f. Akad Qardhul Hasan
Akad ini mengatur perjanjian pinjam-meminjam uang atau barang dengan tujuan untuk membantu penerima pinjaman. Penerima
pinjaman wajib mengembalikan utangnya dalam jumlah yang sama. Apabila peminjam tidak mampu mengembalikan pada waktunya, maka
peminjam tidak boleh dikenakan sanksi. Atas kerelaannya, peminjam diperbolehkan memberikan imbalan kepada pemilim barang atau uang.
2.3 Pemasaran Jasa
Kotler dalam Tjiptono 2004: 16 mencoba membatasi pengertian jasa dengan definisi, setiap tindakan perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak
kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible tidak berwujud fisik dan tidak menghasilkan kepemilikan tertentu. Meski demikian tidaklah gampang
membedakan barang dan jasa, karena sering pembelian barang masih dibarengi dengan unsur jasa. Demikian pula sebaliknya, suatu jasa sering diperluas dengan
cara memasukkan atau menambahkan produk fisik pada penawaran jasa tersebut Tjiptono: 2004: 16. Hal inilah seringkali membuat cukup sulit untuk
memasukkan jenis produk tertentu untuk masuk kategori barang atau jasa. Sebab, produk jasa bisa berhubungan dengan produk fisik maupun tidak.
Oleh karenanya untuk memahaminya Tjiptono 2004: 18 mencoba merangkum sejumlah literatur untuk secara lebih dalam memahami karakteristik
unik jasa yang mempengaruhi pada cara memasarkannya. Karakteristik jasa ialah sebagai berikut:
a. Intangibility Tak Berwujud Karakteristik jasa yang tak berwujud ini yang menjadi pembeda
utama dengan barang. Bila barang merupakan suatu obyek, alat, atau benda; maka jasa adalah suatu perbuatan, tindakan, pengalaman,
kinerja, atau usaha. Bagi konsumen, ketidakpastian pembelian jasa relatif tinggi, karena karakteristik fisik yang dapat dievaluasi pembeli
sebelum pembelian dilakukan. Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi Tjiptono: 18.
Tak berwujudnya produk jasa ini membuat penyedia jasa kesulitan pula mamajang dan mendiferensiasikan penawarannya. Untuk
merespon ini penyedia jasa memiliki dua cara yang dapat diterapkan sebagai strategi pokok. Pertama, menstimulasikan sumber pengaruh
personal, seperti pemimpin opini. Kedua, dengan merancang dan mengembangkan petunjuk teknis yang mencerminkan jasa kualitas
tinggi. Termasuk di dalamnya aspek staf, peralatan, gedung, iklan dan simbol-simbol yang dipergunakan sebagai identitas jasa Tjiptono: 19.
b. Inseparability Tak dapat dipisahkan Bila barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi.
Produk jasa pada umunya akan dijual terlebih dahulu, kemudian akan diproduksi dan konsumsi pada waktu dan tempat yang sama. Beberapa
implikasi yang mengikuti karakteristik ini dalam jasa yang tingkat kontaknya tinggi maka interaksi di antara mereka merupakan faktor
penting yang menentukan kepuasan pelanggan terhadap jasa tersebut, kehadiran konsumen lain saat pelayanan serta ada kecenderungan
produksi dan kegiatan pemasaran tidak dapat dipisahkan. c. Variability Keragaman
Jasa memiliki keragaman bentuk non standardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung kepada siapa,
kapan, dan di mana jasa tersebut diproduksi. Keragaman ini tergantung unsur manusia dalam proses dan konsumsinya. Menurut Bovee,
Houston dan Hill dalam Tiptono: 21, terdapat tiga faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas jasa, yaitu i kerja sama atau
partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa; ii motivasi pelanggan selama memberikan layanan; iii beban kerja perusahaan.
d. Perihability Tidak tahan lama Karakteristik tidak tahan lama dan tidak dapat dapat disimpan ini
dikarenkan produk jasa merupakan suatu perbuatan, tindakan, pengalaman, kinerja, atau usaha. Dalam hal fluktuasi permintaan,
maka penyedia layanan jasa meski mengatur manajemen secara efektif.
Sehingga saat permintaan sedang tinggi karyawan dapat memberikan layanan, sedangkan bila pelayanan sedang menurun, karyawan tidak
banyak mengangur. Dalam mengatur manajemen permintaan ini penyedia layanan jasa
bisa memilih lima alternatif. i Mengurangi permintaan di saat periode puncak dengan cara differential pricing, dimana pengguna jasa mesti
membayar lebih mahal daripada periode sepi. ii Meningkatkan permintaan di saat periode sepi dengan cara menurunkan harga. iii
Menyimpan permintaan dengan sistem reservasi dan janji. iv Menerapkan sistem antrian sehingga pelanggan bisa menunggu giliran.
v Mengembangkan jasa pelayanan komlementer, misalnya bank menawarkan fasilitas ATM Automatic Teller Machine, phone
banking, dan internet banking. e. Lack of ownership Produk jasa tidak dapat dimiliki
Bila dalam membeli barang seorang konsumen memiliki hak untuk mengonsumsi, menyimpan, bahkan menjualnya, dalam produk jasa
hanya dapat dimiliki untuk jangka waktu yang telah disepakati.
2.4 Perilaku Konsumen Jasa