berbagai kepentingan yang terkait dengan aktivitas perusahaan. Tidak saja bagi kepentingan internal, tetapi juga kepentingan eksternal sesuai dengan pendekatan
stakeholders. Tanggung jawab sosial PT Toba Pulp Lestari bagi masyarakat sekitar dalam
bentuk kemitraan, pengembangan komunitas, dan pelayanan publik, memiliki makna ekonomi berupa besarnya dana yang mengalir secara langsung dari perusahaan, atau
tidak langsung sebagai efek multiplier dari perputaran roda ekonomi masyarakat sekitar itu sendiri. Terbukanya berbagai jenis lapangan kerja baru, berbagai bentuk
program mitra kerja perusahan, dan juga berkembangnya sektor informal, adalah sebagai bukti menggeliatnya perekonomian masyarakat sekitar. Pembangunan sarana
fisik bagi lingkugan masyarakat, sumbangan di bidang pendidikan dan kesehatan masyarakat, secara tidak langsung juga telah memberi pengaruh peningkatan kualitas
SDM dan potensi ekonomi masyarakat. Mengingat Peranan CSR apakah berjalan efektif dan tepat pada sasaran untuk
mensejahterakan masyarakat kecamatan Porsea. Selain itu untuk mengetahui apa yang dilakukan PT. Toba Pulp Lestari pada CSR perusahaannya sekaligus untuk
mengetahui bagaimana peran CSR terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Porsea, Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Peranan Corporate Social Responsibility CSR PT. Toba Pulp Lestari terhadap kesejahteraan masyarakat Kabupaten
Toba Samosir Studi kasus:kecamatan Porsea”.
1.2. Perumusan Masalah
Universitas Sumatera Utara
1. Bagaimanakah format dan konsep CSR yang telah diimplementasikan PT.
Toba Pulp Lestari di Kecamatan Porsea? 2.
Bagaimanakah dampak program CSR terhadap peningkatan pendapatan masyarakat di Kecamatan Porsea?
3. Bagaimanakah dampak program CSR terhadap peningkatan pendidikan
masyarakat di Kecamatan Porsea?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dampak program CSR PT. Toba Pulp Lestari yang telah
diimplementasikan pada masyarakat Kecamatan Porsea. 2. Untuk mengetahui dampak program CSR PT. Toba Pulp Lestari terhadap
peningkatan pendapatan masyarakat Kecamatan Porsea. 3. Untuk mengetahui dampak program CSR PT. Toba Pulp Lestari terhadap
peningkatan pendidikan masyarakat Kecamatan Porsea.
1.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian, yang kebenarannya masih perlu dibuktikan atau diuji
secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah maka hipotesis yang akan menjadi pedoman awal dalam penelitian adalah Peranan CSR PT. Toba Pulp Lestari. Adapun
hipotesis penelitian ini adalah: 1.
CSR PT. Toba Pulp Lestari Berperan dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat di Kecamatan Porsea
Universitas Sumatera Utara
2. CSR PT. Toba Pulp Lestari Berperan dalam Meningkatkan Pendidikan
Masyarakat di Kecamatan Porsea. 3.
CSR PT. Toba Pulp Lestari Berperan dalam mengurangi pengangguran bagi masyarakat di kecamatan Porsea
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagi penulis, sebagai tambahan wawasan untuk mengetahui apakah dampak Program CSR PT. Toba Pulp Lestari terhadap kesejahteraan masyarakat
kecamatan Porsea kabupaten Toba Samosir. 2.
Sebagai bahan referensi dan informasi bagi penelitian selanjutnya, sekaligus untuk menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan dalam hal penelitian
bagi penulis. 3.
Sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang relevan yang telah ada dan sebagai acuan kepeda peneliti yang hendak melakaukan penelitian yang
bahannya sama di masa mendatang. 4.
Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi penelitian lebih lanjut untuk meneliti topik yang sama.
5. Bagi para pengambil kebijakan pada manajemen PT. Toba Pulp Lestari,
penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dalam menghasilkan perencanaan yang lebih baik dalam Penerapan CSR Perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Corporate Social Responsibility Tanggung jawab sosial perusahaan Corporate Social Responsibility adalah
suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan sesuai kemampuan perusahaan tersebut sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap
sosiallingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. CSR atau TJSL sebagai suatu
konsep, berkembang pesat sejak 1980 an hingga 1990 an sebagai reaksi dan suara keprihatinan dari organisasi-organisasi masyarakat sipil dan jaringan tingkat global
untuk meningkatkan perilaku etis, fairness dan responsibilitas korporasi yang tidak
hanya terbatas pada korporasi, tetapi juga pada para stakeholder dan komunitas atau masyarakat sekitar wilayah kerja dan operasinya.
