Makna Istitha’ah Pada Aspek Kesehatan

27 berjalan sendiri tidak wajib melaksanakan ibadah haji. Kemampuan ketiga mencakup keselamatan dan keamanan selama dalam perjalanan dan menunaikan ibadah haji termasuk dalam kemampuan ketiga ini ialah adanya seorang mahram yang balig, berakal, dan tidak fasik untuk menemani wanita selama melaksanakan haji. Menurut Mazhab Maliki istitha’ah ialah kemampuan untuk pergi dan sampai di Mekah baik dengan berjalan kaki atau memiliki kendaraan. Kemampuan untuk kembali lagi ke negerinya tidak dipandang sebagai istitha’ah kecuali apabila ia mungkin tinggal di Mekah atau daerah sekitarnya. Golongan ini membagi istitha’ah kepada tiga macam pula, yaitu 1 kemampuan kesehatan jasmani, 2 kemampuan biaya dan 3 kemampuan tersedianya jalan untuk sampai di Mekah. Menurut Mazhab Syafi’I, ada tujuh syarat istitha’ah yang harus dipenuhi oleh orang yang akan menunaikan ibadah haji atau umrah. 1 kemampuan dalam kesehatan jasmani yang dapat diukur dengan kemampuan untuk duduk diatas kendaraan tanpa menimbulkan kesulitan yang berarti, 2 kemampuan biaya untuk pergi pulang, 3 ada kendaraan angkutan, 4 tersediannya bekal ditempat pelaksanaan haji, 5 aman, baik dalam perjalanan maupun selama berada ditanah suci, 6 wanita harus di temani oleh suami atau mahramnya, 7 kemampuan untuk sampai ditempat tujuan pada batas waktu yang ditentukan, yaitu sejak bulan syawal sampai dengan tanggal 10 Dzulhijjah. 28 Mazhab Hambali mensyaratkan 2 kemampuan yaitu kemampuan menyiapkan bekal dan ongkos kendaraan. Hal ini berdasarkan hadis riwayat Daru Gufni dari Jabir, Ibnu Umar, Ibnu Amir, Anas bin Malik dan Aisyah yang menyatakan bahwa pernah seorang laki-laki datang kepada Rasullah Saw untuk bertanya tentang sesuatu yang mewajibkan haji itu ialah bekal dan kendaraan. 29 Istithâ’ah dalam ibadah haji mempunyai pengertian lebih luas dibanding istithâ’ah di dalam ibadah-ibadah lain seperti shalat, puasa, dan lain-lain. Para ulama menjelaskan makna istithâ’ah mencakup dalam beberapa hal, antara lain: 30 a. Istithâ’ah harta yaitu adanya perbekalan untuk membayar Ongkos Naik Haji ONH pergi dan pulang serta biaya hidup, tempat tinggal, makanan dan minuman yang cukup. Orang yang berangkat haji dengan cara meminta-minta dan mengajukan proposal untuk mendapatkan ongkos haji atau meminta jatah dari pemerintah atau dari instansi tertentu. Sebenarnya belum ada kewajiban haji bagi mereka. Namun demikian, bila haji dilaksanakan dengan biaya pemberian orang lain, hajinya tetap sah dan sudah dianggap melaksanakan rukun Islam yang kelima. 29 Ibid, h. 259-260 30 http:waspadamedan.comindex.php?option=com_contentview=articleid=7414 :memahami-istithaah-dalam-perspektif-ibadah-hajicatid=61:mimbar-jumatItemid=230 29 b. Istithâ’ah dalam kesehatan. Kemampuan fisik salah satu syarat wajib mengerjakan haji karena pekerjaan ibadah haji berkaitan dengan kemampuan badaniah, hampir semua rukun dan wajib haji berkaitan erat dengan kemampuan fisik, terkecuali niat adalah rukun qalbi. Dalam hal ini seorang yang buta atau seorang yang bodoh safih atau idiot jika mempunyai kemampuan harta, maka syarat wajib haji baginya ada pemandu atau penuntun yang membimbing pelaksanaan hajinya. Dan bagi seorang Lansia lanjut usia yang tidak mempunyai kemampuan untuk duduk lama di dalam kendaraan atau di perjalanan, boleh mewakilkan hajinya kepada orang lain. Diriwayatkan dalam hadis shahih dari