Memaknai CSR sebagai kewajiban hukum dapat membuktikan

menjadi tersederhanakan atau disamakan dengan kegiatan Community Development, padahal CSR merupakan konsep yang mencakup berbagai kegiatan dimana salah satunya adalah kegiatan Community Development. Putusan undang-undang Nomor 53PUU-IV2008 Sifat CSRTJSL yang voluntairly perlu terus menerus di tingkatkan dengan tidak mengubahnya menjadi kewajiban hukum legal obligation. Ada beberapa problema dan kelemahan dasar bilamana merumuskan CSR menjadi tanggung jawab hukum, antara lain:

1. Memaknai CSR sebagai kewajiban hukum dapat membuktikan

pemahaman yang dimiliki Pemerintah terhadap CSRTJSL semata-mata hanya karena peluang sumber daya finansial yang dapat segera diberikan perusahaan untuk memenuhi kewajiban atas regulasi yang berlaku. Akibatnya aktivitas CSRTJSL akan menjadi kewajiban legal yang bersifat normatif dan formal. 2. Mengubah prinsip dasar voluntairly CSR menjadi bersifat mandatory. Tindakan sedemikan, apapun alasannya, akan meniadakan atau setidaknya meminimalisasi ruang dan medium pilihan yang ada berikut kesempatan masyarakat mengukur derajat pemaknaannya dalam praktik. 3. Adanya perubahan CSR sebagai tindakan yang berlandaskan tanggung jawab etik menjadi kewajiban hukum akan potensial mengarahkan program CSR hanya pada formalitas untuk pemenuhan suatu kewajiban saja. 4. Indonesia menjadi satu-satunya negara di dunia mengatur CSR sebagai kewajiban hukum yang harus dilakukan oleh suatu korporasi yang prinsip dasarnya bersifat voluntair. Universitas Sumatera Utara 5. Menempatkan CSR sebagai kewajiban hukum menimbulkan kerancuan dan kebingungan, karena CSR itu sendiri sudah merupakan tindakan yang melebihi apa yang dipersyaratkan oleh hukum dan peraturan yang berlaku beyond legal compliance. Pelaksanaan CSR yang melebihi pemenuhan hukum dan peraturan, berarti memiliki batas yang “tak terhingga” yang tidak dapat dijangkau oleh hukum dan peraturan yang dinormatifkan menjadi kewajiban. Korporasi itu sendiri yang dapat menentukan batas atas yang ingin dicapainya dan pelaksanaannya dilakukan secara sukarela. Priyanto 2008 ada tiga alasan penting mengapa kalangan dunia usaha mesti merespon dan mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan dengan operasi usahanya. Pertama, perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Perusahaan mesti menyadari bahwa mereka beroperasi dalam suatu tatanan lingkungan masyarakat. Kegiatan sosial ini berfungsi sebagai kompensasi atau upaya imbal balik atas penguasaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi oleh perusahaan yang kadang bersifat ekspansif dan ekploratif, di samping sebagai kompensasi sosial karena timbulnya ketidaknyamanan discomfort pada masyarakat, semua ini diimplementasikan karena memang ada regulasi, hukum, dan aturan yang memaksa karena adanya market driven. Kesadaran tentang pentingnya mengimplementasikan CSR ini menjadi tren seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk-produk yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial. Universitas Sumatera Utara Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosa mutualisme. Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, setidaknya license to operate, wajar bila perusahaan juga dituntut untuk memberikan kontibusi positif kepada masyarakat sehingga bisa tercipta harmonisasi hubungan bahkan pendongkrakan citra dan performa perusahaan. Implementasikan program karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam internal driven, perusahaan telah menyadari bahwa tanggung jawabnya bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan keuntungan profit demi kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggung jawab sosial dan lingkungan. Ketiga, kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk meredam bahkan menghindari konflik sosial. Potensi konflik itu bisa berasal akibat dampak operasional perusahaan ataupun akibat kesenjangan struktural dan ekonomis yang timbul antara masyarakat dengan komponen perusahaan, dan dipraktekkan lebih karena faktor eksternal external driven. Hampir bisa dipastikan implementasi adalah sebagai upaya dalam konteks kehumasan public relation merupakan kebijaksanaan bisnis yang hanya bersifat kosmetik. Cropanzano, Byrne, Bobocel and Rupp, 2001. Dalam konsep Tanggung Jawab Sosial menurut ISO 26000, ditetapkan adanya 7 tujuh prinsip Tanggung Jawab Sosial yang merupakan perilaku yang berdasarkan standar, panduan atau peraturan berperilaku yang dikenal sebagai bermoral dan benar, khususnya pada konteks situasi tertentu. Ketujuh prinsip tersebut adalah: 1. Akuntabilitas: organisasi sebaiknya akuntabel akan dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan. 2. Tranparansi: organisasi sebaiknya transparan akan keputusan dan aktivitasnya yang berdampak terhadap pihak lain. Universitas Sumatera Utara 3. Perilaku etis: organisasi sebaiknya berperilaku etis sepanjang waktu. 4. Stakeholder: organisasi sebaiknya menghargai dan mempertimbangkan kepentingan stakeholdernya. 5. Peraturan hukum: organisasi sebaiknya menghormati hukum yang berlaku. 6. Norma internasional: organisasi sebaiknya menghormati norma internasional yang relevan, bila norma ini lebih mendukung pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, dan 7. Hak asasi manusia: organisasi sebaiknya memahami pentingnya dan universalnya hak asasi manusia. Implementasi CSR di perusahaan pada umumnya dipengaruhi beberapa faktor. Yang pertama, adalah terkait dengan komitmen pimpinannya. Yang kedua, menyangkut ukuran dan pematangan perusahaan, Ketiga, regulasi dan sistem perpajakan yang diatur oleh pemerintah. Kotler 2005, mengungkapkan bahwa CSR hendaknya bukan merupakan aktivitas yang hanya merupakan kewajiban perusahaan secara formalitas kepada lingkungan sosialnya, namun CSR seharusnya merupakan sentuhan moralitas perusahaan terhadap lingkungan sosialnya. Selanjutnya Philip Kotler dan Nancy Lee 2005, berpendapat bahwa aktivitas CSR haruslah berada dalam koridor strategi perusahaan yang diarahkan untuk mencapai bottom line business goal seperti mendongkrak penjualan dan pangsa pasar, membangun positioning merk, menarik, membangun, memotivasi loyalitas karyawan, mengurangi biaya operasional hingga membangun citra korporat dipasar modal. Dengan argumentasi tersebut dapat dilihat bahwa CSR bukan merupakan aktivitas tempelan atau yang terpinggirkan, tapi merupakan denyut nadi perusahaan. Universitas Sumatera Utara Arif Siregar 2004 mengatakan bahwa dalam CSR mengandung empat prinsip, yaitu ekonomi, hukum, etis dan filantropis. Ekonomi adalah inti dari kegiatan perusahaan dimana lebih banyak dibicarakan dibandingkan filantropis dan hukum wajib dipatuhi oleh setiap korporasi. Bahwa pada praktik di bidang pertambangan, sejak awal masuk ke suatu daerah perusahaan sudah menerapkan prinsip CSR walaupun tanpa ada aturan dari Pemerintah. Dalam melakukan eksploitasi terhadap suatu daerah, perusahaan selalu menggunakan tenaga kerja local. Bahwa harus dipisahkan antara kewajiban Pemerintah dan kewajiban lokal, konsekuensi jika CSR diatur, maka apa yang diharapkan masyarakat belum tentu tercapai. Bahwa CSR tidak dapat dibakukan, karena setiap daerah berbeda. Kegiatan CSR kompleks bukan hanya masalah filantropis saja tetapi seluruhnya. Bahwa perusahaan sadar socialize diperlukan demi keberlanjutan suatu usaha. Dana