara ASEAN.

AFTA (Asean Free Trade Area) yang dibentuk untuk menciptakan satu pasar tunggal di kawasan ASEAN, berfungsi untuk menampung seluruh produksi negara-negara ASEAN, baik bentuk barang, jasa-jasa, tenaga kerja, dan Investasi dengan menghilangkan segala bentuk tarif sesuai dengan misi para pemimpin


(20)

negara-negara ASEAN yang ingin membentuk ASEAN Economic Community (AEC) dimana waktu pembentukannya ditentukan pada tahun 2020.

Dengan adanya integrasi ekonomi, diharapkan lalu lintas perdagangan antara wilayah yang secara geografis berdekatan lebih besar dibandingkan dengan wilayah yang secara geografis berjauhan. Sehubungan dengan ini, Sumatera Utara adalah salah satu wilayah Indonesia yang dekat dengan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Singapura dan Malaysia. Tingginya arus lalu lintas perdagangan dapat dibuktikan dengan besarnya impor barang dari Singapura dan Malaysia ke Sumatera Utara. Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwa Singapura dan Malaysia merupakan dua negara pengimpor terbesar bagi Sumatera Utara. hal ini cukup lumrah, karena secara geografis ketiga wilayah ini (Sumatera Utara, Singapura, dan Malaysia) sangat dekat, dan hanya dipisahkan oleh Selat Malaka yang menjadi pintu gerbang perdagangan antara ketiga wilayah tersebut. Namun yang menjadi perhatian adalah munculnya importir terbesar kedua bagi Sumatera Utara yaitu China yang mengekspor produk-produknya ke Sumatera Utara sebesar US$.49,87 juta, yang secara geografis jauh dari Sumatera Utara.

Tabel 1.1. Impor Sumatera Utara Menurut Negara Asal Utama Mei 2011.

Negara Import Sumatera Utara Menurut Negara Asal Singapura

China

Malaysia

US$.103,80 juta US$.49,87 juta US$.47,34 juta


(21)

Dilihat dari sisi ekspor, berdasarkan tabel 1.2 dapat dilihat bahwa ekspor terbesar Sumatera Utara bukanlah ke negara-negara ASEAN khususnya Singapura dan Malaysia, melainkan negara Asia lainnya seperti Jepang, India dan China yaitu sebesar US$299.774 juta. Sedangkan negara-negara ASEAN (Singapura dan Malaysia) menempati posisi ketiga dimana ekspor Sumatera Utara ke kedua negara tersebut sebesar US$122.122 juta, dan posisi kedua ditempati oleh negara-negara lainnya seperti Amerika Serikat, Belanda, Rusia, Afrika Selatan dan Brasil, dimana total seluruh ekspor ke negara-negara tersebut sebesar US$205.700 juta. Tabel 1.2. Ekspor Sumatera Utara Menurut Negara Tujuan Utama Mei 2011.

Negara Ekspor Sumatera Utara Menurut Negara Tujuan

Asia

Singapura & Malaysia

Negara Utama Lainnya

US$.103,80 juta US$.49,87 juta US$.47,34 juta

Sumber: Berita Resmi Statistik Provinsi Sumatera Utara No. 26/25/12/Th.XIV. Jika dibandingkan antara besarnya ekspor Sumatera Utara ke Singapura dan Malaysia dan impor Sumatera Utara dari Malaysia, dimana total ekspor Sumatera Utara ke Malaysia dan Singapura adalah sebesar US$.122,1 juta dan impor Sumatera Utara dari kedua negara tersebut adalah sebesar US$.151,1 juta, maka jelas terlihat bahwa total impor Sumatera Utara dari Malaysia dan Singapura lebih besar dari total ekspor Sumatera Utara ke kedua negara tersebut dengan selisih sebesar US$.31 juta.


(22)

Dari penjelasan diatas, sekilas tampak bahwa yang mendapat manfaat integrasi ekonomi di perairan Selat Malaka adalah Singapura dan Malaysia. Padahal integrasi ekonomi bertujuan meningkatkan perdagangan antara sesama negara anggota. Oleh karena itu, untuk mengetahui perkembangan integrasi ekonomi yang terjadi di kawasan perairan Selat Malaka, maka penulis tertarik untuk meneliti dan mempelajarinya dalam bentuk skripsi yang berjudul

“Integrasi ekonomi Sumatera Utara Dengan Singapura dan Malaysia”.

1.2 Perumusan Masalah

Beradasarkan latar belakang diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa yang menjadi rumusan masalah dalam penelitiann ini adalah sebagai berikut :

• Seberapa besar persentase Tingkat Keterbukaan Sumatera Utara terhadap Singapura dan Malaysia serta bagaimana perbandingannya dengan negara-negara ASEAN lainnya.

• Bagaimana pengaruh Tingkat Keterbukaan Sumatera Utara terhadap Singapura dan Malaysia terhadap neraca perdagangan Sumatera Utara.

1.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian yang masih perlu diuji dan dibuktikan secara empiris tingkat kebenarannya dengan menggunakan data-data yang berhubungan.

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut :


(23)

• Persentase Tingkat Keterbukaan Sumatera Utara terhadap Singapura dan Malaysia cukup tinggi dan lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.

• Tingkat Keterbukaan Sumatera Utara terhadap Singapura dan Malaysia memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap neraca perdagangan Sumatera Utara di kawasan ASEAN.

1.4 Pembatasan Masalah

Integrasi ekonomi berarti adanya keterbukaan ekonomi antara wilayah

suatu wilayah tertentu dengan wilayah lainnya. Semakin terbuka perekenomian suatu wilayah maka semakin besar tingkat integrasi wilayah tersebut dengan wilayah lainnya. Keterbukaan ekonomi berarti besarnya arus barang (ekspor impor), jasa, Investasi, tenaga kerja terampil dan modal. Oleh karena itu, dalam upaya memfokuskan permasalahan dalam penelitian ini, akan lebih baik jika dibuat pembatasan masalah. Penelitian ini hanya memfokuskan masalah pada sektor ekspor impor barang.

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

• Untuk mengetahui Tingkat Keterbukaan Sumatera Utara dengan Singapura dan Malaysia, dan Tingkat Keterbukaan Sumatera Utara dengan negara-negara ASEAN lainnya.

• Untuk mengetahui pengaruh Keterbukaan Sumatera Utara dengan Singapura dan Malaysia terhadap neraca perdagangan Sumatera Utara.


(24)

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan masukan yang bermanfaat bagi pemerintah atau instansi terkait.

2. Sebagai bahan masukan bagi pengambilan keputusan dimasa yang akan datang

3. Sebagai bahan studi bagi mahasiswa/mahasiswi ataupun peneliti yang ingin melakukan penelitian sejenis lainnya.

4. Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.


(25)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Integrasi Ekonomi

2.1.1 Teori Integrasi Ekonomi

Batasan defenisi yang baku tentang Integrasi Ekonomi diantara para

ekonom belum juga ditemukan saat ini. Para ekonom mengembangkan defenisi integrasi ekonomi dari berbagai sudut pandang yang berbeda satu sama lain. Ditengah perbedaan tersebut, Jovanovic dengan ringkas telah mendokumentasi berbagai definsi integrasi yang berkembang hingga saat ini, antara lain definisi dikemukakan oleh T. Balassa yang mengemukakan definisi integrasi sebagai bentuk penghapusan diskriminasi serta kebebasan bertransaksi (integrasi negative) dan sebagai bentuk penyerahan kebijakan kepada lembaga bersama (integrasi positif). Selain itu didefinisikan konsep dinamis melalui penghapusan diskriminasi diantara negara yang berbeda, maupun dalam konsep statis dengan melihat ada tidaknya perbedaan dalam diskriminasi. Sementara, Holzman menyatakan integrasi ekonomi sebagai situasi dimana dua kawasan menjadi satu atau mempunyai satu pasar yang ditandai harga barang dan faktor produksi yang sama diantara dua kawasan tersebut. Definisi tersebut mengasumsikan tidak ada hambatan dalam pergerakan barang, jasa, dan faktor produksi diantara dua kawasan dan adanya lembaga-lembaga yang memfasilitasi pergerakan tersebut. Secara umum integrasi ekonomi dapat didefinisikan sebagai sebuah proses dimana sekelompok Negara berupaya untuk meningkatkan tingkat kemakmurannya (Suprima, 2010).


