Tabel 2. Karakteristik Tahap-tahap Kedermawanan Sosial
Paradigma Charity
Philanthropy Good Corporate
Citizenship GCC
Motivasi Agama, tradisi,
adaptasi Norma, etika dan
hukum universal Pencerahan diri
rekonsiliasi dengan ketertiban sosial
Misi Mengatasi masalah
setempat Mencari dan
mengatasi akar masalah
Memberikan kontribusi kepada
masyarakat
Pengelolaan
Jangka pendek, mengatasi masalah
sesaat Terencana,
terorganisir dan terprogram
Terinternalisasi dalam kebijakan
perusahaan
Pengorganisasian Kepanitiaan
Yayasandana abadi
profesionalitas Keterlibatan baik
dana maupun sumber daya lain
Penerima Manfaat
Orang miskin Masyarakat luas
Masyarakat luas dan perusahaan
Kontribusi Hibah sosial
Hibah pembangunan
Hibah sosial pembangunan serta
keterlibatan sosial
Inspirasi Kewajiban
Kepentingan bersama
Kepentingan bersama
Sumber: Zaidi,2003
2.3. Kemitraan dalam Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan CSR dan Governance
Perlunya upaya aktif diarahkan pada pemberdayaan potensi dan kekuatan sosial-ekonomi masyarakat dan butuh dukungan dari usaha skala besar perusahaan
dan bermitra dengan pemerintah sebagai fasilitator, dinamisator, stimulator dan koordinator dalam perekayaaan perkembangan masyarakat dalam pengentasan
masyarakat miskin proverty community. Sulistiyani 2004, menyatakan model kemitraan idealnya mencerminkan
pembagian yang setara kepada tiga aktor pembangunan, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Model kemitraan yang setara akan memberi citra positif bagi
pemerintah dengan berlaku transparan dan mengembangkan kemitraan yang partisipatif.
Universitas Sumatera Utara
Budimanta, Prasetijo dan Rudito 2004, mengibaratkan corporate social responsibility dan good governance sebagai dua sisi dari satu mata uang yang
menjadikan masyarakat sebagai komunitas dan sebagai warga negara sebagai fokusnya serta pendekatan stakeholders sebagai pelakunya. Konteks implementasi
corporate sosial responsibility, partisipasi masing-masing stakeholdelrs sangat menentukan berjalannya usaha pengembangan masyarakat yang sekaligus juga
memberikan keuntungan bagi perusahaan dan masyarakat. Lebih jauh mengenai prinsip kemitraan Budimanta 2004 juga menjelaskan
bahwa kemitraan menciptakan keuntungan bersama, dan tidak menciptakan persaingan negatif yang berpengaruh pada keberlanjutan perusahaan. Kemitraan
yang berwujud interaksi antar stakeholders pada dasarnya merupakan suatu bentuk pemberdayaan masyarakat community development sebagai muara dari corporate
sosial responsibility. Pemberdayaan dimaksud sebagai upaya peningkatan kemampuan atau kualitas anggota-anggotanya yang tergabung dalam komuniti-
komuniti untuk dapat bermitra dan berfungsi satu dengan lainnya sebagai keseluruhan anggota masyarakat. Konsep partisipasi menyangkut kesamaan dan
kesepakatan program dalam struktur pengembangan yang sudah terpadu dan terencana dalam program community development yang dibangun secara bersama.
Tiga skenario kemitraan menurut Wibisono 2007, yaitu kemitraan antara perusahaan dengan pemerintah maupun dengan komunitasmasyarakat sebagai
berikut: 1. Pola Kemitraan Kontra Produktif
Pola ini akan terjadi jika perusahaan masih berpijak pada pola konvensional yang hanya mengutamakan kepentingan pemilik modal shareholders yaitu
Universitas Sumatera Utara
mengejar keuntungan profit sebesar-besarnya. Fokus perhatian perusahaan memang lebih tertumpu pada bagaimana perusahaan bisa meraup kentungan
secara maksimal, sementara hubungan dengan pemerintah dan komunitas atau masyarakat hanya sekedar pemanis belaka.