Jamaah dari Ibnu Abbas ra. bahwa ada seorang perempuan dari Khatsam berkata : Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku punya kemampuan harta untuk mengerjakan haji, namun dia sudah tua renta, tidak mampu duduk lama di dalam kendaraan di atas unta, maka Rasulullah Saw bersabda : Hajikanlah dia, dan peristiwa itu ditanyakan kepada Rasulullah pada Haji Wada’. Berdasarkan hadis ini, kemampuan fisik sangat menentukan dan tidak melihat kepada umur. Oleh sebab itu rencana Kerajaan Arab Saudi untuk memberlakukan batas umur 65 tahun tidak boleh haji, belum layak untuk diberlakukan, karena ada sebagian orang meskipun umur sudah lebih 65 tahun, akan tetapi masih mempunyai kemampuan fisik untuk berhaji. 30 c. Kemampuan istithâ’ah untuk mendapatkan kendaraan atau alat transportasi sama ada dengan menyewa atau membeli tiketnya merupakan syarat wajib haji. Jika seseorang sudah mendapatkan visa haji akan tetapi tidak ada tiket pesawat reguler atau carter yang membawanya ke haji, maka kewajibannya telah gugur, dan demikian pula bagi seorang wanita yang berangkat tanpa muhrimmahram, maka belum wajib melaksanakan ibadah haji. Rasul Saw bersabda : Wanita tidak boleh bepergian lebih dari dua hari kecuali ditemani suami atau mahramnya. HR. Bukhari dan Muslim. Persoalan mahram ini, Kerajaan Arab Saudi telah memberi kemudahan bagi wanita usia lanjut dan berombongan, tidak disyaratkan mahram untuk mendapatkan visa haji dan umrah. Akhirnya, istithâ’ah dalam semua ibadah menjadi syarat terlaksananya semua perintah Allah Swt, semakin tinggi kemampuan, semakin tinggi pula tuntutan syara’ kepadanya. Sebaliknya, berkurang kemampuan, berkurang pula tuntutan Allah kepadanya. Dan Allah Swt tidak membebankan seseorang melainkan sesuai kemampuan. Hikmah dari semua itu agar ibadah terlaksana dengan ikhlas. Menunaikan ibadah haji merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim yang mampu istitho’ah mengerjakannya sekali seumur hidup. Kemampuan yang harus dipenuhi untuk 31 melaksanakan ibadah haji dapat digolongkan dalam dua pengertian, yaitu: 31 Pertama, kemampuan personal yang harus dipenuhi oleh masing- masing kemampuan ekonomi yang cukup baik bagi dirinya maupun keluarga yang ditinggalkan, dan didukung dengan pengetahuan agama khususnya tentang manasik haji. Kedua, kemampuan umum yang bersifat eksternal yang harus dipenuhi oleh lingkungan-negara dan Pemerintah- mencakup antara lain peraturan perundangan-undangan yang berlaku, keamanan dalam perjalanan, fasilitas, transportasi, dan hubungan antarnegara baik multilateral maupun bilateral antara Pemerintah Indonesia dengan kerajaan Arab Saudi. Dengan terpenuhinya dua kemampuan tersebut, maka perjalanan untuk menunaikan ibadah haji baru dapat terlaksana dengan baik dan lancar. Sebagai sebuah kewajiban, ibadah haji merupakan jalan menuju pada pemenuhan nilai keagamaan untuk menjadi seorang muslim yang kaffah. Ali Shariati 1978, memandang semangat motivasi haji sebagai berikut: “ Jika ditinjau dari sudut pandang yang praktis dan konseptual, maka rukun-rukun Islam yang terpenting yang memberikan motivasi kepada nation Muslim dan yang membuat warga-warganya sadar, merdeka 31 Ahmad Nizam dan Alatif Hasan, Manajemen Haji, Jakarta : Zikru Hakim, 2000, h. 2 32 terhormat, serta memiliki tanggung jawab sosial adalah tauhid, jihad dan haji”. 