(26)

Menurut Suprima (2010), definisi integrasi ekonomi secara umum adalah pencabutan (penghapusan) hambatan-hambatan ekonomi diantara dua atau lebih perekonomian (negara). Secara operasional, didefinisikan sebagai pencabutan (penghapusan) diskriminasi dan penyatuan politik (kebijaksanaan) seperti norma, peraturan, prosedur. Instrumennya meliputi bea masuk, pajak, mata uang, undang-undang, lembaga, standarisasi, dan kebijaksanaan ekonomi.

2.1.2 Proses Terbentuknya Integrasi Ekonomi

Ada beberapa tahapan integrasi ekonomi menurut intensitas integrasi (Suprima, 2010), yaitu :

1. Free trade Area (FTA).

Dua negara atau lebih dikatakan membentuk FTA apabila mereka sepakat untuk menghilangkan semua kewajiban impor atau hambatan-hambatan perdagangan baik dalam bentuk tarif maupun non tariff terhadap semua barang yang diperdagangkan diantara mereka; sedangkan terhadap negara-negara lain yang bukan merupakan anggota masih tetap diperlakukan menurut ketentuan di masing-masing negara. Setiap negara anggota bebas menentukan tarifnya terhadap arus perdagangan internasional dari negara-negara bukan anggota.

2. Customs Union (CU).

Dua negara atau lebih dikatakan membentuk CU apabila mereka sepakat untuk menghilangkan semua kewajiban impor atau hambatan-hambatan perdagangan dalam bentuk tarif maupun non tarif terhadap semua barang dan jasa


(27)

yang diperdagangkan di antara sesama mereka; sedangkan terhadap negara-negara lain yang bukan anggota juga akan diberlakukan penyeragaman ketentuan.

3. Common Market (CM).

Dua negara atau lebih akan dikatakan membentuk CM jika terpenuhi kondisi CU plus mengizinkan adanya perpindahan yang bebas seluruh faktor produksi di antara sesame negara anggota.

4. Economic Union (EU).

Dua negara atau lebih dikatakan membentuk EU jika terpenuhi kondisi CM plus adanya harmonsasi dalam kebijakan-kebijakan makroekonomi nasional di antara sesama negara anggota. Dengan begitu dapat dihindari adanya kebijakan-kebijakan yang saling bertentangan dan kontroversial satu sama lain. 5. Total Economic Integration (TEI).

Kondisi ini terwujud apabila telah terjadi penyatuan kebijakan makroekonomi maupun social dan memfungsikan suatu badan atau lembaga yang bersifat “supra nasional” dengan kewenangan yang cukup luas dan sangat mengikat semua negara anggotanya.

2.1.3 Sekilas Tentang AFTA.

ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan


(28)

pasar regional bagi 500 juta penduduknya.AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002.Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk 1 mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya.Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015 (Badan Kebijakan Fiskal,2011).

Pusat Kebijakan Pendapatan Negara-Departemen Keuangan Republik Indonesia (2011) mengkategorikan produk dalam General Exception sebagai produk-produk yang secara permanen tidak perlu dimasukkan kedalam CEPT-AFTA, karena alasan keamanan nasional, keselamatan, atau kesehatan bagi manusia, binatang dan tumbuhan, serta untuk melestarikan obyek-obyek arkeologi dan budaya. Indonesia mengkatagorikan produk-produk dalam kelompok senjata dan amunisi, minuman beralkohol, dan sebagainya sebanyak 68 pos tarif sebagai General Exception.


(29)

A. Tujuan AFTA

Tujuan dari pendirian AFTA dalam Pusat Kebijakan Pendapatan Negara-Departemen Keuangan Republik Indonesia (2011) yaitu:

1. Menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global 2. Menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI).

3. Meningkatkan perdagangan antara negara anggota ASEAN. B. Jadwal Penurunan Tarif

Jadwal penurunan/penghapusan tarif bea masuk diantara negara-negara anggota ASEAN berdasarkan inclusion list (IL) dalam Pusat Kebijakan Pendapatan Negara-Departemen Keuangan Republik Indonesia (2011) adalah sebagai berikut:

1. ASEAN-6 .

Tahun 2003: 60% produk dengan tarif 0%; tahun 2007: 80% produk dengan tarif 0%; tahun 2010: 100% produk dengan tarif 0%.

2. Vietnam

Tahun 2006: 60% produk dengan tarif 0%; tahun 2010: 80% produk dengan tarif 0%; tahun 2015: 100% produk dengan tarif 0%.

3. Laos dan Myanmar

Tahun 2008: 60% produk dengan tarif 0%; tahun 2012: 80% produk dengan tarif 0%; tahun 2015: 100% produk dengan tarif 0%.


(30)

Tahun 2010: 60% produk dengan tarif 0%; tahun 2015: 100% produk dengan tarif 0%.

C. Istilah-istilah dalam CEPT-AFTA

Ada Beberapa istilah dalam CEPT-AFTA dalam Pusat Kebijakan Pendapatan Negara-Departemen Keuangan Republik Indonesia (2011), yaitu:

1. Fleksibilitas adalah suatu keadaan dimana ke-6 negara anggota ASEAN

apabila belum siap untuk menurunkan tingkat tarif produk menjadi 0-5% pada 1 Januari 2002, dapat diturunkan pada 1 Januari 2003. Sejak saat itu tingkat tarif bea masuk dalam AFTA sebesar maksimal 5%. 2. CEPT Produk List

a. Inclusion List (IL) : daftar yang memuat cakupan produk yang

harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

o Produk tersebut harus disertai Tarif Reduction Schedule. o Tidak boleh ada Quantitave Restrictions (QRs).

o Non-Tarif Barriers (NTBs) lainnya harus dihapuskan dalam waktu 5 tahun.

b. Temporary Exclusion (TEL) : daftar yang memuat cakupan produk

yang sementara dibebaskan dari kewajiban penurunan tarif, penghapusan QRs dan NTBs lainnya serta secara bertahap harus dimasukkan ke dalam IL.

c. Sensitive List (SL) : daftar yang memuat cakupan produk yang

diklasifikasikan sebagai Unprocessed Agricultural Products. Contohnya beras, gula, produk daging, gandum, bawang putih, dan


(31)

cengkeh, serta produk tersebut juga harus dimasukkan ke dalam CEPT Scheme tetapi dengan jangka waktu yang lebih lama. Contohnya Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipina, Thailand harus telah memasukkan produk yang ada dalam SL ke dalam IL pada tahun 2010, Vietnam pada tahun 2013, Laos dan Myanmar pada tahun 2015, serta Kamboja pada tahun 2017.

e. General Exception (GE) List : daftar yang memuat cakupan produk

yang secara permanen tidak perlu untuk dimasukkan ke dalam CEPT Scheme dengan alas an keamanan nasional, keselamatan/kesehatan umat manusia, binatang dan tumbuhan, serta pelestarian objek arkeologi, dan sebagainya (Article 9b of

CEPT Agreement). Contohnya antara lain senjata, amunisi, da

narkotika. Produk Indonesia dalam GE List hingga saat ini sebanyak 96 pos tarif.

2.1.4 Metode Pengukuran Integrasi Ekonomi1

Metode pengukuran integrasi ekonomi berdasarkan harga lebih disukai oleh para cendekiawan untuk mempertimbangkan suatu ukuran secara aksioma, yaitu pemenuhan dengan hukum satu harga {law of one price (LOP) di dalam pasar yang secara geografis berbeda. Asumsi dari LOP memungkinkan kita untuk Secara umum, indikator yang digunakan untuk mengetahui integrasi ekonomi inernasional ada dua cara, yaitu dengan menggunakan pendekatan yang memfokuskan pada harga dan pendekatan yang memfokuskan pada kuantitas.

1

Measuring international economic integration: theory and evidence of globalization, pg2 MPRA paper.


(32)

mengukur kemampuan dari integrasi dengan cara menghapuskan perbedaan harga komoditas dan modal (aset) di wilayah yang berbeda pada pasar persaingan sempurna. Akan tetapi, metode ini terkadang menyesatkan karena banyaknya jenis barang yang beredar diantara satu wilayah dengan wilayah lainnya (heterogenous goods) yang menimbulkan kesulitan dalam menentukan harga.

