orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang dibentuk menurut undang-undang di luar kemauan para
pihak yang bersangkutan. Apabila dua pihak mengadakan suatu suatu perjanjian maka mereka bermaksud supaya antara mereka berlaku suatu perhubungan
hukum, yang sesungguhnya para pihak yang membuat perjanjian tersebut terikat satu sama lain karena janji-janji yang telah diberikan.
B. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dikatakan mempunyai kekuatan yang mengikat maka perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian. KUHPerdata
menentukan 4 empat syarat yang harus ada pada setiap perjanjian, sebab dengan dipenuhinya syarat-syarat inilah suatu perjanjian itu berlaku sah.
Adapun keempat syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata adalah:
1. Adanya kata sepakat dari para pihak
2. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3. Mengenai suatu hal yang tertentu
4. Adanya suatu sebab yang halal
Keempat syarat tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: a.
Syarat subjektif, yaitu: syarat yang menyangkut subjek dari perjanjian itu, yang harus dipenuhi oleh para pihak yaitu apakah orang itu telah sepakat
untuk membuat perjanjian atau juga cakap membuat perjanjian.
Universitas Sumatera Utara
b. Syarat objektif, yaitu: syarat-syarat yang menyangkut pada objek perjanjian
yang meliputi suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.
25
Berikut ini dapat dijelaskan yang merupakan syarat-syarat sahnya perjanjian, yaitu sebagai berikut:
1 Adanya kata sepakat dari para pihak
Dengan diberlakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian maka berarti bahwa kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak
tidak mendapat sesuatu tekanan yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak tersebut.
26
Pengertian sepakat dilukiskan sebagai persyaratan kehendak yang disetujui antar para pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan sesuatu hal
kepada pihak lain dinamakan tawaran. Pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi. Objek yang diperjanjiakan harus jelas baik
mengenai bentuknya, tujuannya, maupun asal-usul dari objek yang diperjanjikan berasal dari suatu sebab yang sah dan tidak bertentangan
dengan ketentuan-ketentuan hukum.
27
a Salah pengertian atau kekeliruan
Berpedoman kepada ketentuan Pasal 1321 KUHPerdata yang menjelaskan: tidak dianggap sah suatu persetujuan jika izin kesepakatan tersebut diberikan
karena:
b Pemerasan, dipaksakan
c Adanya penipuan.
Persetujuan yang diberikan oleh karena salah pengertian, dan penipuan, berarti dalam persetujuan yang diberikan jelas merupakan pesetujuan
25
Wan Sadjaraddin Barus, Beberapa Sendi HukumPerikatan, Penerbit USU Press, 1992, hal. 28-29
26
Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit, hal. 73.
27
Ibid, hal. 98.
Universitas Sumatera Utara
kehendak yang cacat. Terhadap persetujuan yang demikian dapat dilakukan pembatalan, tapi bukan batal dengan sendirinya.
Mengenai salah duga atau salah pengertian yang dapat dibatalkan harus mengenai objek atau prestasi yang dikehendaki. Salah pengertian mengenai
orangnya tidak menyebabkan persetujuan dapat batal Pasal 1322 KUHPerdata. Dengan demikian salah duga atau salah pengertian yang
menyebabkan lenyapnya persetujuan harus mengenai: 1.
Pokok atau maksud objek persetujuan 2.
Kedudukan hukum subjek yang membuat persetujuan 3.
Hak subjek hukum yang bersangkutan. Mengenai paksaan yang dapat melenyapkan perizinan dalam persetujuan
adalah paksaan fisik yang bersifat “vis absoluta”. Sedemikian rupa paksaan kekerasan yang diancamkan, sehingga orang yang bersangkutan tidak
mempunyai pilihan lain selain melakukan perbuatan yang dipaksakan. Paksaan itu sifatnya mutlak atau absolut yang menyebabkan seseorang
terpaksa mengikuti kehendak orang yang memaksakannya. Tentang penipuan adalah apabila perizinan yang diberikannya dalam
persetujuan diperoleh dengan jalan penipuan, hal itu juga mengakibatkan perizinan dalam persetujuan tersebut tidak ada. Penipuan ini harus berupa tipu
muslihat, sehingga sesuatu yang tidak benar berkesan merupakan gambaran keadaan dan kejadian yang sungguh-sungguh benar tentang suatu hal. Sesuatu
baru dikatakan tipu muslihat apabila: a.