32 Kesehatan ditinjau dari sisi agama yaitu kemampuan dalam ibadah haji istitha’ah adalah kemampuan material, kemampuan kesehatan, kemampuan keamanan. Haji adalah ibadah fisik hampir 90 kegiatan ibadah haji menggunakan fisik yaitu: sholat, towaf, sa’I, lempar jumroh, mabit dan perjalanan dari kemah ketempat ibadah, juga dari pondokan ke tempat ibadah. Semua itu memerlukan kondisi fisik yang prima dan sehat. 33 Salah satu faktor penting bagi jamaah dalam pelaksanaan rangkaian ibadah haji adalah kondisi kesehatan yang prima bagi jamaah haji yang sehat, dan kondisi kesehatan yang optimal bagi jamaah haji yang memang telah mengidap sesuatu penyakit kronis tertentu, agar kegiatan fisik yang merupakan inti dari ibadah haji itu dapat terlaksana dengan baik dan benar. 34 Upaya menjaga kondisi fisik yang optimal ataupun prima sangat dianjurkan mulai dari Tanah air, selama perjalanan, dan selama berada di Tanah Suci. Pada prinsipnya, upaya menjaga kondisi kesehatan untuk persiapan bernagakt haji, tidaklah begitu berbeda dengan upaya kesehatan umum yang selalu dianjurkan menurut ilmu kesehatan. Hanya saja, sebagai tambahan dalam pelaksanaan haji adalah persiapan jamaah dalam 32 Ali Syari’ati, H aji Bandung: Penerbit Pustaka, 2000, h. 5 33 Drs. H. Ade Marfudin, MM, Peduli Kesehatan Haji 2010, Jakarta: Lembaga Dakwah Kesehatan UIN SYAHID, 2010, h. 2 34 Dr. H. Umar Zein, SpPD, MHA, DTM H, KPTI, Kesehatan Perjalanan Haji, Bogor: PRENADA MEDIA, 2003, cet. 1, h. 6 33 menghadapi perubahan alamcuaca dan lingkungan di negara Arab Saudi yang jauh berbeda dengan keadaan di negara kita Indonesia. Salah satu aspek yang menentukan tingkat kesehatan untuk melaksanakan perjalanan ibadah haji adalah gizi atau makanan selama persiapan didaerah asal sebelum berangkat. Konsultasi medik sebelum berangkat sebaiknya dilakukan beberapa bulan sebelumnya, terutama bagi calon jamaah yang mempunyai “simpanan” penyakit ataupun merasa ada keluhan pada tubuh yang selama ini sehat. Konsultasi medic minimal 4-6 minggu sebelum berangkat. Konsultasi medic disini adalah melakukan pemeriksaan yang lengkap serta menceritakan semua keluhan yang ada kepada dokter yang memeriksa atau yang merawat. Tidak perlu ada penyakit yang disembunyikan atau dirahasiakan kepada dokter pemeriksa. Dokter pemeriksa calon jamaahn haji dokter puskesmas dan kedua Dinas Kesehatan KotaKabupaten, cenderung untuk memberikan penilaian klinis yang lebih baik dari yang ditemukannya dan para calon jamaah, cenderung untuk mengaku “ sehat “ kepada dokter pemeriksa agar proses pemeriksaannya berjalan lancar. Kedua hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi dan terulang lagi demi kebaikan dan kenyamanan perjalanan haji. 35 35 Ibid, h. 7 34

4. Pelayanan Kesehatan Jama’ah Haji

Penyelenggaraan kesehatan haji adalah rangkaian kegiatan pelayanan kesehatan haji meliputi pemeriksaan kesehatan, bimbingan dan penyuluhan kesehatan haji. Pelayanan kesehatan, imunisasi, surveilans, dan respon KLB, penanggulangan KLB, dan musibah massal, kesehatan lingkungan dan manajemen penyelenggaraan kesehatan haji. 36 Penyelenggaraan kesehatan haji bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi jemaah haji pada bidang kesehatan, sehingga jemaah haji dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam. Tujuan tersebut dicapai melalui upaya-upaya peningkatan kondisi kesehatan sebelum keberangkatan, menjaga kondisi sehat selama menunaikan ibadah sampai tiba kembali ke Indonesia, serta