Cara yang paling umum atau cara yang biasa digunakan untuk mengukur integrasi ekonomi berdasarkan kuantitas adalah tingkat keterbukaan (degree of

openness). Metode ini menggunakan total perdagangan antara satu wilayah

dengan wilayah lainnya sebagai indikator keterbukaan dan dibagi dengan GDP (gross domestic product ). Walapun metode ini menyediakan pendekatan yang sederhana, namun metode ini tidak lepas dari kekurangan. Pertama, metode ini tidak memperdulikan adanya perbedaan ukuran ekonomi. Misalnya suatu daerah yang luas pasti memiliki peranan sektor-sektor ekonomi yang lebih besar terhadap PDB (produk domestik produk) dari pada daerah yang memiliki wilayah yang kecil dimana peranan sektor-sektor ekonominya kecil terhadap PDB (produk domestik produk). Kedua, tingkat keterbukaan menjadi lebih tepat ketika jumlah dan segi penting dari koneksi perdagangan masing-masing negara mempunyai aspek integrasi yang relevan dengan dunia lainnya, karena indikator keterbukaan tidak memperdulikan permasalahan ini.

2.1.5 Dampak Integrasi Ekonomi

Setiap kebijakan apa pun yang ditempuh oleh individu maupun kelompok tentunya akan memberikan dampak, baik dampak negatif maupun positif. Ada dua


(33)

dampak yang ditimbulkan oleh integrasi ekonomi yaitu dampak kreasi dan dampak diversi bagi perdagangan.

Solvatore dalam Lapipi (2005: 42) mengtakan bahwa kreasi perdagangan

(trade creation) terjadi apabila sebagian produksi domestik di suatu negara yang menjadi anggota perserikatan pabean (integrasi ekonomi) atau dari negara luar yang bukan anggota digantikan dengan impor yang harganya lebih murah dari negara luar yang bukan anggota perserikatan pabean tergusur oleh impor yang harganya lebih murah dari negara anggota lainnya. Sedangkan diversi perdagangan (trade diversion) terjadi apabila impor yang murah dari negara luar yang bukan anggota persrikatan pabean tergusur oleh impor yang harganya lebih mahal dari negara anggota.

Selanjutnya Lapipi (2005: 42) mengungkapkan dampak kreasi muncul karena selisih harga dunia dengan harga kawasan integrasi ekonomi sangat kecil, sehingga memberikan kesejahteraan yang tinggi bagi negara-negara anggota. Sedangkan dampak diversi muncul karena selisih harga antara harga dunia dengan harga yang ada dalam kawasan integrasi ekonomi sangat besar, sehingga dapat mengurangi kesejahteraan negara anggota. Secara grafis dampak kreasi dan diversi integrasi ekonomi adalah sebagai berikut :


(34)

b A B C A B C

D D

pi pw Dm Q Dm Q a c a c pi pw

P P

Pw+t Pw+t

Grafik 2.1. Efek Kreasi dan Efek Diversi integrasi ekonomi

Pada kurva diatas, dapat dilihat bahwa sebelum terbentuknya integrasi ekonomi, harga yang berlaku pada suatu negara adalah harga dunia ditambah dengan tarif yang diberlakukan (pw + t). setelah dibentuk integrasi ekonomi maka harga turun karena dibebaskan dari semua bentuk tarif sehingga terjadi harga dalam kawasan integrasi sebesat pi. Dengan terbentuknya integrasi ekonomi akan terjadi penurunan harga akibat efisiensi biaya produksi yang mendekati harga dunia, sehingga surplus konsumen meningkat yaitu pada areal a & b, walaupun penerimaan pemerintah hilang sebesar a & c. Selisih besarnya b & c akan menentukan apakah integrasi ekonomi menimbulkan efek kreasi atau efek diversi. Apabila b > c , maka integrasi ekonomi menimbulkan efek kreasi dan apabila b < c , maka integrasi ekonomi memberikan efek diversi.

Berkaitan dengan dampak kreasi dan diversi integrasi ekonomi, Demelo, Panagariya, dan Rodrick 1992; Bhagwati dan Panagariya 1996; dan Schift 1997 dalam Lapipi (2005: 43) mengungkapkan bahwa, dampak diversi muncul melalui perdagangan antara negara anggota integrasi dengan negara non anggota integrasi,


(35)

dimana pola spesialisasi tidak optimal karena distribusi sumber daya lintas anggota tidak representatif dari distribusi sumber daya di dunia. Misalnya suatu negara anggota integrasi ekonomi relatif kaya akan modal, sementara negara lain di luar anggota kaya akan tenaga kerja, maka harga produk yang intensif tenaga kerja pada negara di luar negara integrasi lebih murah dibanding harga produk yang sama yang diproduksi oleh negara integrasi ekonomi, tetapi karena produk dari luar negara anggota dikenakan tarif, maka harga yang diterima konsumen anggota integrasi menjadi lebih mahal, sehingga terjadi pengurangan kesejahteraan bagi konsumen dalam kawasan integrasi ekonomi. Kemudian Cernat. L (2001) tentang penilaian kesepakatan perdagangan regional menunjukkan bahwa kebanyakan Regional Trade Arrangements (RTAs) di afrika tidak menimbulkan efek diversi melainkan menimbulkan efek kreasi yang lebih besar.

2.2. Teori Perdagangan Internasional

Sobri dalam Siregar (2010) mengartikan perdagangan internasional sebagai transaksi dagang antara subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi negara yang lain, baik mengenai barang ataupun jasa-jasa. Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari warga negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor, perusahaan industri, perusahaan negara ataupun departemen pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan.

Selanjutnya Boediono dalam Siregar (2010) mengartikan perdagangan atau pertukaran sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak


(36)

sukarela dari masing-masing pihak. Masing-masing pihak harus mempunyai kebebasan untuk menentukan untung rugi dari pertukaran tersebut, dari sudut kepentingan masing-masing dan kemudian menentukan apakah ia mau melakukan pertukaran atau tidak.

2.2.1. Teori Klasik

1. Merkantilis

Para penganut merkantilis berpendapat bahwa satu-satunya cara bagi suatu negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sedikit mungkin impor. Surplus ekspor yang dihasilkan selanjutnya akan dibentuk dalam aliran emas lantakan, atau logam-logam mulia, khususnya emas dan perak. Semakin banyak emas dan perak yang dimiliki oleh suatu negara maka semakin kaya dan kuatlah negara tersebut. Dengan demikian, pemerintah harus menggunakan seluruh kekuatannya untuk mendorong ekspor, dan mengurangi serta membatasi impor (khususnya impor barang-barang mewah). Namun, oleh karena setiap negara tidak secara simultan dapat menghasilkan surplus ekspor, juga karena jumlah emas dan perak adalah tetap pada satu saat tertentu, maka sebuah negara hanya dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan negara lain (Siregar,2010).

Keinginan para merkantilis untuk mengakumulasi logam mulia ini sebetulnya cukup rasional, jika mengingat bahwa tujuan utama kaum merkantilis adalah untuk memperoleh sebanyak mungkin kekuasaan dan kekuatan negara. Dengan memiliki banyak emas dan kekuasaan maka akan dapat mempertahankan angkatan bersenjata yang lebih besar dan lebih baik sehingga dapat melakukan


(37)

konsolidasi kekuatan di negaranya; peningkatan angkatan bersenjata dan angkatan laut juga memungkinkan sebuah negara untuk menaklukkan lebih banyak koloni. Selain itu, semakin banyak emas berarti semakin banyak uang dalam sirkulasi dan semakin besar aktivitas bisnis. Selanjutnya, dengan mendorong ekspor dan mengurangi impor, pemerintah akan dapat mendorong output dan kesempatan kerja nasional (Siregar,2010).

2. Adam Smith

Adam smith berpendapat bahwa sumber tunggal pendapatan produksi hasil tenaga kerja dan sumber daya ekonomi. Dalam hal ini Adam Smith sependapat dengan doktrin Merkantilis yang menyatakan bahwa kekayaan suatu negara dicapai dari surplus ekspor. Kekayaan akan bertambah sesuai dengan skill, serta efisiensi dengan tenaga kerja yang digunakan dan sesuai dengan persentase penduduk yang melakukan pekerjaan tersebut. Menurut Smith suatu negara akan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut bisa menghasilkan barang dengan biaya yang secara mutlak lebih murah dari pada negara lain, yaitu karena memiliki keunggulan mutlak dalam produksi barang tersebut. Adapun keunggulan mutlak menurut Adam Smith merupakan kemampuan suatu negara untuk menghasilkan suatu barang dan jasa per unit dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit dibanding kemampuan negara-negara lain (Siregar,2010).