CSR harus melibatkan seluruh stakeholder secara aktif dalam kegiatan CSR. Bahwa harus ada keseimbangan antara kegiatan bisnis dan nilai-nilai bisnis dan harus
beyond filantrophy. CSR bukan untuk menolong pihak yang lebih lemah tetapi merupakan strategi bisnis perusahaan. Corporate Social Responsibility CSR
merupakan fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. CSR timbul sejak era dimana kesadaran akan
sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability. Kalangan bisnis telah menyuarakan penolakan dimasukkannya pasal
tentang tanggung jawab sosial perusahaan dalam undang-undang PT yang baru. Istilah Corporate Social Responsibility CSR dipopulerkan oleh Jhon
Elkington, 1997 melalui bukunya “Cannibal with Forks, the Tripple Bottom Line of Twentieth Century Business”. Elkington mengembangkan konsep Triple Bottom Line
Universitas Sumatera Utara
dalam istilah economic prosperity, environmental quality dan social justice. Definisi dari CSR, pertama dalam Pemerintah Inggris, dikatakan ”Voluntary action that
bussines can take over and above compliance with minimum requirement,”. Inti dari CSR adalah dijalankan beyond compliance to law melampui kepatuhan terhadap
hukum. Melalui buku tersebut, Elkington memberi pandangan bahwa perusahaan
yang ingin berkelanjutan, haruslah memperhatikan “3P”. Selain mengejar profit, perusahaan juga mesti memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan
masyarakat people dan turut berkonstribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan planet. Hubungan ini kemudian diilustrasikan dalam bentuk segitiga
sebagai berikut:
Gambar 1. Hubungan Garis Segitiga Triple Bottom Line Sumber: Elkington,1997
Dalam gagasan tersebut, perusahaan tidak lagi diharapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu aspek ekonomi yang direfleksikan
dalam kondisi financial-nya saja, namun juga harus memperhatikan aspek sosial dan
Lingkungan Planet
Ekonomi Profit
Sosial people
Universitas Sumatera Utara
lingkungannya. Perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang
berpijak hanya pada single bottle lines yaitu, nilai perusahaan corporate value yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya financial saja, tetapi tanggung jawab
perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines, yaitu berupa: finansial, sosial dan lingkungan. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh
dan berkembang secara berkelanjutan sustainable. Keberlanjutan perusahaan akan terjamin apabila korporasi juga turut memperhatikan demensi sosial dan lingkungan
hidup; Masuknya konsep CSR ke dalam wacana dan praktik perusahaan tampaknya membawa berkah perubahan.
Tak dapat disangkal lagi, ada kekuatan besar yang mengubah perilaku banyak perusahaan di hadapan para pemangku kepentingannya. Tekanan yang
diberikan oleh para aktivis telah membuat perusahaan-perusahaan mengubah strategi bisnisnya dari single bottom line pencarian keuntungan menuju triple bottom line
keseimbangan ranah ekonomi-sosial-lingkungan. Tentu saja hal ini patut disyukuri, namun juga harus tetap dikawal dengan ketat. Bagaimanapun kecenderungan banyak
perusahaan untuk mengedepankan keuntungan ekonomi bagi dirinya dibandingkan keadilan sosial dan lingkungan tetaplah besar. Melihat hal ini, banyak akademisi
yang kemudian mengingatkan bahwa skeptisisme yang sehat terhadap perilaku perusahaan khususnya berkaitan dengan peran mereka dalam pembangunan haruslah
tetap dijaga. Watt dan Zimmerman 1978, Abbot dan Monsen 1979, Ulmann. C.A
1985 menyatakan bahwa biaya sosial social cost yang dikeluarkan perusahaan memiliki kemanfaatan meningkatkan citra perusahaan dimata masyarakat,
meningkatkan laba perusahaan dan dapat mengurangi munculnya negetive externalities.
Universitas Sumatera Utara
Khasali Reinald 2007 menyatakan bahwa umumnya sering terjadi ketidaksepahaman antara perusahaan dengan masyarakat tentang tanggungjawab
social social responsibility. Lebih lanjut dinyatakan, bahwa perlu sosialisasi efektif lewat berbagai kegiatan sosial maupun pelaporan perusahaan, agar terjadi
pemahaman batasan tanggungjawab sosial social responsibility secara simetris. Hal itu, menentukan efektifitas tanggungjawab sosial social responsibility yang telah
dilakukan perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan. Freedman dan Jaggi 1974 menyatakan bahwa perusahaan perlu melakukan
keterbukaan atas aktivitas social yang telah dilakukan. Lebih lanjut dinyatakan, bahwa tingkat pengungkapan social dapat meningkatkan legitimasi stakeholders
sehingga dapat menurunkan legitimacy gap, dan ketidak-seimbangan pemahaman dan informasi.
Menurut Philip Kotler dan Nancy Lee ada 6 enam pilihan dalam menjalankan CSR, yaitu cause promotion, cause related marketing, corporate social
marketing, corporate philanthropy, community volunteering, dan social resposible business practices. Beberapa pilihan tersebut telah dipilih untuk dijalankan oleh
perusahaan-perusahaan di Indonesia. Achwan 2006, mengemukakan dua tesis yang melatarbelakangi
perkembangan wacana CSR, yang pertama adalah bahwa konsep CSR merupakan suatu bentuk kemampuan adaptasi perubahan perusahaan modern dalam
menyesuaikan dirinya dengan perubahan sosial politik yang berkembang di tengah- tengah masyarakat. Tesis kedua mengatakan, konsep CSR sebagai bentuk respon
perusahaan modern dalam ekonomi pasar untuk mempertahankan dominasinya terhadap setiap tantangan publik yang mengganggu kekuasaannya Corporate
Power dengan membangun aliansi dengan lembaga atau aktor strategis.