2. Pola Kemitraan Semi Produktif Dalam skenario ini pemerintah dan komunitas atau masyarakat dianggap
sebagai obyek dan masalah di luar perusahaan. Perusahaan tidak tahu program-program pemerintah, pemerintah juga tidak memberikan iklim yang
kondusif kepada dunia usaha dan masyarakat yang bersifat pasif. Pola kemitraan ini masih mengacu pada kepentingan jangka pendek dan belum
atau tidak menimbulkan rasa memiliki sense of belonging di pihak masyarakat dan low benefit dipihak pemerintah. Kerjasama lebih
mengedepankan aspek kariatif atau public relation dimana pemerintah dan komunitas atau masyarakat masih lebih dianggap sebagai objek.
3. Pola Kemitraan Produktif Pola kemitraan ini menempatkan mitra sebagai subjek dan dalam paradigma
kepentingan umum common interest. Prinsip saling menguntungkan simbiosis mutualisme sangat kental pada pola ini. Perusahaan mempunyai
kepedulian sosial dan lingkungan yang tinggi, pemerintah memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha dan masyarakat memberikan support positif
kepada perusahaan. Bahkan bisa jadi mitra dilibatkan pada pola hubungan berbasis sumber daya resource-based partnership dimana mitra diberi
kesempatan menjadi bagian dari shareholders.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Parson 2005, sistem delivery model campuran sektoral, merupakan model yang sangat dinamis dan paling sempurna. Sistem ini terdiri dari
campuran tanggung jawab publik dan privat, dan antara sektor sukarela lembaga swadaya dengan agen komunitas. Kerjasama keempat sektor tersebut sangat
dimungkinkan terjadi dalam bidang kebijakan yang bersifat sosial dengan sifat hubungan yang saling menguntungkan.
Mulyadi 2003 rendahnya tingkat partisipasi stakeholders, khususnya masyarakat dan pemerintah daerah, mengakibatkan tidak terkoordinasinya program
yang dijalankan perusahaan dengan program pembangunan regional yang dijalankan pemerintah daerah serta ketidak sesuaian program dengan kebutuhan masyarakat.
Namun sebaliknya, banyaknya stakeholders yang terlibat sebagai partisipan dalam program CSR perusahaan dapat menjadi potensi konflik baru apabila setiap
stakeholders memiliki kepentingan yang berbeda, saling berseberangan dan sangat mungkin saling merugikan satu sama lain.
Prinsip saling mendukung dalam sebuah Tanggung Jawab Sosial Perusahaan CSR melalui garis hubungan antar sektor secara timbal-balik dengan memahami
fungsi masing-masing sektor dan sektor di sebelahnya. Hubungan dari berbagai pihak tersebut dapat dilihat pada skema garis hubungan di bawah ini
Universitas Sumatera Utara
Legitimasi DAU, Desentralisasi OTDA
Demokrasi pelayan pajak, royalty publik
demokrasi konsesi.regulasi kemitraan
kepercayaan investasi,lisensi
Tenaga kerja, Jaminan Keamanan
TSP CSR Keamanan + Promosi
Gambar 3. Garis Hubungan antar sektor dalam Program Corporate Social Responsibility
Sumber : Modifikasi dari Soepomo, 2002 Pemerintah pusat
Government
Pemerintah daerah Government
Masyarakat Community
Perusahaan Corporate
Universitas Sumatera Utara
Dwiyanto 2004 menyebutkan tiga dimensi yang menjadi ciri governance: 1.
Dimensi kelembagaan dimana sistem administrasi dilaksanakan dengan melibatkan banyak pelaku multi stakeholders baik dari pemerintah maupun
dari luar pemerintah. 2.
Dimensi nilai yang menjadi dasar tindakan administrasi lebih kompleks dari sekedar pencapaian efisiensi dan efektifitas namun lebih mengakodomir nilai-
nilai universal seperti keadilan, partisipasi, kesetaraan, demokratisasi dan nilai-nilai lain yang terkandung dalam norma kehidupan masyarakat.
3. Dimensi proses, dimana proses administrasi merupakan suatu tindakan
bersama yang dikembangkan dalam bentuk jaringan kerja untuk merespon tuntutan dan kebutuhan publik melalui upaya formulasi dan implementasi
kebijakan publik. Selanjutnya Dwiyanto 2004 menekankan konsep governance pada
pelaksanaan fungsi memerintah governing yang dilaksanakan secara bersama-sama kolaboratif oleh lembaga pemerintah, semi pemerintah, dan non pemerintah yang
berlangsung setara balance dan multi arah partisipatif.
2.4. Penelitian Terdahulu