Menurut Siregar (2010) Teori Absolute Advantage lebih mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan


(38)

barang. Makin banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of value).

2.2.2. Teori Modern

1. John Stuart Mill dan David Ricardo

Teori J.S.Mill dalam Siregar (2010) menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki

comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative disadvantage (suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih

murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar). Kelebihan untuk teori comparative advantage ini adalah dapat menerangkan berapa nilai tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran di mana kedua hal ini tidak dapat diterangkan oleh teori absolute advantage.

David Ricardo (1772-1823) dalam Siregar (2010) merupakan seorang tokoh aliran klasik yang menyatakan bahwa nilai penukaran ada jikalau barang tersebut memiliki nilai kegunaan. Dengan demikian sesuatu barang dapat ditukarkan bilamana barang tersebut dapat digunakan. Seseorang akan membuat sesuatu barang, karena barang itu memiliki nilai guna yang dibutuhkan oleh orang. Selanjutnya David Ricardo juga membuat perbedaan antara barang yang dapat dibuat dan atau diperbanyak sesuai dengan kemauan orang, di lain pihak ada barang yang sifatnya terbatas ataupun barang monopoli (misalnya lukisan dari pelukis ternama, barang kuno, hasil buah anggur yang hanya tumbuh di lereng gunung tertentu dan sebagainya). Dalam hal ini untuk barang yang sifatnya terbatas tersebut nilainya sangat subyektif dan relatif sesuai dengan kerelaan membayar dari para calon pembeli. Sedangkan untuk barang yang dapat ditambah


(39)

produksinya sesuai dengan keinginan maka nilai penukarannya beradasarkan atas pengorbanan yang diperlukan. David Ricardo mengemukakan bahwa berbagai kesulitan yang timbul dari ajaran ajaran nilai kerja yaitu sebagai berikut :

1. Perlu diperhatikan adanya kualitas kerja, ada kualitas kerja terdidik dan tidak terdidik, kualitas kerja keahlian dan lain sebagainya. Aliran yang klasik dalam hal ini tidak memperhitungkan jam kerja yang dipergunakan untuk pembuatan barang, tetapi jumlah jam kerja yang biasa dan semestinya diperlukan untuk memproduksi barang. Dari situ maka Carey kemudian mengganti ajaran nilai kerja dengan teori biaya reproduksi. 2. Kesulitan yang terdapat dalam nilai kerja itu bahwa selain kerja masih

banyak lagi jasa produktif yang ikut membantu pembuatan barang itu, harus dihindarkan. Selanjutnya David Ricardo menyatakan bahwa perbandingan antara kerja dan modal yang dipergunakan dalam produksi boleh dikarakan tetap besarnya dan hanya sedikit sekali perubahan.

Atas dasar nilai kerja (dalam Siregar,2010), di samping “harga alami” (natural price) ada pula “harga pasaran” (market price). Menurut aliran klasik (Adam Smith) “harga-alami” akan terjadi bilamana masing-masing warga masyarakat memperoleh kebebasan pilihannya untuk membuat suatu produk tertentu yang menurutnya lebih menguntungkan dan menukarkannya bilamana dinilai baik olehnya. Hal ini sejalan dengan pandangan kaum physiokrat.

“Harga pasaran” dapat berbeda dengan “harga alami”. di mana akan menyesuaikan dengan keadaan penawaran dan permintaan atas barang yang bersangkutan. Demikian pula atas dasar pertimbangan tertentu, adanya peraturan pemerintah yang dapat menghalangi penyesuaian harga alami dengan harga


(40)

pasaran. Tetapi bagaimanapun, harga alami akan menjadi acuan (pedoman) atas penetapan harga pasaran (Siregar,2010).

Teori perdagangan internasional yang diketengahkan oleh David Ricardo dimulai dengan anggapan bahwa lalu lintas pertukaran internasional hanya berlaku antara dua negara yang diantara mereka tidak ada tembok pabean, serta kedua negara tersebut hanya beredar uang emas. Ricardo memanfaatkan hukum pemasaran bersama-sama dengan teori kuantitas uang untuk mengembangkan teori perdagangan internasional. Walaupun suatu negara memiliki keunggulan absolut, akan tetapi apabila dilakukan perdagangan tetap akan menguntungkan bagi kedua negara yang melakukan perdagangan (Siregar,2010).

2. Teori Heckscher-Ohlin (H-O)

Teori Heckscher-Ohlin (H-O) dalam Siregar (2010) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik, negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif. Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan Komparatif adalah :

a. Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi di dalam suatu negara.

b. Faktor intensity, yaitu teknologi yang digunakan di dalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity.

Teori modern Heckescher-Ohlin atau teori H-O (dalam Siregar) menggunakan dua kurva pertama adalah kurva isocost yaitu kurva yang


(41)

menggambarkan total biaya produksi yang sama, dan kurva isoquant yaitu kurva yang menggambarkan total kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro kurva isocost akan bersinggungan dengan kurva isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu. Analisis hipotesis H-O dikatakan sebagai berikut :

a. Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.

b. Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki

masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilikinya.

c. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya.

d. Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya.

e. Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.

Teori Perdagangan Internasional modern dimulai ketika ekonom Swedia yaitu Eli Hecskher (1919) dan Bertil Ohlin (1933) mengemukakan penjelasan mengenai perdagangan internasional yang belum mampu dijelaskan dalam teori


(42)

keunggulan komparatif. Sebelum masuk ke dalam pembahasan teori H-O, tulisan ini sedikit akan mengemukakan kelemahan teori klasik yang mendorong munculnya teori H-O. Teori Klasik Comparative advantage menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan dalam

productivity of labor (faktor produksi yang secara eksplisit dinyatakan)

antarnegara (Salvatore, 2006). Namun teori ini tidak memberikan penjelasan mengenai penyebab perbedaan produktivitas tersebut (Siregar,2010).

Teori H-O kemudian mencoba memberikan penjelasan mengenai penyebab terjadinya perbedaan produktivitas tersebut (Siregar,2010). Teori H-O menyatakan penyebab perbedaan produktivitas karena adanya jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh masing-masing negara, sehingga selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan harga barang yang dihasilkan. Oleh karena itu teori modern H-O ini dikenal sebagai .The

Proportional Factor Theory.. Selanjutnya negara-negara yang memiliki faktor

produksi relatif banyak atau murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi untuk kemudian mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam memproduksinya.

Ada beberapa hipotesis dalam teori perdagangan Hecksher-Ohlin (H-O) dalam Siregar (2010), yaitu :

1. Produksi barang ekspor di tiap negara naik, sedangkan produksi barang impor di tiap negara turun.

2. Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.


(43)

3. Harga labor di kedua negara cenderung sama, harga barang A di kedua negara cenderung sama demikian pula harga barang B di kedua negara cenderumg sama.

4. Perdagangan akan terjadi antara negara yang kaya Kapital (modal) dengan negara yang kaya Labor (tenaga kerja).

5. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk melakukan produksi. Sehingga negara yang kaya kapital maka ekspornya padat kapital dan impornya padat karya, sedangkan negara kaya labor ekspornya padat karya dan impornya padat kapital.

Seperti halnya dengan teori-teori lain, teori Hecksher-Ohlin (H-O) juga memiliki beberapa kelamahan dalam teorinya. Adapun beberapa asumsi dalam menjelaskan perdagangan internasional yang menjadi kelemahan teori Hecksher-Ohlin (H-O) dalam Siregar (2010) adalah sebagai berikut :

a. Asumsi bahwa kedua negara menggunakan teknologi yang sama dalam memproduksi adalah tidak valid. Fakta yang ada di lapangan negara sering menggunakan teknologi yang berbeda.

b. Asumsi persaingan sempurna dalam semua pasar produk dan faktor produksi lebih menjadi masalah. Hal ini karena sebagian besar perdagangan adalah produk negara industri yang bertumpu pada diferensiasi produk dan skala ekonomi yang belum bisa dijelaskan dengan model faktor endowment H-O.


(44)

c. Asumsi tidak ada mobilitas faktor internasional. Adanya mobilitas faktor secara internasional mampu mensubstitusikan perdagangan internasional yang menghasilkan kesamaan relatif harga produk dan faktor antarnegara. Maknanya adalah hal ini merupakan modifikasi H-O tetapi tidak mengurangi validitas model H-O.

d. Asumsi spesialisasi penuh suatu negara dalam memproduksi suatu komoditi jika melakukan perdagangan tidak sepenuhnya berlaku karena banyak negara yang masih memproduksi komoditi yang sebagian besar adalah dari impor.