Universitas Sumatera Utara
Pergulatan wacana tersebut bermuara pada tiga definisi dan praktik CSR,
definisi pertama berangkat dari asumsi the business of business is business, bahwa
setiap perusahaan pada hakekatnya memiliki tujuan tunggal yaitu memaksimalkan keuntungan kepada pemiliknya dan keberadaannya dipercaya dapat menciptakan
lapangan pekerjaan. Inti dari definisi yang pertama ini lebih merupakan penolakan terhadap prinsip-prinsip kedermawanan perusahaan, Community Development atau
donasi yang dianggap bertentangan dengan hakekat perusahaan.
Definisi kedua adalah Corporate Voluntarism yang menekankan aspek
kebajikan virtue dalam mengejar keuntungan. Asumsi dasar definisi ini yang pertama adalah bahwa setiap perusahaan dengan sukarela sesuai dengan kekuatan
dan kelemahannya dapat mengembangkan CSR dan menolak campur tangan negara dalam mengatur perusahaan. Asumsi yang kedua beranggapan bahwa kepedulian
terhadap masyarakat atau konsumen dapat mendorong keuntungan ekonomi suatu perusahaan, dan yang ketiga adalah bahwa keberadaan perusahaan tidak dapat
dilepaskan dari masyarakat tempat perusahaan beroperasi.
Defenisi ketiga adalah Corporate Involuntarism dengan asumsi dasar bahwa
setiap perusahaan memiliki kewajiban menjalankan tanggung jawab sosial yang harus dituangkan dalam bentuk undang-undang karena self regulation dan
voluntarism dianggap sudah tidak lagi mencukupi karena dalam konteks kekinian pengaruh multi national corporation dianggap jauh berpengaruh dibanding negara
bangsa. LEAD Indonesia dan LABSOSIO FISIP UI 2005, menyebutkan bahwa
dalam banyak kasus yang melibatkan industri ekstraktif dengan masyarakat sering kali program Community Development mendominasi praktek CSR sebagai upaya
pendekatan khusus untuk mencegah konflik. Hal tersebut menyebabkan konsepnya
Universitas Sumatera Utara
menjadi tersederhanakan atau disamakan dengan kegiatan Community Development, padahal CSR merupakan konsep yang mencakup berbagai kegiatan dimana salah
satunya adalah kegiatan Community Development. Putusan undang-undang Nomor 53PUU-IV2008 Sifat CSRTJSL yang
voluntairly perlu terus menerus di tingkatkan dengan tidak mengubahnya menjadi kewajiban hukum legal obligation. Ada beberapa problema dan kelemahan dasar
bilamana merumuskan CSR menjadi tanggung jawab hukum, antara lain:
1. Memaknai CSR sebagai kewajiban hukum dapat membuktikan
pemahaman yang dimiliki Pemerintah terhadap CSRTJSL semata-mata hanya karena peluang sumber daya finansial yang dapat segera diberikan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban atas regulasi yang berlaku. Akibatnya aktivitas CSRTJSL akan menjadi kewajiban legal yang bersifat
normatif dan formal. 2. Mengubah prinsip dasar voluntairly CSR menjadi bersifat mandatory.
Tindakan sedemikan, apapun alasannya, akan meniadakan atau setidaknya meminimalisasi ruang dan medium pilihan yang ada berikut kesempatan
masyarakat mengukur derajat pemaknaannya dalam praktik. 3. Adanya perubahan CSR sebagai tindakan yang berlandaskan tanggung
jawab etik menjadi kewajiban hukum akan potensial mengarahkan program CSR hanya pada formalitas untuk pemenuhan suatu kewajiban
saja. 4. Indonesia menjadi satu-satunya negara di dunia mengatur CSR sebagai
kewajiban hukum yang harus dilakukan oleh suatu korporasi yang prinsip dasarnya bersifat voluntair.
Universitas Sumatera Utara
5. Menempatkan CSR sebagai kewajiban hukum menimbulkan kerancuan dan kebingungan, karena CSR itu sendiri sudah merupakan tindakan yang
melebihi apa yang dipersyaratkan oleh hukum dan peraturan yang berlaku beyond legal compliance.
Pelaksanaan CSR yang melebihi pemenuhan hukum dan peraturan, berarti memiliki batas yang “tak terhingga” yang tidak dapat dijangkau oleh hukum dan
peraturan yang dinormatifkan menjadi kewajiban. Korporasi itu sendiri yang dapat menentukan batas atas yang ingin dicapainya dan pelaksanaannya dilakukan secara
sukarela. Priyanto 2008 ada tiga alasan penting mengapa kalangan dunia usaha mesti
merespon dan mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan dengan operasi usahanya.