mencegah transmisi penyakit menular yang mungkin terbawa keluarmasuk oleh jemaah haji. 37 Kesehatan adalah modal perjalanan ibadah haji, tanpa kondisi kesehatan yang memadai, niscaya prosesi ritual peribadatan menjadi tidak maksimal. Oleh karena itu setiap jemaah haji perlu menyiapkan diri agar memliki status kesehatan optimal dan mempertahankannya. Untuk itu, upaya pertama yang perlu ditempuh adalah pemeriksaaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan merupakan upaya identifikasi status kesehatan sebagai landasan karakteristik, prediksi dan pennetuan cara 36 Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji, Departemen Kesehatan RI: 2009, h.5 37 Pedoman Teknis Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji, Pusat Kesehatan Haji Kementrian Kesehatan RI : 2010, h.7 35 eliminasi faktor resiko kesehatan. Dengan demikian, prosedur dan jenis- jenis pemeriksaan mesti ditatalaksana secara holistic. 38 Pemeriksaan kesehatan jamaah haji adalah penilaian status kesehatan bagi jamaah haji yang telah memiliki nomor porsi sebagai upaya penyiapan kesanggupan ber-haji melalui mekanisme baku pada sarana pelayanan kesehatan terstandar yang diselenggarakan secara kontinum berkesinambungandan komprehensif menyeluruh. Yang dimaksud kontinum dan komprehensif yaitu : bahwa proses dan hasil pemeriksaan selaras dan bermanfaat bagi pelayanan kesehatan dalam rangka perawatan dan pemeliharaan, serta upaya-upaya pembinaan dan perlindungan jamaah haji. 39 Untuk memberikan pelayanan bagi jemaah haji yang mempunyai kategori resiko tinggi yaitu kondisipenyakit tertentu yang terdapat pada jemaah haji yang dapat memperburuk kesehatannya selama menjalankan ibadah haji maka mulai tahun 1999 dibentuk kloter khusus bagi jemaah haji resiko tinggi. Kloter risti ini adalah kloter jemaah haji biasa yang dipersiapkan bagi jemaah haji resiko tinggi dengan pelayanan khusus di bidang pelayanan umum, ibadah dan kesehatan serta fasilitas lainnya untuk menghindarkan lebih beresiko tinggi dengan mengarah kepada terwujudnya ibadah yang sah, lancar dan selamat. 40 38 Ibid. h.7 39 Ibid. h. 8 40 Ahmad Nizam dan Alatif Hasan, Manajemen Haji, Jakarta : Zikru Hakim, 2000, h. 2 36 BAB III TINJAUAN UMUM DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG Dalam sebuah pemerintahan daerah didalamnya pasti terdapat departemen- departemen yang membantu berjalanya sebuah pemerintahan. Departemen- departemen terdiri dari beberapa sub bidang, yaitu Dinas Sosial, Dinas Agama, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Perindustrian, Dinas Pariwisata, Dinas Tata Kota, Dinas Kebersihan, dan Dinas Kependudukan. Pada Dinas kesehatan Kota Tangerang periode pertama tahun 1993-2007 dipimpin oleh dr. H. R. Nuriman Machsudin, M.Kes. dan pada periode kedua tahun 2007 hingga sekarang dr. Hj, Lilly Indrawati, M. Kes.

A. Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kota Tangerang 1. Visi

Terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah salah satu urusan yang diemban oleh Pemerintah Kota Tangerang adalah urusan kesehatan, yang dalam pelaksanaanya melibatkan Dinas Kesehatann Kota Tangerang. Selain itu pembangunan kesehatan juga harus selaras dengan apa yang menjadi target-target pembangunan kesehatan nasional yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Kementerian Kesehatan. Keselarasan tersebut sangat penting karena mekanisme penyelenggaraan pemerintahan