Teori lain yang mendukung teori Heckher dan Ohlin (H-O) adalahTeori perdagangan internasional Rybczynsky yang menjelaskan bahwa peningkatan dalam suatu faktor produksi pendukung (endowment factor) akan menurunkan intensitas dari faktor produksi barang yang lain. Apabila terjadi penambahan proporsi pada suatu input yang dipakai secara intensif akan menimbulkan penambahan proporsi output yang lebih besar lagi pada sektor tertentu dan akan terjadi pengurangan output yang menggunakan faktor input constant non intensif, dengan asumsi tidak ada pembalikan intensitas faktor, diversifikasi produksi dan constant komoditi dan harga barang tersebut (Lapipi,2005: 33). Secara grafis teori perdagangan internasional Rybcznysky dapat dijelaskan sebagai berikut :


(45)

K’

K’ E1

K

K

X L

L Y

Y2 E2

O X2 X1

Grafik 2.2. Teori Perdagangan Internasional Rybczynsky

Kurva diatas menunjukkan bahwa peningkatan pada input modal (K) dari KK ke K’K’, sedangkan input tenaga kerja (L) tetap, dapat mengakibatkan peningkatan proporsi output Y yang intensif modal (dari Y1 ke Y2) dan menurunkan output X yang intensif tenaga kerja (dari X1 ke X2). Dengan kenaikan harga relatif pada barang X maka produksi barang X ditingkatkan lebih tinggi dan produksi barang Y berkurang, dimana permintaan terhadap tenaga kerja di sektor X lebih besar, sementara tenaga kerja yang dilepas pada sektor Y sedikit, sehingga terjadi kelebihan permintaan tenaga kerja (excess demand of labour). Disisi lain permintaan terhadap modal sedikit sementara modal yang dilepas sektor Y lebih besar sehingga terjadi kelebihan penawaran modal (excess supply

of capital). Terjadinya excess demand disektor tenaga kerja menyebabkan upah

tenaga kerja naik dan terjadinya excess supply disektor modal menyebabkan penurunan sewa modal (Lapipi, 2005).


(46)

2.2.3. Ekspor

1. Defenisi Ekspor

Amir dalam Pelly (2010: 21) menjelaskan ekspor adalah upaya melakukan penjualan komoditi yang kita miliki kepada bangsa lain atau negara asing sesuai dengan ketentuan pemerintah dengan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing serta melakukan komunikasi dengan bahasa asing.

Jadi hasil yang diperoleh dari kegiatan mengekspor adalah berupa nilai sejumlah uang dalam valuta asing atau biasa disebut dengan istilah devisa yang juga merupakan salah satu sumber pemasukan negara (Pelly,2010: 21). Yang dimaksud dengan ekspor adalah kegiatan perdagangan yang memberikan rangsangan guna menumbuhkan permintaan dalam negeri yang menyebabkan timbulnya industry-industri pabrik besar, bersamaan dengan struktur politik yang stabil dan lembaga social yang efisien (Todaro,2000: 167).

Ekspor merupakan salah satu sektor perekonomian yang memegang peranan penting melalui perluasan pasar antara beberapa negara dimana dapat mengadakan perluasan pasar dalam sektor industri, sehingga mendorong sektor industri lain dan selanjutnya mendorong sektor perekonomian lainnya (Pelly,2010: 21).

2. Peran Ekspor

Berdasarkan defenisi-defenisi ekspor diatas, Pelly (2010: 21) mneyimpulkan bahwa peranan ekspor antara lain, yaitu :


(47)

a. Memperluas pasar diseberang lautan bagi barang-barang tertentu. Sebagaimana yang tekankan oleh para ahli ekonomi klasik, suatu industry dapat tumbuh dengan cepat jika industri itu dapat menjual hasilnya diseberang lautan daripada hanya dipasarkan didalam negeri.

b. Ekspor menciptakan permintaan efektif yang baru. Akibatnya barang-barang di pasar dalam negeri mencari inovasi yang ditujukan untuk menaikkan produktifitas.

c. Perluasan kegiatan ekspor mempermudah pembangunan, karena industri tertentu tumbuh tanpa membutuhkan investasi dalam kapital social sebanyak yang dibutuhkan seandainya barang-barang tersebut akan dijual di dalam negeri.

Dengan demikian selain menambah peningkatan produksi barang untuk dikirim keluar negeri, ekspor juga menambah permintaan dalam negeri, sehingga secara tidak langsung permintaan luar negeri mempengaruhi industri dalam negeri untuk menggunakan faktor produksinya, misalnya modal dan juga menggunakan metode produksi yang lebih murah dan efisien sehingga harga dan mutu dapat bersaing di pasar internasional (Pelly, 2010).

3. Cara Ekspor

Pelly (2010: 22) menjelaskan cara-cara yang dapat ditempuh untuk melaksanakan ekspor, cara-cara tersebut adalah:


(48)

a. Ekspor Biasa

Dalam hal ini barang dikirim ke luar negeri sesuai dengan peraturan umum yang berlaku, yang ditujukan kepada pembeli di luar negeri untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumnya sudah diadakan importir di luar negeri.

b. Barter

Barter adalah pengiriman barang-barang ke luar negeri untuk ditukarkan langsung dengan barang yang dibutuhkan di dalam negeri. Dalam hal ini pengiriman barang tidak menerima pembayaran dengan mata uang asing, tetapi dalam bentuk barang yang dapat dijual di dalam negeri untuk mendapatkan kembali pembayaran dalam mata uang domestic (misalnya rupiah).

c. Konsinyasi

Konsinyasi adalah pengiriman barang ke luar negeri untuk dijual sedangkan hasil penjualannya diperlakukan sama dengan hasil ekspor biasa. Dalam hal pengiriman barang, sebagai barang konsinyasi belum ada pembeli yang tertentu (tetap) di luar negeri.

Cara penjualan di luar negeri dapat dilaksanakan dengan penjualan di pasar bebas, atau mungkin juga dengan mengikutsertakan barang tersebut dalam pelelangan yang biasa disebut dengan “commodities exchange”.

d. Pacaege-Deal

Dalam rangka memperluas pasar hasil bumi terutama dengan negara-negara Sosialis, pemerintah adakalanya mengadakan perjanjian perdagangan


(49)

(trade agreement) dengan salah satu negara atau lebih. Pada perjanjian ditetapkan sejumlah barang tertentu yang akan diekspor ke negara lain dan sebaliknya dari negara lain akan diimpor sejumlah jenis barang yang dihasilkan di negara tersebut dan kiranya yang kita butuhkan juga. Cara ini pada prinsipnya hamper sama dengan barter, tetapi cara ini ditetapkan bebagai macam komoditi.

e. Penyelundupan (Smuggling)

Setiap usaha yang bertujuan memindahkan kekayaan dari suatu negara ke negara lain tanpa memenuhi ketentuan yang berlaku dapat dianggap sebagai usaha penyelundupan atau smuggling. Bahaya dari setiap penyelundupan terletak pada adanya pelarian pelarian kekayaan ke luar negeri (assets flight) tanpa mendapatkan suatu kompensasi. Hal itu berarti suatu pengurasan atas kekayaan negara dan masyarakat.

2.2.4. Impor

1. Defenisi Impor

Impor adalah pengiriman barang dagangan dari luar negeri ke pelabuhan di seluruh wilayah Indonesia kecuali wilayah bebas yang dianggap luar negeri, yang bersifat komersial maupun bukan komersial. Barang luar negeri yang diolah dan diperbaiki di dalam negeri dicatat sebagai barang impor meskipun barang olahan tersebut akan kembali ke luar negeri (Pelly,2010: 25).

Pengertian impor secara yuridis menurut UU No. 10 Tahun 1995 Pasal 2 Ayat (1), yaitu pada saat barang memasuki Daerah Pabean dan menetapkan saat


(50)

barang tersebut wajib Bea Masuk serta merupakan dasar yuridis bagi pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pengawasan.

2. Kebijakan Impor

Pelly (2010: 26) mengartikan kebijakan perdagangan internasional di bidang impor sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha untuk melindungi/mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan penghematan devisa.