Pertama, perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Perusahaan mesti
menyadari bahwa mereka beroperasi dalam suatu tatanan lingkungan masyarakat. Kegiatan sosial ini berfungsi sebagai kompensasi atau upaya imbal balik atas
penguasaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi oleh perusahaan yang kadang bersifat ekspansif dan ekploratif, di samping sebagai kompensasi sosial
karena timbulnya ketidaknyamanan discomfort pada masyarakat, semua ini diimplementasikan karena memang ada regulasi, hukum, dan aturan yang memaksa
karena adanya market driven. Kesadaran tentang pentingnya mengimplementasikan CSR ini menjadi tren seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat
global terhadap produk-produk yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial.
Universitas Sumatera Utara
Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosa mutualisme. Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat,
setidaknya license to operate, wajar bila perusahaan juga dituntut untuk memberikan kontibusi positif kepada masyarakat sehingga bisa tercipta harmonisasi hubungan
bahkan pendongkrakan citra dan performa perusahaan. Implementasikan program karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam internal driven, perusahaan
telah menyadari bahwa tanggung jawabnya bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan keuntungan profit demi kelangsungan bisnisnya, melainkan
juga tanggung jawab sosial dan lingkungan. Ketiga, kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk
meredam bahkan menghindari konflik sosial. Potensi konflik itu bisa berasal akibat dampak operasional perusahaan ataupun akibat kesenjangan struktural dan ekonomis
yang timbul antara masyarakat dengan komponen perusahaan, dan dipraktekkan lebih karena faktor eksternal external driven. Hampir bisa dipastikan implementasi
adalah sebagai upaya dalam konteks kehumasan public relation merupakan kebijaksanaan bisnis yang hanya bersifat kosmetik.
Cropanzano, Byrne, Bobocel and Rupp, 2001. Dalam konsep Tanggung Jawab Sosial menurut ISO 26000, ditetapkan adanya 7 tujuh prinsip Tanggung
Jawab Sosial yang merupakan perilaku yang berdasarkan standar, panduan atau peraturan berperilaku yang dikenal sebagai bermoral dan benar, khususnya pada
konteks situasi tertentu. Ketujuh prinsip tersebut adalah: 1.
Akuntabilitas: organisasi sebaiknya akuntabel akan dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan.
2. Tranparansi: organisasi sebaiknya transparan akan keputusan dan aktivitasnya
yang berdampak terhadap pihak lain.
Universitas Sumatera Utara
3. Perilaku etis: organisasi sebaiknya berperilaku etis sepanjang waktu.
4. Stakeholder: organisasi sebaiknya menghargai dan mempertimbangkan
kepentingan stakeholdernya. 5.
Peraturan hukum: organisasi sebaiknya menghormati hukum yang berlaku. 6.
Norma internasional: organisasi sebaiknya menghormati norma internasional
yang relevan, bila norma ini lebih mendukung pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, dan
7. Hak asasi manusia: organisasi sebaiknya memahami pentingnya dan
universalnya hak asasi manusia.
Implementasi CSR di perusahaan pada umumnya dipengaruhi beberapa faktor. Yang pertama, adalah terkait dengan komitmen pimpinannya. Yang kedua,
menyangkut ukuran dan pematangan perusahaan, Ketiga, regulasi dan sistem perpajakan yang diatur oleh pemerintah.
Kotler 2005, mengungkapkan bahwa CSR hendaknya bukan merupakan aktivitas yang hanya merupakan kewajiban perusahaan secara formalitas kepada
lingkungan sosialnya, namun CSR seharusnya merupakan sentuhan moralitas perusahaan terhadap lingkungan sosialnya. Selanjutnya Philip Kotler dan Nancy Lee
2005, berpendapat bahwa aktivitas CSR haruslah berada dalam koridor strategi perusahaan yang diarahkan untuk mencapai bottom line business goal seperti
mendongkrak penjualan dan pangsa pasar, membangun positioning merk, menarik, membangun, memotivasi loyalitas karyawan, mengurangi biaya operasional hingga
membangun citra korporat dipasar modal. Dengan argumentasi tersebut dapat dilihat bahwa CSR bukan merupakan aktivitas tempelan atau yang terpinggirkan, tapi
merupakan denyut nadi perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Arif Siregar 2004 mengatakan bahwa dalam CSR mengandung empat prinsip, yaitu ekonomi, hukum, etis dan filantropis. Ekonomi adalah inti dari
kegiatan perusahaan dimana lebih banyak dibicarakan dibandingkan filantropis dan hukum wajib dipatuhi oleh setiap korporasi. Bahwa pada praktik di bidang
pertambangan, sejak awal masuk ke suatu daerah perusahaan sudah menerapkan prinsip CSR walaupun tanpa ada aturan dari Pemerintah. Dalam melakukan
eksploitasi terhadap suatu daerah, perusahaan selalu menggunakan tenaga kerja local. Bahwa harus dipisahkan antara kewajiban Pemerintah dan kewajiban lokal,
konsekuensi jika CSR diatur, maka apa yang diharapkan masyarakat belum tentu tercapai. Bahwa CSR tidak dapat dibakukan, karena setiap daerah berbeda.
Kegiatan CSR kompleks bukan hanya masalah filantropis saja tetapi seluruhnya. Bahwa perusahaan sadar socialize diperlukan demi keberlanjutan suatu
usaha. Dana CSR tidak disetorkan ke Pemerintah, jika ini ditambah terus maka akan melemahkan perusahaan. Motivasi dari suatu perusahaan yang mendorong untuk
mempunyai kepedulian terhadap keadilan dan kemudian terlibat dalam kegiatan melaksanakan CSR adalah adanya:
a. Instrumental motives. b. Relational motives.
c. Morality-based motives.