Hal itu merupakan kebohongan yang diatur rapi
Universitas Sumatera Utara
b. Sesuai dengan taraf pendidikan kecakapan orang yang ditipu. Apabila
yang ditipu seorang yang terpelajar, dengan hanya tipuan yang sangat rendah dia sudah percaya, tentu dianggap tidak ada penipuan.
28
Pasal 1446 KUHPerdata yang berbunyi “semua perikatan yang dibuat oleh orang-orang belum dewasa atau orang-orang yang ditaruh di bawah
pengampuan, adalah batal demi hukum, dan atas penuntutan yang diajukan oleh atau dari pihak mereka, haruslah dinyatakan batal, semata-mata atas
dasar kebelumdewasaan atau pengampuannya. Perikatan yang dibuat oleh orang-orang perempuan yang bersuami dan oleh orang-orang belum
dewasa telah mendapat pernyataan persamaan dengan orang dewasa, hanyalah batal demi hukum, sekedar perikatan-perikatan tersebut
melampaui kekuasaan mereka”.
2 Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Subjek yang dianggap memiliki kecakapan memberikan persetujuan ialah orang yang mampu melakukan tindakan hukum. Menurut Pasal 1329
KUHPerdata: “setiap orang ialah cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap”.
Pasal 1330 KUHPerdata: Tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah:
a Orang-orang belum dewasa
b Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
c Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-
undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang, membuat persetujuan-persetujuan tertentu.
28
M. Yahya Harahap, Op.cit, hal. 25-26.
Universitas Sumatera Utara
Umumnya orang yang mampu melakukan tindakan hukum ialah orang dewasa yang waras akal budinya, bukan orang yang sedang berada di
bawah pengampuan maupun curatele dan anak di bawah umur. d
Semua orang yang oleh undang-undang dilarang membuat perjanjian- perjanjian tertentu.
Orang-orang dewasa atau di bawah umur hal ini dapat dilihat dalam Pasal 330 KUHPerdata “ belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai
umur 21 tahun dan tidak lebih dahulu kawin dan apabila perkawinannya bubar sedangkan belum genap 21 tahun mereka tetap dianggap belum
dewasa”. Selain dalam Pasal 330 KUHPerdata hukum adat dan juga Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 juga mengatur tentang kedewasaan.
Kedewasaan menurut hukum adat didasarkan atas ukuran yang disesuaikan dengan kenyataan yaitu apabila seseorang telah berkeluarga. Jadi prinsip
kedewasaan seperti hal ini lebih sesuai dengan kepatuhan karena didasarkan atas keadaan yang nyata yaitu bahwa orang itu benar-benar
sudah mandiri dan dianggap mengerti atau telah cukup mempunyai kemampuan untuk mengerti konsekuensi dari perbuatannya namun dengan
berpegang teguh pada patokan ini kepastian hukumnya masih kurang. Mengenai hal wanita yang telah besuami untuk mengadakan suatu
perjanjian ia memerlukan bantuan atau izin dari suaminya hal ini dapat kita lihat dalam Pasal 108 KUHPerdata, akan tetapi sejak keluarnya
SEMA Nomor 3 Tahun 1963 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia tentang
Universitas Sumatera Utara
kedudukan seorang wanita diangkat derajatnya sama dengan laki-laki sehingga untuk mengadakan perbuatan hukum dan menghadap pengadilan
ia tidak memerlukan bantuan suaminya lagi, maka dengan adanya SEMA Nomor 3 Tahun 1963 maka Pasal 108 KUHPerdata dinyatakan tidak
berlaku lagi. 3
Mengenai suatu hal yang tertentu Tentang hal ini telah dijelaskan sebelumnya, bahwa objek-objek perjanjian
persetujuan harus mengenai sesuatu yang tertentu. Jadi objek atau prestasi tadi harus tertentu, sekurang-kurang jenisnya dapat ditentukan baik hal itu
mengenai benda yang berwujud ataupun yang tidak berwujud, seperti yang dijumpai dalam persetujuan perburuhan, penjaminan ataupun pemberian
kuasa. Objek itu dapat juga berupa benda yang sekarang ada dan nanti akan ada:
a. Barang itu adalah barang yang dapat diperdagangkan
Pasal 1332 KUHPerdata: “hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian”.
b. Barang-barang yang dapat dipergunakan untuk kepentingan umum antara
lain: seperti jalan umum, pelabuhan umum, gedung-gedung umum, dan sebagainya tidaklah dapat dijadikan objek perjanjian.
c. Dapat ditentukan jenisnya.
Pasal 1333 KUHPerdata: “suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya.