Menurut Pelly (2010: 26), kebijakan impor dapat dikelompokkan menjadi dua macam kebijakan, yaitu :

a. Kebijakan Tariff Barrier (TB) dalam bentuk bea masuk yang terdiri dari: 1. Pembebasan bea masuk/tarif yang rendah, yaitu antara 0% sampai

dengan 5%.

Tarif ini dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok dan vital, seperti beras, mesin-mesin vital, alat-alat militer/pertahanan/keamanan, dan lain-lain.

2. Tarif sedang antara > 5% sampai dengan 20%.

Tarif ini dikenakan untuk barang setengah jadi dan barang-barang lain yang belum cukup diproduksi di dalam negeri.


(51)

3. Tarif tinggi diatas 20%.

Tarif ini dikenakan untuk barang-barang mewah dan barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan barang kebutuhan pokok.

b. Kebijakan Non Tariff Barrier

Kebijakan non tariff barrier adalah berbagai kebijakan perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional.

2.2.5. Perekonomian Terbuka

Perekonomian terbuka atau perekonomian empat sektor adalah suatu system ekonomi yang melakukan kegiatan ekspor dan impor dengan negara-negara lain di dunia. Dalam perekonomian terbuka, sektor-sektor ekonominya dibedakan kepada empat kelompok, yaitu : rumah tangga, perusahaan, pemerintah, dan luar negeri (Sukirno, 2008: 202).

Sebuah perekonomian terbuka berinteraksi dengan perkonomian lain melalui cara : membeli serta menjual barang dan jasa pada pasar produk dunia, dan membeli serta menjual aset, atau modal, seperti obligasi dan pasar saham pada pasar keuangan dunia (Mankiw, 2006: 230).

Semakin terbuka perekonomian suatu wilayah dengan wilayah lain maka semakin besar pula tingkat integrasi antar wilayah tersebut (MPRA Paper,2010:7).


(52)

2.2.6. Keuntungan Melakukan Perdagangan Internasional

Ahli-ahli ekonomi yang tergolong dalam mazhab Merkantilis, yaitu ahli-ahli ekonomi yang hidup di sekitar abad keenambelas dan ketujuhbelas, berpendapat bahwa perdagang luar negeri merupakan sumber kekayaan untuk suatu negara. Menurut mereka, suatu negara dapat mempertinggi kekayaannya dengan cara menjual barang-barangnya ke luar negeri. Selanjutnya para ahli ekonomi klasik menganalisis lebih mendalam bagaimana peranan perdagangan luar negeri dalam perekonomian. David Ricardo mengemukakan pandangan yang lebih logis untuk menerangkan perlunya perdagangan luar negeri dalam mengembangkan suatu perekonomian. Teori David Ricardo yang menerangkan mengenai keuntungan yang diperoleh dari spesialisasi dan perdaganga. Berdasarkan teori David Ricardo tersebut negara-negara digalakkan menjalankan system perdagangan bebas (Sukirno,2008: 360).

Sukirno (2008:360) menjelaskan beberapa keuntungan yang diperoleh suatu negara yang melakukan perdagangan luar negeri, yaitu :

1. Memperoleh Barang yang Tidak Dapat Diproduksi di dalam Negeri. Setiap negara tidak dapat menghasilkan atau memproduksi semua barang-barang yang dibutuhkannya, oleh sebab itulah mengapa berbagai negara melakukan perdagangan antara satu sama lain. Tidak semua negara-negara maju dapat memenuhi kebutuhan hasil perkebunan seperti karet, CPO (Crude Palm Oil) atau minyak kelapa sawit, dan lain sebagainya. Maka negara-negara tersebut perlu mengimpornya dari negara-negara Asia Tenggara terutama Indonesia, Malaysia dan Thailand. Disisi lain negara-negara maju memiliki kemajuan teknologi yang


(53)

lebih bagus dari negara-negara ASEAN, maka teknologi tersebut akan diimpor oleh negara-negara ASEAN seperti kapal terbang, kapal selam, dan lain sebagainya.

2. Memperoleh Keuntungan dari Spesialisasi

Dengan mengadakan spesialisasi dan perdagangan, setiap negara dapat memperoleh keuntungan sebagai berikut :

a. Faktor-faktor produksi yang dimiliki setiap negara dapat digunakan lebih efisien.

b. Setiap negara dapat menikmati labih banyak barang dari yang dapat diproduksi di dalam negeri.

3. Memperluas Pasar Industri Dalam Negeri.

Beberapa jenis industri telah dapat memenuhi permintaan dalam negeri sebelum mesin-mesin (alat-alat produksi) sepenuhnya digunakan. Ini berarti bahwa industri itu masih dapat menaikkan produksi dan meningkatkan keuntungannya apabila masih terdapat pasar untuk barang-barang yang dihasilkan oleh industri itu. Karena seluruh permintaan dari dalam negeri telah terpenuhi, cara terbaik untuk memperoleh pasar adalah dengan mengekspornya ke luar negeri.

4. Menggunakan Teknologi Modern dan Meningkatkan Produktifitas.

Dengan adanya perdagangan internasional maka suatu negara dituntut untuk lebih mempelajari cara atau teknik produksi yang lebih efisien dan cara-cara


(54)

manajemen yang lebih baik. Perdagangan internasional akan menuntut suatu negara untuk menggunakan mesin-mesin modern agar tercipta produksi yang bersaing dengan pasar internasional. Dengan pemakain alat-alat modern tersebut diharapkan kualitas ekspor suatu negara semakin baik dan pada akhirnya produkstifitas suatu negara pun diharapkan akan meningkat.

2.3. Globalisai

2.3.1. Defensisi globalisasi

Globalisasi adalah suatu proses dimana antarindividu, antarkelompok, dan antarnegara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara. Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan pengahapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.

Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian pada satu pihak akan membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.

2.3.2. Ciri-ciri Globalisasi

Berikut ini adalah beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia yaitu :


(55)

a. Perubahan dalam Konstantin ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.

b.

bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam

c. Peningkatan interaksi

(terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.

2.3.3. Kebaikan dan Keburukan Globalisasi Ekonomi

Sukirno (2008: 381) menjelaskan bahwa peningkatan keterbukaan berbagai negara dalam menjalankan perdagangan luar negeri diharapkan dapat dapat memberikan kebaikan sebagai berikut :

a. Produksi global dapat ditingkatkan

Pandangan ini sesuai dengan teori 'Keuntungan Komparatif' dari digunakan dengan lebih efesien, output dunia bertambah dan masyarakat akan


(56)

memperoleh keuntungan dari spesialisasi dan perdagangan dalam bentuk pendapatan yang meningkat, yang selanjutnya dapat meningkatkan pembelanjaan da

b. Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu negara

Perdagangan yang lebih bebas memungkinkan masyarakat dari berbagai negara mengimpor lebih banyak barang dari luar negeri. Hal ini menyebabkan konsumen mempunyai pilihan barang yang lebih banyak. Selain itu, konsumen juga dapat menikmati barang yang lebih baik dengan harga yang lebih rendah.

c. Meluaskan pasar untuk produk dalam negeri

Perdagangan luar negeri yang lebih bebas memungkinkan setiap negara memperoleh

d. Dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik Modal dapat diperoleh dari investasi asing dan terutama dinikmati oleh negara-negara berkembang karena masalah kekurangan modal dan tenaga ahli serta tenaga terdidik yang berpengalaman kebanyakan dihadapi oleh negara-negara berkembang.

e. Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi

Pembangunan sektor industri dan berbagai sektor lainnya bukan saja dikembangkan oleh perusahaan asing, tetapi terutamanya melalui investasi yang dilakukan oleh perusahaan swasta domestik. Perusahaan domestik ini seringkali


(57)

memerlukan modal dari bank atau pasar saham. dana dari luar negeri terutama dari negara-negara maju yang memasuki pasar uang dan pasar modal di dalam negeri dapat membantu menyediakan modal yang dibutuhkan tersebut.

Selanjutnya Sukirno (2008: 382) menjelaskan ketidakpuasan/keburukan yang diterima dengan adanya globalisasi, yaitu :

a. Menghambat pertumbuhan sektor industri.