Instrumental motives didorong oleh kepentingan pribadi self-interest, relational motives diarahkan oleh kepedulian akan status dan pengakuan atas
keberadaannya di dalam suatu kelompok, dan morality motives didorong oleh perilaku etis serta kesejahteraan dari kelompok yang lebih besar hingga mencakup
kesejahteraan dunia.Cropanzano, Byrne, Bobocel and Rupp, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Poerwanto 2006, menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial adalah tindakan-tindakan dan kebijakan-kebijakan perusahaan dalam interaksi dengan
lingkungannya yang didasarkan pada etika. Secara umum etika dipahami sebagai aturan tentang prinsip-prinsip dan nilai-nilai moral yang mengarahkan perilaku
seseorang atau kelompok masyarakat mengenai baik atau buruk dalam pengambilan kebijakan atau keputusan.
Terdapat tiga pendekatan dalam proses pembentukan tanggung jawab sosial tersebut:
1. Pendekatan moral, yaitu kebijakan atau tindakan yang didasarkan pada prinsip
kesantunan dengan pengertian bahwa apa yang dilakukan tidak melanggar atau merugikan pihak-pihak lain secara sengaja.
2. Pendekatan kepentingan bersama, yaitu bahwa kebijakan-kebijakan moral harus
didasarkan pada standar kebersamaan, kewajaran dan kebebasan yang bertanggung jawab.
3. Pendekatan manfaat, adalah konsep tanggungjawab sosial yang didasarkan pada
nilai-nilai bahwa apa yang dilakukan oleh perusahaan menghasilkan manfaat besar bagi pihak-pihak berkepentingan secara adil.
Suharto 2005, menyebutkan konsep CSR merupakan bentuk kepedulian perusahaan terhadap masyarakat di seputar perusahaan yang keberadaannya telah
memunculkan masalah sosial ekonomi yang tajam antara ‘masyarakat’ perusahaan dengan penduduk lokal, dan pemiskinan struktural masyarakat setempat lewat
ekploitasi dan perusakan lingkungan yang dilakukan perusahaan. Munculnya konsep tanggung jawab sosial perusahaan didorong oleh
terjadinya kecenderungan pada masyarakat industri yang dapat disingkat sebagai fenomena DEAF dalam Bahasa Inggris disebut tuli sebuah akronim dari
Universitas Sumatera Utara
Dehumanisasi, Equalisasi, Aquariumsasi dan Feminisasi Suharto, 2005, dimana munculnya fenomena-fenomena tersebut adalah karena terciptanya persoalan
hubungan, tuntutan dan lain-lain antara masyarakat perusahaan dan masyarakat sekitar perusahaan.
Carrol dalam Poerwanto 2006 membagi Tanggung Jawab Sosial perusahaan ke dalam empat kriteria:
1. Tanggung jawab sosial ekonomi, dimana perusahaan harus dioperasikan dengan
berbasis laba serta dengan misi tunggal untuk meningkatkan keuntungan selama berada dalam batas-batas peraturan pemerintah.
2. Tanggung jawab sosial sebagai tanggungjawab legal, dimana kegiatan bisnis
diharapkan untuk memenuhi tujuan ekonomi para pelaku dengan berlandaskan kerangka kerja legal maupun nilai-nilai yang berkembang di masyarakat secara
bertanggung jawab. 3.
Tanggung jawab sosial sebagai tanggungjawab etika, yang didefinisikan sebagai kebijakan dan keputusan perusahaan yang didasarkan pada keadilan, bebas dan
tidak memihak, menghormati hak-hak individu, serta memberikan perlakuan berbeda untuk kasus yang berbeda yang menyangkut tujuan perusahaan.
4. Tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab sukarela atau diskresioner,
dimana kebijakan perusahaan dalam tindakan sosial yang murni sukarela dan didasarkan pada keinginan perusahaan untuk memberikan kontribusi sosial yang
tidak memiliki kepentingan timbal balik secara langsung.
Universitas Sumatera Utara
Tanggungjawab
Sukarela
Tanggungjawab
Etik
Tanggungjawab Legal Tanggungjawab Ekonomi
Gambar 2. Empat Kriteria Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Model Carrol Sumber: Poerwanto,2006
Dari keempat kriteria tanggung jawab sosial perusahaan tersebut, tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab sukarela menjadi kriteria ideal untuk
membangun suatu pola kemitraan dalam suatu model program pemberdayaan masyarakat. Melalui kriteria tersebut kemitraan akan menjadi garis tegas yang
memisahkan motif tanggung jawab sosial perusahaan, antara tindakan ekonomi untuk memaksimalkan keuntungan dengan tindakan sosial sukarela.
