1. Pada perjanjian jual beli disyaratkan adanya saat tertentu yang mana barang
objek perjanjian akan pindah menjadi milik pembeli, sedangkan dalam perjanjian pemborongan perjanjian tidak mensyaratkan demikian, melainkan
memerlukan jangka waktu yang didalamnya terjadi kegiatan-kegiatan fisik. Misalnya pemasangan mesin-mesin yang belum ada sebelumnya.
2. Dalam perjanjian pemborongan dimungkinkannya ada pihak ketiga yang
tidak merupakan pihak dalam perjanjian, namun mempunyai peranan penting dalam pelaksanan perjanjian. Misalnya konsultan.
3. Pada perjanjian pemborongan bangunan memungkinkan adanya seorang atau
sejumlah sub kontraktor sedangkan perjanjian yang mengatur mengenai hak- hak dan kewajiban sub kontraktor, ini hanya merupakan hubungan intern
antarasub kontraktor dengan kontraktor utama. Pemberi pekerjaan tidak mempunyai hubungan perjanjian dengan kontraktor.
50
B. Pengaturan Hukum Mengenai Perjanjian Pemborongan Pekerjaan
Perjanjian pemborongan pekerjaan diatur dalam KUHPerdata Pasal 1601b, 1604 sampai dengan Pasal 1616 dan peraturan-peraturan khusus yang dibuat
pemerintah seperti Keppres No. 80 2003, UUK serta dalam Algemene Voorwaarden Voorde Unitvoering Bij Aaneming Van Openbare Werken in
Indonesia Tahun 1941AV 1941 yang berarti syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum Indonesia. Adapun peraturan ini yang
50
Soedibyo, Berbagai Jenis Kontrak Pekerjaan, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta, 1990, hal. 55.
Universitas Sumatera Utara
dibuat oleh pemerintah biasanya dikhususkan untuk mengatur perjanjian pemborongan dimana pihak yang memborongkan pekerjaan mendapatkan dana
dari APBN APBD bagi proyek-proyek pemerintah. Namun ketentuan tersebut tidak menutup kemungkinan untuk diberlakukan kepada proyek-proyek swasta
untuk dijadikan pengaturan hukum atau dijadikan sebagai pedoman. Perjanjian pemborongan dalam KUHperdata itu bersifat pelengkap artinya
ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan dalam KUHPerdata tersebut dapat digunakan oleh para pihak dalam perjanjian pemborongan atau para pihak dalam
perjanjian pemborongan dapat membuat sendiri ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan asal tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan
keertiban umum dan kesusilaan. Dalam AV 1941 merupakan peraturan standar atau baku bagi perjanjian
pemborongan di Indonesia khususnya untuk proyek-proyek pemerintah mengenai cara peraturan standar AV 1941 masuk dalam perjanjian pemborongan sebagai
perjanjian standar adalah sebagai berikut: 1. Dengan penunjukkan yaitu dalam SPK atau Surat Perintah Kerja atau dalam
surat perjanjian pemborongan kontrak terdapat ketentuan-ketentuan yang merujuk pada Pasal-pasal AV 1941.
2. Dengan penandatanganan yaitu dalam SPK atau dalam surat perjanjian
pemborongan kontrak dimuat ketentuan-ketentuan dari AV 1941 secara lengkap.
51
51
Djumialdji, Op. cit, hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
Namun ketentuan AV 1941 ini isinya sudah banyak yang ketinggalan zaman atau tidak sesuai dengan perkembangan maka perlu diadakan perubahan-
perubahan dan perbaikan-perbaikan seperti ketentuan-ketentuan yang sudah disebutkan di atas.
Perjanjian pemborongan bersifat konsensuil artinya perjaniian pemborongan itu ada atau lahir sejak adanya kata sepakat antara kedua belah
pihak yaitu pihak yang memborongkan dengan pihak pemborong mengenai pembuatan suatu karya dan harga borongan atau kontrak.
Melalui adanya kata sepakat tersebut, perjanjian pemborongan mengikat kedua belah pihak artinya para pihak tidak dapat membatalkan perjanjian
pemborongan tanpa persetujuan pihak lainnya. Jika perjanjian pemborongan dibatalkan atau diputuskan secara sepihak maka pihak lainnya dapat menuntutnya.
Perjanjian pemborongan bentuknya bebas artinya perjanjian pemborongan dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Dalam prakteknya, apabila perjanjian
pemborongan yang menyangkut harga borongan kecil biasanya perjanjian dibuat secara lisan sedangkan apabila perjanjian menyangkut harga borongan yang agak
besar maupun yang besar biasanya perjanjian pemborongan dibuat secara tertulis baik dengan akta di bawah tangan atau dengan akta autentik akta notaris.
52
Perjanjian pemborongan pada proyek pemerintah harus dibuat dalam bentuk tertulis yang dituangkan dalam bentuk formula-formula tertentu, yang
dikenal dengan standar kontrak dan bagi proyek swasta juga mengikuti prosedur perjanjian pemborongan untuk proyek pemerintah. Dalam proyek pemerintah
52
Ibid , hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
dalam mengadakan perjanjian pemborongan biasanya terlebih dahulu diadakan negosiasi kemudian dilanjutkan dengan prosedur pelelangan tender. Dalam
prosedur ini pihak pemborong rekanan mengajukan tawaran kepada pihak yang memberikan pekerjaan dan pihak yang memborongkan pekerjaaan telah
memberikan syarat-syarat pekerjaan secara umum yang kemudian dijelaskan secara terperinci dalam perjanjian. Setelah proses tender selesai, pemenang tender
dan pihak yang membreikan pekerjaaan selanjutnya membuat SPK yang isinya mengatur pokok-pokok pekerjaan secara terperinci beserta syarat-syarat
pelaksanaan pekerjaan. Lain halnya dengan proyek swasta lebih sering menggunakan prosedur
negosiasi dibandingkan prosedur tender. Karena melalui prosedur negosiasi pihak pemberi pekerjaan dapat bernegosiasi langsung dengan pihak kontraktor untuk
memastikan apakah kontraktor tersebut dapat dipilih untuk mengerjakan pekerjaan yang dimaksud.
53
Selain itu pengaturan mengenai perjanjian pemborongan pekerjaan juga diatur dalam UUK. Dalam perjanjian pemborongan pekerjaan ada 2 dua subjek
hukum yaitu: pemborong, yang memborongkan pekerja buruh. Dimana dalam melaksanakan pemborongan pihak pemborong membutuhkan pekerja buruh
untuk mengerjakan pemborongan dimana pihak pemborong memiliki hubungan kerja dengan pekerja buruh yang dipekerjakannya. Pihak pemborong harus
mempunyai tanggung jawab atas keselamatan kerja para pekerja buruh tersebut, serta memberikan perlindungan dan pengupahan yang sesuai dengan yang diatur
53
Munir Fuady, Op.cit, hal. 110.
Universitas Sumatera Utara
dalam UU tersebut, dan apabila terjadi perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab pemborong
54
C. Perjanjian Pemborongan Menurut Keppres No. 83 Tahun 2003 jo Perpres No. 32 Tahun 2005