Salah satu efek dari globalisasi adalah perkembangan sistem perdagangan luar negeri yang lebih bebas. Perkembangan ini menyebabkan negara-negara berkembang tidak dapat lagi menggunakan tarif yang tingi untuk memberikan proteksi kepada industri yang baru berkembang (infant industry). Dengan demikian, perdagangan luar negeri yang lebih bebas menimbulkan hambatan kepada negara berkembang untuk memajukan sektor industri domestik yang lebih cepat. Selain itu, ketergantungan kepada industri-industri yang dimiliki perusahaan multinasional semakin meningkat.

b. Memperburuk neraca pembayaran

Globalisasi cenderung menaikkan barang-barang apabila suatu negara tidak mampu bersaing, maka ekspor tidak berkembang. Keadaan ini dapat memperburuk kondisi globaliassi terhadap neraca pembayaran adalah pembayaran neto pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung mengalami defisit. Investasi asing yang bertambah banyak menyebabkan aliran pembayaran keuntungan (pendapatan)


(58)

investasi ke luar negeri semakin meningkat. Tidak berkembangnya ekspor dapat berakibat buruk terhadap neraca pembayaran.

c. Sektor keuangan semakin tidak stabil

Salah satu efek penting dari globalisasi adalah pengaliran investasi (modal) portofolio yang semakin besar. Investasi ini terutama meliputi partisipasi dana luar negeri ke pasar akan mengalir masuk, neraca pembayaran bertambah bak da bertambah baik. Sebaliknya, ketika harga-harga saham di pasar saham menurun, dana dalam negeri akan mengalir ke luar negeri, neraca pembayaran cenderung menjadi bertambah buruk dan nilai mata uang domestik merosot. Ketidakstabilan di sektor keuangan ini dapat menimbulkan efek buruk kepada kestabilan kegiatan

d. Memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang

Apabila hal-hal yang dinyatakan di atas berlaku dalam suatu dlam jangka pendek pertumbuhan ekonominya menjadi tidak stabil. Dalam jangka panjang pertumbuhan yang seperti ini akan mengurangi lajunya pertumbuhan ekonomi. pertumbuhannya dan masalah pengangguran tidak dapat diatasi atau malah semakin memburuk. Pada akhirnya, apabila globalisasi menimbulkan efek buruk kepada prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang suatu negara, distribusi pendapatan menjadi semakin tidak adil dan masalah sosial-ekonomi masyarakat semakin bertambah buruk.


(59)

2.4. Pendapatan Nasional

2.4.1. Pengertian Pendapatan Nasional

Pendapatan Nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode tertentu (Wikipedia.org/wiki/Pendapatan_Nasional). Pernyataan ini dapat diterapkan dalam perekonomian daerah, dimana pendapatan regional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga di suatu daerah dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode tertentu.

2.4.2. Istilah Pendapatan Nasional.

Sukirno (2004: 34) menjelaskan beberapa istilah pendapatan nasional, yaitu:

a) Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB), atau dalam istilah Inggrisnya Gross

Domestic Product (GDP) adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang

diproduksi di dalam suatu negara dalam satu tahun tertentu. Di dalam suatu perekonomian, di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang, barang dan jasa yang diproduksi buka saja oleh perusahaan milik penduduk suatu negara tertentu tetapi oleh penduduk negara lain yang berproduksi di negara tersebut.


(60)

Produk nasional Bruto (PNB), atau dalam istilah Inggrisnya disebut Gross

National Income (GNP) adalah konsep yang mempunyai arti bersamaan dengan

PDB/GDP, tetapi PNB memperkirakan jenis-jenis pendapatan yang sedikit berbeda. Dalam menghitung pendapatan Nasional Bruto, nilai barang dan jasa yang dihitung dalam pendapatan nasional hanyalah barang dan jasa yang diproduksi oleh faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh warga negara dari negara yang pendapatan nasionalnya dihitung.

Dengan memperhatikan perbedaan diantara arti PDB dan PNB diatas dapatlah dirumuskan sifat hubungan di antara Produk Domestik Bruto dan Produk Naional Bruto, yaitu:

PDB = PNB – PFN dari LN

Dimana PFN dari LN adalah pendapatan faktor neto dari luar negeri. PFN dari LN adalah pendapatan faktor-faktor produksi yang diterima dari luar negeri dikurangi dengan pendapatan faktor-faktor produksi yang dibayarkan ke luar negeri.

c) Net National Product (NNP)

Adalah jumlah seluruh penerimaan yang diterima oleh masyarakat setelah dikurangi depresiasi (Fadhillah, 2011). Hal ini dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :

NNP = GNP – Depresiasi (penyusutan).


(61)

Adalah jumlah seluruh penerimaan yang diterima oleh masyrakat setelah dikurangi pajak tidak langsung (Fadhillah, 2011). Hal ini dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

NNI = NNP – pajak tidak langsung.

2.4.3. Cara Penghitungan Pendapatan Nasional

Sukirno (2004: 33) menjelaskan tiga cara penghitungan pendapatan nasional, yaitu:

1) Cara Pengeluaran.

Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan nilai pengeluaran/perbelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi didalam negara/daerah tersebut.

Penghitungan pendapatan nasional dengan cara pengeluaran membedakan pengeluaran ke atas barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian kepada empat komponen, yaitu:

A. Konsumsi Rumah Tangga

Nilai perbelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli berbagai jenis kebutuhannya dalam satu tahun tertentu dinamakan pengeluaran konsumsi rumah tangga. Tidak semua transaksi yang dilakukan oleh rumah tangga digolongkan sebagai konsumsi. Kegiatan rumah tangga untuk membeli rumah digolongkan sebagai investasi. Seterusnya, sebagian pengeluaran mereka, seperti membayar asuransi dan mengirim uang kepada orang tua (anak yang sedang bersekolah) tidak digolongkan sebagai konsumsi karena tidak merupakan perbelanjaan terhadap barang atau jasa yang dihasilkan dalam perekonomian.


(62)

B. Pengeluaran Pemerintah

Pembelian pemerintah ke atas barang dan jasa dapat digolongkan kepada dua golongan yang utama yaitu konsumsi pemerintah dan investasi pemerintah. Yang termasuk konsumsi pemerintah adalah pembelian ke atas barang dan jasa yang akan dikonsumsikan, seperti membayar gaji guru sekolah, membeli alat-alat tulis dan kertas serta membeli bensin untuk kenderaan pemerintah. Sedangkan investasi pemerintah meliputi pengeluaran untuk membangun prasarana seperti jalan, sekolah, rumah sakit, dan irigasi. Memberikan beasiswa, bantuan untuk korban banjir, dan subsidi-subsidi pemerintah tidak digolongkan sebagai pengeluaran pemerintah ke atas produk nasional karena itu bukanlah untuk membeli barang dan jasa.

C. Pembentukan Modal Tetap Sektor Swasta

Pembentukan modal tetap sektor swasta atau lebih sering dinyatakan sebagai investasi, pada hakikatnya berarti pengeluaran untuk membeli barang modal yang dapat menaikkan produksi barang dan jasa di masa yang akan datang. Dalam pengumpulan data mengenai investasi, pengeluaran tersebut dibedakan kepada tiga jenis perbelanjaan berikut:

• Pengeluaran ke atas barang modal dan perlatan produksi • Perubahan-perubahan dalam nilai invenstori pada akhir tahun • Pengeluaran-pengeluaran untuk mendirikan rumah tempat tinggal


(63)

Nilai ekspor yang dilakukan suatu negara dalam satu tahun tertentu dikurangi dengan nilai impor dalam periode yang sama dinamakan ekspor neto.

2) Cara Produksi atau Produk neto.

Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan nilai tambah yang diwujudkan oleh perusahaan-perusahaan di berbagai lapangan usaha dalam perkonomian. Penggunaan cara ini dalam menghitung pendapatan nasional mempunyai dua tujuan penting yaitu:

A. Untuk mengetahui besarnya sumbangan berbagai sektor ekonomi dalam mewujudkan pendapatan nasional.

B. Sebagai salah satu cara untuk menghindari perhitungan dua kali, yaitu dengan hanya menghitung produksi neto yang diwujudkan pad berbagai tahap proses produksi.

3) Cara pendapatan.

Dalam penghitungan ini pendapatan nasional diperoleh dengan cara menjumlahkan pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk mewujudkan pendapatan nasional. Faktor-faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, modal, dan keahlian kewirausahaan apabila digunakan untuk mewujudkan barang dan jasa akan diperoleh berbagai jenis pendapatan, yaitu tanah dan harta tetap lainnya memperoleh sewa, tenaga kerja memperoleh gaji dan upah, modal memperoleh bunga dan keahlian kewirausahaan memperoleh keuntungan.