Sebagai tindakan sosial sukarela, kemitraan cenderung akan melibatkan partisipan yang tidak berorientasi ekonomi seperti pemerintah, lembaga swadaya
masyarakat serta masyarakat itu sendiri. Sebaliknya apabila tanggung jawab sosial lebih berorientasi pada pencapaian tujuan ekonomi perusahaan maka partisipan yang
terlibat tentunya merupakan pelaku-pelaku ekonomi. Tindakan sosial sukarela akan menjamin adanya kesesuaian tindakan masing-masing partisipan dengan tujuan
pemberdayaan masyarakat sebagai tujuan bersama, sementara dalam tindakan ekonomi masing-masing partisipan lebih menyesuaikan tindakannya dengan nilai
ekonomi yang diharapkan dari kemitraan.
Universitas Sumatera Utara
Konsep tanggungjawab sosial pada perkembangannya telah memunculkan konsep baru, yakni konsep Investasi Sosial Perusahaan Corporate Social
Investment. Konsep ini lebih merupakan suatu kritik terhadap konsep CSR yang dianggap filantropis dengan hanya melibatkan program-program sosial jangka
pendek dan pemberian uang atau barang dari perusahaan bagi sekelompok masyarakat. Konsep CSI Corporate Social Investment umumnya memiliki dampak
yang berdimensi lebih luas dan jangka panjang sustainable. Konsep CSI juga tidak dipandang semata-mata sebagai bentuk pelunasan
tanggung jawab sosial perusahaan, namun lebih jauh sebagai bagian dari rekayasa sosial dan strategi perusahaan yang rasional, terencana dan berorientasi pada
keuntungan sosial jangka panjang bagi pihak perusahaan maupun masyarakat. Masyarakat juga mempunyai peran penting sebagai pendukung sosio-ekonomi
sustainability dimana masyarakat diharapkan dapat mengoreksi dampak negatif perusahaan serta aktif menjadi dinamisator keberdayaan publik. Partisipasi aktif dari
komunitas lokal dalam setiap pelaksanaan CSR sangat diperlukan sehingga memberi manfaat hubungan timbal balik mutual benefit dengan perusahaan atau korporasi.
Peran pemerintah sangat menentukan dalam membangun usaha yang kondusif dan tidak manipulatif. Sinergi yang paling diharapkan adalah kemitraan
antara perusahaan, pemerintah dan komunitas masyarakat yaitu sinergi yang disebut kemitraaan tripartit. Warhurst 1998, mengajukan prinsip-prinsip Corporate
Sosial Responsibility CSR dengan adanya prioritas corporate, manajemen terpadu, proses perbaikan, pendidikan bagi karyawan, pengkajian, produk dan jasa, informasi
publik, fasilitas operasi, penelitian, prinsip pencegahan, kontraktor dan pemasok, siaga menghadapi darurat, transfer best practise, memberi sumbangan, dan
keterbukaan serta pencapaian dalam pelaporan. Dow Jones Sustainability Group
Universitas Sumatera Utara
Indexes mengembangkan prinsip-prinsip sebagaimana yang tertuang pada tabel berikut ini :
Tabel 1. Prinsip-prinsip keberlanjutan Perusahaan Prinsip-prinsip Keberlanjutan Komponen
1. Teknologi
Kreasi, Produksi dan pengiriman barang dan jasa yang didasarkan pada organisasi dan teknologi inovatif yang
memanfaatkan sumber-sumber daya alam, financial dan social secara efektif, efisien, dan ekonomis dalam jangka panjang
2. Tata Pamong
Keberlanjutan perusahaan didasarkan pada standar tertinggi tata pamong termasuk tanggung jawab manajemen, kapasitas
organisasional, kultur korporat dan hubungan dengan stake holders
3. Pemegang Saham
Tuntutan pemegang saham hendaknya sesuai dengan kebutuhan balikan return financial, pertumbuhan ekonomi
berjangka panjang, menjamin daya kompetitif global, dan member sumbangan pada capital intelektual.
4. Industri
Perusahaan-perusahaan yang berkelanjutan hendaknya mengarahkan industrinya untuk beralih pada keberlanjutan
dengan menunjukkan komitmennya dan mempublikasikannya kinerja yang unggul
5. Masyarakat
Perusahaan-peruahaan yang berkelanjutan hendaknya mendorong kesejahteraan social yang abadi melalui respons
yang cepat dan tepat terhadap perubahan social yang cepat, peningkatan demografis, arus migrasi, pergeseran pola- pola
cultural dan kebutuhan pada pendidikan sepanjang hayat dan pendidikan berkelanjutan.
Sumber : Dow Jones Sustainability Group Indexes, 1999
Universitas Sumatera Utara
Kasali 2005, menyatakan stakeholders bisa berarti pula setiap orang yang mempertaruhkan hidupnya pada perusahaan. Ibarat sebuah jagad yang di kelilingi
planet-planet, maka perusahaan juga di kelilingi dengan stakeholders dan membagi stakeholders menjadi 5 bagian yaitu :
1. Stakeholders internal yaitu stakeholders yang berada didalam lingkungan
organisasi seperti karyawan, manajer, dan shareholders atau pemegang saham. Sedangkan stakeholders eksternal adalah yang berada di luar
lingkungan organisasi atau perusahaan seperti masyarakat, pemerintah, pers, dan lain-lain
2. Stakeholders Primer, stakeholders sekunder, stakeholders marginal.
Ketiga stakeholders ini disusun berdasarkan skala prioritas.stakeholders yang paling penting adalah primer, sekunder baru marjinal.urutan ini bisa
berubah ubah dari waktu kewaktu 3.