CSR tidak disetorkan ke Pemerintah, jika ini ditambah terus maka akan melemahkan perusahaan. Motivasi dari suatu perusahaan yang mendorong untuk mempunyai kepedulian terhadap keadilan dan kemudian terlibat dalam kegiatan melaksanakan CSR adalah adanya: a. Instrumental motives. b. Relational motives. c. Morality-based motives. Instrumental motives didorong oleh kepentingan pribadi self-interest, relational motives diarahkan oleh kepedulian akan status dan pengakuan atas keberadaannya di dalam suatu kelompok, dan morality motives didorong oleh perilaku etis serta kesejahteraan dari kelompok yang lebih besar hingga mencakup kesejahteraan dunia.Cropanzano, Byrne, Bobocel and Rupp, 2001. Universitas Sumatera Utara Poerwanto 2006, menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial adalah tindakan-tindakan dan kebijakan-kebijakan perusahaan dalam interaksi dengan lingkungannya yang didasarkan pada etika. Secara umum etika dipahami sebagai aturan tentang prinsip-prinsip dan nilai-nilai moral yang mengarahkan perilaku seseorang atau kelompok masyarakat mengenai baik atau buruk dalam pengambilan kebijakan atau keputusan. Terdapat tiga pendekatan dalam proses pembentukan tanggung jawab sosial tersebut: 1. Pendekatan moral, yaitu kebijakan atau tindakan yang didasarkan pada prinsip kesantunan dengan pengertian bahwa apa yang dilakukan tidak melanggar atau merugikan pihak-pihak lain secara sengaja. 2. Pendekatan kepentingan bersama, yaitu bahwa kebijakan-kebijakan moral harus didasarkan pada standar kebersamaan, kewajaran dan kebebasan yang bertanggung jawab. 3. Pendekatan manfaat, adalah konsep tanggungjawab sosial yang didasarkan pada nilai-nilai bahwa apa yang dilakukan oleh perusahaan menghasilkan manfaat besar bagi pihak-pihak berkepentingan secara adil. Suharto 2005, menyebutkan konsep CSR merupakan bentuk kepedulian perusahaan terhadap masyarakat di seputar perusahaan yang keberadaannya telah memunculkan masalah sosial ekonomi yang tajam antara ‘masyarakat’ perusahaan dengan penduduk lokal, dan pemiskinan struktural masyarakat setempat lewat ekploitasi dan perusakan lingkungan yang dilakukan perusahaan. Munculnya konsep tanggung jawab sosial perusahaan didorong oleh terjadinya kecenderungan pada masyarakat industri yang dapat disingkat sebagai fenomena DEAF dalam Bahasa Inggris disebut tuli sebuah akronim dari Universitas Sumatera Utara Dehumanisasi, Equalisasi, Aquariumsasi dan Feminisasi Suharto, 2005, dimana munculnya fenomena-fenomena tersebut adalah karena terciptanya persoalan hubungan, tuntutan dan lain-lain antara masyarakat perusahaan dan masyarakat sekitar perusahaan. Carrol dalam Poerwanto 2006 membagi Tanggung Jawab Sosial perusahaan ke dalam empat kriteria: 1. Tanggung jawab sosial ekonomi, dimana perusahaan harus dioperasikan dengan berbasis laba serta dengan misi tunggal untuk meningkatkan keuntungan selama berada dalam batas-batas peraturan pemerintah. 2. Tanggung jawab sosial sebagai tanggungjawab legal, dimana kegiatan bisnis diharapkan untuk memenuhi tujuan ekonomi para pelaku dengan berlandaskan kerangka kerja legal maupun nilai-nilai yang berkembang di masyarakat secara bertanggung jawab. 3. Tanggung jawab sosial sebagai tanggungjawab etika, yang didefinisikan sebagai kebijakan dan keputusan perusahaan yang didasarkan pada keadilan, bebas dan tidak memihak, menghormati hak-hak individu, serta memberikan perlakuan berbeda untuk kasus yang berbeda yang menyangkut tujuan perusahaan. 4. Tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab sukarela atau diskresioner, dimana kebijakan perusahaan dalam tindakan sosial yang murni sukarela dan didasarkan pada keinginan perusahaan untuk memberikan kontribusi sosial yang tidak memiliki kepentingan timbal balik secara langsung. Universitas Sumatera Utara Tanggungjawab Sukarela Tanggungjawab Etik Tanggungjawab Legal Tanggungjawab Ekonomi Gambar 2. Empat Kriteria Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Model Carrol Sumber: Poerwanto,2006 Dari keempat kriteria tanggung jawab sosial perusahaan tersebut, tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab sukarela menjadi kriteria ideal untuk membangun suatu pola kemitraan dalam suatu model program pemberdayaan masyarakat. Melalui kriteria tersebut kemitraan akan menjadi garis tegas yang memisahkan motif tanggung jawab sosial perusahaan, antara tindakan ekonomi untuk memaksimalkan keuntungan dengan tindakan sosial sukarela. Sebagai tindakan sosial sukarela, kemitraan cenderung akan melibatkan partisipan yang tidak berorientasi ekonomi seperti pemerintah, lembaga swadaya masyarakat serta masyarakat itu sendiri. Sebaliknya apabila tanggung jawab sosial lebih berorientasi pada pencapaian tujuan ekonomi perusahaan maka partisipan yang terlibat tentunya merupakan pelaku-pelaku ekonomi. Tindakan sosial sukarela akan menjamin adanya kesesuaian tindakan masing-masing partisipan dengan tujuan pemberdayaan masyarakat sebagai tujuan bersama, sementara dalam tindakan ekonomi masing-masing partisipan lebih menyesuaikan tindakannya dengan nilai ekonomi yang diharapkan dari kemitraan. Universitas Sumatera Utara Konsep tanggungjawab sosial pada perkembangannya telah memunculkan konsep baru, yakni konsep Investasi Sosial Perusahaan Corporate Social Investment. Konsep ini lebih merupakan suatu kritik terhadap konsep CSR yang dianggap filantropis dengan hanya melibatkan program-program sosial jangka pendek dan pemberian uang atau barang dari perusahaan bagi sekelompok masyarakat. Konsep CSI Corporate Social Investment umumnya memiliki dampak yang berdimensi lebih luas dan jangka panjang sustainable. Konsep CSI juga tidak dipandang semata-mata sebagai bentuk pelunasan tanggung jawab sosial perusahaan, namun lebih jauh sebagai bagian dari rekayasa sosial dan strategi perusahaan yang rasional, terencana dan berorientasi pada keuntungan sosial jangka panjang bagi pihak perusahaan maupun masyarakat. Masyarakat juga mempunyai peran penting sebagai pendukung sosio-ekonomi sustainability dimana masyarakat diharapkan dapat mengoreksi dampak negatif perusahaan serta aktif menjadi dinamisator keberdayaan publik. Partisipasi aktif dari komunitas lokal dalam setiap pelaksanaan CSR sangat diperlukan sehingga memberi manfaat hubungan timbal balik mutual benefit dengan perusahaan atau korporasi. Peran pemerintah sangat menentukan dalam membangun usaha yang kondusif dan tidak manipulatif. Sinergi yang paling diharapkan adalah kemitraan antara perusahaan, pemerintah dan komunitas masyarakat yaitu sinergi yang disebut kemitraaan tripartit. Warhurst 1998, mengajukan prinsip-prinsip Corporate Sosial Responsibility CSR dengan adanya prioritas corporate, manajemen terpadu, proses perbaikan, pendidikan bagi karyawan, pengkajian, produk dan jasa, informasi publik, fasilitas operasi, penelitian, prinsip pencegahan, kontraktor dan pemasok, siaga menghadapi darurat, transfer best practise, memberi sumbangan, dan keterbukaan serta pencapaian dalam pelaporan. Dow Jones Sustainability Group Universitas Sumatera Utara Indexes mengembangkan prinsip-prinsip sebagaimana yang tertuang pada tabel berikut ini : Tabel 1. Prinsip-prinsip keberlanjutan Perusahaan Prinsip-prinsip Keberlanjutan Komponen 1. Teknologi Kreasi, Produksi dan pengiriman barang dan jasa yang didasarkan pada organisasi dan teknologi inovatif yang memanfaatkan sumber-sumber daya alam, financial dan social secara efektif, efisien, dan ekonomis dalam jangka panjang 2. Tata Pamong Keberlanjutan perusahaan didasarkan pada standar tertinggi tata pamong termasuk tanggung jawab manajemen, kapasitas organisasional, kultur korporat dan hubungan dengan stake holders 3. Pemegang Saham Tuntutan pemegang saham hendaknya sesuai dengan kebutuhan balikan return financial, pertumbuhan ekonomi berjangka panjang, menjamin daya kompetitif global, dan member sumbangan pada capital intelektual. 