(64)

Berbagai penelitian terdahulu tentang integrasi ekonomi baik secara regional maupun secara global sudah banyak dilakukan. Diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Lapipi (2005) yang berjudul Analisis Efek

Integrasi Ekonomi Asean dan Manfaatnya Bagi Perdagangan Negara-Negara Asean. Penelitian ini mencoba menganalisa peningkatan perdagangan,

peningkatan efisiensi ekonomi dan daya saing yang tinggi antara negara-negara anggota ASEAN dengan menggunakan gravity model dan panel data, dimana pada hasil penelitian ini integrasi ekonomi ASEAN telah meningkatkan perdagangan ASEAN secara umum, namun belum memberikan manfaat pada peningkatan perdagangan yang signifikan pada masing-masingg negara ASEAN. Dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa fenomena perdagangan intra

industry trade sangat tinggi dan perdagangan barang-barang komponen sangat

dominan yang dapat mendukung ASEAN sebagai production base.

Penelitian lainnya dilakukan oleh United States International Trade Commission (2010) yang berjudul ASEAN: Regional Trends in Economics

Integration, Export Competitiveness, and Inbound Investment for Selected Industries. Penelitian ini menggambarkan kecenderungan dalam integrasi

regional, daya saing ekspor, dan penanaman modal untuk enam industri dalam ASEAN, yaitu: komponen komputer, pakaian tenunan berbahan kapas, kayu lapis kayu keras dan pelapis lantai, bagian kendaraan bermotor, dan minyak kelapa sawit. Dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa kemudahan untuk mengimpor dan mengekspor bervariasi diantara negara-negara ASEAN. Prosedur perdagangan yang paling mudah untuk diselesaikan adalah di negara Singapura,


(65)

Thailand, dan Malaysia, dan yang paling sulit adalah di negara Laos dan Kamboja.

ASEAN Single Window (ASW) adalah salah satu usaha yang paling nyata untuk memfasilitasi perdagangan di antara negara anggota. Dengan memungkinkan pertukaran yang cepat dan menggunakan standarisasi data, maka upaya ini memiliki potensi untuk meningkatkan perdagangan. Namun, pengembangan ASW ini sangat lambat.

2.7. Kerangka Pemikiran

Terbentuknya Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, melahirkan suatu kerjasama dibidang ekonomi untuk mengurangi atau menghapuskan hambatan-hambatan perdagangan antara sesama negara anggota yang disebut dengan Asian Free Trade Area (AFTA).

AFTA yang bertujuan untuk memperluas pasar/perdagangan negara anggota, menyebabkan penurunan harga (karena tariff dikurangi/dihapuskan), meningkatkan daya saing antara mitra dagang melalui biaya-biaya yang lebih rendah dengan skala ekonomi yang lebih luas, akan memicu padatnya arus lalu lintas barang di suatu wilayah. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat keterbukaan suatu wilayah terhadap wilayah lainnya semakin besar. Dengan besarnya tingkat keterbukaan tersebut maka diharapkan akan mempercepat pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah


(66)

Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran

ASEAN

AFTA

LALU LINTAS BARANG PENINGKATAN

DAYA SAING

PENURUNAN HARGA

KETERBUKAAN EKONOMI

NERACA PERDAGANGAN PENGEMBANGAN


(1)

Sumatera Utara ke Singapura, akibatnya neraca perdagangan Sumatera Utara menjadi defisit. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.4.Neraca Perdagangan Sumatera Utara Dengan Singapura, Malaysia, dan ASEAN Lainnya (Milyar Rp).

Tahun Singapura Malaysia ASEAN Lainnya

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 1.482,18 769,86 221,17 809,55 1.089,17 1.436,36 894,12 -332,06 -3.421,78 -2.577,21 801,10 735,37 1.053,72 770,96 809,36 446,96 923,93 670,21 566,45 323,56 -405,06 -61,70 -146,56 349,81 1.266,72 638,64 1.183,91 1.010,75 1.323,96 2.105,36 Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah.

Ketika perdagangan luar negeri Singapura memberikan kontrbusi yang negatif terhadap neraca perdagangan Sumatera Utara beberapa tahun terakhir, maka perdagangan luar negeri Malaysia masih memberikan kontribusi yang positif terhadap neraca perdagangan Sumatera Utara, walaupun pada tahun 2007 sampai dengan 2009 terus mengalami penurunan. Dimana kontribusi yang diberikan oleh perdagangan luar negeri Malaysia terhadap neraca perdagangan


(2)

Sumatera Utara pada tahun 2007, 2008,dan 2009 berturut-turut adalah 2,7 persen, 2 persen, dan 1,95 persen.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kontribusi perdagangan luar negeri Singapura dan Malaysia terhadap neraca perdagangan Sumatera Utara sama-sama menurun mulai dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009. Akan tetapi secara keseluruhan kontribusi perdagangan luar negeri Singapura dan Malaysia terhadap neraca perdagangan Sumatera Utara cukup besar di kawasan ASEAN. Bahkan pada tahun 2000 sampai dengan 2002, kontribusi perdagangan luar negeri Singapura dan Malaysia terhadap neraca perdagangan Sumatera Utara lebih besar daripada kontribusi perdagangan luar negeri negara-negara ASEAN terhadap neraca perdagangan Sumatera Utara.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil penelitian, Tingkat Keterbukaan Sumatera Utara Terhadap Singapura dan Malaysia lebih besar dibandingkan dengan Keterbukaan Sumatera Utara terhadap negara-negara ASEAN lainnya. Artinya, perdagangan luar negeri Sumatera Utara dengan Singapura dan Malaysia memiliki arus lalu lintas barang yang lebih besar dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.

2. Besarnya keterbukaan Sumatera Utara dengan Singapura dan Malaysia sangat berpengaruh terhadap neraca perdangan Sumatera Utara dengan semua negara ASEAN.

5.2. Saran

1. Walaupun perdagangan luar negeri Sumatera Utara dengan Singapura dan Malaysia didominasi oleh produk-produk kedua negara tersebut, namun Sumatera Utara sulit untuk mengurangi ketergantungan kepada Singapura dan Malaysia, sebab semakin maju perekonomian Sumatera Utara maka semakin perlu hubungan yang kuat dengan Singapura dan Malaysia. Maka, yang perlu dilakukan adalah memperkuat infrastruktur ekonomi Sumatera Utara agar dapat mengimbangi Singapura dan Malaysia. Dengan


(4)

demikian kualitas produk ekspor Sumatera Utara semakin meningkat. Jika tidak maka ekonomi Sumatera Utara akan mengalir Ke Singapura dan Malaysia.

2. Sumatera Utara perlu menjaga hubungan baik dengan Singapura dan Malaysia dalam jangka panjang, sebab kedua negara tersebut merupakan salah satu perekonomian yang memiliki hubungan yang erat dengan Sumatera Utara.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan lebih mendalam, sehingga akan ditemukan suatu kesimpulan yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan bagaimana seharusnya pemerintah dapat meningkatkan Tingkat Keterbukaan yang dapat menaikkan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Sumatera Utara serta menjaga hubungan yang baik dengan Singapura dan Malaysia.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arjuna, Wira. 2010. Asean Economic Community (AEC) 2015 (Studi : Persiapan Pemerintah Indonesia Dalam Menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 Pilar Fasilitas Perdagangan Khususnya Dalam Pembentukan Indonesia National Single Windows (INSW). Medan. USU

Arribas, Ivan, Perez, Fransisco and Tortossa-Ausina, Emili. 2006. Measuring Internasional Economic Integration: Theory and Evidence of Globalization. Munich: MPRA.

Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta. BPFE.

Badan Pusat Statistik. 2011. Perkembangan Ekspor Dan Impor Sumatera Utara. Medan. BPS

Lapipi. 2005. Analisis Efek Integrasi Ekonomi Asean Dan Manfaatnya Bagi Perdagangan Negara-Negara ASEAN. Depok. Universitas Indonesia.

Pelly, Mariani. 2010. Analisis Kausalitas dan Kointegrasi Pertumbuhan Ekonomi Dengan Ekspor Indonesia. Medan. Universitas Sumatera Utara.

Sukirno, Sadono. 2004. Makro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.

Tarigan, Robinson. 2004. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.


(6)

United States International Trade Commission. 2010. ASEAN: Regional Trends in Economic Integration, Export Competitiveness, and Inbound Investment for Selected Industries. Washington. USITC Publication.

www.wikipedia.org/Globalisasi.