Stakeholders Tradisional dan stakeholders masa depan.karyawan dan masyarakat adalah stakeholders tradisional sedangkan stakeholders masa
depan adalah yang diperkirakan memberikan pengarung pada organisasi seperti mahasiswa, peneliti, dan konsumen potensial.
4. Proponents, opponents dan uncommitted.Proponents
merupakan kelompok yang memihak organisasi, menentang organisasi adalah
opponents dan pihak yang tidak peduli yaitu uncommitted. 5.
Silent majority dan vocal minority. Silent majority adalah memberikan dukungan secara pasif sedangkan vocal minority adalah mendukung
secara aktif.
Universitas Sumatera Utara
Stakeholders internal adalah stakeholders yang berada di dalam lingkungan organisasi perusahaan, misalnya karyawan, manajer dan pemegang saham
shareholder serta keluarga karyawan. Stakeholders eksternal adalah pihak-pihak yang berada di luar kendali perusahaan uncontrollable. Pemimpin perusahaan perlu
membekali diri dengan teknik untuk mendesain organisasinya sesuai dengan keadaan lingkungan eksternalnya. Beberapa stakeholders eksternal diantaranya adalah
konsumen, penyalur, pemasok, pemerintah, pers, pesaing dan komunitas atau masyarakat. Mempraktekkan CSR dengan cara yang paling sederhana dapat dimulai
dari aktivitas karitas charity. Langkah awal bisa dimulai dari lingkungan internal perusahaan dengan
memperhatikan kebutuhan karyawan. Programnya misalnya memberikan fasilitas kerja karyawan diatas standar, menyediakan beasiswa untuk anak-anak karyawan
dan menyediakan ruang perawatan bayi atau taman bermain anak dan setelah itu baru melihat dan mengimplementasikan CSR ke luar perusahaan secara eksternal
Koestoer, 2007 dalam www. swa.co.id
2.2. Pengembangan Masyarakat Community Development dalam
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan CSR
Twelvetrees 1991 membagi perspektif pengembangan masyarakat kedalam
2 bingkai, yakni pendekatan professional dan pendekatan radikal. Pendekatan professional menunjuk pada upaya untuk meningkatkan kemandirian dan
memperbaiki sistem pemberian pelayanan dalam rangka relasi-relasi sosial. Sedangkan pendekatan radikal lebih berfokus kepada upaya mengubah
ketidakseimbangan relasi-relasi sosial yang ada melalui pemberdayaan kelompok- kelompok lemah.
Universitas Sumatera Utara
Suharto 1997 terdapat 3 model-model pengembangan masyarakat yakni, penembangan masyarakat lokal, perencanaan sosial, aksi sosial.
1. Pengembangan masyarakat lokal adalah proses yang ditunjukan untuk
menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat itu sendiri.pengembangan masyarakat local pada dasarnya merupakan proses
interaksi antara anggota masyarakat setempat yang difasilitasi pekerja- pekerja sosial.
2. Perncanaan sosial adalah proses pragmatis untuk menentukan keputusan
dan menetapkan tindakan dalam memecahkan masalah sosial tertentu seperti kemiskinan, kesehatan masyarakat, pengangguran, kenekalan
remaja. Pekerja sosial berperan sebagai perencanan sosial yang memandang mereka sebagai “konsumen”. Para perencana sosial
dipandang sebagai ahli dalam melakukan penelitian, menganalisis masalah dan kebutuhan masyarakat, serta dalam mengidentifikasi,
meleksanakan dan mengevaluasi program-program pelayanan kemanusiaan.
3. Aksi sosial adalah perubahan-perubahan fundamental dalam kelembagaan
dan struktur masyarakat, melalui proses pendistribusian kekuasaan, sumber distribusi, dan pengambilan keputusan.
Rukminto 2008 Pengembangan Masyarakat Community Development dapat digambarkan sebagai berikut: dari aspek keterlibatan masyarakat, praktek
Community Development dapat dikelompokkan ke dalam 3 bentuk, yaitu: development for community, development with community dan development of
community.
Universitas Sumatera Utara
Development for community adalah bentuk Community Development dimana masyarakat pada dasarnya menjadi objek pembangunan karena berbagai inisiatif,
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan dilaksanakan oleh aktor luar. Aktor luar ini dapat saja telah melakukan penelitian, melakukan konsultasi, dan
melibatkan tokoh setempat namun apabila keputusan dan sumber daya pembangunan berasal dari luar maka pada dasarnya masyarakat tetap menjadi objek.
Development with community ditandai secara khusus dengan kuatnya pola kolaborasi antara aktor luar dan masyarakat setempat. Keputusan yang diambil
merupakan keputusan bersama dan sumber daya yang dipakai berasal dari kedua belah pihak.
Development of community adalah proses pembangunan yang baik inisiatif, perencanaan, dan pelaksanaannya dilaksanakan sendiri oleh masyarakat. Masyarakat
membangun dirinya sendiri. Peran aktor dari luar dalam kondisi ini lebih sebagai sistem pendukung bagi proses pembangunan.