4. Industri Perusahaan-perusahaan yang berkelanjutan hendaknya mengarahkan industrinya untuk beralih pada keberlanjutan dengan menunjukkan komitmennya dan mempublikasikannya kinerja yang unggul 5. Masyarakat Perusahaan-peruahaan yang berkelanjutan hendaknya mendorong kesejahteraan social yang abadi melalui respons yang cepat dan tepat terhadap perubahan social yang cepat, peningkatan demografis, arus migrasi, pergeseran pola- pola cultural dan kebutuhan pada pendidikan sepanjang hayat dan pendidikan berkelanjutan. Sumber : Dow Jones Sustainability Group Indexes, 1999 Universitas Sumatera Utara Kasali 2005, menyatakan stakeholders bisa berarti pula setiap orang yang mempertaruhkan hidupnya pada perusahaan. Ibarat sebuah jagad yang di kelilingi planet-planet, maka perusahaan juga di kelilingi dengan stakeholders dan membagi stakeholders menjadi 5 bagian yaitu : 1. Stakeholders internal yaitu stakeholders yang berada didalam lingkungan organisasi seperti karyawan, manajer, dan shareholders atau pemegang saham. Sedangkan stakeholders eksternal adalah yang berada di luar lingkungan organisasi atau perusahaan seperti masyarakat, pemerintah, pers, dan lain-lain 2. Stakeholders Primer, stakeholders sekunder, stakeholders marginal. Ketiga stakeholders ini disusun berdasarkan skala prioritas.stakeholders yang paling penting adalah primer, sekunder baru marjinal.urutan ini bisa berubah ubah dari waktu kewaktu 3. Stakeholders Tradisional dan stakeholders masa depan.karyawan dan masyarakat adalah stakeholders tradisional sedangkan stakeholders masa depan adalah yang diperkirakan memberikan pengarung pada organisasi seperti mahasiswa, peneliti, dan konsumen potensial. 4. Proponents, opponents dan uncommitted.Proponents merupakan kelompok yang memihak organisasi, menentang organisasi adalah opponents dan pihak yang tidak peduli yaitu uncommitted. 5. Silent majority dan vocal minority. Silent majority adalah memberikan dukungan secara pasif sedangkan vocal minority adalah mendukung secara aktif. Universitas Sumatera Utara Stakeholders internal adalah stakeholders yang berada di dalam lingkungan organisasi perusahaan, misalnya karyawan, manajer dan pemegang saham shareholder serta keluarga karyawan. Stakeholders eksternal adalah pihak-pihak yang berada di luar kendali perusahaan uncontrollable. Pemimpin perusahaan perlu membekali diri dengan teknik untuk mendesain organisasinya sesuai dengan keadaan lingkungan eksternalnya. Beberapa stakeholders eksternal diantaranya adalah konsumen, penyalur, pemasok, pemerintah, pers, pesaing dan komunitas atau masyarakat. Mempraktekkan CSR dengan cara yang paling sederhana dapat dimulai dari aktivitas karitas charity. Langkah awal bisa dimulai dari lingkungan internal perusahaan dengan memperhatikan kebutuhan karyawan. Programnya misalnya memberikan fasilitas kerja karyawan diatas standar, menyediakan beasiswa untuk anak-anak karyawan dan menyediakan ruang perawatan bayi atau taman bermain anak dan setelah itu baru melihat dan mengimplementasikan CSR ke luar perusahaan secara eksternal Koestoer, 2007 dalam www. swa.co.id

2.2. Pengembangan Masyarakat Community Development dalam