Universitas Sumatera Utara
Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung”.
d. Barang yang akan datang
Pasal 1334 KUHPerdata:”barang-barang yang baru akan ada dikemudian hari dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Tetapi tidaklah diperkenankan
untuk melepaskan suatu warisan yang belum terbuka, ataupun meminta diperjanjikan sesuatu hal mengenai warisan itu, sekalipun dengan
sepakatnya orang yang nantinya akan meninggalkan warisan yang menjadi pokok perjanjian itu”.
e. Objek perjanjian.
4 Adanya suatu sebab yang halal
Suatu sebab yang halal atau kausa yang diperbolehkan ialah isi dan tujuan. Pesetujuan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kepentingan
umum openbaar orde dan kesusilaan.
29
29
Ibid, hal. 2.
Menurut Pasal 1336 KUHPerdata ”jika tidak dinyatakan sesuatu sebab, tetapi ada suatu sebab yang halal, ataupun jika ada suatu sebab yang lain, daripada
yang dinyatakan, perjanjiannya namun demikian adalah sah”.. Menurut Pasal 1338 KUHPerdata, semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Secara sah maksudnya berarti memenuhi syarat-syarat yang ditentukan Pasal 1320
KUHPerdata. Dalam Pasal 1338 ayat 2 KUHPerdata dikatakan, suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah
pihak, atau karena alasan-alasan yang dinyatakan oleh undang-undang.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Pasal 1337 KUHPerdata ”suatu sebab adalah terlarang, apabila berlawanan dengan undang-undang, atau apabila berlawanan dengan
kesusilaan baik atau ketertiban umum”. Berdasarkan rumusan di atas, dapat diambil beberapa ketentuan yang
penting dalam hukum perjanjian, dan hal inilah yang merupakan akibat dari perjanjian, yaitu:
1. Berlaku sebagai undang-undang
Berlaku sebagai undang-undang berarti ketentuan-ketentuan dalam undang- undang itulah yang mengatur hubungan para pihak. Isi perjanjian ini dapat
ditentukan oleh debitur sendiri atau oleh pihak ketiga untuk kepentingan debitur. Dengan demikian perjanjian ini mempunyai kekuatan mengikat bagi
para pihak yang membuatnya. Menurut Pasal 1339 KUHPerdata, suatu perjanjian tidak hanya mengikat
untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan,
kebiasaan atau undang-undang. Dalam hal ini maksudnya adalah bahwa para pihak tidak terlepas dari tanggung jawab dan akibat yang timbul dari suatu
prestasi yang dipenuhi. Juga para pihak harus memperhatikan undang- undang. Dengan perkataan lain, para pihak tidak mutlak pada ketentuan
perjanjian. Apabila terjadi perselisihan dan perselisihan itu sampai ke muka hakim dalam
mengadilinya, hakim harus menyesuaikan isi perjanjian dengan ketentuan perundang-undangan, kebiasaaan dan kepatutan.
Universitas Sumatera Utara
2. Tidak dapat dibatalkan secara sepihak
Sesuai dengan asas konsensualitas, bahwa perjanjian itu dibuat atas persetujuan kedua belah pihak lainnya. Namun demikian perjanjian dapat
dibatalkan oleh salah satu pihak apabila ada alasan-alasan yang dibenarkan undang-undang. Tentang alasan-alasan ini, dalam Pasal 1814 KUHPerdata:
”si pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya manakala itu dikehendakinya, dan jika ada alasan untuk itu, memaksa si kuasa untuk
mengembalikan kuasa yang dipegangnya”. 3.
Pelaksanaan dengan itikad baik Pelaksanaan dengan itikad baik artinya kejujuran dari orang yang
mengadakan perjanjian. Istilah itikad baik ada 2 dua macam, yaitu sebagai unsur subjektif dan sebagai unsur objektif untuk memulai pelaksanaan.
30
Perjanjian timbul disebabkan oleh adanya hubungan hukum kekayaan antara 2 dua orang atau lebih. Pendukung hukum perjanjian sekurang-kurangnya
harus ada 2 dua orang tertentu, misalnya orang itu menduduki tempat yang Yang dimaksud dengan itikad baik dalam Pasal 1338 KUHPerdata bukanlah
dalam arti subjektif, melainkan pelaksanaan perjanjian itu harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan norma kesusilaan, jadi yang
dimaksud dengan itikad baik disini adalah ukuran objektif, perjanjian itu harus berjalan diatas jalur yang benar.
C. Subjek Hukum Dalam Perjanjian