Ketiga pendekatan tersebut pada dasarnya memiliki tujuan akhir yang sama, yaitu memperbaiki kualitas kehidupan dan kelembagaan masyarakat lokal. Perbedaan
yang ada lebih berada pada sarana means yang dipakai. Efektivitas sarana ini sangat ditentukan oleh konteks dan karakteristik masyarakat yang dihadapi. Pada
masyarakat tertentu mungkin pendekatan development for community lebih sesuai sementara pada masyarakat yang lain development with community justru yang
dibutuhkan. Ke depan, dengan memperhatikan kompleksnya permasalahan masyarakat,
program CSR mestinya dapat bersinergi dengan program-program yang sudah ada. Dalam aspek pengentasan kemiskinan misalnya, program ini bisa menopang
Universitas Sumatera Utara
komitmen Indonesia untuk mencapai salah satu target dalam Millenium Development Goals MDGs yaitu mengatasi kemiskinan sebelum 2015.
Di beberapa daerah, program ini juga dapat menunjang program lainnya yang di sesuaikan dengan permasalahan dan karakteristik daerah masing-masing. Di
wilayah masyarakat, program CSR masih diperlukan khususnya dalam memberi solusi terhadap berbagai persoalan yang secara riil ada di lapangan. Misalnya
beasiswa pendidikan bagi yang berprestasi dari keluarga tidak mampu, bantuan bagi perbaikan sarana umum atau sarana ibadah, bantuan bagi bencana alam, program
kelestarian lingkungan, dan lain-lain. Program yang bersifat insidental ini memerlukan respons yang cepat dengan birokrasi yang mudah.
Faktor utama yang menentukan pemilihan ketiga pendekatan tersebut adalah seberapa jauh kelembagaan masyarakat telah berkembang. Pada masyarakat yang
kelembagaannya sudah lebih berkembang development of community akan lebih tepat.
Pada saat ini community development telah mengalami proses pengkayaan sehingga menjadi sebuah pendekatan yang multi aspek, dan sekarang secara umum
terdiri dari beberapa aspek kunci sebagai berikut: a.
Adalah sebuah proses ”akar rumput”. b.
Menjadi lebih swadaya self reliance. c.
Berkembang menjadi komunitas pembelajar learning Community. d.
Berkurangnya kerentanan dan kemiskinan. e.
Terciptanya peluang ekonomi dan mata pencaharian yang berkelanjutan. f.
Menguatnya modal sosial. g.
Tercapainya keseimbangan tujuan sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
Sering terjadi Pengembangan Masyarakat Community Development justru mengubah keseimbangan elemen-elemen dalam masyarakat yang ada dalam jangka
panjang akan merugikan masyarakat. Community Development sebaiknya dilaksanakan dengan mempertahankan perspektif keseimbangan yang ada dalam
masyarakat lokal. Secara umum Pengembangan Masyarakat Community Development dapat
didefinisikan sebagai kegiatan pengembangan masyarakat yang diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat untuk mencapai kondisi untuk mencapai kondisi
sosial-ekonomi yang lebih baik apabila dibandingkan dengan sebelum adanya kegiatan pembangunan, sehingga masyarakat di tempat tersebut diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraannya. Dengan community development sebuah aktualisasi dari CSR yang lebih
bermakna dari pada sekedar aktivitas charity ataupun dimensi-dimensi lainnya, antara lain yaitu community relation yang hanya mengembangkan hubungan yang
dinamis. Dalam pelaksanaan community development bersama-sama antara perusahaan dengan komunitas, adanya partisipasi, produktifitas dan keberlanjutan.
Dalam aktualisasi Tata Kelola Perusahaan yang Baik Good Corporate GovernanceGCG, kontribusi dunia usaha untuk turut serta dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat harus mengalami metamorfosis, dari aktivitas yang bersifat charity menjadi aktivitas yang lebih menekankan penciptaan kemandirian
masyarakat, yakni program pemberdayaan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Karakteristik Tahap-tahap Kedermawanan Sosial
Paradigma Charity
Philanthropy Good Corporate
Citizenship GCC
Motivasi Agama, tradisi,
adaptasi Norma, etika dan
hukum universal Pencerahan diri
rekonsiliasi dengan ketertiban sosial
Misi Mengatasi masalah
setempat Mencari dan
mengatasi akar masalah
Memberikan kontribusi kepada
masyarakat
Pengelolaan
Jangka pendek, mengatasi masalah
sesaat Terencana,
terorganisir dan terprogram
Terinternalisasi dalam kebijakan
perusahaan
Pengorganisasian Kepanitiaan
Yayasandana abadi
profesionalitas Keterlibatan baik
dana maupun sumber daya lain
Penerima Manfaat
Orang miskin Masyarakat luas
Masyarakat luas dan perusahaan
Kontribusi Hibah sosial
Hibah pembangunan
Hibah sosial pembangunan serta
keterlibatan sosial
Inspirasi Kewajiban
Kepentingan bersama
Kepentingan bersama
Sumber: Zaidi,2003
2.3. Kemitraan dalam Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan CSR dan Governance